Halaman

Tampilkan postingan dengan label Hyunseong. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hyunseong. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 Juli 2012

[FANFIC] High School Love (part 1)


Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
 Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo




Teng…teng…teng…teng

Author POV
            Setelah mendengar bel masuk, para siswa segera memasuki kelas mereka masing-masing. Tak semua dari siswa-siswa itu yang bersemangat untuk hari ini, beberapa diantara malah bersiap tidur ataupun lebih tertarik berbincang dengan teman-teman mereka yang lain. Tapi siswa teladan yang idam-idamkan masih bisa ditemukan tengah mempersiapkan buku-buku yang dibutuhkan.
            “Ani Jiyoung-ah…. Jangan bicarakan itu lagi. Dia bisa mendengarnya. Aku bisa disangka gadis murahan.” Keluh Sulli pada Jiyoung yang terus saja tertawa.
            “Tapi aku benarkan? Kau memang menyukai si Kai itu.” Jiyoung memegangi perutnya yang mulai sakit karena terlalu lama tertawa.
            “Ssstt!” Sulli berdiri untuk menutup mulut Jiyoung yang duduk di depannya.
            “Bisakah kalian tidak berisik?” tanya Baro sambil menutup kepalanya dengan buku. Dia duduk si samping Sulli.
            Akhirnya Jiyoung yang duduk di bangku paling depan itu segera menghadap ke depan setelah guru mereka, Lee Jang Woo seongsanenim masuk.
            “Anyeong haseyo.” Sapa Lee seongsaenim.
            Siswa di kelas itu segera diam dan duduk dengan posisi semestinya. Walaupun masih ada satu murid, Sandeul, yang masih tidur.
            Setelah bicara panjang lebar tentang sejarah, Lee seongsaenim memberikan satu pertanyaan yang cukup sulit, ia menunjuk seorang gadis yang duduk di bangku paling belakang di pojok kiri. “Lee Jieun, jawab pertanyaannya.”
            Jieun tersentak, ia sama sekali tak bisa menjawabnya, memang benar jika dia memperhatikan semua yang gurunya jelaskan itu, namun sepenuh apapun usahanya untuk mengerti, ia tak pernah bisa.
            Jieun menundukkan kepalanya lalu menggeleng.
            Teman-temannya selalu menertawakannya di saat seperti ini. Jieun sudah sangat bosan dengan keadaan itu. Meski ia tak suka, ia tak bisa berbuat apa-apa. Dia termasuk dalam siswa yang lemah dan sema sekali tak menonjol.
            “Tahun 1090.” Jawab Myungsoo tiba-tiba. Hanya dia dan sandeul yang tertidur saja yang tidak menertawakan Jieun.
            Jieun kenal betul suara yang menjawab itu. Suara yang selalu menghentikan tawa di seluruh kelas saat dia terpuruk. Memang ampuh benar suara itu untuk meredakan tawa.
            Lee seongsaenim berdecak kagum, siswa yang satu itu memang ahli dalam pelajarannya. “kenapa harus selalu Kim Myungsoo?” tanyanya sambil tertawa.
            “Bukan karena yang lain bodoh Seongsaenim, tapi kami mengalah pada Myungsoo.” Celetuk Baekhyun dan membuat seisi kelas tertawa lagi kecuali Jieun dan Sandeul.
            “Baiklah, Byun Baekhyun. Kalau begitu bangunkan teman di belakangmu itu.” Kata Lee Seongsaenim.
            Baekhyun menoleh kebelakangnya dan dengan santai menarik sejumput rambut Sandeul.
            “Aaaaaww!!” pekik Sandeul seketika terbangun. “Bisa pakai cara lain?”
            Baekhyun menggeleng santai, “Hanya itu cara yang ampuh.”
            Jieun melirik Myungsoo yang duduk tiga bangku di kirinya, lalu menggumam, “Kenapa harus selalu dia?”
***

