Halaman

Sabtu, 10 Maret 2012

[FANFIC] Invisible Love (part 1)



Main Cast:
Kang Jiyoung
Kevin Woo
Lee Donghae

Support Cast:
Lee Jieun (IU)
Park Gyuri
Yoo Seungho

Cameo:
Jung Nicole

Jiyoung berjalan dengan semangat. Ini hari pertamanya di universitas setelah masa ospek. Ya, sekarang dia berdiri di sebuah universitas seni. Ia mengambil jurusan seni tari. Inilah yang diinginkannya sejak dulu, ia sudah meyakinkan keluarganya bahwa inilah kemampuan dan minatnya, dia sedang dalam langkah pertamanya untuk bisa membuktikan pada orang tuanya dan sukses dengan jalan yang ia pilih sendiri.
Jiyoung melihat senior-seniornya yang sedang berkumpul dan mencoba materi yang sudah mereka peroleh. Diantaranya mencoba gerakan tari yang Jiyoung rasa sangat keren. Inilah alasannya mengapa ia menolak mentah-mentah tawaran appanya untuk masuk ke universitas kedokteran yang menurut Jiyoung menyeramkan itu. Jiyoung tidak menyukai dunianya yang sekarang, dia mencintainya.
Jiyoung mengelilingi universitas itu sepuas mungkin, ia bahkan tak bisa menghentikan senyumnya. Ia jadi terlihat sedang tersenyum pada semua orang. Jiyoung agak heran saat tiba-tiba semua orang yang berpapasan dengannya tersenyum padanya.
Jiyoung sampai di fakultasnya. Ia melihat gedung itu dari ujung ke ujung lainnya. Dia terlihat sangat puas dan mantap dengan keputusannya. Dia memasuki gedung itu semua orang didalamnya terlihat sangat percaya diri memperagakan setiap gerakan. Dia juga sangat senang saat melewati ruangan latihan. Dia bergumam senang saat melihat kaca disekeliling dinding ruang itu.
Setelah dia merasa puas, dia berniat menuju kafe universitas untuk menemui satu-satunya teman yang ia miliki saat ini. Namun sebelum sampai di gerbang fakultas, Jiyoung menabrak seseorang dan langsung meminta maaf, “Jwe..jwesonghamnida seongsaenim…” katanya melihat pria yang dia pikir seorang pengajar itu.

Lelaki itu melihat Jiyoung dengan pandangan heran namun tersenyum, “Gwenchana.”
“Mwo? Seongsaenim?” Tanya seorang gadis cantik bukan main dibelakangnya. “Apa dia terlihat seperti seorang seongsaenim bagimu?”
“Ah?” Jiyoung bingung, “Jwesonghamnida ajushi..” Jiyoung membungkuk lalu segera pergi.
Lelaki itu tertawa tapi gadis disebelahnya tampak begitu tak suka. “Aku berani jamin gadis itu mahasiswa baru disini. Dia belum tahu siapa kau chagiya…”
Jiyoung sudah sampai di kafe sekarang, dia melihat Jieun disana duduk menunggunya, “Jieun-ah!” sapa Jiyoung sambil duduk dihadapan Jieun.
Lee Jieun adalah temannya sejak ia masih di sekolah dasar. Sekarang mereka adalah teman sekamar. Jiyoung tinggal di sebua flat sederhana dekat universitas. Itu karena rumahnya terlalu jauh dari universitas, jadi Appanya menyewakan flat itu untuk ditinggali bersama Jieun.
“Kau terlihat sangat senang. Jadi ini semua persis semua impianmu kan?” taya Jieun dengan halusnya. Itulah karakternya, gadis lembut yang murah senyum.
“Geurae!! Geurae!! Ini mimpi yang jadi kenyataan.” Kata Jiyoung lalu meminum the lemon milik Jieun, “Dan kau? Bagaimana dengan fakultas musikmu itu?”
“Semua akan terasa menyenangkan jika kau menganggapnya begitu.” Jieun menjawab sambil tersenyum.
“Kau selalu bisa merangkai kata-kata. Cobalah untuk menulis lagu pasti indah..” kata Jiyoung semangat.
Tiba-tiba “Boleh aku bergabung?” Tanya seorang lelaki sambil membawa secangkir kopi.
Jiyoung dan Jieun melihat sekitar dan menemukan semua kursi memang sudah penuh. Akhirnya mereka mengangguk bersamaan.
“Kamsahaeyo.” Kata lelaki itu.
“Kau juga mahasiswa baru?” Tanya Jiyoung.
“Ne, aku dari fakultas teater.” Lelaki itu mengulurkan tangannya, “Yoo Seungho imnida.” Jiyoung menjabatnya. “Kang Jiyoung imnida”
Lalu lelaki bernama Seungho itu mengulurkan tangan ke arah Jieun, “Lee Jieun imnida.”
Tiba-tiba seisi kafe gaduh. Para gadis disana sibuk berbisik dengan teman-temannya saat seseorang masuk.
Jiyoung mendengar gadis dibelakangnya berbisik, “Itu dia… dia Kevin oppa. Tidak rugi aku masuk ke universitas ini. Dia memang setampan yang dikabarkan.” Jiyoung tersenyum kecut.
Jiyoung juga mendengar, “Lihat… gadis-gadis mahasiswa baru itu pasti meributkan Kevin kita…. Awas saja mereka.” Jiyoung mengenali mereka sebagai senior di universitas itu.
“Kenapa sepertinya aku pernah melihatnya ya? Tapi dimana?” gumam Jiyoung.
“Sepertinya dia populer ya?” kata Jieun.
“Aku dengar dari gadis-gadis debelakangku berusan, dia seperti seorang artis di universitas ini terutama di fakultas musik. Kevin Woo, lelaki kelahiran New Jersey, Amerika.” Bisik Seungho.
“Eonni secantik itu bagaimana bisa jadi popular sebagai lelaki?” celetuk Jiyoung.
“Eonni?” Seungho heran.
“Dia memang selalu memanggil orang lain seenaknya.” Jawab Jieun.
“Tapi benar kan? Lihat saja jika dia dilahirkan sebagai perempuan, pasti para pria menyerbunya.” Kata Jiyoung membela diri.
Jieun dan Seungho tertawa mendengarnya.
“Sudah hentikan… dia bisa mendengar kita.” Kata Jieun menahan tawanya.
“Bagaimana lelaki bisa secantik itu? Bagaimana bisa semua gadis disini menyebutnya tampan, bukankah aura gadisnya lebih terasa?” Jiyoung tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
Jieun segera menempelkan telunjuknya di bibirnya menyuruh Jiyoung diam.
Jiyoung dan Seungho hanya bisa menahan tawa saat Lelaki bernama Kevin itu melewati mereka.
***

Pagi ini Jiyoung dan Jieun dengan semangat keluar dari flat mereka dan bersiap menuju universitas. Jieun melangkah mendahului Jiyoung yang menoleh ke seberang jalan, di daerah ini memang terdapat banyak flat sejenis yang ditinggali mahasiswa. Seorang lelaki keluar dari flat yang berada tepat di depan flat Jiyoung.
“Benarkan…. Aku memang pernah melihatnya.” Kata Jiyoung pelan.
“Nugu?” Tanya Jieun.
“Kevin eonni itu.” Jawab Jiyoung sambil menunjuk Kevin yang sedang berjalan di seberang jalan dengan lirikan matanya.
Jieun tersenyum mendengar sebuat Eonni itu. “Sudahlah, jangan suka mengomentari orang lain seenaknya seperti itu.”
“Kenapa kau tak bersamanya saja setiap pagi? Bukankah kalian satu fakultas? Pasti gadis-gadis iri padamu yang bisa tinggal sedekat ini dengannya.” Jiyoung terkikik.
“Sst diamlah.” Kata Jieun. “Ayo cepat!”
Jiyoung hanya menahan tawa. Dia sama sekali tak sadar sedari tadi Kevin mengamatinya, untung saja dia tak bisa mendengar percakapan Jiyoung. Kevin melihat sesuatu terjatuh dari tas Jiyoung.
Saat sampai di universitas, Seungho menghampiri mereka, sepertinya mereka mulai menemukan teman baru.
“Sebenarnya kau tinggal dimana? Apa dekat dari sini? Aku lihat kau juga berjalan kaki.” Tanya Jiyoung.
“Geurae rumahku memang dekat dari sini.” Jawab Sdungho.”
Tiba-tiba Jiyoung tertabrak seseorang. “Aigo!” teriak gadis itu. Jiyoung menoleh, ia mengenalinya sebagai gadis yang bersama dengan pria yang ia temui kemarin.
Tanpa minta maaf, gadis itu justru kesal melihat Jiyoung, “Gadis ini lagi? Huft..” dia berjalan pergi dengan cepat.
“Kau mengenalnya?” Tanya Jieun.
“Ani. Tapi aku bertemu dengannya kemarin.” Jawab Jiyoung. “Dia benar-benar cantik kan? Tapi sifatnya agak mengganggu. Karena dia suka bicara.” Jiyoung tertawa.
“Geurae…dia memang teramat cantik.” Gumam Jieun.
“Dia Park Gyuri, mahasiswa di fakultas teater. Kenapa sepertinya dia kesal padamu?” Tanya Seungho.
“Kemarin aku tak sengaja menabrak seorang pria. Karena dia terlihat tua, aku panggil dia seongsaenim. Jadi gadis itu marah. Akhirnya aku memanggilnya ajushi dan ternyata gadis itu masih marah. Jadi aku pergi saja… mereka tampak aneh. Gadis itu marah, dan pria itu malah tertawa. Bukan aku kan yang gila?”
Seungho terbahak, “Kau memang tibak gila…”
“Sudah kubilang kebiasaanmu memanggil orang lain seenaknya itu berbahaya. Tidak semua orang menyukainya.” Kata Jieun.
“Tapi kau harus lihat pria itu memang terlihat tua, dia memang cocok dipanggil ajushi. Dia jauh diatas kita. Aku yakin sekali.” Jelas Jiyoung dengan serius.
Seungho berhenti tertawa, “Itu pasti kekasih Gyuri eonni. Lee Donghae. Dia memang diatas kita, dia sunbae yang sudah lulus 2 tahun lalu. Dia dari fakultas tari, dia masih sering kesini, ke fakultas tari, kadang juga dimintai bantuan mengajar.”
“Waahh…” Jiyoung ternganga.. “Jangan bilang kau itu anggota klub penggosip disini Seungho-ah…Bagaimana kau bisa tahu semuanya.”
Seungho tertawa, “Ani… bukan seperti itu. Kemarin saat aku melihat-lihat di fakultas teater, ada sekelompok gadis yang tak berhenti membicarakan seluk beluk universitas ini pada mahasiswa-mahasiswa baru. Aku hanya tak sengaja mendengarnya, karena memang volume mereka tidak pelan.” Jelas Seungho.
Jiyoung mengangguk-angguk, seakan masih tak percaya dan bersiap memergokinya suatu saat.
Sekarang Jiyoung berpisah dengan mereka, Jiyoung menuju kelasnya, dan benar saja, dia melihat lelaki bernama Lee Donghae itu ada disana. Sambil menunggu semua mahasiswa siap menerima pengajarannya, ia memperagakan beberapa gerakan dengan alunan musik ceria untuk pagi yang cerah ini.
Jiyoung terpanah melihatnya… dia rasa cara lelaki itu menari tak pernah ia lihat, dan Jiyoung menyukainya, Jiyoung bisa merasakan ada sebuah hati dalam setiap gerakan itu. Senyumnya seakan mengajak semua yang ada di ruangan itu bergerak mengikutinya. Jiyoung benar-benar tertegun melihatnya.
Tiba-tiba Dia menghampiri Jiyoung dan membuatnya berdebar, “Semua orang disini tersenyum, ada apa denganmu? Kau tak bisa merasakan musiknya?” Donghae menarik tangan Jiyoung dan menyuruhnya menari di tengah semuanya. Seketika kaki Jiyoung melemas, dia tak biasanya seperti ini.
Jiyoung membungkuk, “Jwe..jwesonghamnida”
Donghae hanya tersenyum. “Gwenchana. Kita mulai kelas hari ini. Aku menggantikan prof. Kim yang berhalangan hari ini.”
***

“Ah… harusnya tadi aku menari saja.” Keluh Jiyoung saat menghampiri Jieun yang sedang duduk bersama Seungho di kursi taman.
“Weyo?” Tanya Jieun.
“Tadi saat dikelas, Lee Donghae ajushi menyuruhku menari di depan semuanya, tapi kakiku malah lemas… tak seperti biasanya.” Jelas Jiyoung.
“Bagaimana. Bisa?” Jieun tak habis pikir.
“Jangan bilang kau baru saja melihatnya menari.” Kata Seungho.
“Geurae! Weyo?” Tanya Jiyoung heran.
“Semua orang memuja tariannya… banyak yang iri pada Park Gyuri Sunbae karena bisa mendapatkan hatinya. Saat dia menjadi mahasiswa di sini, para gadis mengejarnya.” Jelas Seungho.
“Jangan bilang kau baru mendengarnya dari klub tukang gossip itu Seungho-ah….” Jiyoung menggelengkan kepalanya.
“Park Gyuri sunbae kan memang cantik.” Jawab Jieun.
“Jadi intinya Jiyoung bisa saja juga terserang sihirnya.”
Jiyoung tersenyum kecut, “Sihir?”
Jieun tertawa, “Berarti bisa dibilang kau jatuh hati padanya ya? Ajushimu itu?” godanya.
Jiyoung tertawa, “Ani!! Andweyo!! Aku hanya terpesona dengan gerakannya.”
“Terserahlah.” Kata Jieun dan Seungho bersamaan.
“Ya! Sejak kapan kalian seakrab ini?” Jiyoung tak terima.
Tiba-tiba Jieun dan Seungho terdiam, “Weyo?” Tanya Jiyoung. Ada seseorang berdiri di belakang Jiyoung.
Sadar ada sesuatu di belakangnya, Jiyoung berbalik dan terperanjat, “Kevin eonni?”
Kevin mengernyit mendengar panggilan itu.
“Ah!” Jiyoung baru sadar dia sudah berbuat kurang ajar. “Jwesonghamnida sunbaenim. Jwesonghamnida.”
Kevin dengan ekspresi yang masih sedikit tak terima tiba-tiba menarik lengan Jiyoung, “Kajja!”
Jieun, Seungho dan mahasiswa lain yang melihat adegan ini terkejut sekaligus terpana.
“Eodieyo?” Tanya Jiyoung juga terkejut.
Kevin tak menjawabnya, dia hanya membawa Jiyoung ke kafe universitas. Sesampainya disana, semua mata juga tertuju pada pemandangan yang tak lazim itu.
“Waegeurae?” Tanya Jiyoung untuk yang kesekian kalinya.
“Itu. Bisakah kau ambil sendiri?” Tanya Kevin sambil menunjuk Seorang gadis yang duduk membelakangi mereka.
“Mworagoyo?” Tanya Jiyoung tak mengerti, ia agak tak nyaman dengan ekspresi Kevin yang selalu dingin.
Kevin kali ini menunjuk sesuatu di tas gadis itu.
Jiyoung sudah melihatnya sekarang dan terkejut, “Bukankah itu milikku?”
“Pagi tadi aku melihat benda itu terjatuh dan memungutnya.”
“Lalu? Bagaimana bisa ada di gadis itu? Kau memberikannya? Apa kau tak punya inisiatif lain untuk menghadiahi seorang gadis?” Jiyoung kesal.
“Asal kau tahu, aku sama sekali tak memberikan benda itu kepada siapa-siapa. Gadis itu yang mengambilnya dariku.”
“Kalau begitu ambil sekarang dan berikan padaku. Kau harus tanggung jawab, itu bukan gantungan biasa.”
“Mianhae, aku tak sanggup, karena itulah aku mengajakmu kesini. Kau akan tahu alasanku setelah mengambilnya.”
Jiyoung masih tak mengerti dan kesal akhirnya terpaksa menghampiri gadis itu, ia sudah tak tahan di perhatikan oleh mahasiswa-mahasiswa itu.
“Silyehamnida. Apa benda ini benar milikmu? Kau dapatkan darimana?” Tanya Jiyoung sambil menunjuk gantungan tasnya.
Gadis itu terkejut dan terlihat tersinggung, seakan Jiyoung menuduhnya mencuri. Gadis itu baru sadar setelah berdiri dan melihat Kevin ada di sana.
“Ya! Nuguya? Ini milikku. Untuk apa kau bertanya?” teriak gadis berawajah tirus itu.
“Apa kau tak salah? Bukankah kau mengambilnya dari dia?” Tanya Jiyoung sambil menunjuk Kevin. “Bisakah kau mengambalikannya sekarang? Karena itu milikku?”
“Mwo? Apa maksudmu? Ini milikku sekarang. Ini milik Kevin nae chagi untukku.”
Jiyoung tersenyum kecut mendengarnya, dia baru sadar bahwa ternyata gadis ini hanyalah salah satu dari sekian banyak fans Kevin.
“Sunbae, dengarkan aku. Jika kau menyukai seseorang jangan suka merebut miliknya. Apa kau yakin itu untukmu?”
Gadis itu tak terima dan marah, “Dasar mahasiswa baru! Beraninya kau melawan sunbaemu? Sudah kubilang ini milikku!”
Jiyoung sudah tak sabar, sekarang dia mengambil paksa gantungannya sambil berkata, “Ini bukan milikmu. Bukankah kau baru saja merampasnya dari Kevin sunbae? Meski kau menyukai seseorang jagalah harga dirimu.”
“Kau??” Gadis itu sudah tak bisa menahan amarahnya lagi dan berniat meyangkan tamparannya.
“Mworago? Kau ingin menamparku hanya karena ini?” Jiyoung tersenyum, “Berarti kau masih punya harga diri.”
Tiba-tiba Kevin menarik lagi lengan Jiyoung dan membawanya kelura dari keramaian itu.
Jiyoung masih bersungut-sungut.
“Aku rasa itu keterlaluan.” Celetuk Kevin.
Jiyoung menatap Kevin, amarahnya sudah reda sekarang, “Geurae, sepertinya itu memang keterlaluan. Tapi aku hanya tak suka pada seorang gadis yang membodohi dirinya sendiri dengan hal konyol seperti itu. Apalagi karena seorang lelaki. Itu sungguh menjelekkan kaum wanita aku rasa.” Jelasnya.
Kevin hanya memperhatikannya. “Mianhae.”
“Weyo?”
“Aku tak langsung mengembalikannya padamu.”
“Gwenchana.”
“Kau sudah tahu alasannya kan? Aku berusaha menghindar dari mendapatkan masalah dengannya.”
“Kau memang yang seterkenal yang dibicarakan. Sudahlah… yang penting sekarang aku sudah mendapatkannya. Ini memang penting. Gomapseumnida, untung saja eonni memungutnya.”
“Eonni?” Kevin kali ini tak bisa mengesampingkan keherannya.
Jiyoung terperanjat, dia baru sadar dengan apa yang dia katakan, Jiyoung tersenyum merasa bersalah, “Mianhae sunbae.”
Setelah sunyi sejenak, akhirnya Kevin pergi. Jiyoung terus melihatnya dan memperhatikannya. “Dia memang cantik kan? Apa aku salah? Tapi dia aneh… bukankah barusan itu adegan yang melibatkan perasaan? Tapi kenapa wajahnya tetap dingin?” gumamnya.
***

Sudah dua bulan lamanya Jiyoung di universitas kesayangannya itu. Saat ini dia tengah dibuat bingung dengan perasaannya. Jieun memberitahunya bahwa itu perasaanya untuk Lee Donghae sebagai seorang wanita pada lelaki bukan perasaan murid dengan guru lagi.
Jiyoung tak bisa menerimananya, ia terus menolak. Meski cirri-ciri yang dibicarakan Jieun dan yang ia rasakan memang sama. Ia tetap menolak, ia pikir ia gila karena menyukai gurunya.
Bahkan Seungho sudah memberi peringatan pada Jiyoung agar tak terlibat masalah dengan Park Gyuri, ini makin membuat Jiyoung bingung.
“Benarkah aku menyukainya? Bukankah dia itu ajushi?” Jiyoung bergumam sambil mengerutkan alisnya.
“Ya!” kau jadi sering melamun akhir-akhir ini.” Tanya Seungho sambil menghampiri Jiyoung yang sedang duduk di kursi taman universitas. “Jangan bilang karena masalah Lee Donghae.”
“Ya! Sudah kubilang jangan bahas hal itu lagi. Sudah cukup masalah sebulan lalu itu…” Jiyoung menunduk.
Seungho duduk disebelah Jiyoung, “Tapi harus diakui tersebarnya gossip kau merampas Kevin Sunbae dari para fansnya itu memang menggemparkan.” Seungho tertawa.
“Untung saja bulan ini aku tak lagi harus menanggung masalah itu. Jadi jebal… jangan tambah masalahku.”
“Siapa suruh kau melakukan itu pada Nicole Sunbae? Semua orang tahu dia fans nomor satu Kevin Sunbae. Tapi aku masih heran, bagaimana berita itu bisa surut dengan cepat ya?”
“Ya! Yoo Seungho! Sudah kubilang jangan ungkit masalah itu lagi!!!” Jiyoung kesal.
Seungho mengangguk-angguk sambil menahan tawa, “Ara… ara… maka dari itu sekarang jangan cari masalah dengan Park Gyuri sunbae.”
Jiyoung diam saja, dia sadar dia tak bisa melupakan bahwa apa yang dirasakannya sama dengan cirri-ciri yang disebutkan Jieun.
Tiba-tiba si tokoh permasalahan malah menghampiri mereka dan membuat Jiyoung salah tingkah, “Anyeong haseyo.” Sapa Donghae sambil menghampiri Jiyoung.
“Anyeong haseyo.” Balas Seungho dan Jiyoung bersamaan sambil berdiri dari duduk mereka.
“Kang Jiyoung, bisa kau ikut aku sekarang?” Tanya Donghae dengan senyum manisnya yang bisa membuat Jiyoung lumpuh seketika.
Seungho melirik Jiyoung seakan juga bisa merasakan yang dirasakan Jiyoung sekarang.
Jiyoung sendiri tak bisa menolaknya meski dia butuh untuk menghindari Donghae. “Ne.” jawab Jiyoung akhirnya.
Ternyata Donghae mengajak Jiyoung ke studio tari tempat mahasiswa berlatih, namun saat ini tempat itu sedang sepi, tak ada seorang pun disana kecuali Jiyoung dan Donghae.
“Kang Jiyoung, bisa kau ulangi gerakanmu tadi pagi?” Tanya Donghae tiba-tiba.
“Gerakan?”
“Geurae, Gerakan yang kau lakukan disini saat belum ada yang datang.”
Jiyoung terkejut, pagi tadi dia memang melatih sesuatu, namun dia sama sekali tak tahu ada orang yang melihatnya. “Mworagoyo? Ajushi melihatnya?” Jiyoung sadar dia salah bicara lagi, “Ehm..maksudku, Songsaenim melihatnya?”
Donghae mengangguk sambil tersenyum mendengarnya, “Sudah kubilang panggil saja aku sunbae.”
“Ah, ne, Donghae sunbaenim.” Jiyoung menunduk minta maaf.
“Perlihatkan saja.” Perintah donghae masih tersenyum.
“Haruskah?” Tanya Jiyoung.
Donghae mengangguk.
Akhirnya Jiyoung terpaksa melakukannya di depan Donghae sendirian. Meski pun saat ini hatinya tak karuan.
Donghae memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Jiyoung dia berdecak kagum. “Bisakah kau memberitahuku bagaimana kau menciptakan gerakan itu?”
“Ehm… aku iseng membuatnya. Aku hanya main-main.” Jelas Jiyoung.
“Untuk apa kau main-main dengan gerakan seindah itu. Jadi bagaimana nanti jika kau menciptakan gerakan dengan serius?”
Jiyoung berdebar mendengar.
“Bukankah kau memasukan gerakan tradisional didalamnya?”
“Geurae Ajushi. Ah… Sunbaenim.” Jiyoung menunduk.
“Aku suka gerakanmu. Aku suka melihatmu menari. Karena kau melakukannya deng…” perkataan Donghae terpotong oleh Jiyoung.
“Dengan Hati.”
Donghae makin kagum, “Geuraeso. Hati… aku bisa merasakan ungkapan hatimu dari setiap gerakanmu.”
“Aku mencontohnya darimu.” Jawab Jiyoung jujur.
“Aku?”
Jiyoung mengangguk. “Aku juga suka melihatmu menari, kau membuat orang lain ingin menari bersamamu.”
Donghae tertawa, “Kenapa baru muncul sekarang mahasiswa tari sepertimu Kang Jiyoung?”
“Apa aku sebagus itu?”
Donghae menggeleng, “Kau butuh sentuhan terakhir.” Tiba-tiba Donghae memegang kedua lengan Jiyoung dari belakang dan mengajarinya suatu gerakan.
Jiyoung mengikutinya merasakan hatinya telah menyatu dengan Donghae saat mereka menari bersama.
“Ingat, ini kelemahanmu, kau sulit menggunakan hatimu saat melakukan gerakan ini. Apa ini sulit?”
“Ani, tapi tulang keringku pernah cedera saat aku kecil, jadi aku kesulitan melakukan gerakan itu.” Jelasnya.
“Itu bisa diatasi.” Jawab Donghae. “Datanglah padaku saat kaui membutuhkan sesuatu. Aku yakin aku sangat bersedia memberimu privat.”
Jiyoung melebur dalam kesenangannya, entah mengapa hatinya tak terasa berat lagi, saat Donghae bicara itu semua dan mengajarinya setiap gerakan.
“Jeongmal? Gomapseumnida Ajushi! Jeongmal gomapseumnida!” kata Jiyoung senang. Lalu segara menutup mulutnya karena dia salah bicara lagi.
Donghae hanya tersenyum melihatnya.
***

“Jieun-ah..” gumam Jiyoung saat berada di flatnya.
“Waeyo? Kau benar-benar jatuh hati pada Ajushimu kan?” Tanya Jieun lembut sambil menghisap coklat panasnya, ia terlihat kedinginan.
Jiyoung mengangguk, tapi dia tak berani, dia masih tak yakin.
 Akhirnya dia bicara, “Mengapa dia harus sebaik itu. Bisa-bisa aku jatuh hati sungguhan.”
            “Lalu apa itu salahmu?”
            “Tentu saja bukan. Tapi gadis mana yang mau bermasalah dengan Gyuri Sunbaenim?” Jiyoung melompat ke tempat tidurnya dan meraih selimutnya, malam ini memang semakin dingin, musim gugur akan segera pergi.
            “Itulah sulitnya cinta.”
            “Hah!! Sudahlah jangan bahas itu lagi.”
            Mereka bersiap tidur. Namun setelah 30 menit Jiyoung berkutat dengan selimutnya, Jiyoung tetap tak bisa tertidur. Akhirnya dia mengambil jaketnya dan membuka pintu flatnya.
            Udara dingin menusuk kulit wajahnya, tapi Jiyoung berpikir setelah jalan-jalan sebenatar, mungkin dia akan bisa tertidur. Dia terus memikirkan Donghae, meskipun hati kecilnya ingin dia menghindar.
            Jiyoung berjalan kea rah kiri flatnya, namun dia melihat sesosok lelaki yang sedang berjalan ke arahnya di seberang jalan. Setelah dekat, Jiyoung mengenalinya sebagai Kevin.
            “Ah? Eonni baru pulang?” Tanya Jiyoung santai, dia tak sadar sudah salah bicara.
            Kevin melihatnya dengan ekspresi dinginnya seperti halnya dinginnya malam ini.
            Merasa tak dihiraukan Jiyoung juga meneruskan langkahnya. “Dasar lelaki cantik aneh.” Gumamnya sangat pelan.
            Baru beberapa langkah Jiyoung berjalan, dia tersandung sesuatu dan terjatuh. Kevin yang masih dalam jangkauan pendengaran langsung berlari dan mengahmpiri Jiyoung.
            “Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan malam-malam begini?” tanyanya pada Jiyoung.
            Jiyoung tak menjawabnya, dia malah kesal karena Kevin tak menolongnya berdiri tapi malah terdengar seperti memarahi. Jiyoung pun berusaha berdiri dengan usahanya sendiri, tapi tiba-tiba tulang keringnya yang pernah cedera terasa sakit sekali. Jiyoung memanik, ia takut ia tak bisa menari lagi, padahal besok adalah hari ujian percobaannya. Akhirnya Jiyoung terjatuh lagi.
            Kali ini Kevin membantunya, tapi Jiyoung tetap tak kuat berdiri.
            “Waegeurae?” Tanya Kevin.
            “Kakiku…” Jawab Jiyoung sambil menahan sakitnya.
            “Apa kau punya es batu?” Tanya Kevin.
            “Mwo Es batu?” Jiyoung makin kesal, mengapa Kevin malah menanyakan es batu disaat seperti ini. “Kau kira aku punya lemari pendingin? Lagipula untuk apa menyimpan es batu di cuaca yang sedingin ini?” Jiyoung terdengar benar-benar kesal, di tambah lagi Jiyoung muak melihat wajah dingin Kevin.
            Tiba-tiba Kevin menggendong Jiyoung dengan kedua lengannya dan membawanya ke flatnya.
            “Ya! Apa yang kau lakukan?” Tanya Jiyoung makin kesal. “Kenapa kau selalu bertingkah aneh eonni?”
            Kevin mendudukkan Jiyoung di tempat tidurnya dan mengambil es batu di lemari pendinginya. “Bagian mana yang sakit?”
            Jiyoung dengan agak bingung hanya menunjuk tulang kering kaki kanannya. Seketika Kevin mengompresnya dengan es batu itu. Jiyoung langsung menggigil kedinginan. “Apa yang kau lakukan eonni?” jerit Jiyoung.
            “Ini bisa menghilangkan sakitnya untuk sementara. Besok pagi kau masih bisa ikut ujian percobaan. Baru setelah itu kau pergilah ke rumah sakit.”
            Jiyoung ternganga. Dia tak mengira Kevin bisa melakukan hal semacam ini. “Bagaimana kau tahu eonni?” Tanya Jiyoung heran setengah mati.
            “Kita satu universitas, kau lupa?” kali ini Kevin mendongak menatap Jiyoung.
            “Tapi…” Jiyoung tak bisa meneruskan perkataannya. Dia terlalu kedinginan.
            Tiba-tiba Kevin mengambil selimutnya yang tebal itu dan memakaikannya ke seluruh tubuh Jiyoung. “Tahan sebentar.” Katanya.
            Jiyoung sudah tertolong, dia sekarang sibuk memperhatikan Kevin yang dia pikir sangat aneh. “Eonni!” panggil Jiyoung. Dan anehnya Kevin mendongak. “Apa kau sakit? Atau salah minum obat?”
            Kevin tak menjawab apa-apa. Jiyoung tahu dia tak mengerti.
            “Kau… lakukan ini semua, apa ini benar-benar dirimu? Apa kau tak sedang sakit jadi melakukan hal yang seharusnya tak biasa kau lakukan?”
            “Diamlah!” kata Kevin lalu berdiri dan membuka selimutnya yang ada di tubuh Jiyoung. “Kau bisa pulang.”
            “Ah? Sudah?” Tanya Jiyoung.
            “Cobalah berdiri.”
            “Ah, sakitnya hilang. Kakiku ringan.”
            “Cepat tidur ini sudah larut.” Kata Kevin sambil membuka pintu flatnya.
            “Ah… geurae… tapi kenapa flatmu lebih hangat ya? Flatku penghangatnya rusak. Pasti kau bisa tidur nyenyak eonni.” Celoteh Jiyoung sambil berjalan keluar.
            Segera setelah Kevin menutup pintunya Jiyoung memanggilnya, “Ah! Kevin Eonni!”
            Kevin membuka lagi pintunya dengan pandangan penuh Tanya.
            “Gomawoyo..” Jiyoung membungkukan badannya beberapa kali, “Jeongmal gomawoyo.” Jiyoung tersenyum.
            Kevin tak menggubrisnya tapi menutup pintunya lebih cepat.
            “Hah… orang itu selalu aneh.” Gumam Jiyoung.
***

            Pagi ini lagi-lagi Jiyoung kuwalahan menghadapi kebaikan Donghae. Jiyoung sempat melamun saat Donghae bicara dengan manis di depannya, “Jiyoung-ah.. gwenchanayo?”
            Jiyoung segera mengangguk, “Gwenchana.. Gwenchana ajushi..”
            “Ajushi? Lagi?” Donghae menggodanya.
            “Ah! Geurae.. Sunbaenim.” Kata Jiyoung cepat.
            “Aku percaya padamu!” Donghae tersenyum lalu mengepalkan kedua tangannya dan berkata dengan semangat, “Hwaiting!”
            Jiyoung senyum dengan terpaksa dan mengangguk.
            Akhirnya Jiyoung pun menjalani ujian percobaannya dengan lancer. Dia sangat bersyukur, kakinya tak terasa sakit.
            Setelah ujian Jiyoung bergegas ke rumah sakit, namun di depan gerbang universitas sebuah mobil berwarna merah tua berhenti, “Jiyoung-ah… kajja!” Donghae menyuruh Jiyoung masuk ke dalam mobilnya.
            “Tapi… bukankah ini waktunya sunbae menjemput Gyuri sunbae?”
            “Ani, hari ini dia tak ada kelas. Kajja! Jangan sungkan.”
            Jiyoung sebenarnya hanya ingin berlari menghindar namun Donghae malah menariknya masuk dengan halus, Jiyoung jadi sulit menolaknya.
            “Sebelum aku mengantarmu pulang, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”
            “Mwo? Eodiso?” Jiyoung terlupa akan rencananya ke rumah sakit.
            Ternyata donghae mengajaknya ke taman bermain. “Apa kau sering ke tempat seperti ini?”
            “Ani, tidak sesering itu. Hanya saat Appaku bersedia mengantar.” Jawab Jiyoung.
            “Kalau begitu anggap ini hadiah untukmu yang sudah berhasil melalui ujian percobaan.” Kata Donghae sambil membukakan pintu mobil untuk Jiyoung dan mengajaknya ke loket.
            “Bukankah ini masih ujian percobaan? Ini belum ujian utama.” Jawab Jiyoung.
            “Manusia tak dilarang menghibur diri sesekali.” Jawab Donghae sambil tersenyum dan menarik lengan Jiyoung masuk ke dalam taman bermain setelah membeli tiket.
            “Jadi, apa favoritmu?” Tanya Donghae setelah berada di dalam.
            “Kau ingin jawaban jujur. Tiketnya bisa jadi paling mahal.” Kata Jiyoung. Entah mengapa ia mulai terbiasa dengan keadaan ini. Kenyataannya dia merasa senang bisa bersama Donghae seperti ini, Jiyoung seakan lupa semua masalah dibelakang yang bisa ia jumpai jika melakukan ini semua.
            “Malhaebwa!”
            “Jet Coaster!!!” teriak Jiyoung sambil menarik lengan Donghae kea rah wahana itu.
            “Tak masalah.” Jawab Donghae sambil berlari menyamai langkah Jiyoung.
            Mereka menghabiskan waktu bersama menaiki hampir semua wahana yang ada. Bahkan mereka makan bersama dan berfoto bersama. Jiyoung merasa benar-benar bahagia.
            Jiyoung berpikir mungkin dia memang menyukai Donghae sebagai lelaki, bukan sebagai guru yang mengajarinya. Jiyoung tak henti-hentinya memperhatikan Donghae yang begitu menyenangkan baginya.
            “Bagaimana aku bisa menghindar jika dia sebaik ini?” batin Jiyoung.
            “Lihat ini! Kau sangat jelek!” kata Donghae saat mereka berjalan bersama menuju tempat mobil Donghae di parkir sambil menunjuk hasil foto mereka.
            “Ya! Ajushi! Kau bilang aku apa?” teriak Jiyoung sambil mengejar Donghae yang berlari.
            “Jelek!”
            “Ucapkan sekali lagi!”
            “J-E-L-E-K!!!”
            “Ya! Ajushi! lalu wajah siapa yang mengerikan di sebelahku itu?” Jiyoung tak bisa marah dan hanya bisa tertawa. Begitu juga dengan Donghae. Dia masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu.
            Langit sudah mulai gelap. Mereka berdua menikmati perjalanan mereka itu. Di sepanjang jalan mereka masih bercanda ria, tak henti-hentinya.
            “Aku kira kau pria baik-baik ajushi! Ternyata kau gila!” kata Jiyoung.
            “Apa yang kurang baik dariku?” Tanya Donghae.
            “Lihatlah caramu bicara dan berlari, kau seperti tetanggaku yang berumur 10 tahun.” Jelas Jiyoung. “Kau tak sedewasa yang aku kira.”
            “Tak sedewasa seperti yang kau kira?” Donghae mengulanginya.
            Jiyoung mengangguk mantap, “Geurae!”
            Tiba-tiba Donghae menepikan mobilnya dan membuat Jiyoung terkejut, “Ajushi waegeurae?”
            Tiba-tiba Donghae membuka sabuk pengamannya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jiyoung dengan cepat. Mata mereka bertatapan sangat lama, mungkin mereka hanya berjarak 1 cm. Jiyoung benar-benar berdebar saat ini. Dia tak tahu apa yang harus ia lakukan dan tak ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jiyoung menahan nafasnya.
            Donghae menutup matanya dan membuat gerakan seakan akan mencium Jiyoung. Jiyoung terbelalak dan membeku. Namun saat bibir Donghae dan Jiyoung hanya berjarak 1 mm, Donghae kembali ke posisi duduknya dengan terbahak.
            “Lihat gadis kecil ini!” Donghae benar-benar terbahak.
            Hati Jiyoung mencelos. Dia melirik Donghae tajam. “Michyeo ajushi!” kata Jiyoung. “Cepat antar aku pulang!” Jiyoung takut jika Donghae bisa mendengar degupan jantungnya yang terlalu keras itu. Jiyoung sekarang sedang takut akan semakin menyukai Donghae.
***

            Jiyoung mencari Jieun di fakultas musik hari ini. Jiyoung harus segera meminta kunci flat yang dibawa Jieun, dia harus membawa dompetnya yang tertinggal di dalam flat untuk pergi ke rumah sakit. Saat ini kakinya benar-benar sakit bukan main.
            Tiba-tiba Jiyoung berhenti saat melewati sebuah ruangan yang berisi piano. Ada yang memainkannya. Jiyoung mendengar tiga lelaki yang melewatinya bicara, “Dengar! Kevin menciptakan lagu baru lagi. Pasti sebentar lagi fansnya heboh.”
            Benar saja Jiyoung mendengar suara lembut yang begitu menenangkan hati, tapi begitu Jiyoung mengerti maksud lagu itu, dia bisa merasakan kesedihannya. Baru kali ini Jiyoung mendengar Kevin bernyanyi. Jiyoung mendengarnya dengan jelas.

Somebody take me away
Somebody take me away
Somebody take me away
Couse I can’t take this pain

            Tiba-tiba tulang kering jiyoung terasa sakit lagi. Kali ini dia tak bisa menahannya, Jiyoung pun terjatuh dengan suara debam yang cukup keras, “Aw!” jeritnya.
TO BE CONTINUED.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar