“Tetaplah kehilangan ingatanmu. Tetaplah melupakan Jieun
eonni dan perasaanmu padanya. Tetaplah menjadi Byun Baekhyun yang sekarang yang
hanya dekat denganku, karena aku tak bisa hidup dengan Baekhyun yang belum
mengalami kecelakaan.”
Baekhyun terdiam, mulutnya terbuka namun tak ada
kata-kata yang keluar. Matanya berkaca-kaca menatap Jiyoung.
“Jahatkan? Bukankah semua yang aku mau sangat jahat?
Egois? Kau masih mau aku menjelaskan semua padamu dari awal? Aku tak mau
kehilanganmu dengan semua kenyataan yang aku pendam ini. Aku tak mungkin
mengatakannya dan membuat diriku terlihat jahat. Setidaknya aku harus terus
bertahan menjadi sahabatmu yang terlihat mebantumu mendapatkan kebahagiaanmu,
sahabat yang berjasa. Bukan begitu?” Jiyoung menahan air matanya agar tak
terjatuh. Tidak, dia tak pernah menangis di hadapan Baekhyun, meski semua
tangis itu untuknya dan karenanya.
“Ya benar aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri.
Gadis sebaik dan secantik apapun, aku tak rela memberikanmu pada mereka. Tapi
jangan khawatir, hingga sekarang aku masih pandai memakai topengku, aku akan tetap
terlihat sebagai sahabat yang berusaha membantumu mendapatkan kebahagiaanmu.”
Kali ini Jiyoung berhasil beranjak dari ranjang Baekhyun dan melangkah keluar.
Namun sekarang genggaman yang lebih kuat menghampiri lengannya lagi, membuatnya
berbalik dan sepasang bibir menciumnya.
Jiyoung masih terbelalak saat Baekhyun melepas ciumannya.
Otaknya tak berfungsi untuk berpikir.
“Kalau begitu kau tak usah memakai topeng itu. Karena
semua keinginan jahatmu itu yang bisa membuatku bahagia.”
Jiyoung menatap Baekhyun
tak percaya. Tidak, tentu saja dia tak bisa mempercayai perkataan yang
baru saja ia dengar, seberapapun inginnya dia mendengar kata-kata seperti itu
untuk keluar dari mulut Baekhyun. Karena Byun Baekhyun tidak menyukainya
seperti ia menyukai Baekhyun. Baekhyun tak pernah punya rasa lebih dari seorang
sahabat. Baekhyun hanya akan terus menganggapnya sebagai adik perempuannya.
Tidak lebih. Tapi apa maksud ciuman itu?
“Baek...Baekhyun?”
“Kau tak perlu melakukan apa-apa. Aku janji aku akan
benar-benar bahagia jika bersamamu. Bersama gadis yang aku cintai.” kata
Baekhyun setelah memeluk Jiyoung erat.
Bagaimana bisa seperti ini? Ini benar-benar tidak seperti
yang Jiyoung prediksi. Ini diluar perkiraannya.
***
"Halo?" Jiyoung menjawab teleponnya dengan mata
yang masih tertutup. Baru saja terbangun karena deringan ponselnya.
"Oh kau masih tidur ya?" suara Baekhyun
terdengar penuh perhatian di seberang sana. "Apa panasmu sudah benar-benar
turun?"
"Ya." Jiyoung tak bisa memerangi rasa
bahagianya mendengar suara Baekhyun yang juga terdengar bahagia itu.
Jiyoung tahu ini salah, tapi kali ini dia bahkan tak kuasa menampar hatinya
sendiri seperti biasa.
"Apa aku menganggumu? Kau bisa lanjutkan
tidurmu." baru Jiyoung akan menjawab, Baekhyun sudah bicara lagi, "Ah tapi kau harus
makan sarapanmu. Dan jangan buang obat dari Eommamu. Kau dengar aku?"
Jiyoung justru tak bisa menjawab. Entah mengapa ia ingin
tertawa. Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan, mengetahui isi hati Baekhyun
yang sesungguhnya, yang ternyata membalas perasaannya. Rasanya dia tak ingin
memikirkan hal lain lagi meski itu mustahil.
"Jiyoung kau masih di sana? Jiyoung-ah?" suara
Baekhyun terdengar khawatir.
"Ya. Aku masih mendengarmu." Jiyoung tak bisa
menahan senyumnya.
"Kau kenapa? Apa kau merasa pusing lagi?"
"Ya, jelas pusingku datang kembali, karena kau
meneleponku, membangunkanku dari tidurku. Dasar tak tahu diri!" Jiyoung
menahan tawanya.
"Benarkah?" Baekhyun benar-benar khawatir dan
termakan omongannya, "Baiklah. Maaf. Aku tutup ok?
Jangan lupa sarapan dan minum obatmu. Baru kau boleh tidur lagi."
"Aku mencintaimu." suara baekhyun terdengar lagi
setelah beberapa detik hening, Jiyoung hampir tersedak ludahnya sendiri
mendengarnya. Baekhyun terdengar mempertimbangkan kata terakhirnya itu sebelum
akhirnya menutup teleponnya. Ini benar-benar gila, Jiyoung tak pernah
membayangkannya.
Dan
senyum Jiyoung sekejap hilang saat Ibunya membuka pintu kamarnya. Ada
kebimbangan di wajah Ibunya, Jiyoung tahu benar jika Ibunya sedang memikirkan
sesuatu yang cukup sulit.
Sepertinya
Ibunya sudah tahu dengan keadaannya. Ibunya dan Ibu Baekhyun teman yang baik,
mereka bisa membicarakan apa saja. Kabar akan tersebar dengan cepat.
“Eomma
Baekhyun ada di ruang tamu.” Kata Ibu Jiyoung dengan agak ragu. “Sebenarnya dia
ingin bicara denganmu, tapi karena dia tahu kau masih tidak enak badn, dia
hanya bicara denganku.”
Jiyoung
duduk dari posisi berbaringnya. Menyandarkan punggungna di sandaran ranjangnya
saat Ibunya duduk di teppi ranjangnya. “Eomma Baekhyun menceritakan semuanya
padaku. Tapi Eomma rasa belum saatnya memberitahumu. Karena Eomma tahu sesulit
apa keadaannya sekarang untukmu.”
“Eomma
jangan khawatir. Aku akan bisa mengatasi ini, aku akan cari jalan keluarnya.”
Sebelum Jiyoung berkata lagi, Ibunya bicara.
“Eomma
tahu kau tidak suka jika Eomma harus ikut campur dan turun tangan atas
masalahmu. Tapi apa kau tahu seberapa inginnya Eomma ikut campur dan turun
tangan? Kau tahu sendiri, Eomma juga ingin putri Eomma bahagia. Eomma bisa
melakukan apa saja utuk membuatmu bahagia.” Ibu Jiyoung menghela nafas berat
sebelum akhirnya menyelesaikan kalimatnya, “Tapi Eomma juga selalu
mempercayaimu. Percaya seberapa kuatnya dirimu dan kau memang pasti bisa
mendapatkan jalan keluarnya.” Ibunya lalu tersenyum padanya, memberinya
kekuatan.
“
Eomma bicara seperti ini, karena Eomma Baekhyun juga terlihat begitu bahagia
seperti halnya Baekhyun saat ini. Eomma harap kau tetap bisa memutuskan yang
terbaik, apapun yang terjadi.”
Ibunya
pergi setelah Jiyoung juga tersenyum, meyakinkan Ibunya bahwa dia baik-baik
saja.
“Dia
akan melupakanku setelah ingatannya kembali kan?” gumam Jiyoung.
***
Jiyoung
menghentikan permainan drumnya, “Boleh aku menerima telepon dulu?”
“Baiklah-baiklah.
Cepat-cepat!” kata Jongdae, sedari tadi mungkin dia juga tahu bahwa Jiyoung
kurang konsentrasi.
Jiyoung
segera keluar dari studio latihan untuk mengangkat telepon dari Myungsoo yang
sejak tadi sudah berkali-kali.
“Hei
apa Jiyoung punya pacar?” tanya Krystal.
“Setahuku
tidak.” Jawab Chanyeol.
“Lelaki
lucu waktu itu bukan pacarnya?” Tanya Krystal lagi dengan penuh ketidak
percayaan.
“Baekhyun?”
Chanyeol tertawa, “Mereka sudah seperti saudara, lagipula
Baekhyun itu sudah punya calon istri kan.”
“Aneh
sekali.” Krystal menggelengkan kepalanya.
“Apanya
yang aneh?” tanya Jongdae, “Sudah latih melodimu sana! Kenapa sampai hari ini
kau masih sering salah?”
“Bisakah
kau berhenti memperlakukanku seperti ini Kim Jongdae??” teriak Krystal kesal.
“Bisa
kalian berhenti bertengkar?” teriak Sungyeol.
Diluar
Jiyoung menerima telepon Myungsoo, “Entah apa yang terjadi! Sebaiknya kita
hentikan ini semua Jiyoung.” Suara Myungsoo terdengar lelah tapi terdapat
tumpukan emosi di sana.
“A..apa yang terjadi oppa?”
“Bisa
kau ke apartemen Jieun sekarang?”
Dan
Jiyoung segara meluncur ke apartemen Jieun setelah teman-teman bandnya
memberinya ijin, meski ini sudah termasuk beberapa latihan terakhir mereka
sebelum kontes.
Myungsoo
yang membukakan pintu untuknya, “Dia di kamarnya, dia sedikit mabuk, aku baru
membawanya pulang dari bar. Setelah bicara dengannya, kau juga harus bicara
denganku.”
Jiyoung
mengangguk sebelum menghampiri Jieun yang sedang menangis di ranjangnya.
“Eonni…”
Jieun
segera menghapus air matanya. Sepertinya Jieun sudah tahu apa yang terjadi
antara dengan Baekhyun. Meskipun dia heran darimana, saat ini dia sedang tak
ingin memikirkannya.
“Apa
Myungsoo Oppa menyuruhmu kesini?” tanya Jieun.
Jiyoung
mengangguk lalu dudu di kursi dekat ranjang Jieun.
Jiyoung
tahu dia sudah jadi pengecut dengan tidak memberi tahu Jieun terlebih dulu dan
membiarkan Jieun tahu dari orang lain, tapi dia memang tak sanggup. Takkan
pernah sanggup melakukannya. Dan sebentar lagi, apapun yang akan dikatakan
Jieun padanya. Semarah apapun Jieun padanya Jiyoung akan menerimanya. “Apa
Eonni sudah tahu..”
Jieun
memotongnya, “Aku sudah mengetahuinya.” Air matanya keluar lagi. Jieun masih
bisa mengingat dengan jelas saat Baekhyun menceritakan semua itu dengan wajah
berbinarnya.
Baru kali ini Jiyoung melihat sisi Jieun yang
ini. Jelas dia merasa sangat bersalah telah merenggut senyum manis Jieun dari
wajahnya. Jieun bukan gadis yang seperti ini. Dia tidak seharusnya hidup dengan
kesedihan seperti ini. Jiyoung ingin membunuh dirinya sendiri karena telah
melakukannya.
Jieun
menghapus air matanya lagi, “Aku terlihat bodoh kan?”
Jiyoung
hanya menatapnya.
“Betapa
jahatnya aku.”
Dan
dengan perkataan itu Jiyoung seakan ditampar. Mengapa Jiyoung bodoh sekali?
Tentu saja seorang Jieun akan berpikiran seperti itu.
“Ternyata
aku seegois ini. Bukankah jika aku memang sangat mencintainya aku akan
melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia? Bukankah harusnya aku menerima
semua keputusannya yang membuatnya bahagia?” Air matanya mengalir semakin
deras. “Tetapi aku malah begitu marah saat tahu dia mencintaimu. Sahabatnya
sejak kecil yang memang selalu dia sayangi seperti adiknya sendiri. Bukankah
aku tidak ada apa-apanya denganmu? Mungkin kalian kira aku satu-satunya
perempuan yang tidak pernah cemburu akan hubunganmu dengan Baekhyun. Tidak,
selama ini aku hanya hidup dengan menutup telinga dan mata, agar aku tak perlu
sakit hati melihatmu dan Baekhyun sedekat itu. Dan ternyata di puncaknya ini
sekuat apapun aku menutup mata dan telingaku, sakit hati ini tidak mau hilang.
Jiyoung maukan kau memaafkanku? Jiyoung harusnya aku lebih pengertian. Seharusnya
aku mengerti semua ini dari awal. Bisakah kau memaafkan kebodohanku?” Jieun
memegang kedua tangan Jiyoung.
Jiyoung
sudah tak tahan lagi, “Tidak Eonni. Tak ada yang perlu dimaafkan.” Jiyoung
menguatkan tekadnya, “Kita masih bisa terus berusaha mengembalikan ingatannya.
Aku rasa ini saatnya memberitahu Baekhyun siapa Eonni sebenarnya. Akan kuurus
pertemuan kalian. Eonni harus beritahu dia yang sebenarnya. Dia akan melupakan
perasaannya padaku saat dia ingat kembali.”
“Tapi
Jiyoung?”
“Kita
akan melakukan ini. Kita tak boleh berhenti di tengah jalan. Maafkan aku Eonni,
harusnya aku tak boleh membiarkan gangguan seperti ini terjadi.”
Jiyoung
pergi setelah itu dan Myungsoo membawanya ke taman kecil dekat gedung apartemen
Jieun.
“Kau
tahu kan aku tidak akan mau membantu lagi?” tanya Myungsoo.
Jiyoung
mengangguk.
“Aku
tidak sekuat dirimu.”
Jiyoung
menatap Myungsoo karena perkataannya barusan.
Myungsoo
memandangnya lalu tersenyum, “Kau kira aku tak bisa tahu? Mungkin karena aku
lelaki dan aku berada dalam posisi yang hampir sama denganmu, karena itu aku
bisa melihatnya. Bahwa kau juga sangat menyukai Baekhyun. Sangat mencintainya.
Mungkin orang bisa mengiranya sebagai perasaan adik pada kakaknya, tapi aku
tahu, itu lebih.”
“Oppa..”
“Tapi
ingat. Jika kali ini tidak berhasil, aku takkan tinggal diam. Aku akan
benar-benar membawa Jieun ke sisiku. Dan aku takkan mengalah lagi.” Myungsoo
memegang pundak Jiyoung, berharap memberinya sedikit kekuatan. Dia tersenyum.
Senyumnya begitu teduh membuat Jiyoung membalas senyumnya meski mungkin
terlihat pahit.
***
“Jiyoung
kau benar-benar kurang istirahat. Selain latihan harusnya kau juga istirahat.
Aku tahu kontesnya sudah besok tapi..”
“Oppa
bisa aku bicara sesuatu?” tanya Jiyoung, dia bangkit dari posisinya dan duduk
di samping Baekhyun. Mereka sedang mengahabiskan malam di loteng rumah Jiyoung.