Jiyoung POV
“Benar dia menyukai Jongin ?” tanya Jiyeon setelah bergabung denganku dan Sulli di kantin.
            Sulli terkejut mendengarnya, ia segera melempar pandangan kesal padaku. Aku jadi sedikit merasa bersalah. Ya dia pantas marah, karena aku, Jiyeon jadi tahu hal itu.
            “Jangan khawatir, aku takkan membocorkannya.” Jiyeon tersenyum manis pada Sulli.
            “Ini semua karena kau Jiyoung-ah!” teriak Sulli kesal.
            “Tapi aku benar kan? Kau memang menyukainya.” Jawabku. Bukankah semua itu terlihat dari sikapnya sendiri?
            “Siapa bilang? Aku tak pernah mengatakannya.” Sulli menegak minumannya dengan kesal.
            “Walau tidak bicara sudah terlihat.” Kataku lalu menoleh ke Jiyeon, “Geurae Jiyeon-ah?”
            Jiyeon mengangguk setuju, “Yang seperti itu bisa terlihat jelas oleh orang sekitarmu.”
            “Anyeong!!” sapa Hwayoung dan Hyoyoung bersamaan. Tiba-tiba mereka muncul begitu saja dari belakangku.
            “Bisa tidak kalian datang dengan permisi?” tanyaku kesal, mereka selalu saja mengagetkan seperti ini.
            “Itu kelebihan kami.” Kata Hwayoung.
            “Benar, itu kelebihan kami.” Sambung Hyoyoung.
            “Kenapa juga kau selalu mengulangi perkataannya Hyoyoung-ah?” tanya Sulli kesal bukan main. Sepertinya suasana ahtinya makin buruk dengan kedatangan si kembar.
            “Kau kenapa?” tanya Hwayoung dan Hyoyoung bersamaan. Lalu dengan cepat mereka sudah duduk mengapit Sulli, membuatku harus bergeser dengan paksa. Dasar si kembar aneh. Untung saja mereka itu cantik.
            “Ini pasti masalah cinta.” Kata Hwayoung.
            “Benar ini pasti masalah cinta.” Ulang Hyoyoung seperti biasa.
            “Kalian jangan sok tahu!” bentak Sulli lalu memakan makanannya tanpa ampun. Kasian sekali makanan itu jadi sasaran kekesalannya.
            “Tapi itu memang benar kan?” tanya Hwayoung.
            “Jelas benar.” Kata Hyoyoung.
            “Ah! Itu dia! Itu dia!” bisik Jiyeon. Dia menunjuk Jongin yang berjalan memasuki kantin bersama Taemin dan Sehun.
            Aku bisa melihat wajah Sulli memerah. Kali ini dia takkan bisa mengelak, lihat saja, dia begitu salah tingkah. Kena kau Choi Sulli.
            “Jongin-ah! Taemin-ah! Sehun-ah!” dengan cepat aku melambaikan tanganku pada mereka.
            Jongin tetap saja berwajah datar, sedangkan Taemin dan Sehun tersenyum melihatku. Dasar Kai! Dia selalu begitu.
            “Bergabunglah!” ajakku. Aku memang sengaja melakukannya.  Itu membuat Sulli malah beranjak pergi, namun Hwayoung dan Hyoyoung memeganginya.
            Untung saja mereka tak menolak bergabung, jadi aku tak terlihat bodoh.
            “Kalian mau aku pesankan makanan?” tanyaku sok ramah. Sedari tadi aku memperhatikan gerak-gerik aneh Sulli. Aku benar-benar suka mengerjai temanku satu ini.
            “Ani. Biar aku saja.” Kata Taemin lalu pergi. Baiklah, pergi saja. Aku tak sepenuhnya mau dan ingin memesankan makanan untuk mereka.
            “Jongin-ah, kau sudah mengerjakan tugas Bahasa Inggrisnya?” tanya Jiyeon.
            “Ah, benar kalian satu tim kan?” tanyaku, aku baru ingat. “Jika kalian ada kesulitan, kalian bisa minta bantuan Sulli, dia cukup pintar dalam bahasa Inggris.”
            “Tak usah, aku bahkan sudah meminta Krystal mengerjakannya.” Jawab Jongin datar.
            Setelah mendengar itu Sulli malah terdiam. Apa dia kecewa? Ah… aku jadi menyesal mengatakan itu. Aku berkali-kali melirik Sulli.
            Untung saja Hwayoung mencairkan suasana. “Sehun-ah Appaku bilang, Appamu pergi ke Bangkok, apa itu benar?”
            Sehun terlihat terkejut karena tiba-tiba pembicaraan beralih padanya, “Ah, geu..geurae. Dia baru… berangkat pagi tadi.” Jawab Sehun kikuk. Dia itu... pemalu sekali.
            “Ya… jangan bilang Appa kalian saling kenal.” Kataku setelah menyadari perbincangan mereka.
            “Memang saling kenal.” Jawab Hyoyoung mantab.

Sulli POV
            Aku hampir tak bisa berkonsentrasi dengan permbicaraan Sehun dan si kembar yang tak penting itu. Kenapa aku sekecewa ini? Ini semua gara-gara Jiyoung! Kenapa harus dia mengajak Jongin bergabung. Ini membuatku bisa mati di tempat.
            Aku berkali-kali mencuri pandang pada Jongin. Wajah itu, kenapa datar sekali? Bagaimana aku bisa mengenalnya lebih dekat jika dia menakutkan untuk di ajak bicara? Dasar Kim Jongin! Kenapa aku harus suka padamu?
            Tak lama, Taemin datang dengan makanannya. Jongin juga mengambil satu. Aku tak bisa berhenti memperhatikan cara makannya. Semoga saja Jiyoung dan Jiyeon tak menyadarinya. Aku benar-benar terlihat bodoh disini. Aku benar-benar ingin pergi, kalau saja si kembar tak mengapitku seperti ini. Akan terlihat lebih bodoh jika aku pergi dengan paksaan seperti itu.
            “Sulli-ah? Kenapa kau melamun?” tanya Taemin tiba-tiba. Dia memang manis dan penuh perhatian. Tapi disaat seperti ini aku sungguh tak mengharapkan perhatiannya.
            Aku menggeleng saja, “A..ani. gwenchana.”
            Aku bisa melihat Jiyoung menahan tawanya. Sepertinya dia senang sekali membuatku dalam posisi serba salah seperti ini.
            “Bagaimana Appa kalian bisa saling kenal?” tanya Jiyeon pada si kembar dan Sehun. Itu sedikit menyelamatkanku. Topik teralihkan.
            “Appaku, dan Appanya berteman sejak kecil.” Jelas Hwayoung.
            “Mereka sahabat kecil.” Tambah Hyoyoung.
            Jiyeong tersenyum, “Ah, Geurae? Jadi kalian juga sudah mengenal sejak kecil?”
            Si kembar dan Sehun mengangguk bersamaan.
            “Itu manis sekali.” Celetukku. Aku jadi lupa kalau Jongin ada disini. Seharusnya aku diam saja.
            “Geurae geurae. Itu memang manis.” Jiyoung tersenyum. “Kalian juga jadi teman kecil kan?”
            Mereka bertiga mengangguk bersama lagi sambil menikmati makanannya.

Jongin POV
            Aku dengan terpaksa duduk disini. Rasa laparku sebenarnya sudah hilang. Aku memakan itu semua agar aku punya sesuatu untuk mengalihkan perhatianku dari gadis itu. Bahkan sampai sekarang aku tak bisa melupakan caranya malambai padaku, Taemin dan Sehun tadi. Kenapa gadis itu selalu saja berputar di kepalaku? Ini benar-benar merepotkan.
            “Baiklah, aku harus ke perpustakaan. Aku pergi dulu.” Jiyeon beranjak dari sampingku.
            “Perpustakaan? Aku ikut. A..aku juga harus kesana.” Sulli berdiri dengan cepat lalu mengikuti Jiyeon pergi.
            “Anyeong!!” Hwayoung dan Hyoyoung melambaikan tangannya pada mereka yang pergi.
            Aku lihat ekspresi Jiyoung yang sedikit kecewa. Ada apa dengannya? Apa dia juga ingin pergi? Iblis di dalan tubuhku melarangnya pergi, entah kenapa akan lebih baik dia disini, di hadapanku.
***

