Main Cast:
Kang Jiyoung
Kevin Woo
Lee Donghae
Support Cast:
Lee Jieun (IU)
Park Gyuri
Yoo Seungho
Cameo:
Jung Nicole
Jiyoung berjalan dengan semangat. Ini hari pertamanya di
universitas setelah masa ospek. Ya, sekarang dia berdiri di sebuah universitas
seni. Ia mengambil jurusan seni tari. Inilah yang diinginkannya sejak dulu, ia
sudah meyakinkan keluarganya bahwa inilah kemampuan dan minatnya, dia sedang
dalam langkah pertamanya untuk bisa membuktikan pada orang tuanya dan sukses
dengan jalan yang ia pilih sendiri.
Jiyoung melihat senior-seniornya yang sedang berkumpul dan
mencoba materi yang sudah mereka peroleh. Diantaranya mencoba gerakan tari yang
Jiyoung rasa sangat keren. Inilah alasannya mengapa ia menolak mentah-mentah
tawaran appanya untuk masuk ke universitas kedokteran yang menurut Jiyoung
menyeramkan itu. Jiyoung tidak menyukai dunianya yang sekarang, dia mencintainya.
Jiyoung mengelilingi universitas itu sepuas mungkin, ia
bahkan tak bisa menghentikan senyumnya. Ia jadi terlihat sedang tersenyum pada
semua orang. Jiyoung agak heran saat tiba-tiba semua orang yang berpapasan
dengannya tersenyum padanya.
Jiyoung sampai di fakultasnya. Ia melihat gedung itu dari
ujung ke ujung lainnya. Dia terlihat sangat puas dan mantap dengan
keputusannya. Dia memasuki gedung itu semua orang didalamnya terlihat sangat
percaya diri memperagakan setiap gerakan. Dia juga sangat senang saat melewati
ruangan latihan. Dia bergumam senang saat melihat kaca disekeliling dinding
ruang itu.
Setelah dia merasa puas, dia berniat menuju kafe universitas
untuk menemui satu-satunya teman yang ia miliki saat ini. Namun sebelum sampai
di gerbang fakultas, Jiyoung menabrak seseorang dan langsung meminta maaf,
“Jwe..jwesonghamnida seongsaenim…” katanya melihat pria yang dia pikir seorang
pengajar itu.
Lelaki itu melihat Jiyoung dengan pandangan heran namun
tersenyum, “Gwenchana.”
“Mwo? Seongsaenim?” Tanya seorang gadis cantik bukan main
dibelakangnya. “Apa dia terlihat seperti seorang seongsaenim bagimu?”
“Ah?” Jiyoung bingung, “Jwesonghamnida ajushi..” Jiyoung
membungkuk lalu segera pergi.
Lelaki itu tertawa tapi gadis disebelahnya tampak begitu tak
suka. “Aku berani jamin gadis itu mahasiswa baru disini. Dia belum tahu siapa
kau chagiya…”
Jiyoung sudah sampai di kafe sekarang, dia melihat Jieun
disana duduk menunggunya, “Jieun-ah!” sapa Jiyoung sambil duduk dihadapan
Jieun.
Lee Jieun adalah temannya sejak ia masih di sekolah dasar.
Sekarang mereka adalah teman sekamar. Jiyoung tinggal di sebua flat sederhana
dekat universitas. Itu karena rumahnya terlalu jauh dari universitas, jadi
Appanya menyewakan flat itu untuk ditinggali bersama Jieun.
“Kau terlihat sangat senang. Jadi ini semua persis semua
impianmu kan?”
taya Jieun dengan halusnya. Itulah karakternya, gadis lembut yang murah senyum.
“Geurae!! Geurae!! Ini mimpi yang jadi kenyataan.” Kata
Jiyoung lalu meminum the lemon milik Jieun, “Dan kau? Bagaimana dengan fakultas
musikmu itu?”
“Semua akan terasa menyenangkan jika kau menganggapnya
begitu.” Jieun menjawab sambil tersenyum.
“Kau selalu bisa merangkai kata-kata. Cobalah untuk menulis
lagu pasti indah..” kata Jiyoung semangat.
Tiba-tiba “Boleh aku bergabung?” Tanya seorang lelaki sambil
membawa secangkir kopi.
Jiyoung dan Jieun melihat sekitar dan menemukan semua kursi
memang sudah penuh. Akhirnya mereka mengangguk bersamaan.
“Kamsahaeyo.” Kata lelaki itu.
“Kau juga mahasiswa baru?” Tanya Jiyoung.
“Ne, aku dari fakultas teater.” Lelaki itu mengulurkan
tangannya, “Yoo Seungho imnida.” Jiyoung menjabatnya. “Kang Jiyoung imnida”
Lalu lelaki bernama Seungho itu mengulurkan tangan ke arah
Jieun, “Lee Jieun imnida.”
Tiba-tiba seisi kafe gaduh. Para
gadis disana sibuk berbisik dengan teman-temannya saat seseorang masuk.
Jiyoung mendengar gadis dibelakangnya berbisik, “Itu dia… dia
Kevin oppa. Tidak rugi aku masuk ke universitas ini. Dia memang setampan yang
dikabarkan.” Jiyoung tersenyum kecut.
Jiyoung juga mendengar, “Lihat… gadis-gadis mahasiswa baru
itu pasti meributkan Kevin kita…. Awas saja mereka.” Jiyoung mengenali mereka
sebagai senior di universitas itu.
“Kenapa sepertinya aku pernah melihatnya ya? Tapi dimana?” gumam
Jiyoung.
“Sepertinya dia populer ya?” kata Jieun.
“Aku dengar dari gadis-gadis debelakangku berusan, dia
seperti seorang artis di universitas ini terutama di fakultas musik. Kevin Woo,
lelaki kelahiran New Jersey,
Amerika.” Bisik Seungho.
“Eonni secantik itu bagaimana bisa jadi popular sebagai
lelaki?” celetuk Jiyoung.
“Eonni?” Seungho heran.
“Dia memang selalu memanggil orang lain seenaknya.” Jawab
Jieun.
“Tapi benar kan?
Lihat saja jika dia dilahirkan sebagai perempuan, pasti para pria menyerbunya.”
Kata Jiyoung membela diri.
Jieun dan Seungho tertawa mendengarnya.
“Sudah hentikan… dia bisa mendengar kita.” Kata Jieun menahan
tawanya.
“Bagaimana lelaki bisa secantik itu? Bagaimana bisa semua
gadis disini menyebutnya tampan, bukankah aura gadisnya lebih terasa?” Jiyoung
tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
Jieun segera menempelkan telunjuknya di bibirnya menyuruh
Jiyoung diam.
Jiyoung dan Seungho hanya bisa menahan tawa saat Lelaki
bernama Kevin itu melewati mereka.
***
Pagi ini Jiyoung dan Jieun dengan semangat keluar dari flat mereka
dan bersiap menuju universitas. Jieun melangkah mendahului Jiyoung yang menoleh
ke seberang jalan, di daerah ini memang terdapat banyak flat sejenis yang
ditinggali mahasiswa. Seorang lelaki keluar dari flat yang berada tepat di
depan flat Jiyoung.
“Benarkan…. Aku memang pernah melihatnya.” Kata Jiyoung
pelan.
“Nugu?” Tanya Jieun.
“Kevin eonni itu.” Jawab Jiyoung sambil menunjuk Kevin yang
sedang berjalan di seberang jalan dengan lirikan matanya.
Jieun tersenyum mendengar sebuat Eonni itu. “Sudahlah, jangan
suka mengomentari orang lain seenaknya seperti itu.”
“Kenapa kau tak bersamanya saja setiap pagi? Bukankah kalian
satu fakultas? Pasti gadis-gadis iri padamu yang bisa tinggal sedekat ini
dengannya.” Jiyoung terkikik.
“Sst diamlah.” Kata Jieun. “Ayo cepat!”
Jiyoung hanya menahan tawa. Dia sama sekali tak sadar sedari
tadi Kevin mengamatinya, untung saja dia tak bisa mendengar percakapan Jiyoung.
Kevin melihat sesuatu terjatuh dari tas Jiyoung.
Saat sampai di universitas, Seungho menghampiri mereka, sepertinya
mereka mulai menemukan teman baru.
“Sebenarnya kau tinggal dimana? Apa dekat dari sini? Aku
lihat kau juga berjalan kaki.” Tanya Jiyoung.
“Geurae rumahku memang dekat dari sini.” Jawab Sdungho.”
Tiba-tiba Jiyoung tertabrak seseorang. “Aigo!” teriak gadis
itu. Jiyoung menoleh, ia mengenalinya sebagai gadis yang bersama dengan pria
yang ia temui kemarin.
Tanpa minta maaf, gadis itu justru kesal melihat Jiyoung,
“Gadis ini lagi? Huft..” dia berjalan pergi dengan cepat.
“Kau mengenalnya?” Tanya Jieun.
“Ani. Tapi aku bertemu dengannya kemarin.” Jawab Jiyoung.
“Dia benar-benar cantik kan?
Tapi sifatnya agak mengganggu. Karena dia suka bicara.” Jiyoung tertawa.
“Geurae…dia memang teramat cantik.” Gumam Jieun.
“Dia Park Gyuri, mahasiswa di fakultas teater. Kenapa
sepertinya dia kesal padamu?” Tanya Seungho.
“Kemarin aku tak sengaja menabrak seorang pria. Karena dia
terlihat tua, aku panggil dia seongsaenim. Jadi gadis itu marah. Akhirnya aku
memanggilnya ajushi dan ternyata gadis itu masih marah. Jadi aku pergi saja…
mereka tampak aneh. Gadis itu marah, dan pria itu malah tertawa. Bukan aku kan yang gila?”
Seungho terbahak, “Kau memang tibak gila…”
“Sudah kubilang kebiasaanmu memanggil orang lain seenaknya
itu berbahaya. Tidak semua orang menyukainya.” Kata Jieun.
“Tapi kau harus lihat pria itu memang terlihat tua, dia
memang cocok dipanggil ajushi. Dia jauh diatas kita. Aku yakin sekali.” Jelas
Jiyoung dengan serius.
Seungho berhenti tertawa, “Itu pasti kekasih Gyuri eonni. Lee
Donghae. Dia memang diatas kita, dia sunbae yang sudah lulus 2 tahun lalu. Dia
dari fakultas tari, dia masih sering kesini, ke fakultas tari, kadang juga
dimintai bantuan mengajar.”
“Waahh…” Jiyoung ternganga.. “Jangan bilang kau itu anggota
klub penggosip disini Seungho-ah…Bagaimana kau bisa tahu semuanya.”
Seungho tertawa, “Ani… bukan seperti itu. Kemarin saat aku
melihat-lihat di fakultas teater, ada sekelompok gadis yang tak berhenti
membicarakan seluk beluk universitas ini pada mahasiswa-mahasiswa baru. Aku
hanya tak sengaja mendengarnya, karena memang volume mereka tidak pelan.” Jelas
Seungho.
Jiyoung mengangguk-angguk, seakan masih tak percaya dan
bersiap memergokinya suatu saat.
Sekarang Jiyoung berpisah dengan mereka, Jiyoung menuju
kelasnya, dan benar saja, dia melihat lelaki bernama Lee Donghae itu ada
disana. Sambil menunggu semua mahasiswa siap menerima pengajarannya, ia
memperagakan beberapa gerakan dengan alunan musik ceria untuk pagi yang cerah
ini.
Jiyoung terpanah melihatnya… dia rasa cara lelaki itu menari
tak pernah ia lihat, dan Jiyoung menyukainya, Jiyoung bisa merasakan ada sebuah
hati dalam setiap gerakan itu. Senyumnya seakan mengajak semua yang ada di
ruangan itu bergerak mengikutinya. Jiyoung benar-benar tertegun melihatnya.
Tiba-tiba Dia menghampiri Jiyoung dan membuatnya berdebar,
“Semua orang disini tersenyum, ada apa denganmu? Kau tak bisa merasakan
musiknya?” Donghae menarik tangan Jiyoung dan menyuruhnya menari di tengah
semuanya. Seketika kaki Jiyoung melemas, dia tak biasanya seperti ini.
Jiyoung membungkuk, “Jwe..jwesonghamnida”
Donghae hanya tersenyum. “Gwenchana. Kita mulai kelas hari
ini. Aku menggantikan prof. Kim yang berhalangan hari ini.”
***
“Ah… harusnya tadi aku menari saja.” Keluh Jiyoung saat
menghampiri Jieun yang sedang duduk bersama Seungho di kursi taman.
“Weyo?” Tanya Jieun.
“Tadi saat dikelas, Lee Donghae ajushi menyuruhku menari di
depan semuanya, tapi kakiku malah lemas… tak seperti biasanya.” Jelas Jiyoung.
“Bagaimana. Bisa?” Jieun tak habis pikir.
“Jangan bilang kau baru saja melihatnya menari.” Kata
Seungho.
“Geurae! Weyo?” Tanya Jiyoung heran.
“Semua orang memuja tariannya… banyak yang iri pada Park
Gyuri Sunbae karena bisa mendapatkan hatinya. Saat dia menjadi mahasiswa di
sini, para gadis mengejarnya.” Jelas Seungho.
“Jangan bilang kau baru mendengarnya dari klub tukang gossip
itu Seungho-ah….” Jiyoung menggelengkan kepalanya.
“Park Gyuri sunbae kan
memang cantik.” Jawab Jieun.
“Jadi intinya Jiyoung bisa saja juga terserang sihirnya.”
Jiyoung tersenyum kecut, “Sihir?”
Jieun tertawa, “Berarti bisa dibilang kau jatuh hati padanya
ya? Ajushimu itu?” godanya.
Jiyoung tertawa, “Ani!! Andweyo!! Aku hanya terpesona dengan
gerakannya.”
“Terserahlah.” Kata Jieun dan Seungho bersamaan.
“Ya! Sejak kapan kalian seakrab ini?” Jiyoung tak terima.
Tiba-tiba Jieun dan Seungho terdiam, “Weyo?” Tanya Jiyoung. Ada seseorang berdiri di
belakang Jiyoung.
Sadar ada sesuatu di belakangnya, Jiyoung berbalik dan
terperanjat, “Kevin eonni?”
Kevin mengernyit mendengar panggilan itu.
“Ah!” Jiyoung baru sadar dia sudah berbuat kurang ajar.
“Jwesonghamnida sunbaenim. Jwesonghamnida.”
Kevin dengan ekspresi yang masih sedikit tak terima tiba-tiba
menarik lengan Jiyoung, “Kajja!”
Jieun, Seungho dan mahasiswa lain yang melihat adegan ini
terkejut sekaligus terpana.
“Eodieyo?” Tanya Jiyoung juga terkejut.
Kevin tak menjawabnya, dia hanya membawa Jiyoung ke kafe
universitas. Sesampainya disana, semua mata juga tertuju pada pemandangan yang
tak lazim itu.
“Waegeurae?” Tanya Jiyoung untuk yang kesekian kalinya.