“Apa?
Apa yang ingin kau bicarakan?”
“Kita…
tak bisa meneruskan ini.”
“Meneruskan?”
tanya Baekhyun heran, dia mencoba mambaca ekspresi Jiyoung dan menemukannya,
“Hubungan ini?”
Dan
Jiyoung tak kuat lagi jika harus menatap kedua mata Baekhyun, Jiyoung
mengalihkan pandangannya, “Setidaknya tidak sekarang. Kita… aku masih terlalu
sibuk untuk semua ini. Aku..”
“Apa
sebenarnya maksudmu? Mengapa kau bicara seperti itu?” Jiyoung bisa dengan jelas
mendengar kekecewaan di suara Baekhyun.
“Bisa
kau datang ke kafe biasanya besok sore?” tanya Jiyoung akhirnya.
“Untuk
apa? Lalu bagaimana dengan kontesmu, bukankah sudah di mulai saat itu?”
“Jangan
khawatir, kontesnya akan sedikit diundur. Kau pasti datang kan?”
“Baiklah,
tapi kita tak boleh terlambat datang ke kontesmu.” Jawab Baekhyun tersenyum.
Jiyoung
lalu segera berdiri, “Bisa kau pulang sekarang? Kau tahu kan aku harus
istirahat. Dan aku sudah mulai mengantuk.” Jiyoung berjalan mendahului Baekhyun,
namun Baekhyun menahanya, memelukannya dari belakang dan menempatkan kepalanya
ke pundak Jiyoung.
“Jiyoung-ah..
jika kau belum siap dengan hubungan ini, baiklah aku akan menghormati segala
keputusanmu. Aku akan terus menunggu.”
Jiyoung
lebih memilih untuk tak mendengar perkataan Baekhyun itu.
***
Jiyoung
dan anggota bandnya yang lain sedang bersiap untuk tampil di atas panggung
sebentar lagi. Mereka sudah berada di belakang panggung dan menunggu peserta
sebelum mereka selesai bermain. Pada akhirnya inilah saatnya mereka menunjukkan
semua hasil latihan mereka selama ini.
“Jiyoung-ah!
Kau tak apa kan? Kau tak sedang sakit kan?” tanya Chanyeol sambil memegang
pundaknya, membuyarkan Jiyoung dari lamunannya.
“Tidak
sama sekali.” Jawab Jiyoung tersenyum.
“Baiklah,
jangan melamun lagi.” Chanyeol tersenyum lebar memberinya semangat.
Jiyoung
jadi merasa bersalah karena sedari tadi pikirannya melayang ke tempat lain. Dia
merasa bodoh karena ada kekecewaan di hatinya bahwa Baekhyun tentu saja tak
jadi datang ke tempat ini untuk melihatnya bermain, melihatnya melakukan yang
terbaik. Bukankah dia sendiri yang sudah menipu Baekhyun? Baekhyun tak mungkin
datang kesini. Barangkali sekarang dia sedang berbincang dengan Jieun dan
segera tahu semuanya. Jiyoung juga terus berharap ingatan Baekhyun segera
kembali. Ingatannya harus kembali. Entah bagaimanapun caranya. Baekhyun akan
segera melupakan perasaannya pada Jiyoung dan akan kembali mencintai Jieun dan
melanjutkan pernikahan mereka yang tertunda. Ya, itu akhir yang baik untuk
Baekhyun dan Jieun.
“Baiklah,
saatnya kalian naik.” Seru petugas pada mereka hingga mereka berpelukan untuk
terakhir kalinya dan sama-sama berteriak untuk menambah semangat mereka dan
sedikit meredakan kegugupan mereka. Jiyoung tersenyum pada Chanyeol, Jongdae,
Krystal dan Sungyeol.
Sedangkan
di tempat lain, Baekhyun terkejut melihat Jieun yang duduk di hadapannya. Jelas
terbersit dipikirannya bahwa Jiyoung menipunya.
“Ji..Jieun?”
“Oppa.”
Tak ada senyum yang biasanya menghiasi wajah gadis itu. Hari ini dia tampak
bergitu lesu, “Maaf aku menyita waktumu.”
“A..ada
apa sebenarnya?” Baekhyun sesekali melirik jam tangannya, takut dia akan
terlambat ke kontes Jiyoung.
“Semua
orang ingin ingatanmu cepat kembali. Terutama aku.” Jieun terlihat bingung harusnya
menjelaskan semua itu dari mana.
Baekhyun
diam saja, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia masih belum tahu arah
pembicaraan Jieun.
“Apa
oppa juga ingin ingatan oppa segera kembali?”
Baekhyun
mengangguk dengan ragu.
Jieun
tersenyum pahit, “Tapi mungkin saat ini oppa takkan memperlukannya lagi.”
“Apa
maksudmu?”
“Kau
begitu mencintai Jiyoung kan?” tanya Jieun berat.
Kali
ini Baekhyun mengangguk dengan mantap, namun dia masih ingin tahu benar apa
maksud pembicaraan Jieun ini.