Jieun POV
            Aku menatap wajahku di cermin, aku sedang berada di toilet sekolah. Kenapa aku harus semenyedihkan ini? Ponselku berbunyi, aku lihat itu pesan dari Eomma. Lagi-lagi dia berpamitan akan menginap di luar kota. Pasti dengan Ajushi kaya itu lagi. Berarti seminggu ini aku harus menghidupi Adikku, Sungmin.
            Appa, maafkan perbuatan Eomma. Mungkin dia hanya kesepian. Aku mendongak dan menutup mata berusaha mengingat wajah Appaku yang mungkin terlupakan. Ya aku hanya bisa melihat wajahnya di foto. Dia meninggal saat aku masih berumur 3 tahun. Aku tak begitu mengingat wajahnya.
            Aku melangkah keluar dari toilet menuju koridor sekolah. Seseorang dengan wajah dinginnya berjalan berlawanan arah denganku. Kim Myungsoo, tak bisakah dia tersenyum seperti saat bersama dengan teman-temannya. Disaat dia sendiri seperti ini dia selalu menampakkan wajah dinginnya. Jika bukan ketampanannya, aku takkan betah melihatnya.
            Dia lelaki yang cukup sempurna di kelas, pintar, tampan. Dan aku jatuh hati padanya. Itu yang membuatku semakin menyedihkan. Bahkan aku menangis saat aku menyadari aku jatuh cinta padanya.
            Tapi beginilah nasibku, tak ada orang yang memperhatikan aku. Aku hanya dianggap angin lalu. aku sama sekali bukan murid menonjol disini.
            Saat tepat berada di hadapanku, Myungsoo menatapku. Jantungku seakan berhenti mendadak. Namun dia segera melanjutkan langkahnya. Aku segera berpikir, mungkin dia sedang berpikir keras, sepertinya dia mengenali wajahku, atau sepertinya dia pernah melihatku di duatu tempat. Dia takkan memperhatikan hal itu. Bahkan mungkin dia tak mengingatku. Dia hanya menatapku karena aku terus saja menatapnya. Dia pasti merasa aku ini gadis aneh.
            Aku melewati kantin yang sedang ramai itu. Aku sama sekali tak tertairk pergi kesana. Lebih baik aku menjauhi kerumunan. Sulli teman sekelasku sedikit menabrakku, “Ah, Mian.” Katanya cepat. Sepertinya dia terburu-buru mengikuti Jiyeon yang berjalan menuju ke perpustakaan.
            Aku terus berjalan menuju halaman belakang sekolah. Aku duduk di tempat favoritku di bawah pohon besar paling rindang di sekolah ini. Dengan duduk di situ agak sulit orang melihatku, tapi aku dengan mudah bisa mengamati sekitarku.
            Angina berhembus lembut menerbangkan daun-daun yang mulai berguguran. Aku berharap jam sekolah segera berakhir agar aku bisa segera pergi ke tempat kerja paruh waktuku.
            Tak lama aku melihat Naeun teman sekelasku berjalan melewatiku. Dia tersenyum saat mendengar namanya dipanggil, “Naeun-ah!”
            Seperti yang dilakukan Naeun, Aku juga melihat orang yang memanggilnya. Itu Gongchan, teman sekelas kami juga.
            Gongchan melangkah mendekati Naeun dengan sedikit canggung. Entah mengapa dia begitu. Bukankah dia cukup akrab dengan Naeun?
            Tiba-tiba Gongchan memegang tangan kanan Naeun. Naeun terlihat sedikit terkejut. Namun aku bisa melihat wajahnya memerah.
            Gongchan memberikan sesuatu pada Naeun. Itu kalung. Kalung yang indah. Yang pastinya sangat cocok dikenakan oleh si cantik Naeun.
            Pertanyan Gongchan selanjutnya malah membuat Naeun terkejut setengah mati, aku bisa melihat badannya bergetar karena terlalu gugup, “Maukah kau menjadi yeojaku?”
            Naeun terdiam sesaat. Aku yakin dia juga menyukainya, namun dia terlalu malu untuk menjawab.
            Tiba-tiba suara berisik datang dari Baro dan Sandeul yang ternyata sedari tadi mengintip mereka dari balik pilar sekolah. Sekarang mereka muncul sambil berteriak, membuat Naeun semakin gugup dan malu.
            “Terima! Terima! Terima!” teriak mereka berdua dengan semangatnya.
            Gongchan hanya tersenyum lembut melihat tingkah konyol mereka berdua, dia fokus pada Naeun yang sebentar lagi memberi jawaban.
            Naeun menutup matanya lalu berbicara sekuat mungkin, “Ne, aku mau jadi Yeojamu.”
            Gongchan tersenyum senang. Dia membuat gerakan seakan dia tak mempercayai apa yang baru saja dia dengar. “Jinchayo?”
            Naeun mengangguk. Dengan cepat Gongchan memeluk Naeung erat, mengutarakan perasaannya yang puas bukan main.
            Sekarang pikiranku melayang pada diriku sendiri, bukankah aku terlihat semakin menyedihkan dalam diam melihat adegan ini? Aku beranjak pergi. Mereka yang terlalu sibuk dengan masalah Naeun dan Gongchan itu bahkan tak menyadari aku teman sekelas mereka baru saja melewati mereka. Aku pustuskan untuk kembali ke kelas saja.

