Halaman

Sabtu, 10 Maret 2012

[FANFIC] The Real Love



Cast:
Kang Jiyoung
Cho Kyuhyun

            Aku Kang Jiyoung, gadis berumur 18 tahun yang sebentar lagi akan memasuki universitas. Disaat aku sudah mulai muak dengan tekanan pelajaran sekolah, disaat bersamaan aku juga lelah dengan semua lelaki yang selama ini menyukaiku bahkan mencintaiku, mereka tak pernah bisa membuatku mengerti apa itu cinta dan bagaimana cinta itu sebenarnya.
            Mereka semua terlihat begitu senang saat mengatakan bahwa aku cantik dan bisa memiliki aku dengan mudahnya. Dari semua lelaki yang pernah menjadi kekasihku, tak ada yang bilang aku jelek, mereka suka kepribadian ceriaku, mereka suka gaya bicaraku yang kekanakan, mereka bilang mereka sangat gembira bisa menjadi kekasihku. Tapi mengapa ternyata aku tak sebahagia itu?
            Disaat-saat terakhirku di sekolah menengah inilah aku mulai mencari cinta sejatiku, cinta yang sungguh-sugguh untukku. Tak aku sangka aku mulai menemukannya.


MY JOURNEY TO THE REAL LOVE

Summer, August 30.
            Setiap pagi Appaku mengantarku ke sekolah dengan sedan kunonya, tapi ada yang berbeda hari ini. Saat berangkat aku sedang sangat tegang kerana aku kesiangan, aku benar-benar takut terlambat datang ke sekolah.
            Tiba-tiba sebuah titik membuyarkan keteganganku, tiba-tiba dadaku berdebar, apa ini yang disebut cinta pada pandangan pertama?
            Aku melihat seorang lelaki sedang duduk santai di teras rumahnya. Aku dibuat terperangah dibalik kaca mobil. Mata kami sempat bertemu sekejap karena sedan Appaku melaju cepat.
            Meski sekejap, aku bisa melihat wajah yang indah itu. Namun unsure kemisteriusannya sangat kental. Caranya menatapku sangatlah membekas dihati. Ya Tuhan….. bagaimana bisa keteganganku hilang begitu saja saat melihat salah satu makhlukmu itu?
            Kemana lelaki itu selama ini? Mengapa aku tak pernah melihatnya? Bukankah 3 tahun belakangan ini aku selalu melewati jalan ini? Bahkan aku tahu betul letak dan bentuk rumahnya. Dia benar-benar menyenangkan. Aku terus mengingat tatapannya.
***

Fall, September 29.
            Sampai hari ini aku masih sangat mengingat lelaki itu. Setiap sedan Appaku lewat depan rumahnya, aku selalu mengharap melihat pemandangan yang sama. Tapi ini sudah terlalu lama, aku tak melihatnya lagi, aku jadi berpikir apa yang aku lihat waktu itu sungguhan? Atau itu hanya imajinasiku? Sedikit terlintas dibenakku bahwa aku sedikit gila.
            Namun harapanku tak sia-sia, pagi ini aku melihatnya lagi. Aku sangat senang. Aku tak berimajinasi. Lelaki itu ada di dunia ini. Walaupun kali ini kami tak bertatapan, aku tetap senang mengetahui kenyataan aku tidak gila.
***

Fall, October 21
            Hari ini aku senang, aku melihatnya lagi di depan rumahnya. Entah mengapa rasanya aku ingin sekali menghentikan sedan Appaku dan menghampirinya untuk menatapnya sedekat mungkin. Otakku sudah terjangkit virusnya. Aku benar-benar senang.
***

Fall, October 22
            Aku merasa semakin sering aku bertemu dengannya. Hari ini dia sedang bermain bersama anjingnya di halaman rumahnya yang cukup luas dan menyenangkan itu. Bukankah memang mungkin aku bisa bertemu dengannya? Bukankah hampir setiap hari aku lewat? Hanya tinggal menunggu keberuntungan agar dia berada di depan rumahnya di saat yang tepat. Itu hanya masalah kehendak Tuhan. Aku hanya ingin mengenalnya.
***

Winter, December 2
            Sudah lama aku tak melihatnya. Aku merasa sedikit sedih. Namun ternyata hari ini aku bertemu dengannya dengan cara berbeda.
            Hari ini aku sedang pergi ke sebuah mall sendirian hanya untuk menghibur diri dari kepenatan sekolah. Aku mengahabiskan waktu disana hingga aku tak sadar ini sudah larut malam.
            Saat ini aku tengah berada di toilet tempat parkir, sebenarnya aku sudah berniat pulang, namun sebelum aku bisa menggapai pegangan pintu toilet, semua lampu padam. Jadi… bukankah ini waktunya mall tutup?
            Seketika aku terlalu panik, aku mencoba berteriak beberapa kali, aku tak punya pikiran sama sekali untuk segera membuka pintu toilet. Aku hanya bisa terus berteriak dalam kegelapan yang mencekam itu.
            Tiba-tiba ku dengar langkah kaki mendekat. Aku cukup khawatir bahwa itu bukan suara langkah kaki yang akan menolongku, tapi seorang pembnunuh dengan pisau tajam di tangannya. Aku hanya bisa terlarut dalam imajinasiku saat itu.
            Tiba-tiba orang di luar mendobrak pintu toiletnya. Aku teperanjat mendengar suara yang keras itu di saat sunyi seperti ini. Tiba-tiba sebuah tangan menggapai tanganku dan menarikku keluar dari toilet ke tempat parkir.
            Aku masih ketakutan akan siapa orang yang sepertinya menolongku ini. Wajahnya sama sekali tak terlihat di tempat yang gelap ini.
            “Jogi….” Kataku ragu.
            Tiba-tiba orang itu mengeluarkan ponselnya dan menerangi wajahku. Jelas dia melihat wajahku yang ketakutan.
            “Apa kau membawa kendaraan?” tanyanya.
            “Ah… ani.”Jawabku masih ragu.
            “Kalau begitu kita harus cepat.” Dia sekali lagi menarikku mengikutinya.
            Aku masih dalam ketakutanku karena orang asing ini.
            Tak lama kemudian, cahaya dari ponselnya menerangi sebuah mobil berwarna putih. Lelaki itu membukakan pintu untukku.
            Setelah kami sama-sama berada didalam, diia menyalakan lampu mobilnya.
            Aku benar-benar shock. Dia… dia… dia adalah lelaki di depan rumahnya itu. Dia adalah lelaki yang selalu aku nantikan saat berangkat ke sekolah. Saat itu aku hanya bisa berpikir, jadi seperti ini dia dari dekat….
            “Penjaga gerbangnya pasti masih mau membukakan pintu.” Katanya.
            Aku membeku, sekarang aku berpikir, jadi seperti ini suaranya…. Aku takut aku bermimpi atau berimajinasi lagi.
            Namun lelaki itu langsung menyalakan mobilnya dan menuju ke gerbang keluar.
            Penjaga keamanan terlihat kesal saat membukakan pintu keluarnya. “Jeongmal kamsa hamdina” kata lelaki itu pada penjaga.
            Akhirnya kami keluar dan sudah berada di jalan. Suasananya hening, hanya terdengar mesin mobil yang berjalan. Aku masih dalam pikiranku sendiri. Tak berani melihat ke arah kiri.
            Tiba-tiba terlintas dipikiranku untuk bertanya, “Mengapa kau masih ada disana?”
            “Aku dari kios temanku. Hampir setiap hari aku kesini dan selalu pulang tepat waktu saat gerbang akan ditutup. Tapi sebelum sampai mobilku, aku mendengar suaramu.”
            Aku membeku. Aku masih tak percaya akhirnya bisa melihatnya sedekat ini. Apalagi aku bisa mendengar suarannya yang ternyata menenangkan itu.
            “Jadi, rumahmu dimana?” tanyanya.
            “Cheongnam.” Jawabku.
            “Berarti kita searah.”
            Aku hanya bisa tersenyum kecut, bingung bagaimana mengatasi sikapku sendiri.
           
            Di sisa perjalanan, kami tak bicara lagi, hingga sampai di depan rumahku.
            “Jadi disini?”
            “Gerurae.”
            Aku segera membuka pintu mobilnya. Tapi aku tiba-tiba tak ingin melewatkan sesuatu, “Kalau bukan karena kau mungkin aku akan semalaman disana. Jeongmal kamsa hamnida….”
            “Kyuhyun, Cho Kyuhyun imnida.” Jawabnya mengerti alur pembicaraanku.
            “Ah ne, jeongmal kamsa hamnida cho Kyuhyun-ssi.” Kataku lalu menunduk dan keluar dari mobilnya.
            Sebelum pergi aku melihatnya tersenyum padaku dari dalam mobilnya.
            Aku baru bisa tersenyum lepas setelah mobilnya pergi. Ya Tuhan!!!!!  Senyumnya benar-benar manis. Aku meyukainya… aku menyukainya… aku jatuh hati padanya… dia memang sebaik yang aku pikirkan.
            Aku takkan bisa melupakan ini. Takkan…..
***

Winter, December 19.
            Appaku bilang selama dua minggu ke depan, dia tak bisa mengantarku ke sekolah keran di tugaskan keluar negeri oleh perusahaannya. Dia menyuruhku berangkat sendiri dengan motor. Tidakkah dia tahu ini musim dingin? Aku bisa mati kedinginan setiap hari.
            Dan lagi aku tak begitu pandai mengendarai motor. Simku aku dapatkan dengan susah payah. Aku memang payah dalam mengemudi.
            Tapi mau bagaimana lagi? Mulai pagi ini aku berangkat sendiri, dan celakanya aku kesiangan. Aku lupa memakai mantel tebalku. Aku jadi kedinginan setengah mati, tapi aku harus tetap mengebut agar tak terlambat.
            Tiba-tiba aku kehilangan keseimbanganku sendiri, padahal jalannya sepi, aku rasa jalannya licin karena turun salju semalam.
            Benar saja, motorku tergelincir dan kepalaku terhantam ke aspal. Setelah itu aku tak ingat lagi.
           
            Saat aku membuka mata, aku rasakan keningku panas dan perih. Aku melihat jendela di hadapanku dengan pemandangan langit sorenya yang indah.
            Ini sudah sore… mengapa aku belum sampai sekolah???? Aku melihat jam dinding dan terkjut melihat ini memang sudah sore dan aku belum sampai sekolah..
            “Aaaaaaaaaaaa!!!!” aku berteriak. Dan bangun di tempat tidur aneh ini. “Aku dimana?”
            Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamar itu dan masuk dan bertanya, “Kau sudah siuman?”
            “Kyuhyun-ssi????” aku terkejut melihat wajah lelaki itu.
            “Ne?”
            “Ap… apa yang terjadi? Bagaimana aku bisa disini? Aku terlambat ke sekolah….” Aku sedikit menitihkan air mata.
            “Bukankah kau tergelincir pagi tadi?”
            “Tergelincir?” aku teringat lagi kejadian tadi pagi..
            “Gerurae. Kau lupa?”
            “Lalu mengapa aku disini? dan mengapa kau disini?”
            “Pagi tadi aku baru saja membuka pintu rumahku saat aku mendengar suara keras di jalan dan beberapa orang berteriak. Mereka berkerumun dan aku melihat kau tergeletak di sana dengan motormu yang rusak.” Jelasnya. “Mereka mau membawamu ke rumah sakit, tapi kau terus memohon agar tak dibawa ke rumah sakit mereka jadi bingung mau menolongmu dengan cara apa. Akhirnya aku bilang saja aku mengenalmu, itulah kenapa kau ada disini sekarang.”
            “Lalu bagaimana denganmu? Mengapa kau masih disini?” tanyaku heran.
            “Ini rumahku.” Jawabnya.
            “Mwo??? Ru..rumahmu?”
            Dia  mengangguk.
            “Mengapa kau tak mau ke rumah sakit?”
            “Itu karena aku mau kesekolah… hari ini ada ujian percobaan.” Aku menunduk sedih meratapi kecerobohanku. Sampai-sampai aku lupa dengan kenyataan bahwa aku sedang berada di rumah yang selama ini hanya bisa aku lihat.
            “Apa kau baikan?” tanyanya.
            “Kepalaku sakit..” kataku jujur.
            “Mungkin benturanmu tadi cukup keras.”
            “Dan karena aku harus ikut ujian percobaan susulan.”
            Entah mengapa dia malah memperlihatkan sekali lagi senyumnya yang begitu manis itu.
            Aku hanya memegangi kepalaku yang memang terasa sangat berat ini. Ternyata di dahiku dipasang perban. “Ini kenapa?”
            “Dahimu berdarah.”
            “Jadi Eommamu yang memasangkan perban ini?”
            “Tak ada siapa-siapa disini, semua orang dengan pergi, jadi siapa lagi kalau bukan aku?”
            “Mwo? Tak ada orang?” tanyaku terkjut.
            “weyo?”
            “Ah.. ani…” bukankah ini berarti impianku bisa mengahabiskan waktu dengannya terwujud, bahkan ini lebih dari cukup, ini seperti mimpi….. aku bisa jadi gila jika terus bersamanya seperti ini.
            Aku segera beranjak dari ranjang ini untuk mengatasi tingkahku yang mungkin sudah aneh dilihat, aku ingin ke kamar mandi. Tapi tiba-tiba kepalaku terasa sangat berat hingga aku terjatuh, namun tak sampai tubuhku menyentuh lantai, Kyuhyun oppa dengan sigap menahan tubuhku. Wajahnya begitu dekat saat ini, membuatku makin salah tingkah. Aku takut jika dia menyadari wajahku sudah melebur merah. Karena kamar ini terlalu hangat untuk merasa kedinginan.
            “Kau mau kemana? Tubuhmu masih lemah.”
            “Ka..kamar mandi.” Jawabku begitu saja.
            “Baiklah, biar kuantar.” Kyuhyun oppa menuntunku hingga sampai di kamar mandi yang ada di dalam kamar ini.
           
            Saat ini hari sudah malam, aku tak berani menelepon Appaku dan memberitahunya tentang ini. Aku tak mau membuatnya khawatir dan meninggalkan pekerjaannya hanya karena kecerobohanku.
            “Apa perlu aku beritahu Eommamu?” Tanya Kyuhyun oppa.
            “Ani.. tak perlu.”
            “Weyo?”
            “Dia sudah meninggal sejak aku kecil.” Jawabku.
            “Ah?” ekspresinya berubah seketika, “Mianhae..”
            “Gwenchanayo.” Aku tersenyum.
            “Kalau begitu….” Dia berpikir cukup lama, “Biar kau tinggal disini malam ini.”
            “MWO?” aku benar-bena terkejut, begitu sulit mempercayai apa yang baru saja aku dengar.
            “Aku tahu ini aneh, dan kita baru dua kali bertemu, tapi jangan kuatir, aku orangbaik-baik… aku hanya ingin menolongmu. Kalau kau pulang sekarang kau sendirian kan dirumah? Siapa yang akan menuntunmu ke kamar mandi nanti?”
            Aku meleleh… aku benar-benar meleleh mendengar penjelasannya yang panjang itu. Bagaimana dia seperhatian itu padaku? Tapi memang benar aku sendirian dirumah nanti, tapi ini juga gila, seorang gadis tinggal di rumah lelaki yang baru saja dikenalnya. Aku bisa gila!!!
            “Jadi?” tanyanya memastikan. Bagaimana bisa dia makin indah dipandang seperti ini? Mana mungkin aku mau pulang dan kehilangan pemandangan ini??
            “Tapi bukankah ini kurang ajar namanya? Aku akan sangat merepotkan nanti.”
            “Gwenchana, arasso.” Jawabnya sambil tersenyum manis lagi. Kali ini aku benar-benar meleleh hingga ke dalam organ-organ tubuhku.
            Aku tak berani mengiyakannya, tapi kenyataannya aku tak pulang.
            Tak kusangka hari ini jadi hari terburuk sekaligus terindah untukku. Cho Kyuhyun Oppa!!!! Saranghae!!!!
***

Winter, January 15.
            Lagi-lagi aku tak bertemu dengannya dalam waktu yang lama. tapi aku tak bisa melupakan malam itu, ternyata aku tidur dikamarnya, jendela kamarnya itulah yang aku lihat setiap pagi saat melewati rumahnya. Hanya malam itu aku bisa melihat pemandangan sebaliknya seperti sudut pandangnya dari dalam kamarnya memandang ke jelan yang biasa aku lewati setiap pagi.
            Aku minta Appa untuk menyetir dengan pelan hari ini, aku memang sengaja ingin melihatnya, aku berharap dia sedang berada di halaman rumahnya. Dan benar saja, saat aku mengeluarkan kepalaku dari jendela mobil, dengan santainya dia tertawa melihat tingkahku dari balik pagar rumahnya.
            Seketika aku tersenyum, aku yakin senyum ini terlihat sangat bahagia, karena memang itu yang aku rasakan. Aku benar-benar bahagia bisa melihatnya.
            Tiba-tiba dia berkata, “Jeosimhae Jiyoung-ah!” ya Tuhan…. Bagimana dia mengetahui namaku? Kami sama sekali tak pernah membahas namaku sebelumnya. Apa dia melihat nama diseragamku? Itu sudah pasti. Aku harap Appa tak mendengarnya.
***

5 years later

Winter, December 30.
            Aku tak menyangka saat pertama kali dia memanggil namaku, itu adalah hari terakhir aku bertemu denganya. Setelah itu aku lulus dari sekolahku dan melanjutkan ke universitas luar negeri.
            Hari ini aku kembali ke rumah untuk menetap karena aku juga sudah lulus dari universitas. Aku kecewa saat melewati rumah Kyuhyun Oppa… kulihat tenda-tenda berwarna putih mutiara menutupi halaman rumahnya. Apa itu sebuah pesta taman? Atau… pernikahan?
            Hatiku bersedih tiba-tiba….. apa itu pernikahan Kyuhyun oppa???
***

Winter, December 31.
            Malam ini aku menghabiskan sisa tahun sendiri di taman dekat komplek rumahku. Aku sedang duduk disalah satu ayunan. Malam ini salju turun, membuatku merasa dingin dua kali lipat.
            Sekarang aku seperti merasa betapa sulitnya kita mendapatkan cinta sejati kita. Dulu aku selalu bersama lelaki yang bilang mencintaiku, tapi nyatanya aku tak pernah benar-benar mencintai mereka dalam arti sesungguhnya. Tapi saat aku sudah merasa aku menemukannya, itu sulit, hanya bisa berencana, Tuhan yang mengurus semuanya. Aku sudah putus asa dalam perjalananku menuju cinta sejatiku ini.
            Tiba-tiba sebuah titik membuat hatiku menghangat walau hanya sedikit. Aku benar-benar melihat Kyuhyun oppa melangkah ke arahku. Aku benar-benar ingin mempercayainya, walaupun pikiran bahwa ini hanya imajinasiku sangat kental.
            Tapi tiba-tiba sesuatu menyentuh bibirku. Tanpa sadar Kyuhyun oppa sudah berada di hadapanku sedang menciumku. Tunggu dulu…. Ini gila!!!
            Aku membeku sebentar lalu mendorong lelaki yang ada di hadapanku ini.
            “Kau!”
            Dia tersenyum, senyumnya masih manis. Tapi ini benar-benar Kyuhyun oppa kan? Aku masih sangat ingat senyuman ini. Senyuman yang selalu bisa membuatku tentram.
            “Oppa?”
            Dia masih tersenyum, tak bisa berkata-kata. Lebih tepatnya dia menahan tawa.
            “Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau sudah gila?”
            “Mianhae…. Appamu baru memberitahuku kau pulang kemarin. Dan sudah terlalu malam saat aku mau menemuimu kemarin.” Jelasnya akhirnya. Tapi aku tetap tak mengerti. Apa hubungannya dengan Appaku?
            “Kau pasti kebingungan..” dia tersenyum lagi. “Tapi kau harus tahu satu hal… Saranghae Jiyoung-ah…” dia menciumku lagi lalu memelukku erat. “Nan jeongmal bogoshipo.”
            Aku seperti tersambar petir. Apa maksudnya ini? Apa hanya seperti ini akhir perjalananku menuju cinta sejatiku? Haruskah seaneh ini?
            “Oppa… mian… tapi benar-benar tak mengerti maksudmu.”
            “Kau kira 5 tahun ini aku diam saja?”
            “Mwo?”
            “Appamu sudah tahu tentang hal ini. Saat kau tak terlihat lagi hari itu, aku segera menuju rumahmu dan bertanya pada Appamu kau kemana. Dan sampai sekarang aku selalu mengunjungi Appamu. Dia benar-benar memahami perasaanku padamu. Dia bilang kau juga merasakan hal yang sama padaku. Benarkan?”
            “Mwo ? bagaimana Appaku bisa tahu perasaanku padamu??” oops… aku salah bicara. Aku segera menutup mulutku.
            Kyuhyun oppa tersenyum senang. “Berarti cintaku tak bertepuk sebelah tangankan?”
            Aku menyerah… aku rasa ini memang akhir perjalananku menuju cinta sejatiku. Inilah cinta sejatiku, dialah cinta sejatiku.
            “Geurae! Kau kira bagaimana perasaanku 5 tahun belakangan ini? Apalagi saat aku melihat tenda-tenda putih dirumahmu itu. Aku sudah gila karenamu Oppa!!!”
            Dia memelukku erat. “Gwenchana… sekarang semua sudah jelas. Asal kau tahu tenda-tenda itu untuk kita.”
            “Mwo?”
Dia tersenyum lagi.
THE END
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar