Halaman

Tampilkan postingan dengan label Lee Donghae. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lee Donghae. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 10 Maret 2012

[FANFIC] Invisible Love (last part)



Tiba-tiba tulang kering jiyoung terasa sakit lagi. Kali ini dia tak bisa menahannya, Jiyoung pun terjatuh dengan suara debam yang cukup keras, “Aw!” jeritnya.
            Mendadak suara piano itu berhenti. Kevin mendengar sesuatu itu dan mengampiri Jiyoung yang terus memegangi kakinya. Seketika, tanpa ada ekspresi terkejut, Kevin bisa mengerti situasinya, “Kang Jiyoung, apa kau tak pergi ke rumah sakit kemarin?”
            Jiyoung mendongak dengan terkejut. Jiyoung akhirnya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Kevin.
            Kevin terlihat kesal sekaligus khawatir. Tiba-tiba Kevin mengangkat tubuh Jiyoung dengan kedua tangannya dan membawa Jiyoung ke rumah sakit.
            Setelah dokter memeriksa Jiyoung. Dokter menjelaskanya pada Kevin, “Ini seperti halnya luka lama yang terbuka kembali. Jadi ini bisa lebih parah dari awalnya. Apa pasien melakukan hal yang tak biasa akhir-akhir ini?”

[FANFIC] Invisible Love (part 1)



Main Cast:
Kang Jiyoung
Kevin Woo
Lee Donghae

Support Cast:
Lee Jieun (IU)
Park Gyuri
Yoo Seungho

Cameo:
Jung Nicole

Jiyoung berjalan dengan semangat. Ini hari pertamanya di universitas setelah masa ospek. Ya, sekarang dia berdiri di sebuah universitas seni. Ia mengambil jurusan seni tari. Inilah yang diinginkannya sejak dulu, ia sudah meyakinkan keluarganya bahwa inilah kemampuan dan minatnya, dia sedang dalam langkah pertamanya untuk bisa membuktikan pada orang tuanya dan sukses dengan jalan yang ia pilih sendiri.
Jiyoung melihat senior-seniornya yang sedang berkumpul dan mencoba materi yang sudah mereka peroleh. Diantaranya mencoba gerakan tari yang Jiyoung rasa sangat keren. Inilah alasannya mengapa ia menolak mentah-mentah tawaran appanya untuk masuk ke universitas kedokteran yang menurut Jiyoung menyeramkan itu. Jiyoung tidak menyukai dunianya yang sekarang, dia mencintainya.
Jiyoung mengelilingi universitas itu sepuas mungkin, ia bahkan tak bisa menghentikan senyumnya. Ia jadi terlihat sedang tersenyum pada semua orang. Jiyoung agak heran saat tiba-tiba semua orang yang berpapasan dengannya tersenyum padanya.
Jiyoung sampai di fakultasnya. Ia melihat gedung itu dari ujung ke ujung lainnya. Dia terlihat sangat puas dan mantap dengan keputusannya. Dia memasuki gedung itu semua orang didalamnya terlihat sangat percaya diri memperagakan setiap gerakan. Dia juga sangat senang saat melewati ruangan latihan. Dia bergumam senang saat melihat kaca disekeliling dinding ruang itu.
Setelah dia merasa puas, dia berniat menuju kafe universitas untuk menemui satu-satunya teman yang ia miliki saat ini. Namun sebelum sampai di gerbang fakultas, Jiyoung menabrak seseorang dan langsung meminta maaf, “Jwe..jwesonghamnida seongsaenim…” katanya melihat pria yang dia pikir seorang pengajar itu.

Selasa, 10 Mei 2011

[FANFIC] Love Me Just Like You Did ( The sequel of “Destiny”)




      Aku selalu bahagia melihatnya tersenyum. Dia yang telah menyelamatkan hidupku. Dia yang telah begitu lama mencintaiku tanpa aku tau sedikitpun. Kini aku yang lebih mencintainya, meski aku tau dia sama sekali tak mengingatku sekarang. Aku akan membuka lembaran baru di hidupnya. Aku akan terus mencintainya seperti yang ia lakukan padaku sebelumnya.
***

    Donghae begitu senang melihat Gyuri tertawa lepas seperti sekarang ini. Apalagi karena dia Gyuri tertawa. Meski dia merasakan sakit di pantatnya akibat terpeleset dan jatuh.
    “ Ajushi…” Gyuri tertawa lepas sambil masih memegang mangkuk supnya, “ Pasti asyik sekali bisa jatuh sekeren itu. Hahahahaha!”
    Donghae tersenyum. Dia berdiri sambil terus menatap Gyuri.
    “ Sakit?” tanya Gyuri, dia masih terus tertawa.
    “ Sedikit.” Jawab Donghae, “ Tapi kau tau sendiri aku orang yang kuat.”
    “ Kau membuat perutku sakit karena menertawakanmu.” Kata Gyuri.
    Donghae tersenyum lagi lalu keluar dari ruang tempat Gyuri di rawat di rumah sakit besar itu. Donghae baru akan membuang sampah plastic yang digenggamnya saat dokter baru Gyuri menghampirinya.
    “ Bagaimana menurutmu keadaan Gyuri?” tanya Dokter Hangeng.
    “ Aku rasa dia semakin membaik. Pusingnya sudah sedikit berkurang aku rasa.” Jawab Donghae datar.
    “ Baiklah. Aku akan memeriksanya.” Kata Dokter hangeng lalu masuk ke dalam ruang Gyuri.
    Donghae merasakan sedikit kejengkelan dengan kedatangan Dokter baru Gyuri itu. Donghae merasa Gyuri terlalu dekat dengan Dokter itu. Dia benar-benar tak menyukainya.
***

    Pagi ini Seungyeon datang bersama Eunhyuk seperti biasa. Mereka tak pernah absen untuk datang menjenguk Gyuri walau hanya sebentar.
    “ Gyuri anyeong!” sapa Eunhyuk dengan keceriaannya yang biasa.
    “ Anyeong!” balas Gyuri dengan gembira. Ia merasa senang orang-orang yang disebut temannya datang menemuinya, meskipun dia sama sekali tak ingat siapa sebenarnya mereka.
    “ Bagaimana perasaanmu hari ini?” tanya Seungyeon.
    “ Baik.” Jawab Gyuri singkat.
    “ Donghae oppa merawatmu dengan baik kalau begitu.” Lanjut Seungyeon.
    “ Ajushi maksudmu?” tanya Gyuri.
    “ Ya! Sampai kapan kau panggil aku ajushi?” tanya Donghae yang baru masuk ke ruangan Gyuri.
    Eunhyuk tertawa mendengarnya, ia sadar ini karena ulahnya.
    “ Eunhyuk-ah! Kau benar-benar gila! Berani-beraninya kau memanfaatkan ingatan Gyuri yang sedang tak stabil?” Donghae tak terima.
    “ Mianhae Donghae-ah… tapi bukankah itu menyenangkan?” kata Eunhyuk menahan tawa.
    “ Tapi kau benar seorang ajushi kan?” tanya Gyuri pada Donghae. “ Eunhyuk oppa benar kan?”
    “ Aniyo! tentu saja tidak! Sudah kubilang berapa kali? Aku ini kekasihmu!” balas Donghae.
    “ apa karena alas an itu kau menciumku waktu itu?” tanya Gyuri.
    “ Mwo? Kau sudah menciumnya?” tanya Eunhyuk pada Donghae yang mendadak salah tingkah.
    “ Ne. weyo? Aku memang kekasihnya kan?” bela Donghae.
    “ Sudahlah ajushi… jangan memaksakan kenyataan. Jika kau bukan kekasihku, mengaku saja…” kata Gyuri.
    Seungyeon hanya bisa tertawa melihat semua kejadian ini. “ Kalian benar-benar gila meributkan hal seperti itu.”
    “ Gyrui-ah…” sahut Donghae, “ Sungguh, aku kekasihmu.”
    “ Ne, terserahlah.” Kata Gyuri menganggapnya angin lalu.
    “ Dasar Eunhyuk gila!” teriak Donghae.
    Eunhyuk hanya bisa melanjutkan tawanya.
***

    Sekali lagi Donghae melihat sesuatu yang tak ingin dilihatnya. Pemandangan Gyuri tertawa bahagia bukan karenanya melainkan karena dokter Hangeng, membuatnya bersedih.
    “ Gyuri-ah! Banyak-banyaklah makan, apa kau kira dengan banyak melamun bisa membuatmu cepat sembuh?” tanya Dokter Hangeng.
    Gyuri tertawa, “ Ne, aku rasa melamun bisa membawa banyak kebaikan.”
    “ Itu benar-benar pemikiran yang gila kalau begitu.” Sahut Hangeng.
    “ Aku gila?” tanya Gyuri heran, dia masih tertawa.
    Tiba-tiba Hangeng menyentuh dahi Gyuri sambil berpikir dengan wajah serius. “ Ne, panasmu berlebihan. Kau gila.”
    Tawa Gyuri makin meledak setelah mendengar perkataan Hangeng.
    “ Dokter! Kau lebih terlihat seperti pelawak.”  Sanggah Gyuri.
    “ Tertawalah sepuasmu kalau begitu.” Balas Hangeng sambil tersenyum.
    Donghae menghindari pemandangan ini. Dia berjalan tak tentu arah sambil berkata pada dirinya sendiri, “ Aku rasa aku tau bagaimana perasaanmu selama ini Gyuri. Sebegini sakitnyakah yang kau rasakan saat kau melihatku bersama gadis lain? Harusnya aku mengenalmu sejak dulu.”
***

    “ Gyuri-ah! Kau senang sekali ya jika Dokter itu datang?” tanya Donghae sebelum berangkat ke universitasnya.
    “ Dokter?” tanya Gyuri heran. “ Hangeng oppa maksudmu?”
    “ Hangeng oppa?” Donghae kecewa mendengar kenyataan ini. “ sudah sedekat itukah kau dengannya?”
    “ Apa karena aku memanggilnya oppa? Dia yang menyuruhku memangiilanya seperti itu agar tak canggung.” Jelas Gyuri.
    “ Dan kau suka.” Tambah Donghae. Wajahnya masam.
    “ Suka? Kenapa harus suka?” Gyuri tak mengerti maksud Donghae.
    “ Kau suka kan dekat dengannya? Kau suka kan dia selalu memperhatikanmu?” tanya Donghae.
    “ sebenarnya apa maksudmu?” Gyuri makin heran dengan Sikap Donghae.
    “ Sudahlah lupakan saja!” kata Donghae lalu pergi.
***

    Malam ini Seungyeon menggantikan Donghae yang mendadak sakit menjaga Gyuri di rumah sakit.
“ Gyuri-ah! Kapan kau bisa pulang? Apa Doktermu tak memberitahumu?” tanya Seungyeon sambil mengupaskan apel untuk Gyuri.
“ Dia bilang, aku sudah cukup sehat untuk pulang. Tapi aku tak tau kapan tepatnya. Kau tau kan betapa gilanya aku jika harus berada disini?” Gyuri mengambil potongan apel yang disodorkan Seungyeon. “ tapi..”
“ tapi apa?”
“ Aku bahkan tak ingat rumahku.” Jawab Gyuri. “ apa kau tak merasa aku agak memaksa untuk akrab denganmu?”
“ Ne, arasso.” Kata Seungyeon prihatin. “ maka dari itu, kami sebagai temanmu ingin membantumu mengingat semuanya.”
“ gomawo.”
“ Gyuri-ah! Bagaimana soal Donghae oppa?” tanya Seungyeon tiba-tiba.
“ Ajushi? Weyo?”
“ Berhentilah memanggilnya ajushi… dia tak menyukainya.”
“ mianhae, itu sudah terpaku dari awal.” Sangkal Gyuri.
“ APa kau sama sekali tak ingat dia?” tanya Seungyeon mencoba memancing ingatan Gyuri yang hilang.
“ Aniyo.” jawab Gyuri singkat.
“ Atau kau tak punya sedikitpun perasaan padanya?”
“ Aniyo.” jawab Gyuri lagi. Dia benar-benar jujur mengenai itu semua.
“ Dia bilang padaku, ia sedih akhir-akhir ini.” Jelas Seungyeon.
“ Ne, arasso. Itu sejak Dokter Hangeng datang. Sikap Ajushi jadi aneh.”
“ Dokter Hangeng? Dokter barumu itu?”
“ Ne, itu wajar ajushi memang sedikit terganggu kan pikirannya?” kata Gyuri.
“ Jangan bilang kau dekat dengan Dokter Hangeng!” Terka Seungyeon.
“ Ne, kami teman aku rasa. Dia menyenangkan.” Jawab Gyuri.
“ Gyuri-ah.. pantas saja Donghae oppa sedih. Kau tau kan dia memang kekasihmu. Dia sangat mencintaimu.” Kata Seungyeon berusaha memperjelas keadaan.
“ Kekasih? Tapi… kenapa sampai sekarang aku masih tak yakin ya?” tanya Gyuri.
“ Bukan tak yakin. Kau hanya tak ingat.” Sangkal Seunyeon.
“ Ne, terserahlah…”
***