“Kau…”
Jieun menarik nafas dalam, matanya mulai berkaca-kaca, membuat Baekhyun semakin
bingung, “Juga begitu mencintaiku sebelum kau kehilangan ingatanmu.”
Baekhyun
berusaha mengulang-ulang perkataan Jieun dalam otaknya agar dia bisa mengerti
artinya dengan sungguh-sungguh, tapi dia masih saja tak mengerti maksud yang
sebenarnya. “A..apa benar?” dan Baekhyun mulai berpikir, sepertinya ingatannya
yang hilang itu begitu berarti dalam hidupnya. Sepertinya memang terjadi
sesuatu yang penting yang tidak ia ingat. Karena itulah ia merasa tak begitu
mengenal Jiyoung lagi. Dan agak terkejut untuk menerima Jieun dan Myungsoo
sebagai temannya. Pasti ada sesuatu yang penting dalam ingatannya yang hilang
itu. “Bisa kau katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi sebelum aku
kehilangan ingatanku?”
“Kita
sudah akan menikah.” Kata Jieun akhirnya, air matanya sudah mengalir deras,
“Sebelum akhirnya oppa mengalami kecelakaan di perjalananmu menuju gedung
pernikahan kita.”
Tentu
saja yang satu ini menampar Baekhyun. Tentu saja dia tak ingin percaya karena
sama sekali tak ada gambaran itu dalam otaknya. Tapi tak mungkin jika Jieun
berbohong mengenai hal sepenting ini.
“Aku
yang melarang orang-orang untuk memberi tahumu yang sebenarnya, agar kau tak
selalu merasa bersalah setiap melihatku. Itu menjadi keputusanku saat aku
melihatmu benar-benar melupakan perasaanmu padaku.” Baekhyun hanya
mendengarnya, mencerna setiap perkataannya, tak mampu menjawab.
“Tentu
saja ini menyedihkan untukku. Tapi aku tak ingin kau merasa bersalah padaku,
aku gadis yang cukup kuat, jika memang pada akhirnya kau sangat mencintai
Jiyoung, aku akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Meski itu artinya
aku harus melupakan perasaanku padamu. Aku akan berusaha melakukannya.”
“Jieun..”
Jieun
lalu tak bisa berkata-kata lagi, dia sedang menangis tersedu-sedu, membuat
Baekhyun segera menghampirinya dan duduk di sampingnya, berusaha melakukan apa
saja yang bisa membuatnya mungkin berhenti menangis, meski itu mustahil.
Baekhyun hanya tak bisa melihat gadis menangis di hadapannya, apalagi karena
dia seperti ini.
Tak
bisa berkata apa-apa, Baekhyun hanya bisa menepuk pundak Jieun. Jelas segala
rasa bersalah menggerogoti hati Baekhyun. Entah apa yang bisa dia lakukan
setelah ini, dia tak tahu. Dia tidak tahu orang-orang di sekitarnya begitu
menderita seperti ini karenanya. Belum lagi jika dia harus memikirkan Jiyoung
yang juga menyukainya. Dia tak bisa membayangkan perasaan Jiyoung saat dia akan
menikah dengan Jieun dulu. Dia tak tahu jika semuanya serumit ini.
Jieun
lalu menguatkan diri, menghapus air matanya dengan punggung tangannya dan
menatap Baekhyun dengan penuh tekad, “Oppa jangan khawatir hm? Beri aku waktu
untuk melepasmu. Kau harus tetap berada di sisi Jiyoung. Aku akan benar-benar
melepasmu.” Dan setelah itu Jieun memegang wajah Baekhyun dengan kedua
tangannya, “Bahagialah oppa.” Dengan itu Jieun menciumnya. Menciumnya untuk
terakhir kalinya.
Baekhyun
membeku, baru dia akan mencerna apa yang sedang terjadi, kilasan-kilasan
kejadian muncul berterbangan di otaknya. Entah mengapa mendadak ciuman ini
terasa begitu familiar. Namun mendadak kilasan-kilasan itu semakin memusingkan.
Kepala Baekhyun seakan terasa begitu berat. Sakit kepala itu bisa saja
membunuhnya jika tidak segera hilang. Baekhyun memegang kepalanya dengan erat
sambil berteriak karena dia tak kuat dengan sakit itu. Terakhir yang ia lihat
adalah wajah khawatir Jieun sebelum akhirnya semua menjadi begitu gelap dan
Baekhyun tak sadarkan diri.
Jiyoung
dan yang lain sedang saling bergenggam tangan saat pemenang juara satu akan
segera diumumkan. Mereka begitu gugup menunggu ucapan pembawa acara di atas
panggung itu. Jika nama band mereka tidak disebutkan kali ini, berarti mereka
sama sekali tak menang apa-apa.
Dan
beberapa detik kemudian Chanyeol dulu yang berteriak paling keras setelah
pembawa acara benar-benar menyebut nama band mereka dan meminta mereka naik ke
atas panggung. Jiyoung juga ikut berteriak. Krystal memeluknya dengan erat.
Sedangkan Jongdae menepuk-nepuk pundak dua teman gadisnya itu. Chanyeol dan
Sungyeol melompat-lompat kegirangan. Krystal lalu melepas pelukannya dari
Jiyoung dan malah berhambur pada Jongdae.
“Kim
Jongdae kau harus nyatakan perasaanmu padaku malam ini juga atau tidak
selamanya!!” teriak Krystal di telinga Jongdae, membuat lelaki itu terkejut
setengah mati.
Chanyeol
lalu menyeret Jiyoung ke atas panggung. Mereka menerima tropi dan hadiah
mereka. Mereka tersenyum senang dan bangga pada semua penonton. Mereka lalu
saling bergandeng tangan dan membungkuk pada penonton untuk terakhir kalinya.
“Hei
Jongdae kau sangat keren malam ini!” kata Chanyeol saat mereka sudah berjalan
ke tempat parkir.
“Karena
aku juga punya pemain musik yang keren bersamaku.” Jongdae tersenyum lebar.
“Aku
rasa vokalmu sudah bisa disaingkan dengan vokalis-vokalis papan atas.” Tambah
Sungyeol.
Baru
Jongdae mau menjawab lagi Krystal sudah mendahului, “Of course! It’s my Jongdae
who you guys are talking about right?” Krystal melingkarkan lengannya ke pundak
Jongdae yang langsung dihindari oleh Jongdae dengan wajah penuh jijik.
Chanyeol
dan Sungyeol terbahak bersama.
“Ya,
syukurlah malam ini kita semua bisa melakukan yang lebih baik dari latihan.”
Sambung Jiyoung.
“Kau
juga Jiyoung-ah! Aku tidak tahu kau bisa memainkan stik drum seperti itu.” Kata
Chanyeol.
“Ya!
Dia melayang-layangkan stiknya ke udara!” tambah Sungyeol.
“Benarkah?”
tanya Jongdae.
Jiyoung
meringis, “Sebenarnya aku melakukan sedikit kesalahan saat itu, tapi untung
saja aku bisa menangkap stiknya di waktu yang tepat. Jadi terlihat seperti
atraksi.”
Chanyeol
mengacak rambutnya. “Untung saja.”
“Mari
kita rayakan kemenangan ini! Biar aku traktir kalian. Aku baru mendapat gaji
dari kerja paruh waktuku.” Kata Sungyeol semangat.
“Really?”
teriak Krystal, “Sungyeol yang terbaik!!”
Mereka
terus tertawa sambil berjalan menuju mobil Chanyeol saat ponsel Jiyoung
berbunyi, ada telepon dari Ibunya. Tentu saja, Jiyoung bahkan sampai lupa untuk
memberi tahu ibunya tetang hasil kontesnya malam ini. Pasti Ibunya menelepon
untuk menanyakannya.
“Halo
Eomma kami..” perkataan Jiyoung dipotong oleh suara Ibunya yang terdengar
begitu khawatir.
“Jiyoung,
Baekhyun dilarikan ke rumah sakit. Dia mendadak tak sadarkan diri di sebuah
kafe. Sampai saat ini dia belum sadar.”
Jiyoung
terbelalak, ini bukan kabar yang ingin di dengarnya. Dia membeku.
“Jiyoung
ada apa?” tanya Chanyeol. Perhatian mereka semua tertuju pada Jiyoung.
Jiyoung
tak menjawabnya dan malah segera pergi mencari taksi, meninggalkan
teman-temannya yang kebingungan bukan main.
***
Sesampainya
Jiyoung di rumah sakit itu, Baekhyun sudah siuman. Jiyoung berpapasan dengan
Jieun di koridor rumah sakit, gadis itu tersenyum, meski wajahnya terlihat tak
secerah biasanya, “Aku tahu akan sulit membuat Baekhyun oppa berhenti meminta
maaf padaku, tapi teruslah katakan padanya aku sudah memaafkannya.” Dia tersenyum
lagi, “Dia mencarimu.” Lalu pergi setelah menggenggam tangan Jiyoung sekilas.
Kedua
orang tua Jiyoung dan Baekhyun ada dalam ruangan saat Jiyoung masuk. Mereka
menatap Jiyoung penuh arti, membuat Jiyoung bertanya-tanya apa yang sebenarnya
telah terjadi.
“Jiyoung?
Bisa kita bicara?” tanya Baekhyun saat mata mereka bertemu.
Dengan
itu orang tua mereka berjalan keluar ruangan. Ibu Baekhyun menyempatkan diri
untuk memeluk Jiyoung, matanya sangat merah sepertinya sehabis menangis.
Baekhyun
menggenggam tangan Jiyoung saat Jiyoung sudah duduk di kursi dekat tempat
tidurnya. “Apa kalian memenangkan juara satunya?” senyum Baekhyun begitu lembut
membuat Jiyoung tak kuasa untuk tidak membalas senyumnya dan mengangguk.
“Kalian
sudah pasti menang.” Baekhyun tersenyum bangga. “Apa aku merusak acaramu untuk
merayakan kemenangan kalian?”
Jiyoung
menarik nafas dan mulai bicara, “Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?”
Baekhyun
tersenyum, ketidak sabaran Jiyoung ini begitu familiar, “Ingatanku kembali.”
Jiyoung
terkejut.
“Aku
sudah mengingat semuanya.” Meski Baekhyun tak ingin menceritakannya, tapi dia
berterima kasih pada Jieun, karena Jieunlah dia mendapatkan kembali ingatannya.
“Tapi rasa bersalahku dua kali lipat lebih besar daripada waktu Jieun memberi
tahuku kejadian yang sebenarnya.”
Jiyoung
terus menatap Baekhyun membiarkannya meneruskan kata-katanya.
“Saat
ingatanku kembali, perasaanku untuk Jieun sudah tak ada di tempatnya. Dan
perasaanku padamu, tetap ada di tempatnya, selalu ada di tempatnya, semenjak
kita masih sama-sama begitu muda, perasaan itu sudah ada. Dan aku baru sadar
perasaan itu tak pernah sedikitpun beranjak dari tempatnya di hatiku.” Kali ini
Baekhyun menarik tangan Jiyoung dengan kedua tangannya dan menempatkannya di
atas dadanya. “Kau tahu, ada sedikit rasa syukur dengan hilangnya ingatanku,
hal ini membuatku sadar, dan hal ini membuatku tidak melukai Jieun lebih dalam
lagi. Bayangkan jika aku tetap menikahi Jieun tapi perasaanku padamu tetap ada
di tempatnya. Bukankah itu semakin tak adil untuknya? Aku memang terlalu egois,
berusaha melupakan perasaanku padamu dengan cara menikahi Jieun. Tapi yang kau
harus tahu adalah satu hal, aku sudah terlebih dulu mempunyai perasaan padamu,
kau tidak merebutku dari Jieun. Dan sekarangpun aku tetap tak bisa membohongi
perasaanku. Aku tak bisa terus membuat keadaan lebih tak adil lagi untuk Jieun.
Aku harus melepasnya, karena perasaanku padamu sudah semakin kuat, kini aku
sudah tahu bagaimana perasaanmu padakku, tentu saja aku semakin tak bisa
melepasmu.”
“Baekhyun.
Aku.” Ini bukan yang diperkirakan Jiyoung. Ini semua diluar perkiraanya.
Seharusnya tidak seperti ini kan?
“Jiyoung
tahu kah kau aku juga mengalami kesulitan untuk berusaha menghilangkan
perasaanku padamu karena aku kira kau hanya menganggapku sebagai kakakmu? Dan
aku meminta maaf padamu karena aku baru tahu bagaimana perasaanmu selama ini
melihatku bersama Jieun. Harusnya dulu aku tidak jadi pengecut dan mengutarakan
perasaanku padamu supaya semuanya tak jadi serumit ini.”
Dan
untuk kedua kalinya Jiyoung meneteskan air mata di hadapan Baekhyun. Tapi air
mata ini adalah air mata kebahagiaan, “Maafkan aku juga. Aku selalu menyimpan
semuanya sendirian. Aku tak pernah benar-benar memberi tahumu apa yang aku
rasakan dan aku pikirkan meskipun kau melakukan semua itu padaku.”
“Jiyoung
aku benar-benar mencintaimu. Maaf sudah membuatmu melalui semua ini.” Baekhyun
mengusap air mata di pipi Jiyoung.
Jiyoung
menggeleng, “Tidak, kau tak perlu minta maaf.”
“Jiyoung,”
ada beberapa detik jeda sebelum Baekhyun melanjutkan kalimatnya, “Menikahlah
denganku.”
Ini
gila. Tamparan yang Jiyoung rasakan kali ini begitu berbeda. Jiyoung segera
mengangguk dan tersenyum dalam tangisnya.
Baekhyun
juga tersenyum lalu menarik Jiyoung
untuk memeluknya dan Jiyoung membalas pelukannya dengan erat.
Ini
semua benar-benar di luar perkiraan Jiyoung. Ternyata akhir dari seseorang
memang tak bisa diprediksi sekuat apapun prediksi mereka. Dan Jiyoung mengerti
sekarang. Semua hal punya kemungkinannya sendiri-sendiri untuk terjadi meski
itu diluar perkiraan.
***
Mereka
menunggu Jiyoung lulus dari Universitasnya sebelum melaksanakan pernikahannya
dengan Baekhyun. Jiyoung yang kini sedang melihat dirinya di cermin hampir tak
percaya dia bisa memakai gaun itu dan penampilannya pun jadi sedemikian rupa,
Jiyoung hampir tak mengenali dirinya sendiri.
"Eomma
sungguh-sungguh saat memberitahumu bahwa Baekhyun memang sudah jatuh hati
padamu sebelum dia bertemu dengan Jieun. Kau tak tahu bagaimana dia melewati
malam-malam itu." Ibu Baekhyun menghampirinya dan menyentuh kedua
pundaknya dari belakang. "Kau tahu sendiri dia pemikir keras, itulah
saat-saat dimana Baekhyun lebih sering memandangi buku-buku pelajaran tanpa
membacanya sama sekali. Dan aku sendiri pun sangat bahagia saat itu, karena
itulah yang sebenarnya aku inginkan. Dan kau tahu sendiri aku tak mungkin
memaksanya untuk hal seperti itu. Jadi aku sangat bersyukur aku bahkan tak
perlu memaksanya karena dia benar-benar menyukaimu. Dan kau tahu? Sekarang aku
lebih bahagia dibandingkan saat itu. Karena pernikahan kalian sudah di depan
mata. Asal kau tahu saat ini aku bisa melakukan apa saja jika ada yang berani
menggangu pernikahan ini. Eomma benar-benar menyayangimu seperti putri eomma
sendiri. Aku percaya hanya kau yang bisa mendampingi Baekhyun hingga akhir
hayatnya. Karena hanya kau Jiyoung, yang mengerti Baekhyun luar dalam, bahkan
mungkin melebihiku." dia tersenyum singkat di akhir kalimatnya, lalu
memeluk Jiyoung. "Kau sangat cantik hari ini." Jiyoung tersenyum
bahagia.
"Jiyoung-ah!
Saatnya kau keluar." kata Ibu Jiyoung.
Mereka
pun keluar, Jiyoung disambut teriakan anggota bandnya. Krystal berhambur
memeluknya. "Tak kusangka kau bisa menikah terlebih dulu dariku. This is
Unbelievable!"
"Selamat
Jiyoung-ah!" senyum Chanyeol begitu lebar saat mengatakannya, Jongdae dan
Sungyeol juga ikut mengucapkan selamat untuknya, "Sejak SD dulu aku sudah
mengiranya, bahwa pada akhirnya Baekhyun pasti berakhir denganmu."
"Apa
mereka sedekat itu dari dulu?" tanya Krystal, entah mengapa sejak tadi
tangannya tak pernah lepas dari lengan Jongdae.
"Tak
ada yang berani mendekati Baekhyun meski hanya untuk menanyakan PR, Kang
Jiyoung akan selalu menghantuimu." Jelas Chanyeol membuat Jiyoung tertawa,
tak berani menyangkalnya, ya mungkin Jiyoung memang begitu sejak dulu.
"Wow
Jiyoung you're amazing! Mengklaim milikmu sejak dulu, kau berani sekali."
kata Krystal kagum sebelum akhirnya melirik Jongdae dengan tajam, "Tidak
seperti yang satu ini. Betapa lamanya aku menunggunya." Jongdae
mengalihkan perhatiannya, mendadak sibuk melihat atap.
Dan
Jiyoung menyadarinya, "Jangan bilang kalian sudah.."
Krystal
memotongnya, "Inilah kabar baik yang aku katakan semalam, Aku dan Jongdae
sudah resmi jadian." Betapa bahagianya wajah Krystal saat ini.
"Hei,
kau tidak bilang padaku Jongdae-ya!" Chanyeol tak terima.
"Selamat
juga untukmu!" Jiyoung menepuk pundak Krystal.
Jiyoung
dan Baekhyun saat ini sudah duduk bersebelahan menyambut dan tersenyum pada
tamu yang datang.
"Jiyoung
jujur aku belum pernah melihatmu tersenyum selama ini. Jangan bilang kau
menahan lelahmu." Tangan Baekhyun sedari tadi sama sekali belum melepas
tangan Jiyoung.
"Tidak.
Ini sama sekali tidak melelahkan." jawab Jiyoung sambil terus tersenyum
pada tamu-tamu.
Baekhyun
tertawa pelan. "Kemana kau bawa pergi Jiyoungku yang asli?"
Jiyoung
meliriknya dan tertawa lalu ingat sesuatu yang harus ia katakan pada Baekhyun,
"Jieun eonni mengirim pesan lewat Myungsoo oppa. Dia memberi kita
selamat."
"Meski
masih belum bisa mengatakannya sendiri dengan langsung, syukurlah dia sudah
bisa memberi kita selamat."
"Ya...
Berilah dia waktu lagi. Dia juga meminta sedikit waktu pada Myungsoo oppa
setelah Myungsoo oppa menyatakan perasaannya."
"Benarkah?
Myungsoo sudah menyatakannya?" Baekhyun tersenyum, "Aku harap mereka
bahagia di Amerika sana. Myungsoo juga sudah mendapat pekerjaan yang baik di
sana."
"Ya,
Myungsoo oppa juga bilang Jieun eonni mulai bekerja minggu depan."
"Aku
harap mereka akan selalu baik-baik saja." pengangan di tangan Jiyoung
mengerat. Baekhyun tersenyum penuh syukur melihat mempelainya. Begitu juga
dengan Jiyoung, ini akhir yang memang diluar perkiraan, tapi Jiyoung akan siap
menerima akhir-akhir mengejutkan yang lainnya.
THE
END
Happy ending deh~ tapi masih penasaran sama jieun-myungsoo. Kak, ada epilognya gak? Atau chapter baru khusus jieun-myungsoo gitu?:3
BalasHapus