Tiba-tiba
tulang kering jiyoung terasa sakit lagi. Kali ini dia tak bisa menahannya,
Jiyoung pun terjatuh dengan suara debam yang cukup keras, “Aw!” jeritnya.
Mendadak suara piano itu berhenti.
Kevin mendengar sesuatu itu dan mengampiri Jiyoung yang terus memegangi
kakinya. Seketika, tanpa ada ekspresi terkejut, Kevin bisa mengerti situasinya,
“Kang Jiyoung, apa kau tak pergi ke rumah sakit kemarin?”
Jiyoung mendongak dengan terkejut.
Jiyoung akhirnya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Kevin.
Kevin terlihat kesal sekaligus
khawatir. Tiba-tiba Kevin mengangkat tubuh Jiyoung dengan kedua tangannya dan
membawa Jiyoung ke rumah sakit.
Setelah dokter memeriksa Jiyoung. Dokter
menjelaskanya pada Kevin, “Ini seperti halnya luka lama yang terbuka kembali.
Jadi ini bisa lebih parah dari awalnya. Apa pasien melakukan hal yang tak biasa
akhir-akhir ini?”
“Dia.. dia menari.” Jawab Kevin.
“Itu berbahaya untuk kakinya.”
“Apa ada kemungkinan dia tak bisa
menari?” Kevin terlihat khawatir.
“Kemungkinan itu selalu ada. Tapi
saat ini itu belum parah. Aku akan memberikan resep untuk terapi. Dan dia tak
boleh melakukan hal berat selama 2 bulan ini. Dia harus istirahat total. Itu
satu-satunya cara.” Jelas sang dokter lalu pergi setelah bersalaman.
Kevin terdiam lalu melihat Jiyoung
yang berusaha berjalan sekuat tenaga dari ruang pemeriksaan. “Mworagoyo? Apa
yang dokter katakan?”
“Kau harus istirahat dua bulan ini.”
Jawab Kevin.
“Mwo? Dua bulan?”
Kevin mengangguk.
“Bukankah ujian utama satu bulan
lagi? Eotokhe?” Jiyoung cemas.
Kevin hanya diam.
Mereka berhenti di sebuah kafe untuk
makan siang. Kevin terus diam. Wajah dinginnya muncul lagi.
Jiyoung yang merasa aneh dari
sebelumnya membatin, “ini lebih aneh dari
biasanya. Sepertinya ekspresi itu gara-gara aku.”
Akhirnya Jiyoung memutuskan untuk
bicara terlebih dahulu, “Eonni? Weyo? Kenapa tiba-tiba kau diam?”
Kevin masih diam dan hanya menikmati
kopinya.
“Eonni?” Jiyoung memberanikan
menebak, “Apa kau khawatir?” lalu tertawa pahit sendiri, “Ah… maldo andwe..
untuk apa kau khawatir. Babo!” Jiyoung bicara pada dirinya sendiri.
“Kau pergi dengannya kan?” Kevin akhirnya
bicara.
“M..mwo?” Jiyoung tak mengerti.
“Kemarin kau tak ke rumah sakit
karena kau pergi bersama Donghae sunbaenim kan?”
“Ba..bagaimana kau bisa tahu?”
“Apa kau tak peduli dengan kakimu?”
Tanya Kevin.
“A..aku sama sekali tak bisa
menolaknya.” Jawab Jiyoung membela diri. “Dia memaksaku.”
“Kau tak bisa menolaknya, karena kau
menyukainya.”
Jiyoung terkejut, “Mwo?” wajahnya
melebur merah.
“Itu benar kan?” Tanya Kevin.
Jiyoung tak bisa menjawab.
“Itu menampakan kau memang
menyukainya. Apa kau berani mengambil resikonya?”
“A..aku.”
Kevin tiba-tiba tersenyum kecut,
“Mengapa aku harus bertanya. Bukankah itu wajar. Seseorang melupakan sakitnya
karena orang yang dicintainya?”
“Eonni. Apa yang sebenarnya kau
bicarakan?”
“Lupakan! Kajja!” Kevin berdiri dan
membantu Jiyoung berjalan. “Aku akn mengantarmu pulang.”
Saat mereka sampai di depan flat,
Jiyoung akhirnya memberanikan diri untuk bicara, “Jadi… aku terlihat hina dan
bodoh kan?”
Mereka berhenti berjalan, Kevin tak
menjawab dan hanya menatap Jiyoung.
“Aku benar-benar bodoh kan?” Jiyoung tersenyum
kecut. “Bahkan aku sendiri tak benar-benar mengerti perasaanku. Apa aku
menyukainya atau tidak. Lagipula aku tak pantas menyukainya. Umur kami terlalu
jauh. Dia juga terlalu baik untukku. Ada
orang lain yang lebih baik dariku. Beraninya aku menyukainya.”
“Umur, fisik, status, dan keadaan
tak pernah ada dalam kamus cinta. Yang terpenting adalah seberapa besar
cintamu, setulus apa cintamu, dan sedalam apa cintamu.” Jelas Kevin. Jiyoung
terpana mendengarnya. Jiyoung tak mengira Kevin bisa bicara seperti ini. “Jika
tak ada Park Gyuri sunbae kau aman. Tapi apa kau yakin kau memang benar-benar
mencintainya?” Kevin mengakhiri kalimatnya lalu membukakan flat Jiyoung dan
masuk ke flatnya sendiri. Membiarkan Jiyoung yang masih membeku mendengar
perkataan darinya. Jiyoung sama sekali tak punya jawaban untuk pertanyaan Kevin
yang terakhir.
