Halaman

Minggu, 21 September 2014

[FANFIC] Unpredictable Ending (last part)





“Tetaplah kehilangan ingatanmu. Tetaplah melupakan Jieun eonni dan perasaanmu padanya. Tetaplah menjadi Byun Baekhyun yang sekarang yang hanya dekat denganku, karena aku tak bisa hidup dengan Baekhyun yang belum mengalami kecelakaan.”
Baekhyun terdiam, mulutnya terbuka namun tak ada kata-kata yang keluar. Matanya berkaca-kaca menatap Jiyoung.
“Jahatkan? Bukankah semua yang aku mau sangat jahat? Egois? Kau masih mau aku menjelaskan semua padamu dari awal? Aku tak mau kehilanganmu dengan semua kenyataan yang aku pendam ini. Aku tak mungkin mengatakannya dan membuat diriku terlihat jahat. Setidaknya aku harus terus bertahan menjadi sahabatmu yang terlihat mebantumu mendapatkan kebahagiaanmu, sahabat yang berjasa. Bukan begitu?” Jiyoung menahan air matanya agar tak terjatuh. Tidak, dia tak pernah menangis di hadapan Baekhyun, meski semua tangis itu untuknya dan karenanya.
“Ya benar aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri. Gadis sebaik dan secantik apapun, aku tak rela memberikanmu pada mereka. Tapi jangan khawatir, hingga sekarang aku masih pandai memakai topengku, aku akan tetap terlihat sebagai sahabat yang berusaha membantumu mendapatkan kebahagiaanmu.” Kali ini Jiyoung berhasil beranjak dari ranjang Baekhyun dan melangkah keluar. Namun sekarang genggaman yang lebih kuat menghampiri lengannya lagi, membuatnya berbalik dan sepasang bibir menciumnya.
Jiyoung masih terbelalak saat Baekhyun melepas ciumannya. Otaknya tak berfungsi untuk berpikir.
“Kalau begitu kau tak usah memakai topeng itu. Karena semua keinginan jahatmu itu yang bisa membuatku bahagia.”
Jiyoung menatap Baekhyun  tak percaya. Tidak, tentu saja dia tak bisa mempercayai perkataan yang baru saja ia dengar, seberapapun inginnya dia mendengar kata-kata seperti itu untuk keluar dari mulut Baekhyun. Karena Byun Baekhyun tidak menyukainya seperti ia menyukai Baekhyun. Baekhyun tak pernah punya rasa lebih dari seorang sahabat. Baekhyun hanya akan terus menganggapnya sebagai adik perempuannya. Tidak lebih. Tapi apa maksud ciuman itu?
“Baek...Baekhyun?”
“Kau tak perlu melakukan apa-apa. Aku janji aku akan benar-benar bahagia jika bersamamu. Bersama gadis yang aku cintai.” kata Baekhyun setelah memeluk Jiyoung erat.
Bagaimana bisa seperti ini? Ini benar-benar tidak seperti yang Jiyoung prediksi. Ini diluar perkiraannya.
***
"Halo?" Jiyoung menjawab teleponnya dengan mata yang masih tertutup. Baru saja terbangun karena deringan ponselnya.
"Oh kau masih tidur ya?" suara Baekhyun terdengar penuh perhatian di seberang sana. "Apa panasmu sudah benar-benar turun?"
"Ya." Jiyoung tak bisa memerangi rasa bahagianya mendengar suara Baekhyun yang juga terdengar bahagia itu. Jiyoung tahu ini salah, tapi kali ini dia bahkan tak kuasa menampar hatinya sendiri seperti biasa.
"Apa aku menganggumu? Kau bisa lanjutkan tidurmu." baru Jiyoung akan menjawab, Baekhyun sudah bicara lagi, "Ah tapi kau harus makan sarapanmu. Dan jangan buang obat dari Eommamu. Kau dengar aku?"
Jiyoung justru tak bisa menjawab. Entah mengapa ia ingin tertawa. Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan, mengetahui isi hati Baekhyun yang sesungguhnya, yang ternyata membalas perasaannya. Rasanya dia tak ingin memikirkan hal lain lagi meski itu mustahil.
"Jiyoung kau masih di sana? Jiyoung-ah?" suara Baekhyun terdengar khawatir.
"Ya. Aku masih mendengarmu." Jiyoung tak bisa menahan senyumnya.
"Kau kenapa? Apa kau merasa pusing lagi?"
"Ya, jelas pusingku datang kembali, karena kau meneleponku, membangunkanku dari tidurku. Dasar tak tahu diri!" Jiyoung menahan tawanya.
"Benarkah?" Baekhyun benar-benar khawatir dan termakan omongannya, "Baiklah. Maaf. Aku tutup ok? Jangan lupa sarapan dan minum obatmu. Baru kau boleh tidur lagi."
"Aku mencintaimu." suara baekhyun terdengar lagi setelah beberapa detik hening, Jiyoung hampir tersedak ludahnya sendiri mendengarnya. Baekhyun terdengar mempertimbangkan kata terakhirnya itu sebelum akhirnya menutup teleponnya. Ini benar-benar gila, Jiyoung tak pernah membayangkannya.
Dan senyum Jiyoung sekejap hilang saat Ibunya membuka pintu kamarnya. Ada kebimbangan di wajah Ibunya, Jiyoung tahu benar jika Ibunya sedang memikirkan sesuatu yang cukup sulit.
Sepertinya Ibunya sudah tahu dengan keadaannya. Ibunya dan Ibu Baekhyun teman yang baik, mereka bisa membicarakan apa saja. Kabar akan tersebar dengan cepat.
“Eomma Baekhyun ada di ruang tamu.” Kata Ibu Jiyoung dengan agak ragu. “Sebenarnya dia ingin bicara denganmu, tapi karena dia tahu kau masih tidak enak badn, dia hanya bicara denganku.”
Jiyoung duduk dari posisi berbaringnya. Menyandarkan punggungna di sandaran ranjangnya saat Ibunya duduk di teppi ranjangnya. “Eomma Baekhyun menceritakan semuanya padaku. Tapi Eomma rasa belum saatnya memberitahumu. Karena Eomma tahu sesulit apa keadaannya sekarang untukmu.”
“Eomma jangan khawatir. Aku akan bisa mengatasi ini, aku akan cari jalan keluarnya.” Sebelum Jiyoung berkata lagi, Ibunya bicara.
“Eomma tahu kau tidak suka jika Eomma harus ikut campur dan turun tangan atas masalahmu. Tapi apa kau tahu seberapa inginnya Eomma ikut campur dan turun tangan? Kau tahu sendiri, Eomma juga ingin putri Eomma bahagia. Eomma bisa melakukan apa saja utuk membuatmu bahagia.” Ibu Jiyoung menghela nafas berat sebelum akhirnya menyelesaikan kalimatnya, “Tapi Eomma juga selalu mempercayaimu. Percaya seberapa kuatnya dirimu dan kau memang pasti bisa mendapatkan jalan keluarnya.” Ibunya lalu tersenyum padanya, memberinya kekuatan.
“ Eomma bicara seperti ini, karena Eomma Baekhyun juga terlihat begitu bahagia seperti halnya Baekhyun saat ini. Eomma harap kau tetap bisa memutuskan yang terbaik, apapun yang terjadi.”
Ibunya pergi setelah Jiyoung juga tersenyum, meyakinkan Ibunya bahwa dia baik-baik saja.
“Dia akan melupakanku setelah ingatannya kembali kan?” gumam Jiyoung.
***

Jiyoung menghentikan permainan drumnya, “Boleh aku menerima telepon dulu?”
“Baiklah-baiklah. Cepat-cepat!” kata Jongdae, sedari tadi mungkin dia juga tahu bahwa Jiyoung kurang konsentrasi.
Jiyoung segera keluar dari studio latihan untuk mengangkat telepon dari Myungsoo yang sejak tadi sudah berkali-kali.
“Hei apa Jiyoung punya pacar?” tanya Krystal.
“Setahuku tidak.” Jawab Chanyeol.
“Lelaki lucu waktu itu bukan pacarnya?” Tanya Krystal lagi dengan penuh ketidak percayaan.
“Baekhyun?” Chanyeol tertawa, “Mereka sudah seperti saudara, lagipula Baekhyun itu sudah punya calon istri kan.”
“Aneh sekali.” Krystal menggelengkan kepalanya.
“Apanya yang aneh?” tanya Jongdae, “Sudah latih melodimu sana! Kenapa sampai hari ini kau masih sering salah?”
“Bisakah kau berhenti memperlakukanku seperti ini Kim Jongdae??” teriak Krystal kesal.
“Bisa kalian berhenti bertengkar?” teriak Sungyeol.
Diluar Jiyoung menerima telepon Myungsoo, “Entah apa yang terjadi! Sebaiknya kita hentikan ini semua Jiyoung.” Suara Myungsoo terdengar lelah tapi terdapat tumpukan emosi di sana.
“A..apa yang terjadi oppa?”
“Bisa kau ke apartemen Jieun sekarang?”
Dan Jiyoung segara meluncur ke apartemen Jieun setelah teman-teman bandnya memberinya ijin, meski ini sudah termasuk beberapa latihan terakhir mereka sebelum kontes.
Myungsoo yang membukakan pintu untuknya, “Dia di kamarnya, dia sedikit mabuk, aku baru membawanya pulang dari bar. Setelah bicara dengannya, kau juga harus bicara denganku.”
Jiyoung mengangguk sebelum menghampiri Jieun yang sedang menangis di ranjangnya.
“Eonni…”
Jieun segera menghapus air matanya. Sepertinya Jieun sudah tahu apa yang terjadi antara dengan Baekhyun. Meskipun dia heran darimana, saat ini dia sedang tak ingin memikirkannya.
“Apa Myungsoo Oppa menyuruhmu kesini?” tanya Jieun.
Jiyoung mengangguk lalu dudu di kursi dekat ranjang Jieun.
Jiyoung tahu dia sudah jadi pengecut dengan tidak memberi tahu Jieun terlebih dulu dan membiarkan Jieun tahu dari orang lain, tapi dia memang tak sanggup. Takkan pernah sanggup melakukannya. Dan sebentar lagi, apapun yang akan dikatakan Jieun padanya. Semarah apapun Jieun padanya Jiyoung akan menerimanya. “Apa Eonni sudah tahu..”
Jieun memotongnya, “Aku sudah mengetahuinya.” Air matanya keluar lagi. Jieun masih bisa mengingat dengan jelas saat Baekhyun menceritakan semua itu dengan wajah berbinarnya.
 Baru kali ini Jiyoung melihat sisi Jieun yang ini. Jelas dia merasa sangat bersalah telah merenggut senyum manis Jieun dari wajahnya. Jieun bukan gadis yang seperti ini. Dia tidak seharusnya hidup dengan kesedihan seperti ini. Jiyoung ingin membunuh dirinya sendiri karena telah melakukannya.
Jieun menghapus air matanya lagi, “Aku terlihat bodoh kan?”
Jiyoung hanya menatapnya.
“Betapa jahatnya aku.”
Dan dengan perkataan itu Jiyoung seakan ditampar. Mengapa Jiyoung bodoh sekali? Tentu saja seorang Jieun akan berpikiran seperti itu.
“Ternyata aku seegois ini. Bukankah jika aku memang sangat mencintainya aku akan melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia? Bukankah harusnya aku menerima semua keputusannya yang membuatnya bahagia?” Air matanya mengalir semakin deras. “Tetapi aku malah begitu marah saat tahu dia mencintaimu. Sahabatnya sejak kecil yang memang selalu dia sayangi seperti adiknya sendiri. Bukankah aku tidak ada apa-apanya denganmu? Mungkin kalian kira aku satu-satunya perempuan yang tidak pernah cemburu akan hubunganmu dengan Baekhyun. Tidak, selama ini aku hanya hidup dengan menutup telinga dan mata, agar aku tak perlu sakit hati melihatmu dan Baekhyun sedekat itu. Dan ternyata di puncaknya ini sekuat apapun aku menutup mata dan telingaku, sakit hati ini tidak mau hilang. Jiyoung maukan kau memaafkanku? Jiyoung harusnya aku lebih pengertian. Seharusnya aku mengerti semua ini dari awal. Bisakah kau memaafkan kebodohanku?” Jieun memegang kedua tangan Jiyoung.
Jiyoung sudah tak tahan lagi, “Tidak Eonni. Tak ada yang perlu dimaafkan.” Jiyoung menguatkan tekadnya, “Kita masih bisa terus berusaha mengembalikan ingatannya. Aku rasa ini saatnya memberitahu Baekhyun siapa Eonni sebenarnya. Akan kuurus pertemuan kalian. Eonni harus beritahu dia yang sebenarnya. Dia akan melupakan perasaannya padaku saat dia ingat kembali.”
“Tapi Jiyoung?”
“Kita akan melakukan ini. Kita tak boleh berhenti di tengah jalan. Maafkan aku Eonni, harusnya aku tak boleh membiarkan gangguan seperti ini terjadi.”
Jiyoung pergi setelah itu dan Myungsoo membawanya ke taman kecil dekat gedung apartemen Jieun.
“Kau tahu kan aku tidak akan mau membantu lagi?” tanya Myungsoo.
Jiyoung mengangguk.
“Aku tidak sekuat dirimu.”
Jiyoung menatap Myungsoo karena perkataannya barusan.
Myungsoo memandangnya lalu tersenyum, “Kau kira aku tak bisa tahu? Mungkin karena aku lelaki dan aku berada dalam posisi yang hampir sama denganmu, karena itu aku bisa melihatnya. Bahwa kau juga sangat menyukai Baekhyun. Sangat mencintainya. Mungkin orang bisa mengiranya sebagai perasaan adik pada kakaknya, tapi aku tahu, itu lebih.”
“Oppa..”
“Tapi ingat. Jika kali ini tidak berhasil, aku takkan tinggal diam. Aku akan benar-benar membawa Jieun ke sisiku. Dan aku takkan mengalah lagi.” Myungsoo memegang pundak Jiyoung, berharap memberinya sedikit kekuatan. Dia tersenyum. Senyumnya begitu teduh membuat Jiyoung membalas senyumnya meski mungkin terlihat pahit.
***
“Jiyoung kau benar-benar kurang istirahat. Selain latihan harusnya kau juga istirahat. Aku tahu kontesnya sudah besok tapi..”
“Oppa bisa aku bicara sesuatu?” tanya Jiyoung, dia bangkit dari posisinya dan duduk di samping Baekhyun. Mereka sedang mengahabiskan malam di loteng rumah Jiyoung.
“Apa? Apa yang ingin kau bicarakan?”
“Kita… tak bisa meneruskan ini.”
“Meneruskan?” tanya Baekhyun heran, dia mencoba mambaca ekspresi Jiyoung dan menemukannya, “Hubungan ini?”
Dan Jiyoung tak kuat lagi jika harus menatap kedua mata Baekhyun, Jiyoung mengalihkan pandangannya, “Setidaknya tidak sekarang. Kita… aku masih terlalu sibuk untuk semua ini. Aku..”
“Apa sebenarnya maksudmu? Mengapa kau bicara seperti itu?” Jiyoung bisa dengan jelas mendengar kekecewaan di suara Baekhyun.
“Bisa kau datang ke kafe biasanya besok sore?” tanya Jiyoung akhirnya.
“Untuk apa? Lalu bagaimana dengan kontesmu, bukankah sudah di mulai saat itu?”
“Jangan khawatir, kontesnya akan sedikit diundur. Kau pasti datang kan?”
“Baiklah, tapi kita tak boleh terlambat datang ke kontesmu.” Jawab Baekhyun tersenyum.
Jiyoung lalu segera berdiri, “Bisa kau pulang sekarang? Kau tahu kan aku harus istirahat. Dan aku sudah mulai mengantuk.” Jiyoung berjalan mendahului Baekhyun, namun Baekhyun menahanya, memelukannya dari belakang dan menempatkan kepalanya ke pundak Jiyoung.
“Jiyoung-ah.. jika kau belum siap dengan hubungan ini, baiklah aku akan menghormati segala keputusanmu. Aku akan terus menunggu.”
Jiyoung lebih memilih untuk tak mendengar perkataan Baekhyun itu.
***
Jiyoung dan anggota bandnya yang lain sedang bersiap untuk tampil di atas panggung sebentar lagi. Mereka sudah berada di belakang panggung dan menunggu peserta sebelum mereka selesai bermain. Pada akhirnya inilah saatnya mereka menunjukkan semua hasil latihan mereka selama ini.
“Jiyoung-ah! Kau tak apa kan? Kau tak sedang sakit kan?” tanya Chanyeol sambil memegang pundaknya, membuyarkan Jiyoung dari lamunannya.
“Tidak sama sekali.” Jawab Jiyoung tersenyum.
“Baiklah, jangan melamun lagi.” Chanyeol tersenyum lebar memberinya semangat.
Jiyoung jadi merasa bersalah karena sedari tadi pikirannya melayang ke tempat lain. Dia merasa bodoh karena ada kekecewaan di hatinya bahwa Baekhyun tentu saja tak jadi datang ke tempat ini untuk melihatnya bermain, melihatnya melakukan yang terbaik. Bukankah dia sendiri yang sudah menipu Baekhyun? Baekhyun tak mungkin datang kesini. Barangkali sekarang dia sedang berbincang dengan Jieun dan segera tahu semuanya. Jiyoung juga terus berharap ingatan Baekhyun segera kembali. Ingatannya harus kembali. Entah bagaimanapun caranya. Baekhyun akan segera melupakan perasaannya pada Jiyoung dan akan kembali mencintai Jieun dan melanjutkan pernikahan mereka yang tertunda. Ya, itu akhir yang baik untuk Baekhyun dan Jieun.
“Baiklah, saatnya kalian naik.” Seru petugas pada mereka hingga mereka berpelukan untuk terakhir kalinya dan sama-sama berteriak untuk menambah semangat mereka dan sedikit meredakan kegugupan mereka. Jiyoung tersenyum pada Chanyeol, Jongdae, Krystal dan Sungyeol.
Sedangkan di tempat lain, Baekhyun terkejut melihat Jieun yang duduk di hadapannya. Jelas terbersit dipikirannya bahwa Jiyoung menipunya.
“Ji..Jieun?”
“Oppa.” Tak ada senyum yang biasanya menghiasi wajah gadis itu. Hari ini dia tampak bergitu lesu, “Maaf aku menyita waktumu.”
“A..ada apa sebenarnya?” Baekhyun sesekali melirik jam tangannya, takut dia akan terlambat ke kontes Jiyoung.
“Semua orang ingin ingatanmu cepat kembali. Terutama aku.” Jieun terlihat bingung harusnya menjelaskan semua itu dari mana.
Baekhyun diam saja, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia masih belum tahu arah pembicaraan Jieun.
“Apa oppa juga ingin ingatan oppa segera kembali?”
Baekhyun mengangguk dengan ragu.
Jieun tersenyum pahit, “Tapi mungkin saat ini oppa takkan memperlukannya lagi.”
“Apa maksudmu?”
“Kau begitu mencintai Jiyoung kan?” tanya Jieun berat.
Kali ini Baekhyun mengangguk dengan mantap, namun dia masih ingin tahu benar apa maksud pembicaraan Jieun ini.