“Itu. Bisakah kau ambil sendiri?” Tanya Kevin sambil menunjuk
Seorang gadis yang duduk membelakangi mereka.
“Mworagoyo?” Tanya Jiyoung tak mengerti, ia agak tak nyaman
dengan ekspresi Kevin yang selalu dingin.
Kevin kali ini menunjuk sesuatu di tas gadis itu.
Jiyoung sudah melihatnya sekarang dan terkejut, “Bukankah itu
milikku?”
“Pagi tadi aku melihat benda itu terjatuh dan memungutnya.”
“Lalu? Bagaimana bisa ada di gadis itu? Kau memberikannya?
Apa kau tak punya inisiatif lain untuk menghadiahi seorang gadis?” Jiyoung
kesal.
“Asal kau tahu, aku sama sekali tak memberikan benda itu
kepada siapa-siapa. Gadis itu yang mengambilnya dariku.”
“Kalau begitu ambil sekarang dan berikan padaku. Kau harus
tanggung jawab, itu bukan gantungan biasa.”
“Mianhae, aku tak sanggup, karena itulah aku mengajakmu
kesini. Kau akan tahu alasanku setelah mengambilnya.”
Jiyoung masih tak mengerti dan kesal akhirnya terpaksa
menghampiri gadis itu, ia sudah tak tahan di perhatikan oleh
mahasiswa-mahasiswa itu.
“Silyehamnida. Apa benda ini benar milikmu? Kau dapatkan
darimana?” Tanya Jiyoung sambil menunjuk gantungan tasnya.
Gadis itu terkejut dan terlihat tersinggung, seakan Jiyoung
menuduhnya mencuri. Gadis itu baru sadar setelah berdiri dan melihat Kevin ada
di sana.
“Ya! Nuguya? Ini milikku. Untuk apa kau bertanya?” teriak
gadis berawajah tirus itu.
“Apa kau tak salah? Bukankah kau mengambilnya dari dia?”
Tanya Jiyoung sambil menunjuk Kevin. “Bisakah kau mengambalikannya sekarang?
Karena itu milikku?”
“Mwo? Apa maksudmu? Ini milikku sekarang. Ini milik Kevin nae
chagi untukku.”
Jiyoung tersenyum kecut mendengarnya, dia baru sadar bahwa
ternyata gadis ini hanyalah salah satu dari sekian banyak fans Kevin.
“Sunbae, dengarkan aku. Jika kau menyukai seseorang jangan
suka merebut miliknya. Apa kau yakin itu untukmu?”
Gadis itu tak terima dan marah, “Dasar mahasiswa baru!
Beraninya kau melawan sunbaemu? Sudah kubilang ini milikku!”
Jiyoung sudah tak sabar, sekarang dia mengambil paksa
gantungannya sambil berkata, “Ini bukan milikmu. Bukankah kau baru saja
merampasnya dari Kevin sunbae? Meski kau menyukai seseorang jagalah harga
dirimu.”
“Kau??” Gadis itu sudah tak bisa menahan amarahnya lagi dan
berniat meyangkan tamparannya.
“Mworago? Kau ingin menamparku hanya karena ini?” Jiyoung
tersenyum, “Berarti kau masih punya harga diri.”
Tiba-tiba Kevin menarik lagi lengan Jiyoung dan membawanya
kelura dari keramaian itu.
Jiyoung masih bersungut-sungut.
“Aku rasa itu keterlaluan.” Celetuk Kevin.
Jiyoung menatap Kevin, amarahnya sudah reda sekarang,
“Geurae, sepertinya itu memang keterlaluan. Tapi aku hanya tak suka pada
seorang gadis yang membodohi dirinya sendiri dengan hal konyol seperti itu.
Apalagi karena seorang lelaki. Itu sungguh menjelekkan kaum wanita aku rasa.”
Jelasnya.
Kevin hanya memperhatikannya. “Mianhae.”
“Weyo?”
“Aku tak langsung mengembalikannya padamu.”
“Gwenchana.”
“Kau sudah tahu alasannya kan? Aku berusaha menghindar dari
mendapatkan masalah dengannya.”
“Kau memang yang seterkenal yang dibicarakan. Sudahlah… yang
penting sekarang aku sudah mendapatkannya. Ini memang penting. Gomapseumnida,
untung saja eonni memungutnya.”
“Eonni?” Kevin kali ini tak bisa mengesampingkan keherannya.
Jiyoung terperanjat, dia baru sadar dengan apa yang dia katakan,
Jiyoung tersenyum merasa bersalah, “Mianhae sunbae.”
Setelah sunyi sejenak, akhirnya Kevin pergi. Jiyoung terus
melihatnya dan memperhatikannya. “Dia memang cantik kan? Apa aku salah? Tapi dia aneh… bukankah
barusan itu adegan yang melibatkan perasaan? Tapi kenapa wajahnya tetap
dingin?” gumamnya.
***
Sudah dua bulan lamanya Jiyoung di universitas kesayangannya
itu. Saat ini dia tengah dibuat bingung dengan perasaannya. Jieun
memberitahunya bahwa itu perasaanya untuk Lee Donghae sebagai seorang wanita
pada lelaki bukan perasaan murid dengan guru lagi.
Jiyoung tak bisa menerimananya, ia terus menolak. Meski
cirri-ciri yang dibicarakan Jieun dan yang ia rasakan memang sama. Ia tetap
menolak, ia pikir ia gila karena menyukai gurunya.
Bahkan Seungho sudah memberi peringatan pada Jiyoung agar tak
terlibat masalah dengan Park Gyuri, ini makin membuat Jiyoung bingung.
“Benarkah aku menyukainya? Bukankah dia itu ajushi?” Jiyoung
bergumam sambil mengerutkan alisnya.
“Ya!” kau jadi sering melamun akhir-akhir ini.” Tanya Seungho
sambil menghampiri Jiyoung yang sedang duduk di kursi taman universitas.
“Jangan bilang karena masalah Lee Donghae.”
“Ya! Sudah kubilang jangan bahas hal itu lagi. Sudah cukup
masalah sebulan lalu itu…” Jiyoung menunduk.
Seungho duduk disebelah Jiyoung, “Tapi harus diakui
tersebarnya gossip kau merampas Kevin Sunbae dari para fansnya itu memang
menggemparkan.” Seungho tertawa.
“Untung saja bulan ini aku tak lagi harus menanggung masalah
itu. Jadi jebal… jangan tambah masalahku.”
“Siapa suruh kau melakukan itu pada Nicole Sunbae? Semua
orang tahu dia fans nomor satu Kevin Sunbae. Tapi aku masih heran, bagaimana berita
itu bisa surut dengan cepat ya?”
“Ya! Yoo Seungho! Sudah kubilang jangan ungkit masalah itu
lagi!!!” Jiyoung kesal.
Seungho mengangguk-angguk sambil menahan tawa, “Ara… ara…
maka dari itu sekarang jangan cari masalah dengan Park Gyuri sunbae.”
Jiyoung diam saja, dia sadar dia tak bisa melupakan bahwa apa
yang dirasakannya sama dengan cirri-ciri yang disebutkan Jieun.
Tiba-tiba si tokoh permasalahan malah menghampiri mereka dan
membuat Jiyoung salah tingkah, “Anyeong haseyo.” Sapa Donghae sambil
menghampiri Jiyoung.
“Anyeong haseyo.” Balas Seungho dan Jiyoung bersamaan sambil
berdiri dari duduk mereka.
“Kang Jiyoung, bisa kau ikut aku sekarang?” Tanya Donghae
dengan senyum manisnya yang bisa membuat Jiyoung lumpuh seketika.
Seungho melirik Jiyoung seakan juga bisa merasakan yang
dirasakan Jiyoung sekarang.
Jiyoung sendiri tak bisa menolaknya meski dia butuh untuk
menghindari Donghae. “Ne.” jawab Jiyoung akhirnya.
Ternyata Donghae mengajak Jiyoung ke studio tari tempat
mahasiswa berlatih, namun saat ini tempat itu sedang sepi, tak ada seorang pun
disana kecuali Jiyoung dan Donghae.
“Kang Jiyoung, bisa kau ulangi gerakanmu tadi pagi?” Tanya
Donghae tiba-tiba.
“Gerakan?”
“Geurae, Gerakan yang kau lakukan disini saat belum ada yang
datang.”
Jiyoung terkejut, pagi tadi dia memang melatih sesuatu, namun
dia sama sekali tak tahu ada orang yang melihatnya. “Mworagoyo? Ajushi
melihatnya?” Jiyoung sadar dia salah bicara lagi, “Ehm..maksudku, Songsaenim
melihatnya?”
Donghae mengangguk sambil tersenyum mendengarnya, “Sudah
kubilang panggil saja aku sunbae.”
“Ah, ne, Donghae sunbaenim.” Jiyoung menunduk minta maaf.
“Perlihatkan saja.” Perintah donghae masih tersenyum.
“Haruskah?” Tanya Jiyoung.
Donghae mengangguk.
Akhirnya Jiyoung terpaksa melakukannya di depan Donghae
sendirian. Meski pun saat ini hatinya tak karuan.
Donghae memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Jiyoung
dia berdecak kagum. “Bisakah kau memberitahuku bagaimana kau menciptakan gerakan
itu?”
“Ehm… aku iseng membuatnya. Aku hanya main-main.” Jelas
Jiyoung.
“Untuk apa kau main-main dengan gerakan seindah itu. Jadi
bagaimana nanti jika kau menciptakan gerakan dengan serius?”
Jiyoung berdebar mendengar.
“Bukankah kau memasukan gerakan tradisional didalamnya?”
“Geurae Ajushi. Ah… Sunbaenim.” Jiyoung menunduk.
“Aku suka gerakanmu. Aku suka melihatmu menari. Karena kau
melakukannya deng…” perkataan Donghae terpotong oleh Jiyoung.
“Dengan Hati.”
Donghae makin kagum, “Geuraeso. Hati… aku bisa merasakan
ungkapan hatimu dari setiap gerakanmu.”
“Aku mencontohnya darimu.” Jawab Jiyoung jujur.
“Aku?”
Jiyoung mengangguk. “Aku juga suka melihatmu menari, kau
membuat orang lain ingin menari bersamamu.”
Donghae tertawa, “Kenapa baru muncul sekarang mahasiswa tari
sepertimu Kang Jiyoung?”
“Apa aku sebagus itu?”
Donghae menggeleng, “Kau butuh sentuhan terakhir.” Tiba-tiba
Donghae memegang kedua lengan Jiyoung dari belakang dan mengajarinya suatu
gerakan.
Jiyoung mengikutinya merasakan hatinya telah menyatu dengan
Donghae saat mereka menari bersama.
“Ingat, ini kelemahanmu, kau sulit menggunakan hatimu saat
melakukan gerakan ini. Apa ini sulit?”
“Ani, tapi tulang keringku pernah cedera saat aku kecil, jadi
aku kesulitan melakukan gerakan itu.” Jelasnya.
“Itu bisa diatasi.” Jawab Donghae. “Datanglah padaku saat
kaui membutuhkan sesuatu. Aku yakin aku sangat bersedia memberimu privat.”
Jiyoung melebur dalam kesenangannya, entah mengapa hatinya
tak terasa berat lagi, saat Donghae bicara itu semua dan mengajarinya setiap
gerakan.
“Jeongmal? Gomapseumnida Ajushi! Jeongmal gomapseumnida!”
kata Jiyoung senang. Lalu segara menutup mulutnya karena dia salah bicara lagi.
Donghae hanya tersenyum melihatnya.
***
“Jieun-ah..” gumam Jiyoung saat berada di flatnya.
“Waeyo? Kau benar-benar jatuh hati pada Ajushimu kan?” Tanya Jieun lembut
sambil menghisap coklat panasnya, ia terlihat kedinginan.
Jiyoung mengangguk, tapi dia tak berani, dia masih tak yakin.
Akhirnya dia bicara, “Mengapa dia harus sebaik
itu. Bisa-bisa aku jatuh hati sungguhan.”
“Lalu apa itu salahmu?”
“Tentu saja bukan. Tapi gadis mana
yang mau bermasalah dengan Gyuri Sunbaenim?” Jiyoung melompat ke tempat
tidurnya dan meraih selimutnya, malam ini memang semakin dingin, musim gugur
akan segera pergi.
“Itulah sulitnya cinta.”
“Hah!! Sudahlah jangan bahas itu
lagi.”
Mereka bersiap tidur. Namun setelah
30 menit Jiyoung berkutat dengan selimutnya, Jiyoung tetap tak bisa tertidur.
Akhirnya dia mengambil jaketnya dan membuka pintu flatnya.
Udara dingin menusuk kulit wajahnya,
tapi Jiyoung berpikir setelah jalan-jalan sebenatar, mungkin dia akan bisa
tertidur. Dia terus memikirkan Donghae, meskipun hati kecilnya ingin dia
menghindar.
Jiyoung berjalan kea rah kiri
flatnya, namun dia melihat sesosok lelaki yang sedang berjalan ke arahnya di
seberang jalan. Setelah dekat, Jiyoung mengenalinya sebagai Kevin.
“Ah? Eonni baru pulang?” Tanya
Jiyoung santai, dia tak sadar sudah salah bicara.
Kevin melihatnya dengan ekspresi
dinginnya seperti halnya dinginnya malam ini.
Merasa tak dihiraukan Jiyoung juga
meneruskan langkahnya. “Dasar lelaki cantik aneh.” Gumamnya sangat pelan.
Baru beberapa langkah Jiyoung
berjalan, dia tersandung sesuatu dan terjatuh. Kevin yang masih dalam jangkauan
pendengaran langsung berlari dan mengahmpiri Jiyoung.
“Apa yang sebenarnya sedang kau
lakukan malam-malam begini?” tanyanya pada Jiyoung.
Jiyoung tak menjawabnya, dia malah
kesal karena Kevin tak menolongnya berdiri tapi malah terdengar seperti
memarahi. Jiyoung pun berusaha berdiri dengan usahanya sendiri, tapi tiba-tiba
tulang keringnya yang pernah cedera terasa sakit sekali. Jiyoung memanik, ia
takut ia tak bisa menari lagi, padahal besok adalah hari ujian percobaannya.
Akhirnya Jiyoung terjatuh lagi.
Kali ini Kevin membantunya, tapi
Jiyoung tetap tak kuat berdiri.
“Waegeurae?” Tanya Kevin.
“Kakiku…” Jawab Jiyoung sambil
menahan sakitnya.
“Apa kau punya es batu?” Tanya
Kevin.
“Mwo Es batu?” Jiyoung makin kesal,
mengapa Kevin malah menanyakan es batu disaat seperti ini. “Kau kira aku punya
lemari pendingin? Lagipula untuk apa menyimpan es batu di cuaca yang sedingin
ini?” Jiyoung terdengar benar-benar kesal, di tambah lagi Jiyoung muak melihat
wajah dingin Kevin.
Tiba-tiba Kevin menggendong Jiyoung
dengan kedua lengannya dan membawanya ke flatnya.
“Ya! Apa yang kau lakukan?” Tanya
Jiyoung makin kesal. “Kenapa kau selalu bertingkah aneh eonni?”
Kevin mendudukkan Jiyoung di tempat
tidurnya dan mengambil es batu di lemari pendinginya. “Bagian mana yang sakit?”
Jiyoung dengan agak bingung hanya
menunjuk tulang kering kaki kanannya. Seketika Kevin mengompresnya dengan es
batu itu. Jiyoung langsung menggigil kedinginan. “Apa yang kau lakukan eonni?”
jerit Jiyoung.
“Ini bisa menghilangkan sakitnya
untuk sementara. Besok pagi kau masih bisa ikut ujian percobaan. Baru setelah
itu kau pergilah ke rumah sakit.”
Jiyoung ternganga. Dia tak mengira
Kevin bisa melakukan hal semacam ini. “Bagaimana kau tahu eonni?” Tanya Jiyoung
heran setengah mati.
“Kita satu universitas, kau lupa?”
kali ini Kevin mendongak menatap Jiyoung.
“Tapi…” Jiyoung tak bisa meneruskan
perkataannya. Dia terlalu kedinginan.
Tiba-tiba Kevin mengambil selimutnya
yang tebal itu dan memakaikannya ke seluruh tubuh Jiyoung. “Tahan sebentar.”
Katanya.
Jiyoung sudah tertolong, dia
sekarang sibuk memperhatikan Kevin yang dia pikir sangat aneh. “Eonni!” panggil
Jiyoung. Dan anehnya Kevin mendongak. “Apa kau sakit? Atau salah minum obat?”
Kevin tak menjawab apa-apa. Jiyoung
tahu dia tak mengerti.
“Kau… lakukan ini semua, apa ini
benar-benar dirimu? Apa kau tak sedang sakit jadi melakukan hal yang seharusnya
tak biasa kau lakukan?”
“Diamlah!” kata Kevin lalu berdiri
dan membuka selimutnya yang ada di tubuh Jiyoung. “Kau bisa pulang.”
“Ah? Sudah?” Tanya Jiyoung.
“Cobalah berdiri.”
“Ah, sakitnya hilang. Kakiku
ringan.”
“Cepat tidur ini sudah larut.” Kata
Kevin sambil membuka pintu flatnya.
“Ah… geurae… tapi kenapa flatmu
lebih hangat ya? Flatku penghangatnya rusak. Pasti kau bisa tidur nyenyak eonni.”
Celoteh Jiyoung sambil berjalan keluar.
Segera setelah Kevin menutup
pintunya Jiyoung memanggilnya, “Ah! Kevin Eonni!”
Kevin membuka lagi pintunya dengan
pandangan penuh Tanya.
“Gomawoyo..” Jiyoung membungkukan
badannya beberapa kali, “Jeongmal gomawoyo.” Jiyoung tersenyum.
Kevin tak menggubrisnya tapi menutup
pintunya lebih cepat.
“Hah… orang itu selalu aneh.” Gumam
Jiyoung.
***
Pagi ini lagi-lagi Jiyoung kuwalahan
menghadapi kebaikan Donghae. Jiyoung sempat melamun saat Donghae bicara dengan
manis di depannya, “Jiyoung-ah.. gwenchanayo?”
Jiyoung segera mengangguk,
“Gwenchana.. Gwenchana ajushi..”
“Ajushi? Lagi?” Donghae menggodanya.
“Ah! Geurae.. Sunbaenim.” Kata
Jiyoung cepat.
“Aku percaya padamu!” Donghae
tersenyum lalu mengepalkan kedua tangannya dan berkata dengan semangat,
“Hwaiting!”
Jiyoung senyum dengan terpaksa dan
mengangguk.
Akhirnya Jiyoung pun menjalani ujian
percobaannya dengan lancer. Dia sangat bersyukur, kakinya tak terasa sakit.
Setelah ujian Jiyoung bergegas ke
rumah sakit, namun di depan gerbang universitas sebuah mobil berwarna merah tua
berhenti, “Jiyoung-ah… kajja!” Donghae menyuruh Jiyoung masuk ke dalam
mobilnya.
“Tapi… bukankah ini waktunya sunbae
menjemput Gyuri sunbae?”
“Ani, hari ini dia tak ada kelas.
Kajja! Jangan sungkan.”
Jiyoung sebenarnya hanya ingin
berlari menghindar namun Donghae malah menariknya masuk dengan halus, Jiyoung
jadi sulit menolaknya.
“Sebelum aku mengantarmu pulang, aku
ingin mengajakmu ke suatu tempat.”
“Mwo? Eodiso?” Jiyoung terlupa akan
rencananya ke rumah sakit.
Ternyata donghae mengajaknya ke
taman bermain. “Apa kau sering ke tempat seperti ini?”
“Ani, tidak sesering itu. Hanya saat
Appaku bersedia mengantar.” Jawab Jiyoung.
“Kalau begitu anggap ini hadiah
untukmu yang sudah berhasil melalui ujian percobaan.” Kata Donghae sambil
membukakan pintu mobil untuk Jiyoung dan mengajaknya ke loket.
“Bukankah ini masih ujian percobaan?
Ini belum ujian utama.” Jawab Jiyoung.
“Manusia tak dilarang menghibur diri
sesekali.” Jawab Donghae sambil tersenyum dan menarik lengan Jiyoung masuk ke
dalam taman bermain setelah membeli tiket.
“Jadi, apa favoritmu?” Tanya Donghae
setelah berada di dalam.
“Kau ingin jawaban jujur. Tiketnya
bisa jadi paling mahal.” Kata Jiyoung. Entah mengapa ia mulai terbiasa dengan
keadaan ini. Kenyataannya dia merasa senang bisa bersama Donghae seperti ini,
Jiyoung seakan lupa semua masalah dibelakang yang bisa ia jumpai jika melakukan
ini semua.
“Malhaebwa!”
“Jet Coaster!!!” teriak Jiyoung
sambil menarik lengan Donghae kea rah wahana itu.
“Tak masalah.” Jawab Donghae sambil
berlari menyamai langkah Jiyoung.
Mereka menghabiskan waktu bersama
menaiki hampir semua wahana yang ada. Bahkan mereka makan bersama dan berfoto
bersama. Jiyoung merasa benar-benar bahagia.
Jiyoung berpikir mungkin dia memang
menyukai Donghae sebagai lelaki, bukan sebagai guru yang mengajarinya. Jiyoung
tak henti-hentinya memperhatikan Donghae yang begitu menyenangkan baginya.
“Bagaimana
aku bisa menghindar jika dia sebaik ini?” batin Jiyoung.
“Lihat ini! Kau sangat jelek!” kata
Donghae saat mereka berjalan bersama menuju tempat mobil Donghae di parkir
sambil menunjuk hasil foto mereka.
“Ya! Ajushi! Kau bilang aku apa?”
teriak Jiyoung sambil mengejar Donghae yang berlari.
“Jelek!”
“Ucapkan sekali lagi!”
“J-E-L-E-K!!!”
“Ya! Ajushi! lalu wajah siapa yang
mengerikan di sebelahku itu?” Jiyoung tak bisa marah dan hanya bisa tertawa.
Begitu juga dengan Donghae. Dia masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu.
Langit sudah mulai gelap. Mereka
berdua menikmati perjalanan mereka itu. Di sepanjang jalan mereka masih
bercanda ria, tak henti-hentinya.
“Aku kira kau pria baik-baik ajushi!
Ternyata kau gila!” kata Jiyoung.
“Apa yang kurang baik dariku?” Tanya
Donghae.
“Lihatlah caramu bicara dan berlari,
kau seperti tetanggaku yang berumur 10 tahun.” Jelas Jiyoung. “Kau tak sedewasa
yang aku kira.”
“Tak sedewasa seperti yang kau
kira?” Donghae mengulanginya.
Jiyoung mengangguk mantap, “Geurae!”
Tiba-tiba Donghae menepikan mobilnya
dan membuat Jiyoung terkejut, “Ajushi waegeurae?”
Tiba-tiba Donghae membuka sabuk
pengamannya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jiyoung dengan cepat. Mata mereka
bertatapan sangat lama, mungkin mereka hanya berjarak 1 cm. Jiyoung benar-benar
berdebar saat ini. Dia tak tahu apa yang harus ia lakukan dan tak ingin tahu
apa yang akan terjadi selanjutnya. Jiyoung menahan nafasnya.
Donghae menutup matanya dan membuat
gerakan seakan akan mencium Jiyoung. Jiyoung terbelalak dan membeku. Namun saat
bibir Donghae dan Jiyoung hanya berjarak 1 mm, Donghae kembali ke posisi
duduknya dengan terbahak.
“Lihat gadis kecil ini!” Donghae
benar-benar terbahak.
Hati Jiyoung mencelos. Dia melirik
Donghae tajam. “Michyeo ajushi!” kata Jiyoung. “Cepat antar aku pulang!”
Jiyoung takut jika Donghae bisa mendengar degupan jantungnya yang terlalu keras
itu. Jiyoung sekarang sedang takut akan semakin menyukai Donghae.
***
Jiyoung mencari Jieun di fakultas musik
hari ini. Jiyoung harus segera meminta kunci flat yang dibawa Jieun, dia harus
membawa dompetnya yang tertinggal di dalam flat untuk pergi ke rumah sakit.
Saat ini kakinya benar-benar sakit bukan main.
Tiba-tiba Jiyoung berhenti saat
melewati sebuah ruangan yang berisi piano. Ada yang memainkannya. Jiyoung mendengar tiga
lelaki yang melewatinya bicara, “Dengar! Kevin menciptakan lagu baru lagi.
Pasti sebentar lagi fansnya heboh.”
Benar saja Jiyoung mendengar suara
lembut yang begitu menenangkan hati, tapi begitu Jiyoung mengerti maksud lagu
itu, dia bisa merasakan kesedihannya. Baru kali ini Jiyoung mendengar Kevin
bernyanyi. Jiyoung mendengarnya dengan jelas.
Somebody take me away
Somebody take me away
Somebody take me away
Couse I can’t take this pain
TO BE CONTINUED.........

Tidak ada komentar:
Posting Komentar