***
Jiyoung masih terngiang akan
perkataan Kevin yang mengejutkan kemarin. Dia sama sekali tak fokus mengikuti
pelajaran hari ini. Bahkan seperti saat ini.
“Jiyoung-ah? Aku Tanya apa kau mau
kubelikan sandwich?” Tanya Seungho.
Seungho dan Jieun saling melihat
dengan penuh tanda tanya.
Jiyoung hanya melamun memikirkan
Kevin dan Donghae yang menurutnya selalu membuat hatinya bingung.
“Kau yakin semalam dia tidur pulas?”
tanya Seungho pada Jieun.
Jieun mengangguk mantap, “Bahkan
pagi ini aku membangunkannya.
“Apa dia tak sedang tidur dengan
mata terbuka sekarang?” tanya Seungho.
Jieun dan Seungho hanya bisa
memperhatian teman mereka yang berkelakuan aneh itu.
“Kang Jiyoung. Bisa kau ikut aku
sekarang?” Park Gyuri menghampiri mereka tiba-tiba.
Kali ini Jiyoung tersadar dari
lamunannya dan segera mengikuti langkah Gyuri. Seungho dan Jieun terlihat
khawatir.
“Apa terjadi sesuatu antara Jiyoung
dan Donghae sunbaenim?” tanya Seungho pada Jieun. Jieun hanya bisa mengangkat
bahunya. Akhir-akhir ini mereka memang jarang bicara secara serius seperti
biasanya. Jieun memang merasa ada yang aneh dengan Jiyoung.
Jiyoung cukup berdebar menghadapi
Gyuri. Karena anehnya juga Gyuri tak menampakan kesombongannya seperti
biasanya. Kali ini wajahnya tampak serius. Mereka berdua sekarang berada di
koridor universitas yang sepi.
“Kau yakin kau tak melakukan
kesalahan kan
akhir-akhir ini?” tanya Gyuri membuat Jiyoung takut. Jiyoung tak menjawabnya.
“Jika tidak itu baik. Tapi jika iya,
kau harus berhati-hati, daripada kau terluka pada akhirnya.” Kata Gyuri lalu
pergi begitu saja. Sepertinya dia tak tahan berlama-lama bersama Jiyoung.
Jiyoung kebingungan apa yang harus
dia lakukan. Dia berjalan seperti orang linglung. Dia tak menyadari langkahnya.
Dia yakin dia melakukan sebuah kesalahan seperti yang dibicarakan Gyuri.
Jiyoung tak sadar dia sampai di
fakultas musik dan melihat pemandangan yang sudah biasa ia lihat.
“Oppa jebal!” ratap seorang gadis.
Kevin hanya diam, dia terlihat
sedikit melamun. Lalu Kevin sepertinya menyadari keberadaan Jiyoung.
“Oppa…” ratap gadis itu lagi.
“Hanya itu?”
Gadis itu mengangguk dengan mantap.
“Lalu kau akan menghilang selamanya?”
tanya Kevin.
Gadis itu mengangguk lagi.
Banyak fans Kevin yang sedang
melihat adegan ini juga, tapi sepertinya hanya Jiyoung yang tak bisa mendengar
percakapan mereka karena Jiyoung berdiri cukup jauh.
Tiba-tiba Kevin mencium pipi gadis
itu. Gadis itu terlihat senang bukan main dan lemas karena terlalu bahagia. Dia
menitihkan air matanya. “Gomawo Oppa… jeongmal gomawo.” Gadis itu segera
berlari ke kerumunan gadis lain yang siap mengintogerasinya.
Jiyoung terkejut melihatnya. Jiyoung
tersenyum kecut. “Dasar orang aneh.” Gumamnya.
Kevin mengampiri Jiyoung menghindari
kerumunan fansnya. “Kakimu?”
Sekarang mereka berjalan bersama,
“Kakiku? Gwenchana. Aku berusaha untuk tak melakukan hal berat agar bisa
sembuh. Kau tahu menari itu impianku.”
Kevin tak begitu menggubrisnya. Dia
hanya berjalan dengan melihat sekitar.
“Sepertinya dia senang. Terlalu
senang malah.” Kata Jiyoung.
“Nugu?”
“Gadis itu.” Jawab Jiyoung.
Kevin tersenyum kecut, menampakkan
wajahnya yang dingin.
“Dan itu juga terjadi padamu.” Kata
Jiyoung “Eonni, sejak kapan kau jadi penjahat seperti ini?”
Kevin menatap Jiyoung dengan tanda
tanya.
“Bukankah itulah keuntungan menjadi
popular? Kau bisa mencium gadis dengan mudah tanpa masalah, dan hasilnya kau
bisa terhibur tanpa memikirkan perasaan gadis itu.” Jelas Jiyoung.
“Sejak kapan kau mengurusi masalah
serperti ini?” tanya Kevin. “Bukankah ini hal yang biasa?”
