Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo
Teng…teng…teng…teng
Author POV
Setelah
mendengar bel masuk, para siswa segera memasuki kelas mereka masing-masing. Tak
semua dari siswa-siswa itu yang bersemangat untuk hari ini, beberapa diantara
malah bersiap tidur ataupun lebih tertarik berbincang dengan teman-teman mereka
yang lain. Tapi siswa teladan yang idam-idamkan masih bisa ditemukan tengah
mempersiapkan buku-buku yang dibutuhkan.
“Ani
Jiyoung-ah…. Jangan bicarakan itu lagi. Dia bisa mendengarnya. Aku bisa
disangka gadis murahan.” Keluh Sulli pada Jiyoung yang terus saja tertawa.
“Tapi aku
benarkan? Kau memang menyukai si Kai itu.” Jiyoung memegangi perutnya yang
mulai sakit karena terlalu lama tertawa.
“Ssstt!”
Sulli berdiri untuk menutup mulut Jiyoung yang duduk di depannya.
“Bisakah
kalian tidak berisik?” tanya Baro sambil menutup kepalanya dengan buku. Dia
duduk si samping Sulli.
Akhirnya
Jiyoung yang duduk di bangku paling depan itu segera menghadap ke depan setelah
guru mereka, Lee Jang Woo seongsanenim masuk.
“Anyeong
haseyo.” Sapa Lee seongsaenim.
Siswa di
kelas itu segera diam dan duduk dengan posisi semestinya. Walaupun masih ada
satu murid, Sandeul, yang masih tidur.
Setelah
bicara panjang lebar tentang sejarah, Lee seongsaenim memberikan satu
pertanyaan yang cukup sulit, ia menunjuk seorang gadis yang duduk di bangku
paling belakang di pojok kiri. “Lee Jieun, jawab pertanyaannya.”
Jieun
tersentak, ia sama sekali tak bisa menjawabnya, memang benar jika dia memperhatikan
semua yang gurunya jelaskan itu, namun sepenuh apapun usahanya untuk mengerti,
ia tak pernah bisa.
Jieun
menundukkan kepalanya lalu menggeleng.
Teman-temannya selalu menertawakannya di saat seperti ini. Jieun sudah sangat
bosan dengan keadaan itu. Meski ia tak suka, ia tak bisa berbuat apa-apa. Dia
termasuk dalam siswa yang lemah dan sema sekali tak menonjol.
“Tahun
1090.” Jawab Myungsoo tiba-tiba. Hanya dia dan sandeul yang tertidur saja yang
tidak menertawakan Jieun.
Jieun
kenal betul suara yang menjawab itu. Suara yang selalu menghentikan tawa di
seluruh kelas saat dia terpuruk. Memang ampuh benar suara itu untuk meredakan
tawa.
Lee
seongsaenim berdecak kagum, siswa yang satu itu memang ahli dalam pelajarannya.
“kenapa harus selalu Kim Myungsoo?” tanyanya sambil tertawa.
“Bukan
karena yang lain bodoh Seongsaenim, tapi kami mengalah pada Myungsoo.” Celetuk
Baekhyun dan membuat seisi kelas tertawa lagi kecuali Jieun dan Sandeul.
“Baiklah,
Byun Baekhyun. Kalau begitu bangunkan teman di belakangmu itu.” Kata Lee
Seongsaenim.
Baekhyun
menoleh kebelakangnya dan dengan santai menarik sejumput rambut Sandeul.
“Aaaaaww!!” pekik Sandeul seketika terbangun. “Bisa pakai cara lain?”
Baekhyun
menggeleng santai, “Hanya itu cara yang ampuh.”
Jieun
melirik Myungsoo yang duduk tiga bangku di kirinya, lalu menggumam, “Kenapa
harus selalu dia?”
***
Jiyoung POV
“Benar dia menyukai Jongin ?” tanya Jiyeon setelah bergabung denganku dan
Sulli di kantin.
Sulli
terkejut mendengarnya, ia segera melempar pandangan kesal padaku. Aku jadi
sedikit merasa bersalah. Ya dia pantas marah, karena aku, Jiyeon jadi tahu hal
itu.
“Jangan
khawatir, aku takkan membocorkannya.” Jiyeon tersenyum manis pada Sulli.
“Ini
semua karena kau Jiyoung-ah!” teriak Sulli kesal.
“Tapi aku
benar kan?
Kau memang menyukainya.” Jawabku. Bukankah semua itu terlihat dari sikapnya
sendiri?
“Siapa
bilang? Aku tak pernah mengatakannya.” Sulli menegak minumannya dengan kesal.
“Walau
tidak bicara sudah terlihat.” Kataku lalu menoleh ke Jiyeon, “Geurae
Jiyeon-ah?”
Jiyeon
mengangguk setuju, “Yang seperti itu bisa terlihat jelas oleh orang sekitarmu.”
“Anyeong!!” sapa Hwayoung dan Hyoyoung bersamaan. Tiba-tiba mereka muncul
begitu saja dari belakangku.
“Bisa
tidak kalian datang dengan permisi?” tanyaku kesal, mereka selalu saja
mengagetkan seperti ini.
“Itu
kelebihan kami.” Kata Hwayoung.
“Benar,
itu kelebihan kami.” Sambung Hyoyoung.
“Kenapa
juga kau selalu mengulangi perkataannya Hyoyoung-ah?” tanya Sulli kesal bukan
main. Sepertinya suasana ahtinya makin buruk dengan kedatangan si kembar.
“Kau
kenapa?” tanya Hwayoung dan Hyoyoung bersamaan. Lalu dengan cepat mereka sudah
duduk mengapit Sulli, membuatku harus bergeser dengan paksa. Dasar si kembar
aneh. Untung saja mereka itu cantik.
“Ini
pasti masalah cinta.” Kata Hwayoung.
“Benar
ini pasti masalah cinta.” Ulang Hyoyoung seperti biasa.
“Kalian
jangan sok tahu!” bentak Sulli lalu memakan makanannya tanpa ampun. Kasian
sekali makanan itu jadi sasaran kekesalannya.
“Tapi itu
memang benar kan?”
tanya Hwayoung.
“Jelas
benar.” Kata Hyoyoung.
“Ah! Itu
dia! Itu dia!” bisik Jiyeon. Dia menunjuk Jongin yang berjalan memasuki kantin
bersama Taemin dan Sehun.
Aku bisa
melihat wajah Sulli memerah. Kali ini dia takkan bisa mengelak, lihat saja, dia
begitu salah tingkah. Kena kau Choi Sulli.
“Jongin-ah! Taemin-ah! Sehun-ah!” dengan cepat aku melambaikan tanganku pada
mereka.
Jongin
tetap saja berwajah datar, sedangkan Taemin dan Sehun tersenyum melihatku.
Dasar Kai! Dia selalu begitu.
“Bergabunglah!” ajakku. Aku memang sengaja melakukannya. Itu membuat
Sulli malah beranjak pergi, namun Hwayoung dan Hyoyoung memeganginya.
Untung
saja mereka tak menolak bergabung, jadi aku tak terlihat bodoh.
“Kalian
mau aku pesankan makanan?” tanyaku sok ramah. Sedari tadi aku memperhatikan
gerak-gerik aneh Sulli. Aku benar-benar suka mengerjai temanku satu ini.
“Ani.
Biar aku saja.” Kata Taemin lalu pergi. Baiklah, pergi saja. Aku tak sepenuhnya
mau dan ingin memesankan makanan untuk mereka.
“Jongin-ah, kau sudah mengerjakan tugas Bahasa Inggrisnya?” tanya Jiyeon.
“Ah,
benar kalian satu tim kan?”
tanyaku, aku baru ingat. “Jika kalian ada kesulitan, kalian bisa minta bantuan
Sulli, dia cukup pintar dalam bahasa Inggris.”
“Tak
usah, aku bahkan sudah meminta Krystal mengerjakannya.” Jawab Jongin datar.
Setelah
mendengar itu Sulli malah terdiam. Apa dia kecewa? Ah… aku jadi menyesal
mengatakan itu. Aku berkali-kali melirik Sulli.
Untung
saja Hwayoung mencairkan suasana. “Sehun-ah Appaku bilang, Appamu pergi ke
Bangkok, apa itu benar?”
Sehun
terlihat terkejut karena tiba-tiba pembicaraan beralih padanya, “Ah,
geu..geurae. Dia baru… berangkat pagi tadi.” Jawab Sehun kikuk. Dia itu...
pemalu sekali.
“Ya…
jangan bilang Appa kalian saling kenal.” Kataku setelah menyadari perbincangan
mereka.
“Memang
saling kenal.” Jawab Hyoyoung mantab.
Sulli POV
Aku
hampir tak bisa berkonsentrasi dengan permbicaraan Sehun dan si kembar yang tak
penting itu. Kenapa aku sekecewa ini? Ini semua gara-gara Jiyoung! Kenapa harus
dia mengajak Jongin bergabung. Ini membuatku bisa mati di tempat.
Aku
berkali-kali mencuri pandang pada Jongin. Wajah itu, kenapa datar sekali?
Bagaimana aku bisa mengenalnya lebih dekat jika dia menakutkan untuk di ajak
bicara? Dasar Kim Jongin! Kenapa aku harus suka padamu?
Tak lama,
Taemin datang dengan makanannya. Jongin juga mengambil satu. Aku tak bisa
berhenti memperhatikan cara makannya. Semoga saja Jiyoung dan Jiyeon tak
menyadarinya. Aku benar-benar terlihat bodoh disini. Aku benar-benar ingin
pergi, kalau saja si kembar tak mengapitku seperti ini. Akan terlihat lebih
bodoh jika aku pergi dengan paksaan seperti itu.
“Sulli-ah? Kenapa kau melamun?” tanya Taemin tiba-tiba. Dia memang manis dan penuh
perhatian. Tapi disaat seperti ini aku sungguh tak mengharapkan perhatiannya.
Aku
menggeleng saja, “A..ani. gwenchana.”
Aku bisa
melihat Jiyoung menahan tawanya. Sepertinya dia senang sekali membuatku dalam
posisi serba salah seperti ini.
“Bagaimana Appa kalian bisa saling kenal?” tanya Jiyeon pada si kembar dan
Sehun. Itu sedikit menyelamatkanku. Topik teralihkan.
“Appaku,
dan Appanya berteman sejak kecil.” Jelas Hwayoung.
“Mereka
sahabat kecil.” Tambah Hyoyoung.
Jiyeong
tersenyum, “Ah, Geurae? Jadi kalian juga sudah mengenal sejak kecil?”
Si kembar
dan Sehun mengangguk bersamaan.
“Itu
manis sekali.” Celetukku. Aku jadi lupa kalau Jongin ada disini. Seharusnya aku
diam saja.
“Geurae
geurae. Itu memang manis.” Jiyoung tersenyum. “Kalian juga jadi teman kecil
kan?”
Mereka
bertiga mengangguk bersama lagi sambil menikmati makanannya.
Jongin POV
Aku
dengan terpaksa duduk disini. Rasa laparku sebenarnya sudah hilang. Aku memakan
itu semua agar aku punya sesuatu untuk mengalihkan perhatianku dari gadis itu.
Bahkan sampai sekarang aku tak bisa melupakan caranya malambai padaku, Taemin
dan Sehun tadi. Kenapa gadis itu selalu saja berputar di kepalaku? Ini
benar-benar merepotkan.
“Baiklah,
aku harus ke perpustakaan. Aku pergi dulu.” Jiyeon beranjak dari sampingku.
“Perpustakaan? Aku ikut. A..aku juga harus kesana.” Sulli berdiri dengan cepat
lalu mengikuti Jiyeon pergi.
“Anyeong!!” Hwayoung dan Hyoyoung melambaikan tangannya pada mereka yang pergi.
Aku lihat
ekspresi Jiyoung yang sedikit kecewa. Ada apa dengannya? Apa dia juga ingin
pergi? Iblis di dalan tubuhku melarangnya pergi, entah kenapa akan lebih baik
dia disini, di hadapanku.
***
Jieun POV
Aku
menatap wajahku di cermin, aku sedang berada di toilet sekolah. Kenapa aku
harus semenyedihkan ini? Ponselku berbunyi, aku lihat itu pesan dari Eomma.
Lagi-lagi dia berpamitan akan menginap di luar kota. Pasti dengan Ajushi kaya
itu lagi. Berarti seminggu ini aku harus menghidupi Adikku, Sungmin.
Appa,
maafkan perbuatan Eomma. Mungkin dia hanya kesepian. Aku mendongak dan menutup
mata berusaha mengingat wajah Appaku yang mungkin terlupakan. Ya aku hanya bisa
melihat wajahnya di foto. Dia meninggal saat aku masih berumur 3 tahun. Aku tak
begitu mengingat wajahnya.
Aku
melangkah keluar dari toilet menuju koridor sekolah. Seseorang dengan wajah dinginnya
berjalan berlawanan arah denganku. Kim Myungsoo, tak bisakah dia tersenyum
seperti saat bersama dengan teman-temannya. Disaat dia sendiri seperti ini dia
selalu menampakkan wajah dinginnya. Jika bukan ketampanannya, aku takkan betah
melihatnya.
Dia
lelaki yang cukup sempurna di kelas, pintar, tampan. Dan aku jatuh hati
padanya. Itu yang membuatku semakin menyedihkan. Bahkan aku menangis saat aku
menyadari aku jatuh cinta padanya.
Tapi
beginilah nasibku, tak ada orang yang memperhatikan aku. Aku hanya dianggap
angin lalu. aku sama sekali bukan murid menonjol disini.
Saat
tepat berada di hadapanku, Myungsoo menatapku. Jantungku seakan berhenti
mendadak. Namun dia segera melanjutkan langkahnya. Aku segera berpikir, mungkin
dia sedang berpikir keras, sepertinya dia mengenali wajahku, atau sepertinya
dia pernah melihatku di duatu tempat. Dia takkan memperhatikan hal itu. Bahkan
mungkin dia tak mengingatku. Dia hanya menatapku karena aku terus saja
menatapnya. Dia pasti merasa aku ini gadis aneh.
Aku
melewati kantin yang sedang ramai itu. Aku sama sekali tak tertairk pergi
kesana. Lebih baik aku menjauhi kerumunan. Sulli teman sekelasku sedikit
menabrakku, “Ah, Mian.” Katanya cepat. Sepertinya dia terburu-buru mengikuti
Jiyeon yang berjalan menuju ke perpustakaan.
Aku terus
berjalan menuju halaman belakang sekolah. Aku duduk di tempat favoritku di
bawah pohon besar paling rindang di sekolah ini. Dengan duduk di situ agak
sulit orang melihatku, tapi aku dengan mudah bisa mengamati sekitarku.
Angina
berhembus lembut menerbangkan daun-daun yang mulai berguguran. Aku berharap jam
sekolah segera berakhir agar aku bisa segera pergi ke tempat kerja paruh
waktuku.
Tak lama
aku melihat Naeun teman sekelasku berjalan melewatiku. Dia tersenyum saat
mendengar namanya dipanggil, “Naeun-ah!”
Seperti
yang dilakukan Naeun, Aku juga melihat orang yang memanggilnya. Itu Gongchan,
teman sekelas kami juga.
Gongchan
melangkah mendekati Naeun dengan sedikit canggung. Entah mengapa dia begitu.
Bukankah dia cukup akrab dengan Naeun?
Tiba-tiba
Gongchan memegang tangan kanan Naeun. Naeun terlihat sedikit terkejut. Namun
aku bisa melihat wajahnya memerah.
Gongchan
memberikan sesuatu pada Naeun. Itu kalung. Kalung yang indah. Yang pastinya
sangat cocok dikenakan oleh si cantik Naeun.
Pertanyan
Gongchan selanjutnya malah membuat Naeun terkejut setengah mati, aku bisa
melihat badannya bergetar karena terlalu gugup, “Maukah kau menjadi yeojaku?”
Naeun
terdiam sesaat. Aku yakin dia juga menyukainya, namun dia terlalu malu untuk
menjawab.
Tiba-tiba
suara berisik datang dari Baro dan Sandeul yang ternyata sedari tadi mengintip
mereka dari balik pilar sekolah. Sekarang mereka muncul sambil berteriak,
membuat Naeun semakin gugup dan malu.
“Terima!
Terima! Terima!” teriak mereka berdua dengan semangatnya.
Gongchan
hanya tersenyum lembut melihat tingkah konyol mereka berdua, dia fokus pada
Naeun yang sebentar lagi memberi jawaban.
Naeun
menutup matanya lalu berbicara sekuat mungkin, “Ne, aku mau jadi Yeojamu.”
Gongchan
tersenyum senang. Dia membuat gerakan seakan dia tak mempercayai apa yang baru
saja dia dengar. “Jinchayo?”
Naeun
mengangguk. Dengan cepat Gongchan memeluk Naeung erat, mengutarakan perasaannya
yang puas bukan main.
Sekarang
pikiranku melayang pada diriku sendiri, bukankah aku terlihat semakin
menyedihkan dalam diam melihat adegan ini? Aku beranjak pergi. Mereka yang
terlalu sibuk dengan masalah Naeun dan Gongchan itu bahkan tak menyadari aku
teman sekelas mereka baru saja melewati mereka. Aku pustuskan untuk kembali ke
kelas saja.
Suzy POV
Aku
mengantuk sekali siang ini. Benar-benar tak ada niat untuk memperhatikan
pelajaran setelah bel masuk nanti. Aku menggeletakkan kepalaku di mejaku.
Kulihat Jieun melewatiku. Dia terlihat begitu sedih. Tapi dia memang selalu
seperti itu, selalu menyedihkan. Bahkan dia bertingkah semendihkan mungkin.
Mungkin dia rasa hanya dia gadis paling menyedihkan di kelas ini.
Aku coba
memejamkan mataku. Namun sontak saja mataku terbuka lagi saat Baro dan Sandeul
si perusak suasana masuk ke dalam kelas dengan suara nyaring besar mereka.
“Mereka
sepasang kekasih sekarang!” teriak mereka bersama. Aku lihat Gongchan dan Naeun
berjalan di belakang mereka dengan muka merah. Aku sudah menduga hal ini.
Sebenarnya hal ini lebih lambat dari dugaanku, bukankah mereka memang saling
menyukai? Kenapa tak dari dulu saja? Tapi anak-anak lain sangat terkejut
mendengar ini.
Aku
bangun dari posisiku di atas meja. Aku bisa mengira dan kenyataannya memang
begitu, hanya Jieun yang tak bersemangat dengan itu. Dia pasti meratapi
nasibnya yang menyedihkan karena menyukai si dingin Myungsoo. Ckckck. Aku tak
habis pikir dengan mereka ini, selalu saja di siksa oleh masalah tak penting
mereka sendiri.
Aku bisa
melihat Myungsoo tertawa dengan Hyunseong dan Seungho. Aku rasa dia hanya
ikut-ikutan saja tertawa seperti itu. Bisa dilihat Jieun mengagumi tawa langka
itu. Ah.. lihat saja Jieun menyedihkan lagi.
“Jeongmal?” tanya Luna senang, sedangkan Krystal di belakangnya hanya tersenyum
simpul.
Naeun
mengangguk singkat dari bangkunya. Aku bisa melihat pipi merah Naeun yang sama
sekali tak menghilang.
“Ya!
Dengar mereka sudah jadian!” teriak Luna sambil melihat ke luar kelas. Aku
lihat Jiyeon dan Sulli masuk. Sepertinya bel masuk sudah berbunyi, aku tak
mendengarnya.
“Jinchayo?” tanya Jiyeon, dia berbunga-bunga dan tersenyum manis. Senyum yang
didambakan setiap lelaki, Itu hartanya.
Sulli
terlihat masam, dia sama sekali tak menghiraukan hal itu, dia sepertinya sibuk
dengan pikirannya sendiri.
Tak lama,
Jiyoung dan si kembar juga masuk ke dalam kelas, diikuti Jongin, Taemin dan
Sehun.
“Mereka
jadian.” Jieyon menunjuk Naeun dan Gongchan yang duduk di bangku masing-masing.
“Geurae?”
Jiyoung agak terkejut, “Ya… kalian harus traktir kami untuk merayakan ini.”
Taemin
mendorong pelan tubuh Gongchan, “Tak kusangka secepat ini kau mengutarakannya.”
Mwo?
Secepat itu? Bukankah ini terlalu lambat? Ckckck.
Gongchan
hanya tersenyum, anak itu siput sekali, lambat dan lembut maksudku.
Mereka
segera duduk di bangku mereka masing-masing. Park Gahee Seongsaenim, guru
matematika kami, masuk dengan gayanya yang sangat disiplin itu. Dia memang
termasuk Seongsaenim yang menyeramkan. Dan sayangnya saat ini aku sangat
mengantuk, bisa-bisa aku terkena semburan apinya. Kali ini aku mengalihkan
perhatianku dari masalah-masalah tak penting teman-temanku, aku berusaha tidak
tertidur untuk menghindari semburan apinya yang menghebohkan.
***
Eunji POV
“Ne,
anyeong Soyou-ah.” Aku melambai pada Soyou. Dia membatalkan janjinya denganku
hari ini karena dia beralasan harus pergi ke suatu tempat dan itu sangat
penting. Tadi dia juga menjelaskan bahwa jadwalnya berubah total, jadi dia
harus meninggalkan aku.
Saat Soyou
belum jauh aku lihat dia berpapasan dengan Hyunseong. Dia melempar pendangan
sombongnya seperti biasa, tak peduli itu teman sekelas, dia memang begitu.
Tapi..
apa yang Hyunseong lakukan disini? Dia melangkah ke arahku. Apa dia
menghampiriku? Ada perlu apa?
“Eunji-ah.” Panggilnya.
“Hyungseong-ah? Ada apa?” tanyaku. Tak biasanya dia bicara denganku sepulang
sekolah seperti ini.
Tiba-tiba
Hyunseong mengulurukan buku catatanku. Aku segera meraihnya, “Ah, ini milikku
yang aku sangka hilang. Bagaimana bisa ada padamu?”
“Aku juga
tak tahu. Tadinya ini ada pada Kyungsoo. Dia menyuruhku memberikannya padamu.”
Jelas Hyunseong.
“Ah anak
itu, bukankah dia duduk di depanku, bukankah dia lebih dekat? Dasar!” gerutuku.
Dia memang aneh.
“Bukankah
dia memang aneh?” Hyunseong tersenyum, manis. Itu senyumnya yang manis. Ya dia
memang selalu menyenangkan sepengetahuanku, meskinpun aku tak begitu akrab
dengannya.
“Gomawoyo.” Kataku.
“Jangan
sungkan.” Katanya.
“Kalau
begitu aku pergi dulu.” Kataku lalu melambai dan berlalu dari hadapannya.
Kyungsoo POV
Aku ini
bodoh atau apa? Kenapa aku tak berikan sendiri saja buku Jieun yang sudah
berhari-hari ada padaku itu? Kalau saja aku yang mengembalikannya, bukankah aku
juga akan mendapat senyum manis itu dari Eunji. Ya aku memang bodoh. Sudahlah..
aku akui itu..
Aku
berjalan menuju halte bus terdekat dari sekolahku. Aku masih bisa melihat Eunji
menunggu taksi di seberang jalan. Dia mau kemana? Kenapa sendirian? Kemana
Soyou atau Naeun yang biasa menemaninya itu?
Pikiranku
masih melayang ke buku cacatan Eunji. Buku catatan itu mungkin sudah berbau
kamarku sekarang. Sudah cukup lama buku itu ada padaku, tapi aku rasa pencarian
waktu yang tepat untuk mengembalikannya terlalu lama. Maka dari itu aku
menyuruh Hyunseong.
Buku…buku…
Omo! Andwe!! Aku teringat satu hal bodoh yang sudah aku lakukan. Aku sudah
menulis sesuatu di buku itu. Aku tak ingat jelasnya aku menulis apa, tapi yang
jelas tentang Eunji di pikiranku. Itu gila. Bagaimana jika Eunji mengetahuinya?
Aku akan terlihat sangat bodoh dan memalukan, sama sekali bukan pria jentel.
Ah, aku
baru ingat juga, bukankah Hyunseong yang memberikannya. Mana mungkin Hyungseong
banyak bicara dan menceritakan asal buku itu pada Eunji? Tidak kan? Itu tidak
mungkin. Hyunseong bukan tipe orang yang akan banyak bicara pada teman yang
tidak akrab. Geurae… sebaiknya aku berpikiran seperti itu. Eunji tidak tahu.
Dia takkan tahu. Lagipula aku menulisnya dengan tinta pena yang sudah hampir
habis, tak akan terbaca olehnya. Aku sudah menulisnya sekecil mungkin yang bisa
aku baca. Aku harus bersikap biasa saja berarti. Ok.
***
Krystal POV
Aku
senang. Aku senang bukan main saat Jongin memintaku membantunya mengerjakan
tugas bahasa Inggris. Tapi, aku tak boleh memperlihatkannya atau aku akan jadi
gadis murahan. Kim Jongin banyak-banyaklah bicara padaku!
Entah
kenapa akhir-akhir ini dia sering mengajakku bicara, entah itu masalah penting
ataupun masalah yang tak begitu penting, dia sudah biasa bicara padaku. Aku
rasa gadis di sekolah ini yang paling dekat dengannya hanya aku. Aku bisa
menduga itu.
Ah, aku
ingat bunkankah akan ada makan malam bersama keluarga Jongin nanti malam? Aku
harus berdandan secantik mungkin, aku tak boleh kelihatan murahan dimata
mereka.
“Ya!
Krystal! Kau melamun lagi?” tanya Luna yang tiba-tiba saja duduk di depan
bangkuku.
Aku hanya
mendongak dan tersenyum manis padanya. Selembut yang aku bisa.
“Akhir-akhir ini kau memang seperti ini ya? Kenapa kau jadi sering melamun?”
tanya Luna.
Aku
menggeleng namun masih tersenyum.
“Apa kau
memikirkan perjodohanmu lagi?” tanya Luna.
Dia
benar, itu benar sekali, tapi aku tak boleh menampakkan hal itu. Itu akan terlihat
konyol.
“Aninde,
aku hanya memikirkan tugas-tugas yang menumpuk itu.” Jawabku.
“Ah, kau
ini.” Luna tersenyum licik. “Aku ini temanmu, kau tak bisa bohongi aku.
Terlihat jelas di wajahmu kau itu sedang memikirkan perjodoha.”
Aku hanya
tersenyum lagi. Lalu aku lihat Jongin masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku
belakangku, itu memang tempatnya.
Aku ingin
sekali menyapanya atau bicara lebih dulu padanya, tapi itu terlihat murahan.
Aku takkan melakukannya. Aku harus punya harga diri. Aku hanya perlu melakukan
hal-hal yang membuatnya menyukaiku. Aku tersenyum sendiri sekarang. Mungkin
Luna sudah mengiraku gila kali ini. Tapi aku tak peduli dengan itu.
“Aaaaaaaaaaargh!!!!” aku mendengar jeritan dari arah belakangku. Omo! Siapa
gadis yang bisa-bisanya menjerit sebarbar itu di tempat seperti ini?
TO BE CONTINUED........