Donghae terkejut dengan kedatangan tiba-tiba Dokter Hangeng di sampingnya. “ Kau Donghae kan?” tanya Hangeng.
“ Ne. weyo?”
“ Aku ingin bicara soal Gyuri.” Jawab Hangeng.
“ memang ada apa?” tanya Donghae malas.
“ Seperti yang bisa kau lihat, kesehatannya semakin membaik. Tak lama lagi dia bisa pulang.” Jawab Hangeng.
“ Kapan pastinya?” tanya Donghae.
“ Dua hari lagi aku rasa bisa.”
“ Lalu, apa ada yang lain?” tanya Donghae lagi. Dia ingin cepat pergi.
“ Ne, soal masalah kejiwaan Gyuri. Apa benar kau kekasihnya?”
“ N..Ne, weyo?” Donghae ragu.
“ Aku memang tak tau masa lalu Gyuri, tapi sepertinya dia punya luka yang begitu besar dulu. Dan aku rasa itu menyangkut dirimu.” Jelas Hangeng.
“ Apa maksudmu?”
“ aku rasa dia ingin melupakanmu. Aku sudah menelitinya, jika dia mencoba mengingat tentangmu, sakit kepalannya akan semakin parah. Tapi tidak dengan masalah ingatan untuk teman-temannya.”
“ Apa kau ingin aku menghindar?” Donghae tersinggung.
“ aniyo.. bukan begitu maksudku. Tapi, coba kau cari permasalahan itu, ini untuk kebaikan Gyuri. Jika memang ada masalah, kau harus selesaikan itu secepatnya.” Kata Hangeng mencoba membenarkan.
“ Ne, arasso. Tapi dokter yang lama bilang, amnesianya permanen. Apa menurutmu ingatannya bisa kembali?”
“ Aniyo, dia memang mengalami amnesia permanen.” Jawab Hangeng, meyurutkan semangat Donghae.
“ Kau memang tak tau. Masalah Gyuri di masa lalu memang sangat berat.” Gumam Donghae.
“ Ne, aku rasa memang begitu. Karena itu, hanya kau yang bisa membantunya.” Kata Hangeng. “ ya sudah kalau begitu, mianhae aku menyita waktumu.” Hangeng pun pergi meninggalkan Donghae sendiri.
Donghae melihat sosok dokter Hangeng menjauh. Dia terus bergumam, “ AKu tak sekuatmu Gyuri… aku tak tahan melihatmu dekat dengan lelaki lain. Bagaimana caramu mengatasi perasaanmu saat melihatku bersama gadis lain?”
***

Hari ini adalah hari kepulangan Gyuri. Gyuri merasa tak nyaman berada di kamarnya. Dia terlanjur suka tinggal di kamar rumah sakitnya. Gyuri selalu mencoba bersikap sayang pada dua orang tuanya yang selalu terlihat khawatir. Meski dia masih sering merasakan sakit kepalanya, dia terus mencoba mengingat semuanya, tapi hasilnya nihil.
Hari ini Seungyeon dan Eunhyuk datang ke rumah Gyuri untuk menyambut kepulangan Gyuri. Walau sebenarnya mereka tau Gyuri merasa sangat tak nyaman, mereka mencoba bersikap segembira seperti biasanya.
“ Gyuri biasakan saja kau tinggal disini. Ini rumah aslimu.” Bisik Seungyeon pada Gyuri yang sedang kebingungan membuka-buka lemarinya.
“ Seungyeon-ah,” panggil Eunhyuk. “ Apa Gyuri tak punya buku catatan atau diari? Mungkin dengan membacanya, bisa sedikit membantu Gyuri.”
“ Aniyo, Gyuri bukan gadis seperti itu. Dia tak suka menulis. Dia sendiri sudah sibuk dengan kemampuannya selama ini.” Jawab Seungyeon.
“ Lalu… apa kau tau dimana Donghae?” tanya Eunhyuk. “ kenapa dia tak datang?”
“ Mollayo. Aku juga heran.” Jawab Seungyeon.
“ Bisa kalian beritau aku dimana biasanya aku menghabiskan waktu dirumah ini?” tanya Gyuri yang tiba-tiba bergabung dengan pembicaraan Seungyeon dan Eunhyuk.
“ Kurasa kau suka menghabiskan waktumu di kamarmu ini. Setauku kau memang lebih suka berkurung diri di sini. Kau selalu berada di sini saat aku datang kerumahmu.” Jelas Seungyeon.
“ Chincaro? Tapi aku rasa memang ruangan ini cukup nyaman.” Kata Gyuri sambil duduk di tempat tidurnya.
“ Gyuri-ah…” panggil Eunhyuk.
“ Ne?” Gyuri menoleh.
“ Apa kau tidak mencari Donghae?” tanya Eunhyuk ragu.
“ Ajushi? Untuk apa?” tanya Gyuri.
“ Michyeoso?” Eunhyuk melebarkan matanya. “ Dia… diakan kekasihmu.”
“ Oh ne, dimana dia?” tanya Gyuri mencoba menghadapi kenyataan.
“ Kami juga tak tau sebenarnya. Apa dia tak mengatakan sesuatu padamu?” kata Eunhyuk.
“ Aniyo, Tapi… Hangeng oppa yang mengatakan sesuatu padaku.”
“ Mwo? Dokter Hangeng?” Eunhyuk terbelalak.
“ Ne, dia bilang dia akan sering mengunjungiku.” Jawab Gyuri senang.
“ Gyuri-ah.” Seungyeon berkata dengan khawatir. “ apa kau… apa kau menyukai Dokter Hangeng?”
“ Menyukai?” Gyuri tertawa. “ Dia baik, kurasa dia menyenangkan. Ne, aku suka padanya. Tapi hanya sebatas suka sebagai pasien.”
“ Dokter itu bukankah sudah tua?” bisik Eunhyuk pada Seungyeon untuk menghindari jangkauan dengar Gyuri.
“ Sayangnya tidak. Dia masih muda.” Jawab Seungyeon, dia juga berbisik. “ itulah yang membuat Donghae oppa sedih akhir-akhir ini.”
“ Donghae sedih? Cemburu maksudmu?” tanya Eunhyuk.
“ Ne, aku rasa begitu.”
“ Sedekat itukah Gyuri dengan dokter itu?” tanya Eunhyuk lagi.
“ memang begitu sepertinya. Aku sering melihat mereka berbincang bahkan bercanda. Lihat saja! Gyuri menyukainya kan?” jelas Seungyeon.
“ Kasihan sekali Donghae… dia harus merasakan apa yang dirasakan Gyuri sebelumnya… apa ini balasan untuknya?”
“ Apa Donghae oppa melakukan kesalahan? Selama ini kan Donghae oppa memang tak mengenal Gyuri sedikitpun.”
“ Mollayo..” jawab Eunhyuk sambil memperhatikan tingkah Gyuri.
***

Setelah tiga hari Gyuri tinggal dirumahnya, dia sudah terbiasa dan merasa nyaman dengan keadaan rumahnya. Dan hari ini Gyuri merasa senang dengan kunjungan Hangeng.
Mereka berdua berbincang dihalaman rumah Gyuri saat kedua orang tua Gyuri pergi.
“ Kau merasa nyaman di rumahmu ini?” tanya Hangeng.
“ Ne, disini nayaman sekali. Aku menyukai tempat ini.” Jawab Gyuri sambil tersenyum senang.
“ Kau sudah terlihat bahagia. Apa masalahmu dengan Donghae sudah selesai?”
“ Mwo? Masalah apa?” tanya Gyuri heran.
“ apa Donghae tak mengatakan sesutau padamu?” Hangeng juga heran.
“ Aniyo, aku tak pernah bertemu dengannya sejak pulang dari rumah sakit.” Jelas Gyuri.
Hangeng tak berkata apa-apa. Dia hanya berpikir.
“ Weyo?”tanya Gyuri yang melihat Hangeng melamun.
“ aniyo, tak ada.” Jawab Hangeng lalu tersenyum.
***

Donghae sudah tak tahan tak bertemu Gyuri selama itu, usahanya untuk menjauhi Gyuri tak berhasil sama sekali. Dia memutuskan untuk mengunjungin Gyuri dirumahnya. Tapi sesuatu yang mengejutkan menyapanya saat dia akan memasuki pagar rumah Gyuri. Dia melihat Gyuri dan Hangeng berpelukan. Dia tak bisa lagi berpikir jernih, yang bisa dia rasakan saat ini hanyalah sakit dihatinya. Dia tak menyangka sudah sedekat itu mereka. Donghae merubah arahnya untuk kembali pulang. Dia tak jadi menemui Gyuri hari ini. Dia menyesal telah datang hanya untuk melihat kejadian itu.
***

Eunhyuk mengahampiri Donghae saat bertemu di universitas mereka. “ Donghae anyeong!”
“ Anyeong.” Jawab Donghae muram.
“ Kemana saja kau selama ini? Kenapa kau tak pernah terlihat dirumah Gyuri?” tanya Eunhyuk.
“ aku rasa… aku memang tak pantas menyukainya… apalagi mengunjunginya seperti itu.” Jawab Donghae.
“ Mwo? Maskudmu kau menyerah? Kau ingin menjauhi Gyuri? Berarti perasaanmu padanya tak sungguh-sungguh kan?” Eunhyuk meninggikan suaranya.
“ aniyo… aku benar-benar menyukainya. Aku mencintainya. Tapi…” sangkal Donghae.
“ Apa masalah Dokter itu?” terka Eunhyuk.
“ aku rasa hubungan mereka sudah semakin jelas.” Jawab Donghae.
“ Mwo? Secepat itu kau menyimpulkan?” tanya EUnhyuk. “ Gyuri memang menyukai Dokter itu, tapi hanya sebagai pasien. Dia sendiri yang menjelaskan ini padaku dan Seungyeon.”
“ Apa seorang pasien harus berpelukan dengan dokternya?” tanya Donghae, kesabarannya hilang.
“ Berpelukan?”
“ Ne, kemarin aku melihatnya. Mereka berpelukan di halaman rumah Gyuri.” Jelas Donghae.
“ Kau ke rumah Gyuri?” Eunhyuk terkejut.
Donghae hanya mengangguk.
Eunhyuk menggeleng-geleng tak jelas, dia berpikir keras lalu meninggalkan Donghae yang bingung.
Eunhyuk mencari Seungyeon dan memberitau semuanya. Itu juga membuat Seungyeon terkejut.
“ Oppa, tenang saja… aku akan segera menemui Gyuri dan menanyakan ini semua.” Kata Seungyeon semangat.
***

Pedih dirasahakan Donghae mengetahui kenyataannya dengan Gyuri. “ Apa aku memang tak ditakdirkan bersama Gyuri?” gumamnya. Walaupun dia mencoba menerima kenyataan Gyuri dekat dengan Hangeng dan ingin menjauh dari Gyuri. Dia tak bisa melakukannya. “ Aku harus mempertahankan perasaanku pada Gyuri dan perasaan Gyuri sebelumnya padaku.”
Donghae datang kerumah Gyuri mala mini. Ia hanya bertekad untuk mempertahankan perasaannya. Bahwa dia sangat mencintai Gyuri. Tapi lagi-lagi kekecewaan membanjiri hatinya, dia melihat Hangeng tengah bersama Gyuri malam ini. Namun, Donghae berusaha menguatkan hatinya dan berjalan masuk.
Saat Donghae mendekat, dia sangat terkejut mendengar perkataan Hangeng, “ Gyuri-ah.. aku sudah terlanjur menyukaimu….”
Donghae tak bisa melihat reaksi Gyuri karena Gyuri membelakanginya. Api dalam hati Donghae berkobar. Dia merasakan kejengkelan yang mematikan. Tapi dia tak bisa melakukan apa-apa.
“ Oh, Donghae anyeong!” kata Hangeng tiba-tiba setelah mengetahui keberadaan Donghae.
“ A…anyeong.” Balas Donghae berusaha seperti tak mendengar apa-apa.
“ Kalau begitu aku pulang dulu. Ini sudah malam.” Kata Hangeng sambil berdiri dari duduknya. “ Gyuri-ah… aku mohon ingat perkataanku barusan!”
Hangeng pun pergi. Donghae dan Gyuri tetap pada posisi semula. Merek atak saling bicara. Hingga akhirnya Donghae memberanikan diri duduk di sebelah Gyuri dan melihat ekspresi wajah Gyuri yang sebenarnya.
Donghae telah melihat wajah Gyuri, dia sedikit heran dengan ekspresi wajah Gyuri yang biasa saja.
“ Gyuri-ah…” kata Donghae ragu. “ Dia menyukaimu kan?”
Gyuri tak mengatakan apa-apa, dia hanya terus memperhatikan Donghae dengan wajah yang kini berubah seakan marah.
“ Gyuri-ah?” kata Donghae lagi. “ apa kau juga menyukainya?”
Kali ini Gyuri memalingkan muka lalu berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu masuk rumahnya.
Donghae tak menyangka Gyuri akan bersikap seperti ini. Dia yakin, Gyuri telah membencinya, walau di tak tau apa penyebabnya. Atau mungkin Gyuri juga menyukai Hangeng dan tak ingin bertemu Donghae yang selalu mengaku kekasihnya. Donghae akhirnya berteriak, “ Gyuri-ah. Mianhae… aku benar-benar mencintaimu… tak bisakah kau mencintaiku seperti yang telah kau lakukan?”
Gyuri tak mempedulikannya dan membanting pintu dibelakangnya.
***

Cukup sudah, cukup sudah semua usaha Donghae selama ini. Dia tau seperti apa perasaan Gyuri padanya sekarang. Dia terus berpikir bahwa semua yang ia lakukan selama ini sia-sia. Dia yang bodoh telah melewatkan Gyuri sebelumnya. Dia benar-benar menyesal tak mengenal Gyuri sejak awal.
Donghae terkejut dengan kedatangan Seungyeon. “ Oppa! Apa yang sebenarnya kau lakukan?”
Donghae hanya menoleh.
“ Oppa! Michyeoso?” teriak Seungyeon. “ Kenapa kau menjauhi Gyuri begitu saja? Apa kau lupa bagaimana Gyuri mencintaimu sebelum ini? Ini hanya masalah ingatan!”
“ Ne, ini hanya masalah ingatan. Dan perasaannya padaku sirna bersama ingatannya.” Gumam Donghae.
“ ANiyo oppa! Aniyo!” Seungyeon mengguncang pundak Donghae. “ kau harus tau dia tak menyukai Dokter Hangeng. Dan kau harus tau saat itu, mereka tak berpelukan, Dokter Hangeng hanya sedang menolong Gyuri yang hamper terjatuh. Itu saja. Donghae Oppa! Kau harus pertahankan perasaanmu padanya!”
Donghae menoleh lagi dan berkata, “ Tapi semua sudah terlambat. Hangeng sudah menyampaikan perasaannya pada Gyuri. Dan kurasa Gyuri menerimanya untuk menghindariku.”
“ Andwe! Kau keliru.” Seungyeo dengan tak sabar mengeluarkan ponselnya dan menekan keypadnya beberapa kali. “ Ini, dengar sendiri penjelasan Dokter Hangeng!” Seungyeon mengulurkan ponselnya.
Mau tak mau Donghae mengambilnya lalu bicara, “ Yeo…yeobusaeyo?”
“ Donghae-ah..” suara Hangeng menjawab. “ Kau yang dicintainya. Aku hanya lelaki yang baru saja masuk ke dalam kisah hidupnya yang sudah berkarat. Dia mencintaimu. Lagi. Seperti yang telah ia lakukan.”
Donghae terbelalak mendengar semuanya. Dia tak menyangka semua itu bisa terjadi begitu cepat tanpa sepengetahuannya.
Donghae mengenbalikan ponsel Seungyeon dalam keadaan bingung. Dia masih berpikir keras.
“ Oppa! Sudah cepat temui Gyuri sekarang Juga!” kata Seungyeon bersemangat.
Donghae pun segera menemui Gyuri di rumahnya. Saat Donghae sampai, Gyuri tengah duduk di kursi meja belajar di kamarnya.
“ Gyuri!” panggil Donghae dengan nafas yang tersengal-sengal.
Gyuri seketika menoleh dan terkejut melihat Donghae. Tapi, lagi-lagi dia memalingkan wajahnya.
“ Gyuri-ah!” Donghae berlutut di samping Gyuri. “ Jebal… cintai aku seperti yang telah kau lakukan!”
Gyurii menoleh dengan pandangan marah, “ Kemana saja kau selama ini? Kenapa kau tak pernah menemuiku? Kau pikir aku senang sibuk mememikirkanmu yang tiba-tiba menghilang? Kau mau pergi bergitu saja setelah membuatku terlanjur menyukaimu?”
Donghae tersenyum lalu memeluk Gyuri dengan erat.
Gyuri masih meneruskan perkataannya, “ Kau kira aku tidak mengkhawatirkanmu? Kau piker aku suka saat Hangeng oppa menyatakan perasaannya di hadapanmu? Apa kau piker aku tak memikirkan perasaanmu? Tega sekali kau pergi setelah menunjukkan kasih sayangmu?”
“ Ne…” Donghae tersenyum bahagia. “ mianhae…… Saranghae….”
Gyuri melanjutkan perkataannya sambil melepas pelukan Donghae, membuat Donghae terkejut, “ Satu hal yang kau kau tau! Meski aku lupa akan semuanya, dan bahkan mungkin aku lupa kau kekasihku.. sekarang aku telah mencintaimu. Lagi….” Gyrui tiba-tiba mencium Donghae yang terbelalak senang.
Tiba-tiba Donghae melepas ciuman Gyuri dan berkata, “ Sebenarnya aku memnag bukan kekasihmu.”
“ Mwo?” Tanya Gyuri kaget.
“ Tapi sekarang itu benar-benar terjadi.” sambung Donghae tersenyum lalu balik mencium Gyuri.

THE END

Sabtu, 07 Mei 2011

[FANFIC] Destiny








    Saat ini betapa sedihnya hati Gyuri melihat lelaki yang disukainya bersama dengan kekasihnya. Tak lama, Sunye kekasih Donghae pergi setelah memberi kecupan di kening Donghae. Suatu hal yang membuat Gyuri makin sedih. Tapi inilah yang dilakukannya selama ini. Selalu menahan perasaanya pada Donghae dan memendamnya, berusaha menghilangkannya. Meskipun dia tau dia tak bisa menghilangkan perasaannya pada Donghae.
    Sunye pergi dengan senyum yang dibalas oleh Donghae. Wajah mereka terlihat begitu bahagia. Mereka memang saling menyayangi. Semua orang di universitas ini tau betapa sulitnya Donghae mendapatkan Sunye. Dikarenakan orang tua Sunye yang bermusuhan dengan orang tua Donghae.
    Saat ini mereka sedang berada di stadium basket universitas. Mereka sedang melihat jalannya latihan basket tim kebanggaan mereka, yang termasuk didalamnya Siwon, satu-satunya lelaki yang menyukai Sunye selain Donghae.
    Tiba-tiba, hal yang biasa terjadi pada Gyuri, kini terjadi, Gyuri melihat dalam pikirannya, sebuah bola basket menjatuhi Donghae yang sedang berdiri di tepi pagar pembatas penonton dan arena basket.
    Gyuri pun segera berlari menghampiri Donghae sambil mendorongnya, “ Jangan berdiri disini! Bola basket tak punya mata, mereka tak bisa memilih tempat mereka mendarat.” Gyuri sama sekali tak melihat wajah Donghae lalu pergi.
    Donghae hanya menurut karena masih tak tau apa-apa. Tiba-tiba, benar saja sebuah bola basket mendarat dengan keras di tempatnya baru saja berdiri tadi.
    “ Wow!” gumam Donghae sambil tersenyum pada dirinya sendiri. Dia melihat punggung Gyuri yang terus menjauh darinya. Berpikir tentang kehebatan gadis yang bahkan tak dikenalnya itu.
***
                                                        “Kau baru saja menolongnya lagi kan?” tanya Seungyeon saat Gyuri tiba di kelasnya.
    “ mwo? Apa maksudmu?” tanya Gyuri balik.
    “ Kau baru saja menolong Donghae oppa kan? Jangan  berkelak lagi! Kau memang menyukainya.” Seungyeon terlihat serius.
    “ apa menolong orang harus karena menyukainya?” Gyuri mulai malas dengan pembahasan ini.
    “ Gyuri-ah! Aku ini sahabatmu! Ceritakan semuanya padaku!” bentak Seungyeon.
    “ Seungyeon-ah… sudahlah jangan bahas ini lagi. Aku sedang pusing.” Kata Gyuri jujur.
    “ Aish… kau ini!” Seungyeon kesal. “ Kau terlalu sering melihat ke dalam pikiranmu! Tak heran kalau kau sering pusing.”
    Tiba-tiba orang yang tak diharapkan datang begitu saja menambah kepusingan Gyuri. “ Gyuri-ah! Bagaimana kau sudah bisa melihatku dalam pikiranmu? Apa aku akan memenangkan taruhan itu nanti?” tanya Eunhyuk, wajahnya berbinar-binar.
    “ Oppa… kenapa kau datang disaat yang tak tepat?” tanya Gyuri. “ Aku benar-benar pusing sekarang.”
    “ ayolah Gyuri… jebal…” Eunhyuk memelas.
    Gyuri pun tak bisa menolaknya. Sejenak Gyuri membisu dan terdiam, dia sedang melihat ke dalam pikirannya.
    “ Gyuir-ah! Eotokhanya?” tanya Eunhyuk setelah melihat Gyuri membuka matanya.
    “ Hajima! Jangan ikuti taruhan itu! Tak ada kemenangan untukmu.” Jawab Gyuri dengan malas.
    “ Mwo? Andwe!” Eunhyuk kaget. “ baiklah kalau begitu, aku tak akan ikut.”
    “ Gyuri-ah! Kenapa kau mau selalu dimanfaatkan seperti ini?” teriak Seungyeon.
    Gyuri tak menghiraukannya, dia hanya menggeletakkan kepalanya di atas mejanya lalu memejamkan mata bermaksud mengurangi pusingnya yang bertambah.
    “ Eunhyuk oppa! Kau tega sekali memanfaatkan Gyuri seperti ini? Kapan kau berhenti?” Seungyeon masih marah.
    “ Mianhae Gyuri… tapi.. Gomawo… kau selalu menolongku.” Kata Eunhyuk. “ Tapi kemampuanmu melihat masa depan itu sangatlah membantu. Kau bisa membantu seseorang yang membutuhkan. Aku janji ini hanya akan jadi rahasia kita bertiga.”
    “ Aish… Oppa!” bentak Seungyeon membuat Eunhyuk berlari pergi.
    “ Jangan jahat begitu Seungyeon-ah!” teriak Eunhyuk menggoda Seungyeon.
    “ Gyuri dengar aku! Jangan gunakan kelebihanmu itu untuk urusan taruhan seperti itu! Itu hanya menambah dosamu.” Seungyeon berkata sambil duduk disebelah Gyuri.
    Gyuri tertawa pelan, “ Kau percaya aku melihatnya kalah dalam taruhan itu?”
    “ Mwo? Apa maksudmu?” Seungyeon heran.
    “ Kau tau sendiri, kemampuanku itu tak bisa dikontrol. Penglihatanku ke masa depan itu hanya datang tiba-tiba dari alam bawah sadarku.” Kata Gyuri. “ kau perlu tau aku sama sekali tak melihat ke dalam pikiranku barusan. Aku hanya ingin membuatnya berhenti main taruhan.”
    Seungyeon yang sedari tadi bersungut-sungut mendadak tertawa lepas. “ Ini baru sahabatku…”
    Gyuri juga tertawa untuk menutupi pusingnya.
***

    “ Gyuri anyeong!” sapa Siwon saat bertemu Gyuri di halaman universitas.
    “ Anyeong!” balas Gyuri sambil tersenyum.
    “ Kau masih sering pusing seperti biasanya?” tanya Siwon.
    “ Ah… ne.. aku memang selalu seperti itu.” Jawab Gyuri.
    “ Aku khawatir bisa-bisa kepalamu itu meledak suatu saat kerena terlalu sering pusing.” Siwon tertawa.
    “ Ne. ku pastikan tak akan pernah membuatmu khawatir.” Kata Gyuri tersenyum.
    “ Gyuri-ah! Kau masih seangkatan kan dengan Sunye?” tanya Siwon tiba-tiba.
    “ Ne. jangan bilang oppa masih sangat menyukainya.”
    “ Kau tau itu dari dulu. Kalau saja aku masih menjadi tetanggamu, aku akan lebih sering bercerita padamu tentang perasaanku padanya. Mungkin aku akan meminta bantuanmu.” Jelas Siwon.
    “ Kau tau sendiri oppa. Jangan pernah meminta bantuanku untuk soal seperti itu.” Kata Gyuri. Dia tau meskipun dia sangat bisa melakukannya, dia tak mau membuat Donghae sedih dengan kehilangan Sunye.
    “ Kalau saja Donghae tak juga menyukainya… aku pasti sudah dengan gampang mendapatkan Sunye. Kau tau kan orang tuanya sangat menyukaiku.” Siwon agak masam.
    “ Semua orang juga tau orang tuamu dan orang tua Sunye bersahabat dari dulu.” Gyuri berusaha sedikit tertawa.
    “ Ya. Itulah kenyataannya. Dan..” Siwon terhenti sejenak.
    “ Weyo?”
    “ Kau tau sendiri aku bukan tipe orang yang mudah menyerah. Mendapatkan Sunye seperti memasukkan bola dalam ring. Aku sadar memang harus melewati semua halangan yang ada hingga akhirnya bisa berakhir menyenangkan.” Jelas Siwon.
    “ Jadi intinya?” Gyuri bertanya dengan takut akan jawaban yang akan diberikan Siwon.
    “ Aku akan terus dengan gigih melewati halangan-halangan yang ada untuk memasukkan bola itu ke ring.” Jawab Siwon sambil menyeringai.
    “ Oppa! Jangan samakan Sunye dengan bola basket!” Gyuri berusaha bercanda.
    “ Ne. arasso..” Siwon tertawa. Lalu mengacak-acak rambut Gyuri yang terikat rapi hingga Gyuri harus membenahi ikatannya. “ Sampai kapan kau mengikat rambutmu? Aku sudah bilang kau akan terlihat lebih cantik jika kau menggerai rambutmu.” Kata Siwon lalu pergi.
    Gyuri tersenyum pahit. Dia benar-benar khawatir dengan Siwon. Gyuri yakin Siwon memang akan terus mengejar Sunye bagaimanapun caranya, meskipun Siwon tau Sunye sudah bersama Donghae.
***

    “ Gyuri kau mau kemana?” tanya Seungyeon yang kaget dengan Gyuri yang tiba-tiba berlari kesamping.
    Gyuri baru saja melihat dalam pikirannya, seseorang yang sedang duduk santai di kursi taman tiba-tiba tertimpa batang pohon yang patah dari atasnya.
    Gyuri menarik perempuan yang sedang mambaca buku di kursi taman itu sesegera mungkin.
    “ Ya! Weyo?” teriak perempuan itu kaget.
    Masih empat kali Gyuri melangkah bersama perempuan itu, sebuah batang pohon yang cukup besar jatuh begitu saja menimpa kursi taman yang baru saja diduduki perempuan itu. Membuat semua orang yang ada disitu terkejut.
    “ Mianhae.. menarikmu begitu saja.” Kata Gyuri segera lalu melangkah pergi.
    “ Gwe…gwenchana… go..gomawo.” kata perempuan itu masih terkejut.
    “ Gyuri-ah! Kau sahabat yang tak tergantikan.” Kata Seungyeon setelah Gyuri menghampirinya lalu melanjutkan langkah mereka ke kelas.
    Gyuri hanya tersenyum. Kepalanya pusing seperti biasa.
    “ Omona! Pahlawan kita baru saja beraksi!” teriak Eunhyuk yang tiba-tiba ikut berjalan di belakang mereka.
    “ Ya! Eunhyuk oppa! Bisakah sekali saja kau tak berteriak-teriak seperti itu?” Seungyeon memukul pelan kepala Eunhyuk.
    “ Hehe… ne.. mianhae…” jawab Eunhyuk. “ Tapi apakah kau tau betapa kerennya itu? Tak ada yang bisa melakukan itu selain Gyuri kita.”
    “ Ne.. arasso… tak usah bicarakan itu lagi.” Kata Gyuri malas. “ apa kalian pikir aku senang mempunyai kelebihan ini? Aku rasa ini terlalu berlebihan. Aku lelah terus melihat hal-hal yang tak perlu aku lihat. Aku lelah terus berusaha mencegah sesuatu yang aku lihat akan berakhir jelek.”
    “ Gyuri-ah… arasso… tapi aku rasa kau lebih baik berpikir bahwa itu adalah kelebihan yang mulia. Kami tau dengan itu, kau bisa menolong banyak orang. Termasuk Donghae oppa yang kau sukai itu.” Seungyeon menjelaskan sambil tersenyum memperlihatkan kemanisan wajahnya itu.
    “ Seungyeon-ah.. mengapa kau selalu bahas Donghae oppa?” tanya Gyuri.
    “ Mwo? Kau menyukai Donghae?” Eunhyuk terkejut.
    “ Dia selalu bilang tidak. Tapi aku tau dia sangat menyukai Donghae oppa. Aku bisa melihatnya.” Jawab Seungyeon.
    “ Aniyo. aku tak menyukainya.” Gyuri menghindar.
    “ Gyuri-ah.. tak banyak gadis yang menyukai seseorang dan bisa selalu menolongnya sepertimu. Perbuatanmu pada Donghae oppa sangatlah mulia. Dengan ketulusanmu, dan meskipun Donghae oppa tak mengenalmu, kau selalu bisa menolongnya. Aku rasa bahkan Sunye tak akan bisa melakukannya sepertimu.” Seungyeon menjelaskan sekali lagi.
    “ Apa yang kalian bicarakan ini Donghae yang seangkatan denganku?” tanya Eunhyuk yang masih belum bisa menangkap perbincangan ini.
    “ Tentu saja oppa… Donghae yang mana lagi?” tanya Seungyeon.
    “ Wah! Gyuri-ah kau mau aku membantumu? Aku ingin balas budi padamu.” Tawar Eunhyuk.
    “ Aniyo oppa. Sudah kubilang aku tak menyukai Donghae oppa. Oppa tak perlu melakukannya. Lagipula jika memang aku menyukainya, aku akan dengan mudah mencari cara dengan melihat ke dalam pikiranku.” Gyuri berusaha tersenyum agar dianggap ini menggelikan. Dia terus berusaha menghindar dari topik ini. “ Arasso? Jangan bahas ini lagi! Ini sama sekali tak penting. Lebih baik aku menolong  Eunhyuk oppa dalam ujian sebentar lagi. Geurae?”
    “ Ne… arasso.. bisakah kau buat aku lulus ujian dengan nilai terbaik?” jawab Eunhyuk.
    “ Mwo? Aniyo.. kau kira aku dukun?” Gyuri terus memaksakan tawanya.
    Seungyeon tak bisa berhenti begitu saja, dia mengerti perasaan Gyuri pada Donghae itu memang nyata. Seungyeon terus mengamati Gyuri dalam diam.
***

    Donghae menjalani ujian hari ini di kelasnya. Dia terkejut dengan suara ketukan yang berasal dari jendela di sampingnya. Donghae pun mendongak dan melihat sosok gadis yang tak dikenalnya itu namun dia ingat gadis itu yang selalu tiba-tiba datang dan membantunya, baik hal kecil, maupun hal yang cukup besar.
    “ Oppa!” bisik Gyuri. “ jangan pilih jawaban itu!”
    “ Mwo?” Donghae juga berbisik. Dia tak bisa mendengar dengan jelas suara Gyuri.
    “ Jangan pilih jawaban itu! Itu bisa menghalangimu mendapatkan nilai sempurna.” Jelas Gyuri.
    Donghae yang sudah mengerti lalu mengangguk, “ ne.. gomawo..”
    Gyuri pun bergegas pergi sebelum ada yang mengetahui dia bediri di tempat itu.
    Donghae masih beripikir keras, apa benar yang dikatakan gadis barusan. Tapi dia mengikuti nalurinya untuk menuruti perkataan gadis yang selama ini membantunya sacara misterius. Dia mencoba untuk mempercayai gadis yang sama sekali tak dikenalnya.
***

    “ Gyuri-ah! Mengapa kau tak punya pandangan dengan ujianku? Kau tau ujian kemarin sangat sulit? Aku mati-matian mengerjakannya…” keluh Eunhyuk pada Gyuri yang sedang makan siang di kantin universitas bersama Seungyeon.
    “ Mianhae oppa… aku sama sekali tak melihatmu dalam pikiranku. Aku rasa jika seperti itu, kau tak perlu di tolong. Pasti kau memang akan mendapatkan hasil yang memuaskan.” Jawab Gyuri dia merasa bersalah. Dia membohongi dirinya sendiri, meski dia tau dia rela melakukan sesuatu yang berbahaya untuk membantu Donghae mendapatkan nilai sempurna.
    Tiba-tiba Sungmin teman Eunhyuk berteriak, “ Eunhyuk-ah! Apa kau sudah melihat pengumuman untuk nilai hasil ujian kemarin?”
    “ Mwo? Aniyo. aku belum melihatnya. Apa sudah di pampang di papan pengumuman?” tanya Eunhyuk balik berteriak.
    “ Ne. sudah dari tadi. Kau saja yang selalu ketinggalan berita penting. Kalau kau mau lihat ikut denganku sekarang!” Sungmin masih berteriak.
    “ Ne. tentu saja aku ikut.” Eunhyuk berteriak sambil berdiri dari duduknya dan menghampiri Sungmin.
    “ Aish…. Orang-orang ini senang sekali bertiak..” kata Seungyeon tak habis pikir sambil mengelus-elus telinganya.
    “ Ne. aku rasa itu karakteristik mereka.” Gyuri tertawa.
    “ Karakteristik yang mematikan.” Seungyeon juga tertawa.
    “ Kau gadis yang kemarin kan?” tanya Donghae yang tiba-tiba menghampiri Gyuri tanpa disadari.
    “ Ne?” Gyuri sangat terkejut.  Begitu juga dengan Seungyeon.
    “ Kau gadis yang menemuiku kemarin kan?” tanya Donghae wajahnya bersemangat. “ Kau tau aku mendapatkan nilai sempurna. Aku salut denganmu, kemarin itu benar-benar adegan yang berbahaya. Kau berani sekali?”
    Gyuri tersenyum kecut dipaksakan. Dia bingung menata tingkahnya untuk Donghae sekaligus Seungyeon yang mulai curiga. “ Chincharo? Chu..Chukae..”
    “ Gomawo. Kau benar soal jawaban itu.” Kata Donghae sambil tersenyum dengan manisnya lalu pergi. “ Gomawo.”
    Gyuri hanya bisa membeku di mejanya. Dia tak menyangka Donghae akan mengingat wajahnya dan berterima kasih seperti ini. Sekarang dia sibuk memikirkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan dari Seungyeon yang akan segera menyerangnya tanpa belas kasihan.
    “ Park Gyuri! Jangan berbohong lagi padaku! Kau sudah tertangkap basah.” Kata Seungyeon. Wajahnya berapi-api.
    “ Mwo?” Gyuri tak bisa memikirkan kata yang lebih baik.
    “ Jawab dengan jujur!” perintah Seungyeon. “ Kau menyukai Donghae oppa kan? Untuk apa kau membantuya sampai seperti itu? Hanya untuk membantunya mendapatkan nilai sempurna. Kau tau kan dia adalah seseorang yang pintar? Tanpa kau bantu, dia kan lulus ujian dengan nilai tinggi. Mengapa kau tak membantu Eunhyuk oppa saja?”
    “ Mollayo!” Teriak Gyuri. “ aku juga tak mengerti mengapa hanya ada dia dalam pikiranku? Mengapa aku selalu bisa melihatnya dalam pikiranku. Mengapa aku harus selalu menolongnya? Mengapa aku harus selalu menyelamatkannya? Mollayo!” Gyuri sudah tak bisa menahan perasaannya.
    Seungyeon langsung menarik lengan Gyuri dan membawanya ke koridor sepi di salah satu sudut universitas untuk menghindari keramaian kantin.
    “ Jadi… kau menyukainya kan?” tanya Seungyeon setelah mendudukkan Gyuri di salah satu kursi koridor.
    “ Ne! aku memang menyukainya. Aku memang selalu berusaha menyelamatkannya. Aku memang benar-benar menyukainya. Tak taukah kau aku selalu merasa sesak setiap kali aku melihatnya bersama dengan Sunye, gadis yang begitu sempurna untuknya. Gadis yang lebih baik dariku, gadis biasa yang tak sepertiku.” Gyuri meneteskan air matanya.
    “ Arasso Gyuri-ah.. mengapa kau tak menjelaskan semua ini padaku sejak awal?” Seungyeon ikut meneteskan air matanya. “ Kau harus tau satu hal, menyukai seseorang itu bukan suatu kesalahan. Bukan salahmu kau bisa jatuh hati padanya. Meskipun dia tidak sendiri, meskipun dia sudah bersama gadis lain. Kau berhak menyukai seseorang.”
    “ Tapi aku tak boleh seperti ini. Aku tak boleh menyukai seseorang. Aku akan gelisah sendiri setelah mengetahui sesuatu yang akan terjadi pada orang yang aku sayangi. Mereka akan meninggalkanku setelah mereka mengetahui keanehanku. Di saat gadis lain bersenang hati saling menyatakan perasaan dengan lelaki yang disukainya, aku sibuk menolong orang yang akan celaka. Aku tak bisa melakukan ini semua. Kau tau itu Seungyeon… aku tak pantas untuk Donghae oppa.. aku aneh.. aku tak boleh..” Gyuri terlarut dalam tangisnya yang makin deras.
    “ Gyuri-ah… jangan pernah sebut kelebihanmu itu suatu keanehan. Tak semua orang diberi kesempatan untuk menolong orang lain sepertimu. Kau memang bukan gadis biasa. Kau brilian Gyuri! Lelaki yang bisa mendapatkanmu haruslah sangat bersyukur. Mereka pasti akan sangat membanggakanmu di hati mereka. Kau memang tak bisa Gyuri, kau luar biasa!” Seungyeon melingkarkan lengannya ke pundak Gyuri untuk menenangkannya.
    “ Aniyo Seungyeon… aniyo… bantu aku menghilangkan perasaan ini. Bantu aku…” pinta Gyuri.
    “ Arasso Gyuri, aku akan berusaha meski aku tau ini akan sangat sulit. Aku akan berusaha membantumu jika ini memang pilihanmu.” Jawab Seungyeon.
***

    Beberapa hari berlalu dengan penahanan perasaan Gyuri terhadap Donghae seperti biasanya. Tapi kali ini Gyuri begitu gelisah pada Siwon. Gyuri telah melihat ke dalam pikirannya, Siwon akan berhasil mendapatkan Sunye dan membuat Donghae terluka.
    Saat ini Gyuri dibuat terkejut oleh pernyataan Eunhyuk yang membuatnya yakin akan satu hal.
    “ Mwo? Donghae oppa sedang renggang dengan Sunye?” tanya Seungyeon yang juga terkejut.
    “ Ne. aku tadi melihat mereka bertengkar.” Jawab Eunhyuk. “ sepertinya ini karena ulah Sunye sendiri. Aku tak sengaja mencuri dengar Sunye akan menyerah pada keluarganya.”
    “ Maksudnya?” tanya Gyuri.
    “ Ah.. Gyuri-ah, apa kau tak bisa menebaknya? “ tanya Eunhyuk sok pintar. “ sudah pasti Sunye akan meninggalkan Donghae, mungkin karena Donghae terlalu halus untuknya. Dengan kata lain membosankankan. Jadi…” Eunhyuk menghadap ke Gyuri dengan serius. “ Gyuri-ah! Kau bisa mendekatinya sekarang..” Eunhyuk tersenyum jahat seperti yang dilakukan tokoh antagonis dalam sebuah film.
    “ Oppa! Apa kau melihat Siwon oppa?” tanya Gyuri tiba-tiba membuat Eunhyuk dan Seungyeon tak mengerti.
    “ Siwon?” Eunhyuk mendongak keatas sebentar untuk berpikir. “ Ah.. ne. dia bilang padaku tadi dengan wajah senang, dia akan memasukkan bolanya ke ring. Jadi pastinya dia ada di arena basket sekarang, mungkin latihan.”
    “ Gomawo.” Kata Gyuri segera lalu berlari mencari Siwon.
    Gyuri yakin Siwon akan menemui Sunye. Gyuri terus berlari mencari Siwon, dia lupa kalau universitasnya ini sangatlah luas, akan sangat sulit menemukan seseorang disaat seperti ini. Namun tak lama dia melihat punggung jaket yang sudah sangat dikenalnya. Dia tau, dia yakin, itulah Siwon.
    Siwon sedang berjalan santai dan senang sambil mencari Sunye. Hingga dia dia terkejut dengan kedatangan Gyuri yang tiba-tiba.
    “ Siwon oppa! Hajima!” teriak Gyuri dari belakang Siwon.
    “ ah, Gyuri-ah anyeong!” Siwon masih belum mengerti maksud Gyuri.
    “ Kau akan menemui Sunye kan?” tanya Gyuri.
    “ Bagaimana kau bisa tau?” Tanya Siwon tersenyum.
    “ Hajima! Oppa aku mohon jangan menemuinya, jangan katakan perasaanmu padanya. Jebal..” Gyuri terengah sambil mendekat pada Siwon.
    “ Mwo? Weyo?” tanya Siwon heran.
    “ aku mohon jangan! Kau tak bisa melakukannya. Kau tak boleh melakukannya. Akan ada hati yang terluka.” Jelas Gyuri dia masih mengatur nafasnya.
    Siwon tersenyum geli, “ Gyuri-ah! Jangan bercanda di saat seperti ini. Kau mau bilang kau menyukaiku?”
    Gyuri berpikir sejenak lalu bicara dengan mantap. “ Baiklah. bagaimana jika aku memang menyukaimu?”
    “ Mwo? Aku mohon jangan bercanda di saat seperti ini. Ini bukan waktu yang tepat.” Kata Siwon.
    “ Aku tak bercanda. Kau tau aku bukan tipe orang yang senang bercanda disaat yang tak tepat.” Jawab Gyuri.
    “ Kau menyukaiku?” tanya Siwon lagi.
    “ ne.” jawab Gyuri. “ sekarang setelah kau tau, kau tega meninggalkanku dan menemui Sunye?”
    “ Gyuri-ah.. ini benar-benar membuatku bingung. Kau mengejutkanku sebenarnya.” Kata Siwon.
    “ Mollayo. Jika aku memang menyukaimu? Apa ini salah?” Gyuri memberanikan diri untuk mengatakan semua ini meski dia tau ini akan makin memperumit masalahnya.
    “ Gyuri-ah… kau tau aku sangat menyukai Sunye. Aku… aku tak bisa membalas perasaanmu.” Siwon terlihat tak yakin mengatakan ini.
    “ Jadi kau tega meninggalkanku sekarang? Kau tega setelah semua yang kulakukan padamu? Apa kau tak  sadar aku selalu membantumu? Akulah satu-satunya tetanggamu yang peduli padamu? Kau tau kau tak punya teman selama ini sebelum bergabung di tim basket atas saranku. Dulu hanya aku temanmu. Kau tau kan oppa?” Gyuri sedang berusaha menjadi gadis yang egois. Dia yakin dengan cara ini Siwon tak akan jadi pergi menemui Sunye. Dia tau Siwon tak akan tega setelah mengingat masa lalunya itu.
    “ Ne.. arasso. Gomawo…” jawab Siwon akhirnya setelah cukup lama terdiam. “ Kau benar. Aku tak akan tega padamu.” Siwon mengulurkan tangannya dan mengajak Gyuri pergi dari sana dan membawanya ke taman dekat rumah Gyuri tempat dia dan Gyuri sering bermain bersama sejak kecil.
    Setelah sampai di taman itu, “ Oppa mianhae..” kata Gyuri tiba-tiba.
    “ Weyo?” tanya Siwon.
    “ Karena aku kau tak bisa menyatakan perasaanmu pada Sunye. Jeongmal mianhae…” Gyuri tertunduk. Siwon tak tau perkataan Gyuri bermaksud lain.
    “ Gwenchana. Gomawo…” kata Siwon membuat Gyuri heran.
    “ untuk apa?”
    “ Selama ini kau memang membantuku tanpa henti, gomawo, kau sudah menyukaiku seperti ini. Aku tak pernah tau selama ini kau terluka saat aku menceritakan Sunye padamu. Kau selalu membantuku hingga aku bisa mempunyai teman sebanyak sekarang. Kau membantuku tanpa beban. Kau sudah seperti keluargaku sendiri. Mianhae…”
    Gyuri menolah melihat wajah Siwon yang memang terlihat sangat merasa bersalah. Gyuri merasa dia sudah begitu jahat pada Siwon yang sudah dianggapnya keluarganya sendiri itu. “ Oppa mianhae…” sambil berpikir agar terlihat benar-benar menyukai Siwon dan untuk menyampaikan keprihatinannya pada Siwon, Gyuri memeluk Siwon. “ Jeongmal mianhae oppa…”
    “ Aniyo. Gomawo. Aku yang tak pernah memikirkanmu. Aku tak akan melukaimu.” Jawab Siwon sambil membalas pelukan Gyuri.
    Gyuri meneteskan air matanya. Dia membatin: oppa jeongmal mianhae, jika kau tetap melakukannya pada Sunye, akan ada hati yang sangat terluka, aku tak mau hati itu terluka. Tapi semua orang tau kelakuanku yang mengorbankanmu ini juga sangat jahat. Mianhae…
***

    Malam ini tidur Gyuri sama sekali tak nyenyak. Dia bermimpi, meski dia tau itu bukan mimpi namun dia telah melihat dalam pikirannya, dia melihat dia akan kehilangan ingatannya, ingatannya selama ini dalam hidupnya. Dia benar-benar tak tau harus berbuat apa. Dia juga tak tau mengapa ini bisa terjadi. mengapa ini akan terjadi padanya.
    Hari ini di unversitas, Gyuri tak bisa fokus terhadap kuliah sama sekali. Pusingnya menyerangnya secara bertubi-tubi. Pusing kali ini tak seperti biasanya, pusing ini begitu kuat .
    “ Gyuri-ah! Kau baik-baik saja?” tanya Seungyeon yang melihat wajah pucat Gyuri.
    “ Gwenchanayo?” tanya Siwon yang juga ada di situ.
    “ gwenchanayo. Aku hanya sedang malas makan.” Jawab Gyuri sambil menyingkirkan makanannya yang memang tak di sentuhnya sama sekali sedari tadi.
    “ Apa tidak seenak biasanya?” tanya Seungyeon. “ kantin ini kan terkenal karena kelezatannya.”
    “ Aniyo. aku hanya malas.” Jawab Gyuri lagi. Suaranya tertekan karena berusaha menahan pusingnya agar tak terlihat oleh Siwon dan Seungyeon.
    “ Apa kau perlu ke klinik? Biar kuantar kau. Kau harus lihat wajahmu pucat sekali.” Kata Siwon.
    “ Aniyo.” jawab Gyuri. “ aku ke toilet saja.” Gyuri berdiri, tapi belum sempat dia melangkah, semuanya menjadi gelap.
    Gyuri pingsan, tapi sebelum menyentuh tanah, dengan cepat Siwon mengangkatnya dan membawanya ke klinik. Seungyeon juga ikut bersama mereka.
    Setelah Gyuri melihat ke dalam pikirannya lagi bahwa dia akan kehilangan ingatannya, dia membuka matanya dan menemukan Seungyeon dan Siwon di hadapannya.
    “ Siwon oppa! Gyuri sudah siuman.” Kata Seungyeon.
    “ Gyuria-ah gwenchana?” tanya Siwon, dia terlihat sangat khawatir.
    “ Gwe…gwenchanayo.” Jawab Gyuri lemah. Dia tau dia dalam ketakutan yang sangat besar.
    Tiba-tiba Gyuri bangkit dari tidurnya, “ Seungyeon-ah! Aku… aku tak siap melupakannya! Aku tak bisa melupakannya . aku tak mau melupakannya.”
    “ Gyuri-ah! Weyo? Apa maksudmu?” Seungyeon khawatir melihat Gyuri yang tiba-tiba histeris.
    “ Apa maksud Gyuri? Seungyeon kau tak tau apa-apa?” Tanya Siwon pada Seungyeon.
    “ Gyuri-ah katakan padaku siapa yang tak ingin kau lupakan?” tanya Seungyeon. Dia tau ini pasti berhubungan dengan sesuatu yang dilihatnya dalam pikirannya.
    “ Donghae oppa. Aku… aku tak boleh melupakannya.” Gyuri meneteskan air matanya. “ aku tak bisa melupakannya.”
    “ Gyuri tenangkan dirimu!” kata Seungyeon.
    Tiba-tiba Siwon memeluk Gyuri untuk menenangkannya. “ Tenang Gyuri tenang… ceritakan pada kami.” Siwon memeluk erat Gyuri. “ Seungyeon mengapa dia menyebut Donghae?”
    “ Oppa ada sesuatu yang kau tak tau.” Jawab Seungyeon. Seungyeon pun akhirnya menjelaskan rahasia Gyuri tentang kelebihannya dan perasaan buatannya pada Siwon untuk melindungi Donghae.
    Siwon memang hanya diam mendengar ini. Seungyeon tak tak tau persis reaksi Siwon karena Siwon membelakanginya dan terus memeluk Gyuri.
    “ ceritakan Gyuri..” kata Siwon akhirnya.
    “ Aku melihat… aku akan kehilangan ingatanku… aku… akan kehilangan  semuanya. Aku tak akan lagi mengenal kalian… aku tak akan lagi mengenal diriku sendiri… apa yang harus aku lakukan untuk menolong diriku sendiri kali ini?” Gyuri tersedu.
    “ Aku… kali ini aku yang yang menolongmu.” Jawab Siwon.
***

    Gyuri terperanjat. Dia sedang berdiri di pinggir jalan saat ini berbincang dengan Seungyeon. Dia ingat pakaian yang dipakai Seungyeon. Dia yakin ini waktu  di mana Donghae akan tertabrak truk dan dia menyelamatkannya hingga dia harus kehilangan ingatannya.
    Gyuri sudah melihat Donghae berjalan dari arah berlawanan dengannya. Gyuri tau Donghae akan segera menyeberang jalan.
    “ Gyuri kau mau kemana?” tanya Seungyeon khawatir melihat Gyuri tiba-tiba berlari. Namun dia ingat gambaran penglihatan Gyuri akan kejadian ini. “ Gyuri kau akan kehilangan ingatanmu!” teriak Seungyeon.
    “ Aku tau Seungyeon-ah! Mungkin inilah takdirku. Mungkin lebih baik aku tak mengenalnya lagi.” Teriak Gyuri.
    Seungyeon yang tau sahabatnya akan celaka hanya bisa membaku di tempatnya berdiri. Dia bingung harus berbuat apa. Dia tau ini pilihan Gyuri.
    Donghae sudah akan menyeberang. Saat dia tiba ditengah jalan, sebuah truk kehilangan kendali dengan kecepatan penuh segera menghampirinya, belum sempat Donghae melangkahkan kakinya untuk menghindar, Gyuri sudah lebih cepat mendorongnya kearah lain.
    Karena cepatnya Truk itu, Gyuri tak di beri waktu untuk menyelamatkan diri juga. Tapi dia tau inilah takdirnya. Dia merasakan pusing yang tak tertahankan. Pusing terdahsyat yang pernah ia rasakan selama ini, hingga tiba-tiba semuanya gelap setelah dia melihat wajah Donghae yang begitu kaget memandangnya.
***

    “ Gyuri?” panggil Seungyeon, ada ketakutan dalam suaranya.
    “ Dia sudah sadar? Haruskah kita panggil orang tuanya?” tanya Donghae. “ Atau kita panggil dokter? Ini sudah melebihi 45 hari. Ini sudah melebihi ketentuan Dokter. Apa ada kesalahan? Ini sudah 60 hari” Donghae terlihat begitu khawatir.
    “ Aniyo oppa.. tidak perlu. Aku sudah bisa tau apa yang akan terjadi pada Gyuri.” Jawab Seungyeon, dia mulai meneteskan air matanya.
    “ apa maskudmu?” tanya Donghae.
    “oppa yang dibutuhkannya.” Tambah Seungyeon. Lalu menarik tangan Donghae agar memegang tangan Gyuri. “ sapa dia oppa.”
    Donghae pun menurut. “ Gyu….gyuri anyeong!”
    “ Nuguseyo?” tanya Gyuri. Wajahnya terlihat seperti terlahir kembali tanpa sedikitpun masalah yang biasanya dia alami.
    Seungyeon makin tersedu. Lalu keluar ruangan, “ Oppa harus tetap disini. Aku akan segera kembali.”
    “ Gyuri-ah Gwenchanayo?” tanya Donghae. Genggamannya sangat erat. Dia sangat khawatir akan keadaan penyelamat hidupnya ini.
    “ Siapa Gyuri?” tanya Gyuri lagi.
    “ Kau Gyuri. Aku Donghae. Kau menyelamatkan hidupku dua bulan lalu.” Jelas Donghae.
    “ Mianhae… aku tak mengenal Gyuri dan Donghae.” Jawab Gyuri. “ Bisakah kau beritau aku dimana ini?”
    “ Ini di rumah sakit.” Jawab Donghae. Suaranya agak tercekat. Dia sadar sesuatu yang buruk sudah terjadi pada Gyuri.
    “ Rumah sakit?” Gyuri bertanya lagi. Matanya melihat sekeliling. Sama sekali tak memperhatikan Donghae.
    Tak lama Seungyeon datang bersama dengan dokter yang menangani Gyuri. Dan akhirnya Donghae dan Seungyeon keluar dari ruangan.
    “ Seungyeon-ah! Jelaskan padaku! Apa yang terjadi pada Gyuri?” tanya Donghae.
    Seungyeon makin terisak. “ Ini benar-benar terjadi. dia benar-benar kehilangan ingatannya oppa….”
    “ Mwo?” Donghae terkejut. Dia tak menyangka akan seperti ini. Mamang selama ini Seungyeon hanya menceritakan kelebihan Gyuri pada Donghae. Bukan perasaan atau penglihatan taerakhir Gyuri.
    “ Dokter bilang, karena ini gegar otak parah, amnesia Gyuri bersifat permanen. Dia tak akan lagi bisa mengingat kita semua.” Jelas Seungyeon. Matanya sudah sangat bengkak dan merah.
    “ kau bersungguh-sungguh?” tanya Donghae. Air matanya juga jatuh. Dia merasa bersalah. Karena Gyuri menyelamatkannya, Gyuri harus kehilangan ingatannya separah ini.
    “ Inilah yang dilihatnya dalam penglihatan terakhirnya. Dia tau dia akan mengalami ini jika dia menyelamatkanmu. Tapi dia rela melakukannya untukmu, karena sebenarnya dia… dia sangat menyukaimu.” Jelas Seungyeon.
    Donghae terbelalak. “ mengapa tak kau katakan ini sejak awal?” Donghae berhambur lari memasuki ruangan dan segera memeluk Gyuri. Dia tak peduli para perawat dan dokter sedang melarangnya.
***

    Setelah kecelakaan itu, Gyuri kehilangan kelebihannya. Dia kembali seperti gadis biasa. Hari-harinya di rumah sakit di habiskan dengan bahagia bersama Donghae yang selalu setia menemaninya.
    “ Gyuri-ah! Kau mau ice cream ini?” tanya Donghae saat mereka menghabiskan sore di taman rumah sakit.
    “ Ne. tentu aku mau.” Jawab Gyuri tersenyum senang.
    “ Cium aku dulu.” Kata Donghae sambil menunjuk bibirnya.
    “ Ajushi! Sebenarnya kau ini siapaku?” tanya Gyuri. “ kenapa kau begitu menyebalkan?”
    “ Ya! Kenapa kau panggil aku ajushi? Sudah ku beritau kau harus panggil aku oppa.” Kata Donghae.
    “ Oppa yang bernama Eunhyuk bilang aku sebenarnya memang memanggilmu begitu. Aku rasa aku harus mempercayainya.” Jawab Gyuri.
    “ Kau harus panggil aku oppa! Sudah kubilang aku ini kekasihmu!” kata Donghae.
    “ Kekasih? Tetapi mengapa kekasihku sejelek ini?” tanya Gyuri.
    “ Aku jelek?” tanya Donghae. “ sudahlah. Kau tak boleh makan ice cream ini. Ini untukku saja.”
    “ Ah… aniyo..aniyo… kau Tampan oppa… jebal… aku ingin ice cream itu!” kata Gyuri.
    “ Aniyo. andwe!” Donghae memalingkan muka.
    “ Oppa… jebal…..” kata Gyuri lagi. “ Kau tampan. Kau tampan.”
    Seungyeon tersenyum sekaligus meneteskan air matanya memperhatikan Gyuri yang sekarang. “ Gyuri mungkin ini memang lebih baik. Lebih baik kami menciptakan ingatanmu yang baru. Menghilangkan semua masalah besarmu itu. Inilah takdirmu… Seandainya kau masih ingat bahwa kau menyukai Donghae oppa, aku ingin sekali bisa melihat kebehagiaanmu itu, asal kau tau kini dia yang sangat menyukaimu, dia sangat mencintamu. Kau tak perlu khawatirkan Siwon oppa dan Sunye mereka sudah bersama sekarang. Siwon oppa mendekati Sunye untukmu. Dan dia berhasil membuat mereka berpisah tanpa membuat salah satu terluka.  Sekarang kebahagiaan ini sangat layak untukmu, kau sudah terlalu lama menderita dengan masalah-masalahmu itu.”
   
    “ Oppa! Aku mohon aku ingin ice cream itu!” teriak Gyuri. “ cepat berikan pa…” Gyuri terpotong.
    Donghae menciumnya.
“ Aaaa!” teriak Gyuri setelah Donghae berhenti menciumnya lalu tersenyum begitu manis. “ Ajushi! Kau menyebalkan!”
*****
   
   

Sabtu, 16 April 2011

[FANFIC] THE END OF MY LOVE




recommended song: What Should We Finish ~ Soyeon T-ara


Donghae tersenyum memperhatikan Boram, kekasihnya. Donghae sadar dia tak secantik dan sesempurna gadis lain, namun dia menyukainya, benar-benar mencintainya.

Dengan susah pAppa Donghae mendapatkan Boram, gadis yang lain dari lainnya. Dia begitu tertutup, pendiam, dan yang lebih penting lagi, dia tak begitu suka berdandan seperti gadis kebanyakan.

Boram adalah teman donghae sejak SMP, namun dia baru bisa mendapatkannya setelah lulus kuliah. Donghae bangga dengan pengorbanannya selama ini menunggu Boram menerima cintanya. Karena bagaimanapun juga Donghae tahu bahwa Boram juga sangat mencintainya, meski Boram tak pandai mengungkapkannya.

###



Hari ini adalah hari kematian satu-satunya orang tua Boram. Appanya meninggal dalam pembunuhan tragis. Donghae dengan sabar menunggu Boram yang masih terdiam di makam Appanya. Sekarang dia yatim piatu, Donghae tahu itu.

Donghae melihat Boram terdiam, sejak Boram tahu Appanya meninggal, dia sama sekali tak menangis. Donghae berpikir gadis ini begitu kuat. Dia begitu kuat menyimpan semuanya sendirian, maka dari itu, sejak dulu Donghae selalu ingin satu-satunya orang yang bisa menjadi tumpuan Boram. Gadis yang terlihat kuat walau sebenarnya dia sangat rapuh.

“Boram-ah, kau boleh menangis disat seperti ini.” Donghae berkata sambil memegang pundak Boram.

Boram diam saja.

Donghae merangkul Boram dan membawanya kedalam pelukannya. “Menangislah… aku tahu kau ingin menangis. Itu tidak salah.” Donghae membelai lembut rambut Boram yang pendek dan halus itu. Namun Boram menepisnya.

“Kau tenang saja.” Kata Boram sambil melepas pelukan Donghae.

Donghae sudah terbiasa dengan hal ini.

“Kita pulang saja.” Ajak Boram.

###



Ini pertama kalinya Boram ke rumah Donghae. Boram merasa agak canggung dengan rumah asing ini.

“Anggap saja ini rumahmu Boram-ah.” Kata Donghae gembira sambil mempersilahkan Boram duduk di sofa ruang tamunya.

Boram menggangguk kaku.

“Kau santai saja! Eommaku sedang menginap di rumah Halmeoni. Dan Appaku masih belum pulang dari perusahaannya.” Jelas Donghae. “Kau mau minum sesuatu?”

“Apa saja.” Jawab Boram.

Donghae tersenyum kecut, dia tahu Boram masih berduka. “Baiklah. Tunggu saja disini!” Donghae pun pergi ke dapurnya.

Boram melihat-lihat ruang tamu Donghae. Dia beridir dan berjalan menuju sebuah lemari yang tidak begitu tinggi. Dia tasnya terdapa bebrpa hiasan mewah yang serasi dengan rumah mewah ini. Di sebelah sebuah guci kecil, Boram melihat sebuah frame. Terlihat foto Donghae dengan kedua orang tuanya. Boram mengambilnya dan mengamatinya.

Alangkah terkejutnya dia saat melihat wajah Appa Donghae. Boram benar-benar tak mengangka. Seketika Boram kembali mengingat malam di mana Appanya meninggal.

FLASH BACK


Malam sudah larut saat Boram pulang ke rumahnya. Dia lelah setelah seharian berada di universitasnya mengerjakan tugas yang sudah menumpuk. Saat Boram masih berjalan menuju rumahnya, dia melihat seorang pria berjas keluar dari rumahnya lalu memasuki sebuah mobil sedan mewah. Dengan cepat mobil itu berjalan. Namun saat mobil itu melewati Boram, Boram bisa melihat wajah tampan dari pengemudianya uyaitu pria yang baru saja keluar dari rumahnya.


Boram sedikit bertanya-tanya, karena dia tak mengenali pria itu. Boram hanya berpikir bahwa dia adalah teman Appanya. Boram pun memasuki rumahnya. Rumahnya sangat sepi waktu itu. Namun dia hanya berpikir bahwa Appanya hanya sedang tidur. Namun saat Boram melewati pintu kamar Appanya yang tertutup, Boram melihat genangan darah yang keluar melalui celah bagian bawah pintu kamar itu.


Boram dengan gugup membuka perlahan pintu kamar Appanya. Setelah itu dia tak menjerit ataupun berkata apa-apa. Dia melihat mayat Appanyatergeletak janggal di lantai. Lantai kamar yang tadinya berwarna putih bersih, sekarang berubah merah. Boram sadar itu adlah darah Appanya yang tergenang. Boram masih bisa melihat darah yang mengalir dari leher Appanya yang hampir putus.


Boram terduduk, dia tak bisa bergerak, badannya melemas. Dia membiarkan celananya terkena darah. Dia harus menerima kenyataan bahwa orang tuanya yang tersisa juga harus pergi untuk selama-lamanya.


Boram langsung teringat cuplikan-cuplikan saat ia kecil dan Appanya suka menggendongnya sambil berkeliling taman. Boram menyesal harusnya dia pulang lebih cepat. Mungkin dengan begitu dia bisa mencegah Appanya mati.


FLASH BACK END

Boram masih memegang frame foto itu dengan gemetar. Dia ingat jelas wajah Appa Donghae adalah wajah yang ia lihat sedang menyetir mobil setelah keluar dari rumahnya, di malam Appanya terbunuh.

“Kau sudah melihat foto Appa dan Eommaku?” tanya Donghae yang datang membawa dua gelas jus jeruk. Boram terkejut dan masih gemetar.

Donghae meletakkan dua gelas yang dibawanya di atas meja.

“Gwenchanayo?” tanya Donghae yang melihat Boram memucat.

“Gwe..gwenchana.” jawab Boram lalu dengan cepat meletakkan frame foto itu.

Boram segera kembali ke sofa, “Boleh aku minum ini?”

“Tentu. Kenapa kau masih canggung denganku?” jawab Donghae.

Boram segera meminum jus jeruk itu untuk membantu menenangkan dirinya sendiri.

“Jeongmal gwenchana?” tanya Donghae lagi.

Boram mengangguk sambil masih meminum jusnya.

Donghae hanya tersenyum dia sadar kadang Boram terlihat seperti gadis 9 tahun yang harus dilindungi. Dia makin menyukai Boram yang tak bisa ditebak itu.

Tak lama kemudian, Boram memutuskan untuk pulang. Saat sampai di pagar rumah donghae, Boram melihat mobil sedan yang pernah dilihatnya.

Appa Donghae pulang dan keluar dari mobilnya.

Donghae dengan senang memperkenalkan Boram padanya, “Appa, ini Boram, gadis yang selalu aku ceritakan padamu.”

Boram makin memucat saat berjabat tangan dengan Appa Donghae. “Jeon Boram imnida.” Kata Boram.

Appa Donghae agak berjengit saat mendengar nama Boram, namun dia menyamarkannya dengan tertawa, “Kau memang terlihat seperti apa yang Donghae ceritakan. Aku heran kenapa dia bisa menyukaimu.”

“Appa! Jangan berkata seperti itu.” Kata Donghae, wajahnya memerah.

Boram tersenyum kecut.

“Sudahlah sebaiknya kau pulang sekarang. Aku akan mengantarmu.” Kata Donghae pada Boram setelah Appanya masuk ke dalam rumah.

“Ani, kau tak perlu melakukannya. Aku bisa pulang sendiri.” Tolak Boram.

“Kau ini bagaimana? Kau kan kekasihku! Aku harus bertanggung jawab atasmu. Aku harus memastikanmu pulang dengan selamat. Kajja!”

Boram selalu tak bisa melawan Donghae. Mungkin karena tak tega.

###



Boram tak bisa tidur semalaman. Dia terus memikirkan Appa Donghae. Dia juga terus memikirkan Donghae. Boram memang tak pernah bercerita pada siapa-siapa bagimana tepatnya dia menemukan Appanya mati. Jika Boram membicarakan ini pada Donghae, Boram tak bisa karena ini akan membuat Donghae terluka.

Semua bukti menunjukkan Appa Donghaelah yang membunuh Appanya, Boram tak bisa berbuat apa-apa. Dia memang tak tahu harus berbuat apa. Dia memang langsung menganggap Appa Donghaelah yang membunuhnya. Dan hal itulah yang membuatnya serba salah dan bingung.

###



Dengan lemas Boram membuka pintu rumahnya. Dia baru sadar langit diluar sudah gelap. Seketika dia mendapat pelukan hanya dari tamu yang baru saja membuat gaduh dengan menekan bel dengan berlebihan.

“Boram-ah! Gwenchanayo? Kenapa kau tak kuliah hari ini? Kenapa kau tak mengangkat ponselmu?” tanya Donghae sambil melepas pelukannya.

Belum sempat Boram bicara, Donghae sudah menyentuh dahinya dan merasakan panas yang tak biasa.

“Bagaimana bisa kau sepanas ini?” tanya Donghae. “Kenapa kau tak bilang padaku bahwa kau sakit?”

Dengan cepat Donghae menidurkan Boram di sofa ruang tengah rumah sederhana namun nyaman itu. Boram hanya menurut saja. Dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Kau istirahat saja disini. Aku akan buatkan kau bubur. Dimana kotak obatmu?”

“Di dapur.” Jawab Boram lemas.

Beberapa menit kemudian Donghae kembali ke ruang tengah dengan semangkok sup dan sebuah obat demam.

Donghae dengan cekatan mendudukkan Boram dan menyuapinya.

“Kau tak perlu lakukan ini…” kata Boram masih lemah.

“Harus kukatakan berapa kali? Kau tak perlu sungkan denganku.” Kata Donghae.

Boram memperhatikan Donghae yang dengan tulus dan penuh kasih sayang menyuapinya.

“Aku takkan memaafkanmu jika kau seperti ini lagi.” Kata Donghae, kali ini dia mengambil obat dan meminumkannya pada Boram.

Boram hanya terdiam dan masih memperhatikan Donghae.

“Mianhae…” kata Boram tiba-tiba.

Donghae tersenyum “Gwenchanayo. Memang akhir-akhir ini kau kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi padamu hingga membuatmu gundah seperti ini?”

“Ne, mungkin aku memang sedang gundah dan sangat gelisah.” Jawab Boram. Tak biasanya dia mengungkapkan perasaannya.

“Tak apa jika kau tak mau memberitahuku alasannya. Tapi kau boleh berbagi kegundahan itu denganku. Aku bersedia melakukan apa saja ntuk membuatmu ceria.”

Boram hanya menatap Donghae.

“Wae?” tanya Donghae. “Kenapa kau menatapku seperti itu?”

“Kau tidak lelah terus mengurusiku seperti ini?” tanya Boram.

“Aniyo. Andwe!” jawab Donghae.

Tak lama setelah itu, Donghae memeluknya. Meskipun itu membuat Boram merasa tak enak dan canggung, namun Donghae tetap ,memeluknya dengan lembut hingga membuat Boram tertidur dalam pelukannya.

Donghae tersenyum bahagia melihat wajah damai Boram yang tertidur di pelukannya itu. “Tenanglah… aku akan selalu menjagamu.”

###



“Yeoboseyo?” Boram menjawab ponselnya.

“Boram-ah! Kau sudah sembuhkan?” tanya suara Donghae di seberang sana.

“Ne, weyo?”

“Bisa kau datang ke rumahku? Appa dan Eommaku sedang pergi. Bisa kau temani aku?”

“Lalu?”

“Kita bisa membakar daging disini? Aku baru saja membeli daging sapi kesukaanmu. Jebal…”

“Ne, Baiklah.”

“Baiklah. Biarkan aku menjemputmu sebentar lagi. Ohya, apa kau punya pisau daging?”

“Ne, kau mau aku membawanya?”

“Ne. gomawo.”

Setelah sampai di rumah Donghae, Donghae Segera membersihkan daging sapi yang sudah di belinya tadi.

“Mana pisau dagingmu?” tanya Donghae pada Boram yang sibuk menyiapkan bumbu.

“Mian, ternyata punyaku hilang.” Jawab Boram.

“Hilang? Lalu bagaimana kita memotong ini?” tanya Donghae sambil menujukkan daging sapi tadi.

Boram menggeleng tanda tak memiliki jawaban.

“Baiklah. Bisa kau bantu aku mencari di gudang? Mungkin Eommaku menyimpannya disana.”

Boram mengikuti Donghae ke gudang.

Donghae membuka beberapa kardus namun tak menemukan apa-apa. Sedangkan Boram dia menemukan sebuah kotak kayu yang cukup berat. Boram pun membukanya. Betapa terkejutnya dia melihat setelan jas yang ada di dalamnya. Ada noda darah di jas itu.yang lebih mengejutkan lagi, di balik lipatan jas itu, Boram menemukan sebuah pisau daging berlumuran darah yang sangat ia kenal. Boram tercekat.

“Boram-ah? Gwenchanayo? kau menemukan pisau?” tanya Donghae yang melihat Boram membeku.

Donghae menghampiri Boram dan melihatnya memegangi sebuah pisau daging yang kotor. “Wah! Kaumenemukannya. Tapi… itu kotor sekali.”

Boram masih tercekat dan terbelalak melihat pisau itu.

“Jangan kuatir, kita bersihkan saja!” Kata Donghae sambil mengambil pisau itu dari tangan Boram.

Boram terlihat murka, dia mengambil pisau itu lagi dari tangan Donghae. Kini dia yakin Memang Appa Donghae yang membunuh Appanya. Hatinya makin gusar. Namun emosi mendominasi hatinya. Dengan segera Boram melangkah pergi menuju pintu keluar rumah Donghae.

Donghae menyusul Boram dengan heran, “Boram-ah! Weyo? Kau mau kemana?”

Boram berbalik dan bertanya, “Dimana Appamu sekarang?”

“Appa? Dia ada di kantornya. Weyo?” Donghae makin tak mengerti dengan apa yang terjadi.

Setelah mendengar jawaban Donghae, Boram segera beranjak pergi tanpa mempedulikan Donghae.

“Boram-ah! Jawab aku! Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Kau mau kemana?” teriak Donghae, lalu dia menarik lengan Boram.

“Jebal… jangan selalu seperti ini! Apa yang terjadi? Wegeurae?” tanya Donghae. Dia benar-benar khawatir.

Boram menoleh dan menatap Donghae. Dia melihat wajah khawatir Donghae, ya dia terlihat begitu khawatir pada Boram.

“Jebal…. Malhaebwa…” Donghae mulai berkaca-kaca.

“Mianhae… Jeongmal mianhae…” Jawab Boram. Dia juga berkaca-kaca.

Baru kali ini donghae melihat Boram menangis. Tiba-tiba Boram mencium Donghae “Saranghae. Jeongmal saranghae…” kata Boram lalu pergi meninggalkan Donghae yang terkejut setengah mati.

Ini pertama kalinya Boram melakukan itu semua. Ini pertama kalinya Boram mencium Donghae dan mengatakan perasaannya yang sebenarnya. Donghae bisa merasakan segumpal kebahagiaan dihatinya. Namun dia khawatir dengan apa yang terjadi pada Boram. Ini diluar kekuasaan Donghae. Donghae kehilangan jejak Boram untuk menyusulnya. Donghae tak tahu Boram pergi kemana.

###

Karena Boram bertanya dimana Appanya, Donghae segera menuju ke kantor Appanya. Namun ditengah perjalanan, ia terjebak macet hingga dia harus berlari 200 meter jauhnya untuk sampai ke kantor Appanya.

Dengan terengah-engah, akhirnya Donghae sampai di kantor Appanya. Dia makin khawatir melihat beberapa mobil polisi terparkir di depan kantor Appanya. Saat masuk ke dalam, Donghae sangat bingung karena orang-orang berlarian dan terlihat bingng dan takut. Bebrapa diantaranya menangis.

Donghae menuju lantai teratas yaitu menuju ruangan Appanya. Donghae makin menggila melihat garis polisi melingkari bagian depan ruangan Appanya. Cukup banyak poliisi disana, beberapa pegawai berkerumun ingin menghindarkan pegawai yang berkerumun.

Donghae mendekat, ia juga sangat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah dia berhasil menembus kerumunan, ia melihat Appanya yang terlihat tidur namun matanya terbelalak dan dadanya berlumuran darah. Lantai kantor sudah tergenangi darah Appanya.

“APPA!!!!” jerit Donghae histeris. Dia mendekat meski dihalangi oleh polisi yang berada di sana.

“Sebaiknya anda mundur.” Kata salah satu polisi.

“ANDWE! Dia Appaku…. Aku anaknya…” Donghae mulai menitihkan air matanya. Dia tak mengira akan terjadi hal yang mengerikan seperti ini pada Appanya.

“Nugu? Siapa orang yang berani melakukan ini?” teriak Donghae. Semua pegawai yang melihat terlihat prihatin dan saling berbisik.

Lalu salah satu asisten Appa Donghae menarik badan Donghae, “Donghae-ah… sudahlah. Direktur utama sudah tiada… kau harus merelakannya…”

“Ajushi… siapa yang melakukan ini? Nugu?” Tanya Donghae lagi.

“Dia…” pria itu menunjuk seorang mayat yang sedari tadi tergeletak di samping Appa Donghae.

Donghae melihatnya lewat matanya yang buram terkena air mata. Sosok mayat itu sangatlah ia kenali. Ya ia mengenal gadis yang selama ini dicintainya tergeletak disana.



FLASH BACK


Boram sampai di kantor Appa Donghae. Hatinya masih dipenuhi emosi. Dia langsung menuju resepsionis dan menanyakan ruangan direktur utama. Resepsionis pun memberitahunya bahwa ruangan direktur utama ada di lantai paling atas.


Boram berjalan kesana dengan mata berkaca-kaca namun hatinya sudah buta dan terbakar dendam. Dia menuju ruang Appa Donghae walaupun sekertarisnya menghalanginya. Boram membuka paksa pintu ruangan itu. Dia mulai mengeluarkan pisau daging yang bernoda darah itu dari balik jaketnya.


“Aku tak bisa membiarkan orang yang membunuh Appaku hidup tenang..” kata Boram lirih.


Appa Donghae terkejut bukan main. Dia juga langsung sadar gadis ini adalah putri lawan bisnisnya yang telah mengetahui rahasia kotor bisnisnya. Dan juga putri lawan bisnisnya yang telah ia habisi nyawanya.


“Suruh gadis ini keluar!” teriak Appa Donghae.


Beberapa pegawai dan asisten Appa Donghae berusaha menyuruh Boram keluar dan menyeretnya dengan takut akibat pisau daging yang cukup besar di tangannya itu.


Dengan kuat Boram melawan semua pegawai dan asisten Appa Donghae. Dia menghampiri Appa Donghae yang terpojok dan dengan cepat menusukkan pisau yang dipegangnya ke dada Appa Donghae.


Seketika Appa Donghae melemas. Semua pegawai yang berkerumun berteriak histeris melihat direktur utamanya yang sekarat. Ternyata salah satu pegawai telah memanggil polisi sehingga beberapa polisi dating.


“Letakkan pisaumu!” perintah salah satu polisi kepada Boram.


Boram tak mempedulikannya. Sekarang air matanya mengalir deras. Dia terduduk di samping tubuh Appa Donghae.


“Mianhae Appa…………..” kata Boram lirih. Dia terlihat menyesal.


Tiba-tiba semua orang menjerit lagi melihat Boram menusukkan pisau yang dibawanya ke jantungnya.


FLASH BACK END



Donghae menghampiri tubuh Boram yang sudah tak memiliki tanda-tanda kehidupan. Dia memeluknya dengan menangis hebat, “BORAM-AH!!!! KENAPA KAU PERGI SEPERTI INI? KENAPA HARUS BERAKHIR SEPERTI INI?”

Donghae benar-benar tak bisa menerima akhir dari cinta yang tragis. Dia tak bisa berhenti memeluk tubuh Boram yang berlumuran darah. Inilah akhir cintanya. Terdapat begitu banyak teka-teki di otaknya tentang peristiwa perginya dua orang yang dicintainya ini.

THE END

Jumat, 11 Maret 2011

(FF) Different


 cast:
Lee Donghae
 Sunye
 Park Gyuri


Tuhan, maafkan aku telah jatuh cinta padanya. Aku tak tau bagaimana perasaan yang tak biasa aku rasakan ini bisa muncul padanya. Walaupun sudah kucoba berkali-kali melenyapkan perasaanku ini, aku semakin mencintainya. Aku tau, aku sadar, perbedaan ini begitu dalam. Aku memang tak bisa bersamanya. Aku akan terus perangi perasaan ini, meski aku tau betapa sakitnya aku dan dia. Karena aku tak bisa menghilangkan cinta ini, aku akan meninggalkannya.
***

“ Kau menyukai Donghae oppa kan Sunye?” Tanya Gyuri.
“ Mwo? Aniyo. jeongmal aniyo.” jawab Sunye tak jujur.
“ Sudahlah jujur saja padaku..” desak Gyuri.
“ Gyuri-ah kau harus tau! Meski aku memang suka padanya, itu tak boleh terjadi. Sireo.” Kata Sunye. Menahan perasaannya yang memang begitu menyukai Donghae.
“ Weyo? Kalau begitu kau menyiksa dirimu sendiri. Bukan hal yang salah jika kau menyukai seseorang.” Gyuri benar-benar heran dengan temannya satu ini.
“ Sudahlah jangan bicarakan itu. Sireo! Chincha sireo!” kata Sunye. Ia terus mengomel sambil berjalan menuju kelasnya. Gyuri mengikuti dibelakangnya.
“ Sudahlah mengaku saja… Sunye! Hanya padaku.. jebal!” Gyuri terus memojokkan Sunye.
“ Aniyo. kau sendiri bagaimana? Kau juga menyukainya kan? Itu juga sudah terlihat. Sangat jelas malah.”
“ Kenapa jadi bicarakan aku? Topiknya kau Sunye.” Kata Gyuri sambil menatap Sunye yang berjalan mundur di hadapannya.
“ Cukup. Jangan bicarakan aku. Sireo! Lagipula apa untungnya jika kau menget…” Sunye tertabrak seseorang dibelakangnya. Dia agak kesal karena Gyuri tak memperingatkannya bahwa ada seseorang di belakangnya.
“ Gwenchana?” Tanya orang itu sambil membantu Sunye berdiri.
“ Gwenchana. Mianhae, aku yang tak melihat jalan. Mianhae.” Kata Sunye sambil membalik badannya. Dia benar-benar tercengang Donghae yang sedang ada di depannya.
Donghae tersenyum begitu manis. Sunye masih bisa merasa beruntung dia tak sedang menyebut nama Donghae. Sedangkan Gyuri tiba-tiba menghilang, entah melesat kemana dia.
                Setelah bingung mencari Gyuri, Sunye bermaksud pergi, “ Mianhae. Jeongmal mianhae.”
                Sebelum Sunye sempat pergi, Donghae meraih tangannya. “ Jakkaman.”
                Sunye tak berani menoleh, ia takut ia akan makin suka pada Donghae jika melihat wajahnya dari jarak sedekat itu. “ Weyo?”
                “ Betismu terluka.” Kata Donghae lalu menarik Sunye begitu saja dan membawanya ke klinik sekolah.
                Saat melweati koridor-koridor sekolah, begitu banyak siswa yang melihat tingkah aneh mereka.
                “ Oppa. Gwenchanayo. Itu hanya luka kecil.” Kata Sunye mencoba menghindar. “ Jeongmal oppa. Gwenchana.”
                Donghae tetap membawanya ke klinik dan mendudukkannya di tempat tidur klinik. Dengan cekatan Donghae mengambil semua alat yang di perlukan untuk mengobati luka Sunye. Dengan lembut Donghae membersihkan luka di betis Sunye.
                Sunye hanya bisa termangu memperhatikan tingkah laku Donghae yang makin membuat dia menyukainya. Tapi dia langsung sadar ini tak tepat untuknya.
                Setelah Donghae selesai, Sunye langsung berdiri, “ Sudah oppa. Gomawo.”
                Lagi-lagi Donghae menarik lengan Sunye agar tak pergi, tapi kali ini Donghae malah memeluk Sunye. Sebuah pelukan yang benar-benar erat.
                Sunye makin bingung dengan apa yang terjadi, apalagi dengan perasaannya sendiri. Jantungnya serasa ingin berlari keluar dari tempatnya.
                “ Oppa?” Sunye benar-benar bingung dengan semua ini. Sampai-sampai ia ingin menangis.
                “ Tak sadarkah kau? Tak sadarkah kau dengan semua perhatianku selama ini padamu?” akhirnya Donghae mengatakan sesuatu. Sesuatu yang benar-benar menggelegar untuk Sunye.
                Sunye hanya bisa membeku.
                “ Kepribadianmu yang berbeda dari yang lain itu, semua tingkah lakumu yang tak biasa itu, itu yang membuatku menyukaimu.” Jelas Donghae.
                Semua ini membuat Sunye tak bisa membendung perasaannya yang sudah meluap-luap pada Donghae. “ Oppa… Saranghae.. jeongmal saranghae..”
                Donghae makin erat memeluk Sunye, tak lama Donghae menciumnya. Benar-benar hal yang sama sekali tak terduga.
                Kali ini hati Sunye merasa lega, benar-benar lega. Perasaannya telah tersampaikan. Tapi otaknya masih berpikir tentang perbedaan itu.
***

                “ Sunye kalau begini kau senang sekali kan? Untuk apa kau menyimpan perasaanmu selama itu? Itu hanya membuatmu makin gila. Kalau bigini kan kau bisa bahagia.” Kata Gyuri begitu semangat mengetahui Sunye sudah bersama Donghae.
                “ Aniyo. aku masih tetap tak bisa. Ini semua bukan hal yang benar. Kami dua orang yang benar-benar berbeda. Tak seharusnya aku bersamanya.” Jawab Sunye hatinya masih gelisah.
                “ Ya! Sunye! Perbedaan apa lagi?” Gyuri tak habis pikir.
                “ Semua perbedaan ini Gyuri. Semuanya membuatku gila. Tapi jika aku tak menghiraukan perbedaan ini akan ada sesuatu yang buruk.”
                “ Jelaskan saja apa perbedaan itu? Palihae!” Gyuri tak sabar.
                “ Keluarga kami, latar belakang kami, bahkan kepercayaan kami. Tak akan ada yang bisa menyetujui hubungan kami jika mengetahui perbedaan ini.” Jelas Sunye.
                “ Arasso. Tapi kau gila jika kau melewatkan Donghae oppa. Ijinkan hatimu senang sebentar saja.” Kata Gyuri.
                “ Mollayo.” Sunye sedikit putus asa. Tak lama Donghae menghampirinya.
                “ Sunye! Kau sudah selesai?” Tanya Donghae.
                “ Mwo?”
                “ Akan ku antar kau pulang.” Jawab Donghae tersenyum. Dia terlihat begitu bahagia. Belum pernah Sunye melihat Donghae sebahagia ini ini benar-benar makin membuatnya bingung. Sedangkan Gyuri malah dengan senang hati meninggalkan mereka berdua.
                “ Oh. Ne oppa.. Kajja!” kata Sunye lalu berjalan disamping Donghae. Donghae pun menggandengnya.
                “ Kau tau? Ini semua benar-benar membuatku lega dan bahagia.” Jelas Donghae.
                “ Chicha?” Tanya Sunye, dia tak tega jika harus mengecewakan hati yang sedang bahagia itu.
                “ Ne. Chicha.” Donghae tersenyum.
                “ Ku kira orang seperti oppa tak bisa suka pada gadis sepertiku.”
                “ Aku juga tak tau mengapa bisa begini. Awal aku melihatmu juga biasa saja. Tapi kelamaan aku jadi sering memikirkanmu. Aku kira kau itu memang berbeda dari yang lain.” Jelas Donghae dengan masih tersenyum bahagia.
                “ Ne. arasso.” Sunye menunduk.
                “ Sunye, sebelum ku antar kau pulang, bisakah kau ikut aku ke suatu tempat?”
                “ Ne. Kemana?”
                “ Ikut saja.” Donghae menarik tangan Sunye dan mengajaknya ke sebuah danau kecil yang indah.
                Perasaan Sunye bercampur aduk, dia merasa sedih karena dia hanya tinggal menghitung hari untuk berpisah dengan Donghae, dia merasa kaget karena Donghae bisa sepeti itu padany, dan dia merasa bahagia dia bisa pergi ke tempat seindah itu bersama Donghae, orang yang dicintainya.
                Donghae mengajak Sunye untuk duduk di tepi danau, “ Eotokhe? Indah?”
                “ Ne. benar-benar indah.” Jawab Sunye tersenyum. Kali ini senyumnya begitu tulus.
                “ Sunye, kau benar-benar gadis terindah yang pernah aku kenal.” Kata Donghae sambil menarik kepala Sunye dan menyandarkannya ke pundaknya.
                Sunye hanya diam.
                “ Kau tau kan sekarang aku sangat bahagia? Itu karena aku rasa sesuatu yang banar-banar aku inginkan telah terwujud. Dan sesuatu itu benar-benar berarti walau sederhana.”
                Sunye mendongak menatap Donghae. “ Oppa mianhae..”
                “ Weyo?”
                “ Aku rasa aku tak punya alasan sebesar itu untukmu.”
                “ Apa alasan ini begitu penting?”
                “ Ne. alasan oppa yang begitu dalam ini bisa mengubah hidup seseorang. San aku tak punya hal seperti itu. Aku hanya merasa aku menyayangi oppa dengan segenap hatiku meski aku harus melalui banyak rintangan.” Jelas Sunye membuat Donghae tersenyum. “ Mengapa oppa tersenyum?”
                “ Itulah alasanmu untukku. Itulah hal sederhana yang berarti dan membuatku bahagia.”
                “Gomawo oppa.” Jawab Sunye dia tersenyum.
                Donghae memeluk erat Sunye.
***
                “ Gyuri-ah! Kau tau dimana Sunye? Sudah dua hari ini dia tak menghubungiku. Apa terjadi sesuatu padanya?” Tanya Donghae khawatir.
                “ Oppa. Kurasa sebelum aku beritau oppa dimana Sunye, oppa harus berjanji akan menerima semua keputusan Sunye, apapun itu.” Kata Gyuri.
                “ Mwo? Apa maksudmu?”
                “ Oppa harus berjanji oppa tak pernah menyesal telah mencintai Sunye.” Lanjut Gyuri.
                “ Mwo? Cepat katakan dimana Sunye!” Donghae mulai panik. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa Sunye.
                “ Sekarang Sunye ada di bandara, dia akan pergi ke luar negeri dan tak akan kembali. Sebenarnya dia sangat berat melakukan ini semua, oppa tau dia sangat menyayangi oppa. Tapi orang tuanya berkehendak lain. Mereka tak akan pernah bisa menerima hubungan oppa dengan Sunye, jadi mereka memutuskan untuk pergi sejauh mungkin dan tak akan pernah kembali. Sunye sudah berpesan padaku agar tak memberitahu oppa, tapi aku tau perasaan oppa padanya begitu besar. Sunye hanya ingin membuat oppa membencinya dan melupakannya dengan kepergiannya yang diam-diam itu.” Jelas Gyuri panjang lebar.
                Donghae tercengang, dia berusaha mencerna semua perkataan Gyuri, tapi dia terlalu sibuk dengan hatinya yang sakit itu, dia tak bisa biarkan Sunye pergi begitu saja, dia harus segera mencegah Sunye. Donghae tak menyangka masalah Sunye begitu besar. Dia menyesal mengapa dia tak bisa peka akan hal ini. Akan semua perbedaan yang menjuranginya dengan Sunye itu. Donghae mulai berkaca-kaca.
                “ Oppa harus cepat pergi ke bandara sekarang sebelum pesawatnya berangkat 20 menit lagi.” Kata Gyuri.
                Donghae pun langsung berlari ke mobilnya dan menuju bandara.
                10 menit kemudian ia pun sampai di bandara dan segera mencari Sunye. Ia berlari kesana-kemari. Benar-benar memusingkan. Tak seorang pun disana berwajah seperti Sunye. Dia mulai putus asa karena 5 menit lagi pesawat Sunye akan berangkat. Tapi saat dia menoleh dia melihat sesosok gadis yang benar-benar dia kenal. Sunye ada berjarak 20 meter di depannya. Donghae pun berlari sekuat tenaga dan secepat mungkin.
                Setelah Sunye ada di depannya Donghae langsung memeluknya. “ Sunye! Weyo? Apa hanya ini solusi untuk kita? Apa hanya dengan ini semuanya beres?”
                Sunye yang sedari tadi menahan tangis, menjatuhkan begitu banyak air matanya dalam pelukan Donghae. “ Mianhae.”
                “ Sunye! Kau tau aku begitu mencintaimu. Aku tak bisa hidup tanpamu. Kau tak bisa meninggalkanku seperti ini.” Donghae terisak.
                “ Oppa. Mianhae..” Sunye menguatkan diri.
                “ Sunye jangan pernah pergi dariku. Jangan pergi. Jangan pergi.”
                “ Aku tak bisa. Oppa harus melupakanku. Aku harus pergi. Kita benar-benar tak bisa bersama. Mianhae karena aku telah jatuh cinta padamu. Mianhae.” Sunye melepaskan pelukan Donghae. Dia berjalan menjauhi Donghae dan menuju pesawatnya.
                “ Sunye! Aku yakin ini tak akan berhasil. Aku akan tetap mencintaimu meski aku sadar akan perbedaan ini. Aku tak akan pernah menyesal telah mencintaimu! Tidak akan!” teriak Donghae dengan sisa kekuatannya.
                Teriakkan itu benar-benar menusuk hati Sunye. Langkahnya semakin berat. Tapi dia sadar dia harus memerangi ini semua. Sunye terus berusaha melawan sakit hati ini. Dia pun memasuki pesawatnya. Dia pun terbang ke negeri yang jauh dari tempat Donghae berada. Dia pun terbang meninggalkan sesosok lelaki yang begitu rapuh. Sesosok lelaki yang begitu ia cintai dan mencintainya. Dia tetap berpegang teguh pada janjinya untuk selalu mengingat Donghae apapun yang terjadi. Dan pada akhirnya perbedaan ini berhasil memisahkan dua hati yang begitu Saling mencintai.
*****