“Ah?” Jiyoung tak bisa menjawabnya.
“Bukankah kau pernah melihat yang seperti ini?” tanya Kevin.
“Pernah? Onje?” Jiyoung berpikir keras.
“Waegeurae? Kau mulai cemburu?” tanya Kevin.
“Mwo?” Jiyoung tertawa, “Cemburu? Untuk eonni? Maldo andwe!”
Kevin hanya tersenyum kecut lalu pergi.
“Eonni!! Neon jeongmal michyeo saram!!!” teriak Jiyoung.
***
“Jiyoung-ah? Jadi kakimu cedera?” tanya Donghae saat Jiyoung
ijin untuk tidak mengikuti kelasnya.
Jiyoung mengangguk.
“Mengapa kau tak bilang padaku? Jadi itu alasannya kau tak
ikut kelas dua minggu ini?”
Jiyoung mengangguk lagi.
“Kau ini…” Donghae terlihat khawatir. “Kau sudah ke rumah
sakit?”
“Sudah.”
Mereka sekarang ada di rumah sakit. Setelah Donghae bicara
dengan dokter, Jiyoung menghampirinya. “Sudah kubilang. Aku sudah kemari. Aku
bahkan baru membeli obat yang baru.”
Donghae terlihat lega. “Baiklah sekarang ikut aku. Kajja!”
Donghae menarik lengan Jiyoung dan membawanya ke sebuah taman dengan mobilnya.
“Bukankah ini sudah malam? Gyuri sunbae tak mencarimu?” tanya
Jiyoung saat duduk di sebuah kursi di taman itu.
“Gwenchana.. kau harus menyegarkan matamu disini. Bukankah
bosan tak boleh melakukan hal yang berat. Disini pemandangannya indah kan?”
Jiyoung tersenyum, “Geurae ini memang indah.” Jawab Jiyoung sambil melihat permainan lampu
hias yang terbentang di depannya.
“Jiyoung-ah” tiba-tiba Donghae terlihat serius. Jiyoung mulai
berdebar. “Berjanjilah padaku untuk selalu sehat. Jangan pernah abaikan
kesehatanmu.”
“We..weyo?” tanya Jiyoung.
“Berjanjilah… untukku.” Kata Donghae lalu membelai rambut
Jiyoung.
Jiyoung kebingungan dan hanya bisa membatin, “Jebal jangan buat aku berharap terlalu jauh.”
“Kau berjanji?” tanya Donghae.
Jiyoung mengangguk. Jiyoung terus bertanya-tanya, apa Donghae
menyukainya.
Akhirnya Donghae mengantarnya pulang.
Donghae dengan segera membukakan pintu mobilnya untuk
Jiyoung.
“Kamsahaeyo sunbaenim.” Kata Jiyoung. Lalu berbalik menuju
pintu flatnya.
Namun Donghae memanggilnya lagi, “Jiyoung-ah!” tiba-tiba
Donghae memeluknya erat.
Jiyoung membeku, “A..apa yang kau lakukan?”
Donghae tersenyum, “Aku hanya ingin melakukannya. Jaljayo.”
Jawab Donghae lalu masuk ke mobilnya.
Jiyoung masih membeku setelah mobil Donghae hilang dari
pandangan. Jiyoung berusaha tersadar dan berbalik membuka pintu flatnya. Saat
itu Jiyoung sempat melihat Kevin yang berdiri di balik jendela flatnya sedang
melhatnya.
***
Keesokan harinya, Jiyoung kembali melamun dan membuat Sungho
kebingungan.
“Jiyoung-ah… Jebal.. jangan seperti ini.” Pinta Seungho.
“Bisakah kau jawab pertanyaanaku sekarang?”
“Ah… ne, jangan khawatirkan aku Seungho-ah.” Jawab Jiyoung
seketika.
“Jieun dimana?” tanya Seungho.
“Oh, dia pulang ke rumahnya. Eommanya sakit. Sepertinya dia
akan lama disana. Dia bahkan mengambil cuti dari sini. Aku jadi sendirian. Aku
harap Eommanya cepat sembuh.”
“Sakit? Aku baru tahu itu. Mengapa kau tak bilang padaku?”
“Dia baru berangkat pagi tadi.”
“Kalau begitu baik-baiklah dirumah. Jangan terlalu sering
melamun. Kau bisa mengalami sesuatu yang tak kau inginkan.” Kata Seungho lalu
berpamitan, “Baiklah aku ada kelas. Anyeong!”
“Anyeong.” Balas Jiyoung.
Setelah Seungho pergi, senyum Jiyoung hilang lagi. Baru saja ia berniat memikirkan masalagnya
lagi, Gyuri mengampirinya, kali ini dengan mata berkaca-kaca.
“Sunbae?” Jiyoung heran.
“Aku harap kau tak menerukan semuanya. Aku peringatkan kau!
Kau bisa benar-benar terluka!” kata Gyuri tegas.
“Mw..mworagoyo?”
“Jangan pura-pura tak mengerti lagi.” Sekarang dia
mengeluarkan dua buah foto dari dalam tasnya dan memberikannya pada Jiyoung.
“Aku tahu semuanya. Aku harap kau tak sungguh menyukainya
karena dia juga tak sungguh menyukaimu.”
Jiyoung terkejut, fotonya bersama Donghae di taman bermain
ada pada Gyuri, Jiyoung dilanda rasa bersalah dan menyesal. Tapi dia tak
mengerti foto yang satu lagi yang berisi seorang gadis.
“Gadis itu… bukankah dia mirip denganmu?”
Jiyoung memperhatikannya, gadis di foto itu memang seperti
dirinya.
“Dia adalah mahasiswa fakultas tari disini yang meninggal dua
tahun lalu akibat kanker tulangnya.”
“A..apa maksudnya ini semua?” tanya Jiyoung masih tak
mengerti.
“Dia Lee Taehae, adik Lee Donghae.”
Jiyoung terkejut, sepertinya dia mulai mengerti arah
pembicaraan Gyuri.
“Jadi jangan sekali-kali kau salah mengerti dengan
perhatiannya selama ini padamu. Dia tak mencintaimu atau jatuh hati padamu. Dia
hanya menganggapmu sebagai adiknya. Kalian benar-benar mirip, dia tak ingin
gadis sepertimu menghilang lagi dari dunia ini. Itu saja. Jangan berharap lebih
Kang Jiyoung.” Gyuri sekarang meneteskan air matanya, membuat Jiyoung semakin
merasa bodoh.
“Berkali-kali aku coba menjelaskan padanya bahwa kau bukan
Lee Taehae, tapi dia tak mau dengar, dia akan terus menganggapmu Lee Taehae,
bukan Kang Jiyoung. Dia akan menganggap nama Kang Jiyoung hanya sebagai nama
panggilan saja. Ara?”
Jiyoung tahu seharusnya dia menangis juga saat, ini tapi dia
akan makin membenci dirinya jika dia menangis, Jiyoung hanya bisa menahannya.
“Jadi hentikan semuanya sekarang juga. Aku tak ingin kau
berperasaan lebih padanya.” Kata Gyuri lalu pergi.
Jiyoung berjalan gontai menuju flatnya. Ini sudah malam, sore
tadi dia menghabiskan waktu di sebuah kafe yang tak ia tahu namanya, dan menghabiskan
banyak gelas es soda di udara yang dingin ini. Musim dingin telah datang.
Jiyoung tak merasakan perutnya yang sakit, dia hanya merasa
terpukul karena itu. Jiyoung berpikir, Donghae teklah sukses membuatnya
berharap terlalu jauh, padahal dia bukan apa-apa.
“Kang Jiyoung babo!” gumamnya pada dirinya sendiri.
Jiyoung berdiri di depan pintu flatnya dan mencari kunci di
dalam tasnya. Dia sama sekali tak menemukan apa-apa. Jiyoung berpikir keras,
dia sama sekali tak bisa ingat dimana kunci itu. Akhirnya dia berniat menelepon
Jieun yang membawa kunci cadangannya.
Tiba-tiba Jiyoung sadar akan kenyataan yang ada dan
menertawakan dirinya sendiri, “Dasar babo! Bukankah Jieun pulang?” Jiyoung
terduduk di depan pintu flatnya, “Kenapa aku jadi bodoh gara-gara masalah
seaneh ini?” Sekarang Jiyoung mulai meneteskan air matanya.
Jiyoung berkali-kali mengusap air matanya. Ia tak mau
menangis, tapi air matanya tak bisa diatur, itu pikirnya.
Jiyoung berada disana cukup lama hingga larut malam. Dia tak
bisa menghentikan tangisnya. Dia bahkan tak sadar tubuhnya sudah menggigil
kedinginan dan perutnya kram.
“Babo!” berulang kali gumaman itu terdengar dari mulut
Jiyoung. Umpatan untuk dirinya sendiri yang dengan mudahnya tenggelam dalam
sesuatu yang tak jelas.
Malam itu sudah sangat sunyi, hingga terdengar suara langkah
kaki yang mendekat. Saat ini Jiyoung sudah tertidur dengan posisinya bersandar
pada pintu flatnya, dan kepalanya di atas kedua lututnya.
Langkah kaki itu semakin mendekat. Hingga pemiliknya
mengeluarkan suaranya, “Jiyoung?”
Jiyoung seketika terbangun dan mendongak, “Eonni?”
“Apa yang kau lakukan?” tanya Kevin.
“Kunciku hilang. Dan Jieun sedang pulang ke rumahnya.” Jawab
Jiyoung.
“Kau sudah lama seperti ini?”
Jiyoung mengangkat pundaknya. Lalu mencoba berdiri sambil
berkata, “Dingin..” tapi dia terjatuh lagi karena perutnya yang kram. Jiyoung
memegangi perutnya.
“Kau kenapa?” tanya Kevin khawatir sambil memegangi tubuh
Jiyoung yang lemah.
Kevin pun berinisiatif membawa Jiyoung ke flatnya. Dengan
susah payah Kevin menuntunnya ke tempat tidurnya. Kevin mengambil dua selimut
lagi dari lemarinya untuk Jiyoung.
Jiyoung terus memegangi perutnya.
“Apa kau makan sesuatu di cuaca sedingin ini?” tanya Kevin
curiga.
Jiyoung memaksakan senyumnya, “Entah berapa es soda yang ku
minum tadi. Kau tahu? Aku meniru drama-drama di tv, tapi kuganti alkoholnya
dengan soda.”