Suzy POV
            Aku mengantuk sekali siang ini. Benar-benar tak ada niat untuk memperhatikan pelajaran setelah bel masuk nanti. Aku menggeletakkan kepalaku di mejaku. Kulihat Jieun melewatiku. Dia terlihat begitu sedih. Tapi dia memang selalu seperti itu, selalu menyedihkan. Bahkan dia bertingkah semendihkan mungkin. Mungkin dia rasa hanya dia gadis paling menyedihkan di kelas ini.
            Aku coba memejamkan mataku. Namun sontak saja mataku terbuka lagi saat Baro dan Sandeul si perusak suasana masuk ke dalam kelas dengan suara nyaring besar mereka.
            “Mereka sepasang kekasih sekarang!” teriak mereka bersama. Aku lihat Gongchan dan Naeun berjalan di belakang mereka dengan muka merah. Aku sudah menduga hal ini.
            Sebenarnya hal ini lebih lambat dari dugaanku, bukankah mereka memang saling menyukai? Kenapa tak dari dulu saja? Tapi anak-anak lain sangat terkejut mendengar ini.
            Aku bangun dari posisiku di atas meja. Aku bisa mengira dan kenyataannya memang begitu, hanya Jieun yang tak bersemangat dengan itu. Dia pasti meratapi nasibnya yang menyedihkan karena menyukai si dingin Myungsoo. Ckckck. Aku tak habis pikir dengan mereka ini, selalu saja di siksa oleh masalah tak penting mereka sendiri.
            Aku bisa melihat Myungsoo tertawa dengan Hyunseong dan Seungho. Aku rasa dia hanya ikut-ikutan saja tertawa seperti itu. Bisa dilihat Jieun mengagumi tawa langka itu. Ah.. lihat saja Jieun menyedihkan lagi.
            “Jeongmal?” tanya Luna senang, sedangkan Krystal di belakangnya hanya tersenyum simpul.
            Naeun mengangguk singkat dari bangkunya. Aku bisa melihat pipi merah Naeun yang sama sekali tak menghilang.
            “Ya! Dengar mereka sudah jadian!” teriak Luna sambil melihat ke luar kelas. Aku lihat Jiyeon dan Sulli masuk. Sepertinya bel masuk sudah berbunyi, aku tak mendengarnya.
            “Jinchayo?” tanya Jiyeon, dia berbunga-bunga dan tersenyum manis. Senyum yang didambakan setiap lelaki, Itu hartanya.
            Sulli terlihat masam, dia sama sekali tak menghiraukan hal itu, dia sepertinya sibuk dengan pikirannya sendiri.
            Tak lama, Jiyoung dan si kembar juga masuk ke dalam kelas, diikuti Jongin, Taemin dan Sehun.
            “Mereka jadian.” Jieyon menunjuk Naeun dan Gongchan yang duduk di bangku masing-masing.
            “Geurae?” Jiyoung agak terkejut, “Ya… kalian harus traktir kami untuk merayakan ini.”
            Taemin mendorong pelan tubuh Gongchan, “Tak kusangka secepat ini kau mengutarakannya.”
            Mwo? Secepat itu? Bukankah ini terlalu lambat? Ckckck.
            Gongchan hanya tersenyum, anak itu siput sekali, lambat dan lembut maksudku.
            Mereka segera duduk di bangku mereka masing-masing. Park Gahee Seongsaenim, guru matematika kami, masuk dengan gayanya yang sangat disiplin itu. Dia memang termasuk Seongsaenim yang menyeramkan. Dan sayangnya saat ini aku sangat mengantuk, bisa-bisa aku terkena semburan apinya. Kali ini aku mengalihkan perhatianku dari masalah-masalah tak penting teman-temanku, aku berusaha tidak tertidur untuk menghindari semburan apinya yang menghebohkan.
***
Eunji POV
            “Ne, anyeong Soyou-ah.” Aku melambai pada Soyou. Dia membatalkan janjinya denganku hari ini karena dia beralasan harus pergi ke suatu tempat dan itu sangat penting. Tadi dia juga menjelaskan bahwa jadwalnya berubah total, jadi dia harus meninggalkan aku.
            Saat Soyou belum jauh aku lihat dia berpapasan dengan Hyunseong. Dia melempar pendangan sombongnya seperti biasa, tak peduli itu teman sekelas, dia memang begitu.
            Tapi.. apa yang Hyunseong lakukan disini? Dia melangkah ke arahku. Apa dia menghampiriku? Ada perlu apa?
            “Eunji-ah.” Panggilnya.
            “Hyungseong-ah? Ada apa?” tanyaku. Tak biasanya dia bicara denganku sepulang sekolah seperti ini.
            Tiba-tiba Hyunseong mengulurukan buku catatanku. Aku segera meraihnya, “Ah, ini milikku yang aku sangka hilang. Bagaimana bisa ada padamu?”
            “Aku juga tak tahu. Tadinya ini ada pada Kyungsoo. Dia menyuruhku memberikannya padamu.” Jelas Hyunseong.
            “Ah anak itu, bukankah dia duduk di depanku, bukankah dia lebih dekat? Dasar!” gerutuku. Dia memang aneh.
            “Bukankah dia memang aneh?” Hyunseong tersenyum, manis. Itu senyumnya yang manis. Ya dia memang selalu menyenangkan sepengetahuanku, meskinpun aku tak begitu akrab dengannya.
            “Gomawoyo.” Kataku.
            “Jangan sungkan.” Katanya.
            “Kalau begitu aku pergi dulu.” Kataku lalu melambai dan berlalu dari hadapannya.

Kyungsoo POV
            Aku ini bodoh atau apa? Kenapa aku tak berikan sendiri saja buku Jieun yang sudah berhari-hari ada padaku itu? Kalau saja aku yang mengembalikannya, bukankah aku juga akan mendapat senyum manis itu dari Eunji. Ya aku memang bodoh. Sudahlah.. aku akui itu..
            Aku berjalan menuju halte bus terdekat dari sekolahku. Aku masih bisa melihat Eunji menunggu taksi di seberang jalan. Dia mau kemana? Kenapa sendirian? Kemana Soyou atau Naeun yang biasa menemaninya itu?
            Pikiranku masih melayang ke buku cacatan Eunji. Buku catatan itu mungkin sudah berbau kamarku sekarang. Sudah cukup lama buku itu ada padaku, tapi aku rasa pencarian waktu yang tepat untuk mengembalikannya terlalu lama. Maka dari itu aku menyuruh Hyunseong.
            Buku…buku… Omo! Andwe!! Aku teringat satu hal bodoh yang sudah aku lakukan. Aku sudah menulis sesuatu di buku itu. Aku tak ingat jelasnya aku menulis apa, tapi yang jelas tentang Eunji di pikiranku. Itu gila. Bagaimana jika Eunji mengetahuinya? Aku akan terlihat sangat bodoh dan memalukan, sama sekali bukan pria jentel.
            Ah, aku baru ingat juga, bukankah Hyunseong yang memberikannya. Mana mungkin Hyungseong banyak bicara dan menceritakan asal buku itu pada Eunji? Tidak kan? Itu tidak mungkin. Hyunseong bukan tipe orang yang akan banyak bicara pada teman yang tidak akrab. Geurae… sebaiknya aku berpikiran seperti itu. Eunji tidak tahu. Dia takkan tahu. Lagipula aku menulisnya dengan tinta pena yang sudah hampir habis, tak akan terbaca olehnya. Aku sudah menulisnya sekecil mungkin yang bisa aku baca. Aku harus bersikap biasa saja berarti. Ok.

***


Krystal POV
            Aku senang. Aku senang bukan main saat Jongin memintaku membantunya mengerjakan tugas bahasa Inggris. Tapi, aku tak boleh memperlihatkannya atau aku akan jadi gadis murahan. Kim Jongin banyak-banyaklah bicara padaku!
            Entah kenapa akhir-akhir ini dia sering mengajakku bicara, entah itu masalah penting ataupun masalah yang tak begitu penting, dia sudah biasa bicara padaku. Aku rasa gadis di sekolah ini yang paling dekat dengannya hanya aku. Aku bisa menduga itu.
            Ah, aku ingat bunkankah akan ada makan malam bersama keluarga Jongin nanti malam? Aku harus berdandan secantik mungkin, aku tak boleh kelihatan murahan dimata mereka.
            “Ya! Krystal! Kau melamun lagi?” tanya Luna yang tiba-tiba saja duduk di depan bangkuku.
            Aku hanya mendongak dan tersenyum manis padanya. Selembut yang aku bisa.
            “Akhir-akhir ini kau memang seperti ini ya? Kenapa kau jadi sering melamun?” tanya Luna.
            Aku menggeleng namun masih tersenyum.
            “Apa kau memikirkan perjodohanmu lagi?” tanya Luna.
            Dia benar, itu benar sekali, tapi aku tak boleh menampakkan hal itu. Itu akan terlihat konyol.
            “Aninde, aku hanya memikirkan tugas-tugas yang menumpuk itu.” Jawabku.
            “Ah, kau ini.” Luna tersenyum licik. “Aku ini temanmu, kau tak bisa bohongi aku. Terlihat jelas di wajahmu kau itu sedang memikirkan perjodoha.”
            Aku hanya tersenyum lagi. Lalu aku lihat Jongin masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku belakangku, itu memang tempatnya.
            Aku ingin sekali menyapanya atau bicara lebih dulu padanya, tapi itu terlihat murahan. Aku takkan melakukannya. Aku harus punya harga diri. Aku hanya perlu melakukan hal-hal yang membuatnya menyukaiku. Aku tersenyum sendiri sekarang. Mungkin Luna sudah mengiraku gila kali ini. Tapi aku tak peduli dengan itu.
            “Aaaaaaaaaaargh!!!!” aku mendengar jeritan dari arah belakangku. Omo! Siapa gadis yang bisa-bisanya menjerit sebarbar itu di tempat seperti ini?


TO BE CONTINUED........