“Kau…” Jieun menarik nafas dalam, matanya mulai berkaca-kaca, membuat Baekhyun semakin bingung, “Juga begitu mencintaiku sebelum kau kehilangan ingatanmu.”
Baekhyun berusaha mengulang-ulang perkataan Jieun dalam otaknya agar dia bisa mengerti artinya dengan sungguh-sungguh, tapi dia masih saja tak mengerti maksud yang sebenarnya. “A..apa benar?” dan Baekhyun mulai berpikir, sepertinya ingatannya yang hilang itu begitu berarti dalam hidupnya. Sepertinya memang terjadi sesuatu yang penting yang tidak ia ingat. Karena itulah ia merasa tak begitu mengenal Jiyoung lagi. Dan agak terkejut untuk menerima Jieun dan Myungsoo sebagai temannya. Pasti ada sesuatu yang penting dalam ingatannya yang hilang itu. “Bisa kau katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi sebelum aku kehilangan ingatanku?”
“Kita sudah akan menikah.” Kata Jieun akhirnya, air matanya sudah mengalir deras, “Sebelum akhirnya oppa mengalami kecelakaan di perjalananmu menuju gedung pernikahan kita.”
Tentu saja yang satu ini menampar Baekhyun. Tentu saja dia tak ingin percaya karena sama sekali tak ada gambaran itu dalam otaknya. Tapi tak mungkin jika Jieun berbohong mengenai hal sepenting ini.
“Aku yang melarang orang-orang untuk memberi tahumu yang sebenarnya, agar kau tak selalu merasa bersalah setiap melihatku. Itu menjadi keputusanku saat aku melihatmu benar-benar melupakan perasaanmu padaku.” Baekhyun hanya mendengarnya, mencerna setiap perkataannya, tak mampu menjawab.
“Tentu saja ini menyedihkan untukku. Tapi aku tak ingin kau merasa bersalah padaku, aku gadis yang cukup kuat, jika memang pada akhirnya kau sangat mencintai Jiyoung, aku akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Meski itu artinya aku harus melupakan perasaanku padamu. Aku akan berusaha melakukannya.”
“Jieun..”
Jieun lalu tak bisa berkata-kata lagi, dia sedang menangis tersedu-sedu, membuat Baekhyun segera menghampirinya dan duduk di sampingnya, berusaha melakukan apa saja yang bisa membuatnya mungkin berhenti menangis, meski itu mustahil. Baekhyun hanya tak bisa melihat gadis menangis di hadapannya, apalagi karena dia seperti ini.
Tak bisa berkata apa-apa, Baekhyun hanya bisa menepuk pundak Jieun. Jelas segala rasa bersalah menggerogoti hati Baekhyun. Entah apa yang bisa dia lakukan setelah ini, dia tak tahu. Dia tidak tahu orang-orang di sekitarnya begitu menderita seperti ini karenanya. Belum lagi jika dia harus memikirkan Jiyoung yang juga menyukainya. Dia tak bisa membayangkan perasaan Jiyoung saat dia akan menikah dengan Jieun dulu. Dia tak tahu jika semuanya serumit ini.
Jieun lalu menguatkan diri, menghapus air matanya dengan punggung tangannya dan menatap Baekhyun dengan penuh tekad, “Oppa jangan khawatir hm? Beri aku waktu untuk melepasmu. Kau harus tetap berada di sisi Jiyoung. Aku akan benar-benar melepasmu.” Dan setelah itu Jieun memegang wajah Baekhyun dengan kedua tangannya, “Bahagialah oppa.” Dengan itu Jieun menciumnya. Menciumnya untuk terakhir kalinya.
Baekhyun membeku, baru dia akan mencerna apa yang sedang terjadi, kilasan-kilasan kejadian muncul berterbangan di otaknya. Entah mengapa mendadak ciuman ini terasa begitu familiar. Namun mendadak kilasan-kilasan itu semakin memusingkan. Kepala Baekhyun seakan terasa begitu berat. Sakit kepala itu bisa saja membunuhnya jika tidak segera hilang. Baekhyun memegang kepalanya dengan erat sambil berteriak karena dia tak kuat dengan sakit itu. Terakhir yang ia lihat adalah wajah khawatir Jieun sebelum akhirnya semua menjadi begitu gelap dan Baekhyun tak sadarkan diri.
Jiyoung dan yang lain sedang saling bergenggam tangan saat pemenang juara satu akan segera diumumkan. Mereka begitu gugup menunggu ucapan pembawa acara di atas panggung itu. Jika nama band mereka tidak disebutkan kali ini, berarti mereka sama sekali tak menang apa-apa.
Dan beberapa detik kemudian Chanyeol dulu yang berteriak paling keras setelah pembawa acara benar-benar menyebut nama band mereka dan meminta mereka naik ke atas panggung. Jiyoung juga ikut berteriak. Krystal memeluknya dengan erat. Sedangkan Jongdae menepuk-nepuk pundak dua teman gadisnya itu. Chanyeol dan Sungyeol melompat-lompat kegirangan. Krystal lalu melepas pelukannya dari Jiyoung dan malah berhambur pada Jongdae.
“Kim Jongdae kau harus nyatakan perasaanmu padaku malam ini juga atau tidak selamanya!!” teriak Krystal di telinga Jongdae, membuat lelaki itu terkejut setengah mati.
Chanyeol lalu menyeret Jiyoung ke atas panggung. Mereka menerima tropi dan hadiah mereka. Mereka tersenyum senang dan bangga pada semua penonton. Mereka lalu saling bergandeng tangan dan membungkuk pada penonton untuk terakhir kalinya.
“Hei Jongdae kau sangat keren malam ini!” kata Chanyeol saat mereka sudah berjalan ke tempat parkir.
“Karena aku juga punya pemain musik yang keren bersamaku.” Jongdae tersenyum lebar.
“Aku rasa vokalmu sudah bisa disaingkan dengan vokalis-vokalis papan atas.” Tambah Sungyeol.
Baru Jongdae mau menjawab lagi Krystal sudah mendahului, “Of course! It’s my Jongdae who you guys are talking about right?” Krystal melingkarkan lengannya ke pundak Jongdae yang langsung dihindari oleh Jongdae dengan wajah penuh jijik.
Chanyeol dan Sungyeol terbahak bersama.
“Ya, syukurlah malam ini kita semua bisa melakukan yang lebih baik dari latihan.” Sambung Jiyoung.
“Kau juga Jiyoung-ah! Aku tidak tahu kau bisa memainkan stik drum seperti itu.” Kata Chanyeol.
“Ya! Dia melayang-layangkan stiknya ke udara!” tambah Sungyeol.
“Benarkah?” tanya Jongdae.
Jiyoung meringis, “Sebenarnya aku melakukan sedikit kesalahan saat itu, tapi untung saja aku bisa menangkap stiknya di waktu yang tepat. Jadi terlihat seperti atraksi.”
Chanyeol mengacak rambutnya. “Untung saja.”
“Mari kita rayakan kemenangan ini! Biar aku traktir kalian. Aku baru mendapat gaji dari kerja paruh waktuku.” Kata Sungyeol semangat.
“Really?” teriak Krystal, “Sungyeol yang terbaik!!”
Mereka terus tertawa sambil berjalan menuju mobil Chanyeol saat ponsel Jiyoung berbunyi, ada telepon dari Ibunya. Tentu saja, Jiyoung bahkan sampai lupa untuk memberi tahu ibunya tetang hasil kontesnya malam ini. Pasti Ibunya menelepon untuk menanyakannya.
“Halo Eomma kami..” perkataan Jiyoung dipotong oleh suara Ibunya yang terdengar begitu khawatir.
“Jiyoung, Baekhyun dilarikan ke rumah sakit. Dia mendadak tak sadarkan diri di sebuah kafe. Sampai saat ini dia belum sadar.”
Jiyoung terbelalak, ini bukan kabar yang ingin di dengarnya. Dia membeku.
“Jiyoung ada apa?” tanya Chanyeol. Perhatian mereka semua tertuju pada Jiyoung.
Jiyoung tak menjawabnya dan malah segera pergi mencari taksi, meninggalkan teman-temannya yang kebingungan bukan main.
***

Sesampainya Jiyoung di rumah sakit itu, Baekhyun sudah siuman. Jiyoung berpapasan dengan Jieun di koridor rumah sakit, gadis itu tersenyum, meski wajahnya terlihat tak secerah biasanya, “Aku tahu akan sulit membuat Baekhyun oppa berhenti meminta maaf padaku, tapi teruslah katakan padanya aku sudah memaafkannya.” Dia tersenyum lagi, “Dia mencarimu.” Lalu pergi setelah menggenggam tangan Jiyoung sekilas.
Kedua orang tua Jiyoung dan Baekhyun ada dalam ruangan saat Jiyoung masuk. Mereka menatap Jiyoung penuh arti, membuat Jiyoung bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi.
“Jiyoung? Bisa kita bicara?” tanya Baekhyun saat mata mereka bertemu.
Dengan itu orang tua mereka berjalan keluar ruangan. Ibu Baekhyun menyempatkan diri untuk memeluk Jiyoung, matanya sangat merah sepertinya sehabis menangis.
Baekhyun menggenggam tangan Jiyoung saat Jiyoung sudah duduk di kursi dekat tempat tidurnya. “Apa kalian memenangkan juara satunya?” senyum Baekhyun begitu lembut membuat Jiyoung tak kuasa untuk tidak membalas senyumnya dan mengangguk.
“Kalian sudah pasti menang.” Baekhyun tersenyum bangga. “Apa aku merusak acaramu untuk merayakan kemenangan kalian?”
Jiyoung menarik nafas dan mulai bicara, “Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?”
Baekhyun tersenyum, ketidak sabaran Jiyoung ini begitu familiar, “Ingatanku kembali.”
Jiyoung terkejut.
“Aku sudah mengingat semuanya.” Meski Baekhyun tak ingin menceritakannya, tapi dia berterima kasih pada Jieun, karena Jieunlah dia mendapatkan kembali ingatannya. “Tapi rasa bersalahku dua kali lipat lebih besar daripada waktu Jieun memberi tahuku kejadian yang sebenarnya.”
Jiyoung terus menatap Baekhyun membiarkannya meneruskan kata-katanya.
“Saat ingatanku kembali, perasaanku untuk Jieun sudah tak ada di tempatnya. Dan perasaanku padamu, tetap ada di tempatnya, selalu ada di tempatnya, semenjak kita masih sama-sama begitu muda, perasaan itu sudah ada. Dan aku baru sadar perasaan itu tak pernah sedikitpun beranjak dari tempatnya di hatiku.” Kali ini Baekhyun menarik tangan Jiyoung dengan kedua tangannya dan menempatkannya di atas dadanya. “Kau tahu, ada sedikit rasa syukur dengan hilangnya ingatanku, hal ini membuatku sadar, dan hal ini membuatku tidak melukai Jieun lebih dalam lagi. Bayangkan jika aku tetap menikahi Jieun tapi perasaanku padamu tetap ada di tempatnya. Bukankah itu semakin tak adil untuknya? Aku memang terlalu egois, berusaha melupakan perasaanku padamu dengan cara menikahi Jieun. Tapi yang kau harus tahu adalah satu hal, aku sudah terlebih dulu mempunyai perasaan padamu, kau tidak merebutku dari Jieun. Dan sekarangpun aku tetap tak bisa membohongi perasaanku. Aku tak bisa terus membuat keadaan lebih tak adil lagi untuk Jieun. Aku harus melepasnya, karena perasaanku padamu sudah semakin kuat, kini aku sudah tahu bagaimana perasaanmu padakku, tentu saja aku semakin tak bisa melepasmu.”
“Baekhyun. Aku.” Ini bukan yang diperkirakan Jiyoung. Ini semua diluar perkiraanya. Seharusnya tidak seperti ini kan?
“Jiyoung tahu kah kau aku juga mengalami kesulitan untuk berusaha menghilangkan perasaanku padamu karena aku kira kau hanya menganggapku sebagai kakakmu? Dan aku meminta maaf padamu karena aku baru tahu bagaimana perasaanmu selama ini melihatku bersama Jieun. Harusnya dulu aku tidak jadi pengecut dan mengutarakan perasaanku padamu supaya semuanya tak jadi serumit ini.”
Dan untuk kedua kalinya Jiyoung meneteskan air mata di hadapan Baekhyun. Tapi air mata ini adalah air mata kebahagiaan, “Maafkan aku juga. Aku selalu menyimpan semuanya sendirian. Aku tak pernah benar-benar memberi tahumu apa yang aku rasakan dan aku pikirkan meskipun kau melakukan semua itu padaku.”
“Jiyoung aku benar-benar mencintaimu. Maaf sudah membuatmu melalui semua ini.” Baekhyun mengusap air mata di pipi Jiyoung.
Jiyoung menggeleng, “Tidak, kau tak perlu minta maaf.”
“Jiyoung,” ada beberapa detik jeda sebelum Baekhyun melanjutkan kalimatnya, “Menikahlah denganku.”
Ini gila. Tamparan yang Jiyoung rasakan kali ini begitu berbeda. Jiyoung segera mengangguk dan tersenyum dalam tangisnya.
Baekhyun juga tersenyum  lalu menarik Jiyoung untuk memeluknya dan Jiyoung membalas pelukannya dengan erat.
Ini semua benar-benar di luar perkiraan Jiyoung. Ternyata akhir dari seseorang memang tak bisa diprediksi sekuat apapun prediksi mereka. Dan Jiyoung mengerti sekarang. Semua hal punya kemungkinannya sendiri-sendiri untuk terjadi meski itu diluar perkiraan.
***
Mereka menunggu Jiyoung lulus dari Universitasnya sebelum melaksanakan pernikahannya dengan Baekhyun. Jiyoung yang kini sedang melihat dirinya di cermin hampir tak percaya dia bisa memakai gaun itu dan penampilannya pun jadi sedemikian rupa, Jiyoung hampir tak mengenali dirinya sendiri.
"Eomma sungguh-sungguh saat memberitahumu bahwa Baekhyun memang sudah jatuh hati padamu sebelum dia bertemu dengan Jieun. Kau tak tahu bagaimana dia melewati malam-malam itu." Ibu Baekhyun menghampirinya dan menyentuh kedua pundaknya dari belakang. "Kau tahu sendiri dia pemikir keras, itulah saat-saat dimana Baekhyun lebih sering memandangi buku-buku pelajaran tanpa membacanya sama sekali. Dan aku sendiri pun sangat bahagia saat itu, karena itulah yang sebenarnya aku inginkan. Dan kau tahu sendiri aku tak mungkin memaksanya untuk hal seperti itu. Jadi aku sangat bersyukur aku bahkan tak perlu memaksanya karena dia benar-benar menyukaimu. Dan kau tahu? Sekarang aku lebih bahagia dibandingkan saat itu. Karena pernikahan kalian sudah di depan mata. Asal kau tahu saat ini aku bisa melakukan apa saja jika ada yang berani menggangu pernikahan ini. Eomma benar-benar menyayangimu seperti putri eomma sendiri. Aku percaya hanya kau yang bisa mendampingi Baekhyun hingga akhir hayatnya. Karena hanya kau Jiyoung, yang mengerti Baekhyun luar dalam, bahkan mungkin melebihiku." dia tersenyum singkat di akhir kalimatnya, lalu memeluk Jiyoung. "Kau sangat cantik hari ini." Jiyoung tersenyum bahagia.
"Jiyoung-ah! Saatnya kau keluar." kata Ibu Jiyoung.
Mereka pun keluar, Jiyoung disambut teriakan anggota bandnya. Krystal berhambur memeluknya. "Tak kusangka kau bisa menikah terlebih dulu dariku. This is Unbelievable!"
"Selamat Jiyoung-ah!" senyum Chanyeol begitu lebar saat mengatakannya, Jongdae dan Sungyeol juga ikut mengucapkan selamat untuknya, "Sejak SD dulu aku sudah mengiranya, bahwa pada akhirnya Baekhyun pasti berakhir denganmu."
"Apa mereka sedekat itu dari dulu?" tanya Krystal, entah mengapa sejak tadi tangannya tak pernah lepas dari lengan Jongdae.
"Tak ada yang berani mendekati Baekhyun meski hanya untuk menanyakan PR, Kang Jiyoung akan selalu menghantuimu." Jelas Chanyeol membuat Jiyoung tertawa, tak berani menyangkalnya, ya mungkin Jiyoung memang begitu sejak dulu.
"Wow Jiyoung you're amazing! Mengklaim milikmu sejak dulu, kau berani sekali." kata Krystal kagum sebelum akhirnya melirik Jongdae dengan tajam, "Tidak seperti yang satu ini. Betapa lamanya aku menunggunya." Jongdae mengalihkan perhatiannya, mendadak sibuk melihat atap.
Dan Jiyoung menyadarinya, "Jangan bilang kalian sudah.."
Krystal memotongnya, "Inilah kabar baik yang aku katakan semalam, Aku dan Jongdae sudah resmi jadian." Betapa bahagianya wajah Krystal saat ini.
"Hei, kau tidak bilang padaku Jongdae-ya!" Chanyeol tak terima.
"Selamat juga untukmu!" Jiyoung menepuk pundak Krystal.
Jiyoung dan Baekhyun saat ini sudah duduk bersebelahan menyambut dan tersenyum pada tamu yang datang.
"Jiyoung jujur aku belum pernah melihatmu tersenyum selama ini. Jangan bilang kau menahan lelahmu." Tangan Baekhyun sedari tadi sama sekali belum melepas tangan Jiyoung.
"Tidak. Ini sama sekali tidak melelahkan." jawab Jiyoung sambil terus tersenyum pada tamu-tamu.
Baekhyun tertawa pelan. "Kemana kau bawa pergi Jiyoungku yang asli?"
Jiyoung meliriknya dan tertawa lalu ingat sesuatu yang harus ia katakan pada Baekhyun, "Jieun eonni mengirim pesan lewat Myungsoo oppa. Dia memberi kita selamat."
"Meski masih belum bisa mengatakannya sendiri dengan langsung, syukurlah dia sudah bisa memberi kita selamat."
"Ya... Berilah dia waktu lagi. Dia juga meminta sedikit waktu pada Myungsoo oppa setelah Myungsoo oppa menyatakan perasaannya."
"Benarkah? Myungsoo sudah menyatakannya?" Baekhyun tersenyum, "Aku harap mereka bahagia di Amerika sana. Myungsoo juga sudah mendapat pekerjaan yang baik di sana."
"Ya, Myungsoo oppa juga bilang Jieun eonni mulai bekerja minggu depan."
"Aku harap mereka akan selalu baik-baik saja." pengangan di tangan Jiyoung mengerat. Baekhyun tersenyum penuh syukur melihat mempelainya. Begitu juga dengan Jiyoung, ini akhir yang memang diluar perkiraan, tapi Jiyoung akan siap menerima akhir-akhir mengejutkan yang lainnya.
THE END

1 komentar:

  1. Happy ending deh~ tapi masih penasaran sama jieun-myungsoo. Kak, ada epilognya gak? Atau chapter baru khusus jieun-myungsoo gitu?:3

    BalasHapus