“Babo!” gumam Kevin.
“Kau benar eonni.” Jawab Jiyoung sambil meringis kesakitan.
Lalu Kevin menghilang agak lama dan kembali dengan membawa
kantong berisi air hangat. Dia menghampiri Jiyoung lalu membuka pakaiannya.
Dengan segera namun lemah, Jiyoung menahan tangan Kevin, “Eonni apa yang kau
lakukan?”
“Diamlah.” Perintah Kevin.
Kevin hanya membuka pakaian Jiyoung di bagian perutnya untuk
meletakkan kantong itu. Kevin segera menutupnya dengan selimut, dia terlihat
sangat hati-hati melakukannya. Dia sama sekali tak mencuri lihat.
“Ah… ini benar-benar hangat eonni. Dapat ide darimana?”
“Jangan banyak bicara tidurlah. Kau mulai demam.” Kata Kevin
sambil menyentuh dahi Jiyoung dan merasakan panas.
Jiyoung kembali memaksakan senyumnya, “Apa aku terlihat
begitu bodoh?”
Kevin tak menjawabnya. Itu lebih terdengar seperti Jiyoung
bicara sendiri.
“Aku harap kau tak menanyakan alasanku meminum banyak soda.”
Kevin tersenyum pahit, “Jangan khawatir, aku sudah tahu.”
Jiyoung terkejut dan bangkit dari posisinya. “K..kau tahu?”
“Sudahlah. Malam ini kau tidur disini.” Kata Kevin lalu
beranjak.
Tapi Jiyoung meraih lengannya, “Apa maksudmu kau tahu?”
“Lupakan.” Kevin menepis tangan Jiyoung. Namun Jiyoung
berhasil meraihnya lagi. Dan menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Bukankah kau sakit? Jika kau sudah sembuh, bisa kan kau tidur diluar?”
Tiba-tiba Jiyoung tertunduk, dia tak kuat menahannya lagi,
air matanya tak bisa dibendung lagi. “Bisakah kau meminjamkan pundakmu?” tanya
Jiyoung terpaksa. Entah mengapa saat ini, rasanya hanya Kevin teman yang ia
punya.
Kevin melunak dan duduk di samping Jiyoung. Benar saja,
Jiyoung langsung tersedu di pundak Kevin, “Nan
jeongmal babo.”
“Kau terluka karenanya kan?”
Jiyoung mengangguk, dia mulai mengakui semuanya, “Aku terlalu
jauh berharap. Aku tak tertipu, tapi aku menipu diriku sendiri. Mengapa dia
harus sebaik itu? Mengapa aku harus jatuh hati padanya?”
Jiyoung menjelaskan semuanya pada Kevin. “Menangislah. Kau
diijinkan menangis. Hanya saat ini, di hadapanku. Setelah itu jangan lagi.”
Jawab Kevin setelah mendengar semuanya.
Jiyoung makin tersedu, Kevin hanya bisa meletakkan tangannya
di kepala Jiyoung. Dan tak melakukan apa-apa lagi. Dia menuggu hingga Jiyoung
tertidur karena terlalu lelah menangis.
***
Jiyoung terbangun merasakan lapar di perutnya. Dia membuka
matanya dan menemukan Kevin tertidur di kursi agak jauh di hadapannya.
Jiyoung takut membangunkan Kevin yang terlihat kelelahan. Ia
berjalan ke lemari makanan Kevin sendiri berharap menemukan sesuatu untuk
dimakan. Namun saat Jiyoung mencoba meraih sesuatu yang cukup tinggi, dia
menjatuhkan perabotan Kevin dan menimbulkan suara nyaring.
Seketika Kevin terbangun dan langsung menghampiri Jiyoung, “Tunggulah
disana.” Pintanya sambil menunjuk tempat tidurnya. Sedangkan Jiyoung hanya
tersenyum kecut, merasa bersalah.
Tak lama, Kevin datang dan membawa semangkuk mie untuk
Jiyoung. “Makanlah.”
“Hanya satu? Bagaimana denganmu?” tanya Jiyoung sambil memegang
mangkuk.
“Hanya tinggal satu. Sudahlah, makan saja.” Kata Kevin.
“Kalau begitu tak usah, ini buatmu saja.” Kata Jiyoung
menyodorkan kembali mangkuk itu.
“Sudahlah.” Kevin mendorongnya.
“Tapi…”
“Makan saja. Kau lupa kau di fakultas tari? Kau harus punya
tenaga lebih.” Jelas Kevin.
“Kalau begitu kita makan berdua.” Usul Jiyoung.
Kevin menggeleng.
“Ayolah… ini membuatku serba salah, apa kau lupa perbuatan
semalam? Aku benar-benar tak ingin terlihat semenyedihkan itu. Ini terlihat
seperti kau baru saja memungut anak anjing di jalan.”
Akhirnya Kevin tak berkutik dan menikmati mie itu bersama
Jiyoung. Jiyoung tersenyum dengan penuh rasa terima kasih.
“Kenapa kau juga harus sebaik ini padaku? Bukankah aku
menyebalkan? Aku selalu memanggilmu eonni.” Kata Jiyoung setelah mie dalam
mangkuk itu habis.
“Cepatlah pergi ke universitas.” Kata Kevin sambil mengambil
mangkuk itu.
Jiyoung menunduk melihat dirinya, “Apa kau gila? Aku bahkan
tak bisa mengambil baju ganti, dan asal kau tahu dompetku tertinggal di dalam.”
“Lalu bagaimana kau membeli soda sebanyak itu semalam?” tanya
Kevin heran.
“Aku menggunakan semua uang yang tertinggal di sakuku.” Jawab
Jiyoung.
Lalu Kevin menyentuh dahi Jiyoung, “Kau sudah membaik,
sebaiknya kau tak usah pergi ke universitas. Diam saja disini.” Kevin pun
bersiap pergi ke universitas.
***
2 bulan kemudian
“Mwo?” Seungho tertawa. “Benarkah Nicole Sunbae
melompat-lompat seperti itu?”
“Ne.” jawab Jieun juga dengan tawanya.
Jiyoung menghampiri dua sahabatnya di taman universitas
setelah kelasnya usai, “Apa yang kalian bicarakan?” Jiyoung tersenyum melihat
keceriaan mereka.
“Kau belum tahu?” tanya Seungho.
“Mworagoyo?” Jiyoung tak mengerti.
“Nicole sunbae sedang merayakan kesenangannya sekarang.”
Jawab Jieun.
“Weyo?” Jiyoung masih tak mengerti.
“Kevin Sunbae bersedia pergi kencan dengannya. Mereka akan ke
taman kota
besok, semua orang benar-benar ingin melihatnya.” Kali ini Seungho yang
menjawab dengan antusias.
“Mwo?” Jiyoung terkejut, “Chinchayo?” Jiyoung juga tertawa,
“Aku baru yakin kalau Kevin eonni itu laki-laki.”
“Dasar! Semua orang juga tahu dia laki-laki. Presepsimu saja
yang salah.” Celetuk Jieun.
“Apa kau pikir di gay?” Seungho menimpali, “Yang benar saja.”
Dia tertawa.
“Dengan begini terbuktikan dia laki-laki?” Jiyoung masih tak
kuasa mengotrol tawanya.
“Oh ya Jiyoung-ah, apa benar Donghae sunbaenim akan pindah ke
L.A mengikuti Gyuri sunbae?” tanya Jieun tiba-tiba. Jiyoung benar-benar tak
suka membahas hal ini.
“Aninde, dia ke NewYork.” Jawab Jiyoung.
“Apa yang dilakukannya disana?” tanya Seungho.
“Sebuah sekolah tari di sana
tertarik padanya. Mereka merekrutnya.”
“Lalu?” tanya Jieun dan Seungho bersamaan.
“Mwo?”
“Kau akan jadi gadis tersedih sedunia?” tanya Seungho.
“Weyo?” tanya Jiyoung.
“Bukankah kau menyukainya? Lalu bagaimana jika orang yang kau
sukai harus pergi jauh?”
“Aku berusaha biasa saja. Apa kalian gila menyuruhku bersedih
gara-gara itu?” Jiyoung teringat lagi akan kebaikan-kebaikan Donghae selama
ini. Semenjak Jiyoung tahu kebenaran itu, dia menjadi canggung saat bersama Donghae.
Tapi dia masih belum yakin dengan hatinya untuk benar-benar melupakan Donghae.
“Lalu kau diam saja? Kau tak melakukan sesuatu untuk terakhit
kalinya? Ayolah… aku akan mendukungmu kali ini.” Celoteh Seungho.
“Maka dari itu, parahnya, dia memintaku mengantarnya ke
bandara besok.” Kata Jiyoung malas.
“Aku menyarankan kau benar-benar mengantarnya dan melepasnya,
untuk terkahir kalinya. Bagaimanapun, kami mengerti perasaanmu.” Jelas Jieun.
Jiyoung hanya tersenyum kecut memikirkannya.
***
Keesokan siangnya, dia bersiap-siap untuk kebandara. Ya dia
memutuskan dia ingin melihat orang yang dia sukai untuk terakhir kalinya.
“Kenapa aku terlihat menyedihkan seperti ini? Kevin eonni
pasti senang sekarang, apalagi Nicole sunbae, aku bisa mengatakan dengan
kata-kata tentang kebahagiaannya.” Jiyoung bergumam sambil menertawakan dirinya
sendiri dalam hati.
“Kau benar ke bandara?” tanya Jieun yang melihat Jiyoung
sudah serapi itu.
Jiyoung mengangguk.
“Baiklah, aku ijinkan kau melakukan hal bodoh ini. Semua
orang tahu ini hanya untuk terakhir kalinya. Berangkatlah! Atau kau bisa
terlambat.”
Jiyoung tersenyum lalu keluar dari flatnya. Dia menatap flat
Kevin yang tertutup rapat. Lalu segera mengalihkan pandangannya ke jalan. “Apa
dia sedang bersiap-siap?” gumam Jiyoung.
“Ajushi akan segera
pergi.” batin Jiyoung dalam taksinya. “Baguslah,
biarkan ingatan tentangnya hilang bersama pesawat yang ia naikki. Dengan begitu
aku tidak akan terlihat seperti orang bodoh lagi. Sudah cukup dan sudah
berakhir. Jadi tak perlu ada adegan menangis sebentar lagi.”
Tiba-tiba Jiyoung teringat lagi dengan Kevin dan Nicole, “Pakaian apa yang mereka kenakan di kencan
pertama mereka?” Jiyoung tersenyum sendiri membayangkannya, “Apa Nicole sunbae sudah benar-benar
mengenal Kevin eonni? Bagaimana jadinya nanti jika dia terkejut dengan sifat
asli Kevin eonni. Tapi apa Kevin eonni akan merubah tingkahnya saat bersamanya?
Berarti ciri khasnya akan hilang. Lagipula aku akan kesulitan datang ke flat
Kevin eonni seenaknya seperti biasanya.”
Jiyoung membayangkan dia masuk ke dalam flat Kevin seperti
biasa namun menemukan Kevin tengah berciuman dengan Nicole di dalamnya.
Jiyoung segera melambaikan tangannya di depan wajahnya
sendiri, lalu lagi-lagi menertawakan dirinya sendiri, “Babo.” Gumamnya.
Taksi yang dinaikinya semakin dekat dengan bandara. Pesawat
yang dinaiki Donghae akan berangkat 30 menit lagi. Jiyoung mengamati jalan yang
ia lewati, mengapa tiba-tiba ada sesuatu yang terasa berat?
“Ajushi akan pergi?
Lalu kenapa? Dia hanya menganggapku adiknya, tak lebih. Lalu saat ajushi sudah
pergi, dan Kevin eonni sudah bersama Nicole sunbae, kepada siapa aku datang
saat Jieun tak ada? Seungho? Itu tak mungkin. Bukankah selama ini ada seseorang
yang menggantikan posisi Appaku?”
Jiyoung berpikir keras. Sekarang taksinya sudah sampai di
bandara. Jiyoung pun turun dan tak sengaja menemukan Donghae jauh di
dahapannya.
Donghae melihat Jiyoung dan terlihat senang, belakangan ini
dia sama sekali tak bicara dengan Jiyoung yang terus menghindar.
“Jiyoung-ah!” teriak Donghae.
Jiyoung melihatnya tanpa ekspresi sama sekali. Donghae agak
aneh melihatnya. Tiba-tiba Jiyoung mengabaikkannya dan berlari mengejar
taksinya tadi.
Donghae kebingungan melihat Jiyoung yang memasuki lagi
taksinya dan melesat cepat ke arah dia datang.
Jiyoung pulang, tepatnya ia malah mendatangi flat Kevin
dengan tergesa-gesa, Jiyoung hanya tak ingin Kevin sudah pergi kencan.
Jiyoung mengetuk pintu flat Kevin namun tak ada jawaban.
Jiyoung merasa putus asa, “Andwe.. dia sidah berangkat.” Gumamnya sambil terus
mengetuk.
Jiyoung tetap mengetuk pintu itu hingga 5 menit lamanya.
Jiyoung berkaca-kaca, jika dia tahu kenyataan ini, seperti ada sesuatu yang
besar hilang dari hatinya. Dia bahkan sudah tak mengingat Donghae lagi
sekarang.
Tiba-tiba terdengar kunci pintu itu dibuka dengan cepat,
Kevin dengan rambut berantakan keluar dari balik pintu dan melihat Jiyoung
dengan tatapan heran dan sedikit kesal.
“Kau suka sekali mengangguku?” tanya Kevin kesal.
“Kenapa kau disini? A..apa yang kau lakukan?” tanya Jiyoung.
“Kenapa aku disini? Bukankah ini flatku? Aku tidur disini apa
itu salah?” Tanya Kevin sambil mengucek mata kanannya. Benar-benar terlihat
seperti seseorang yang baru bangun darin tidurnya.
“A..aku” Jiyoung bingung harus berkata apa, “Kau tidak
bersama Nicole sunbae?”
“Nicole?” tanya Kevin lalu tersenyum dingin, “Kau termakan
isu itu juga?”
“Isu?”
“Geurae, isu sama seperti saat kau dibilang merampasku dari
para fansku.”
Entah mengapa ada sesuatu yang melegakan di hati Jiyoung,
sesuatu yang besar itu kembali mengisi hati Jiyoung. “A..aku”
“Wae? Kau mau menangis lagi disini? Sejak kapan flatku
menjadi kafe menangismu?” tanya Kevin setelah melihat mata Jiyoung yang
berkaca-kaca.
“Waktu itu,” Jiyoung teringat sesuatu, “Kau pernah bertanya
padaku apa aku memang benar-bernar mencintai Donghae sunbaenim kan?”
Kevin tak menjawab, dia hanya terus memperhatikan Jiyoung.
“Aku rasa, aku bisa menjawabnya sekarang. Entah bagaimana
reaksimu, aku hanya perlu menjawabnya sekarang.”
Kevin mengangguk ragu.
“Jawabanku adalah, aku tak yakin aku mencintainya. Karena aku
menyukainya, hanya menyukainya, bukan mencintainya.” Jelas Jiyoung.
“Lalu?” tanya Kevin.
“Saat aku tahu dia hanya menganggapku adiknya, aku memang
menangis, aku memang sedih. Tapi asal kau tahu, aku sedih pada diriku sendiri,
bukan padanya yang tak bisa mencintaiku atau menganggapku seorang gadis. Aku
sedih mengapa aku harus sebodoh itu dan terlihat begitu menyedihkan.”
Kevin terus memperhatikannya.
“Bahkan sampai saat ini, Dia akan pergi ke luar negeri, tapi
aku malah terbebani masalah lain. Ternyata aku tak apa meski dia pergi jauh dan
tak akan kembali sekalipun. Tapi mengapa aku malah khawatir pada sesorang yang
hanya akan pergi kencan dengan gadis lain? Aku khawatir orang itu tak akan bisa
lagi menolongku, atau menenangkanku di saat aku membutuhkannya.”
“Maksudmu?”
“Saat aku mengetuk pintu ini dan tak ada jawaban, tahukah kau
betapa putus asanya aku? Aku merasa lebih bodoh dari sebelumnya, aku merasa
menyia-nyiakan sesuatu yang sebenarnya sangat penting untukku. Tapi akhirnya
keputusasaan itu dan penyesalan itu kandas begitu saja saat kau bilang itu
semua hanyalah isu.”
Kevin tak berkedip, dia agak shock mendengar semuanya.
“Jadi, dengan semua alasan itu, bisakah kau meyakinkanku
bahwa aku sudah jatuh cinta padamu Oppa?”
Ini pertama kalinya Jiyoung memanggil Kevin oppa, itu
terdengar aneh di telinga Kevin.
“A..aku” Kevin seakan
kehilangan semua suaranya.
“Aku tak peduli bagaimana perasaanmu padaku. Aku hanya ingin
kau tahu apa yang sebenarnya aku rasakan. Inilah cinta yang selama ini
berkeliaran di sekitarku, tapi aku tak bisa melihatnya karena dibutakan orang
lain.”
Jiyoung tersenyum tulus pada Kevin. Meskipun Kevin masih tak
berekspresi apa-apa.
***
Setelah mengetahui perasaannya yang sebenarnya, Jiyoung
memutuskan untuk terus ada untuk Kevin. Meskipun Kevin masih bersikap dingin
padanya. Dia tak peduli, dia ingin membalas semua kebaikan Kevin selama ini
padanya.
“Kevin eonni!!!!” Jiyoung berteriak sambil menggedor pintu.
“Kau sudah bangun?”
Kevin akhirnya membuka pintunya, “Bisakah kau tak melakukan
ini?”
Jiyoung mendorong Kevin masuk dan menyuruhnya segera mandi,
“Kau bisa terlambat! Bukankah kau ada kelas pagi ini?”
“Bagaimana kau tahu?”
“Aku sudah mempelajarinya.” Jawab Jiyoung tersenyum,
“Palihae!! Aku akan membuatkanmu mie.”
Akhirnya Kevin pergi mandi. Dan Jiyoung membuat seporsi mie.
Tak lama Kevin selesai dan mulai merapikan rambutnya di depan
kaca.
Jiyoung melihat sekeliling dan flat Kevin terlihat
berantakan. “Kau makin tak terurus eonni!” Jiyoung merapikan kertas-kertas yang
berserakan di bawah meja.
Kevin melihatnya dan melarangnya melakukannya, “kau tak perlu
melakukannya. Jangan sentuh barangku!”
Tiba-tiba Jiyoung menyentuh kertas berisi penuh tulisan
tangan Kevin. Itu seperti lirik lagu dan juga seperti karangan bebas siswa
sekolah dasar. “Ah… tulisan tanganku juga secantik wajahmu ya?” Jiyoung
membacanya dan terkejut. “Eonni?” ini apa?” Jiyoung berdiri dan menghampiri
Kevin.
Kevin terkejut melihatnya dan berteriak, “Sudah kubilang
jangan sentuh barangku!!”
Jiyoung tersenyum, tersenyum lebar dan manis dia terus
menatap Kevin lekat-lekat. “Kau? Selama ini kau?” Jiyoung tak bisa berhenti
tersenyum.
Kevin mati kutu dan tak kuat menahan senyumnya juga. Seketika
wajah dinginnya lenyap. Tiba-tiba dengan kasar dia merebut kertas di tangan
Jiyoung, dan menarik Jiyoung ke dekatnya dan menciumnya. Jiyoung menerimanya
dan membalasnya, dia dia benar atas keputusannya untuk memilih cinta yang tak
terlihat daripada yang terlihat saja.
Kertas itu terjatuh dari tangan
Kevin dan memperlihatkan tulisan-tulisan.
TAKE ME AWAY
Even you’re by his side
I always stand to keep you safe
But this time I can’t stand it no more
Somebody take me away
Somebody take me away
Somebody take me away
Couse I can’t take this pain
Kau memperlakukanku dengan cara berbeda
Pertemuan yang biasa sebenarnya,
tapi entah mengapa perkataanmu selalu menancap di hatiku
saat berusaha membuatmu selalu di sisiku, kau malah ada di sisinya
ya, kau memanggilnya ajushi,dan aku iri saat mengetahuinya
tapi kau memanggilku eonni, aku merasa senang
biarpun orang lain geli mendengar panggilanmu padaku,
entah mengapa aku menyukainya
biarkan aku selalu disisimu apapun statusku
KJY
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar