Krystal tersenyum
licik, “Era Park Jiyeon akan segera berakhir, dia kira tak akan ada era
Krystal?”
Krystal
menekan sesuatu di ponselnya dan terdengar suara Jiyeon dari ponsel itu,
“Kalian kira eraku akan segera berakhir? Asal kalian tahu, dia lebih mudah
didapatkan dari lelaki manapun. Ne, Akan kubuktikan sekarang juga. Kalian diam
disini dan lihat baik-baik. Akan aku buktikan dia benar-benar mencintaiku.”
Jiyoung
masih berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya saat sampai di pintu
kamarnya dan melihat Luna sudah tertidur.
Jiyoung
segera menggelengkan kepalanya setelah menyadari semuanya. “Andwe! Itu bukan
urusanku.” gumamnya.
Kali
ini para siswa menerima pelajaran di bawah terangnya matahari sore, mereka
bersandar di pohon-pohon rindang di samping penginapan.
Seperti
biasa, Jiyoung merasa kesulitan mengikuti materi pelajaran. Lagi-lagi dia tak
bisa menjawab pertanyaan yang diajukan gurunya. Dia benar-benar sudah merasa
bosan harus selalu malu di kelasnya.
Saat
sampai jam pelajaran berakhir, guru mereka berkata, “Selamat sore. Untuk Kang
Jiyoung dan Gong Chansik harap tinggal.”
Jiyoung
terkejut sekaligus khawatir mengapa namanya disebut bersama Gongchan.
Setelah
siswa lain kembali ke penginapan, guru mereka mulai bicara, “Gong Chansik,
mianhaeyo… temanmu ini benar-benar membutuhkan bantuanmu.”
Mereka
bertiga selesai bicara, Sebenarnya Jiyoung masih tak mengerti maksud gurunya
namun ia tak berani menanyakannya. Gongchan hanya tersenyum, sepertinya dia
prihatin terhadap Jiyoung.
“Jadi
bisa kita lakukan sekarang? Apa kau sibuk?” Tanya Gongchan tiba-tiba.
“M..Mwo?”
Tanya Jiyoung keheranan.
“Jam
tambahan khusus untukmu. Apa kau lupa apa yang baru saja kita bicarakan dengan
seongsaenim?”
“Ah…”
Jiyoung tersenyum kecut, “Ne.”
Mereka tetap ditempat itu sambil
bersandar di pohon. Gongchan berusaha mengajari Jiyoung semua yang tak ia
kuasai dalam pelajaran, namun Gongchan malah tersenyum saat menyadari Jiyoung
hampir tak menguasai semuanya, “Apa kau terlalu banyak pikiran belakangan ini?
Cobalah untuk rileks dan fokus pada ujian nanti.” Kata Gongchan dengan senyum
manisnya. Membuat Jiyoung tak tahu lagi harus berbuat apa.
“Baiklah, coba kau kerjakan yang satu
ini.” Gongchan menunjuk salah satu soal matematika di bukunya.
Kali ini jiyoung bisa mengerjakannya
dengan benar. “Eothaeyo?” Tanya Jiyoung ragu.
“Ah, benar. Kau tak separah apa yang
dikatakan seongsaenim. Kau hanya sedang tak fokus belakangan ini.”
Setelah langit mualai gelap, dan
mereka kehilangan penerangan mereka, mereka memutuskan untuk berhenti.
“Aku rasa hari ini cukup. Kau pasti
lelah. Istirahatlah.” Kata Gongchan ramah.
Jiyoung mengangguk. “Go..gomawo.”
Jiyoung mulai melangkah menuju penginapan dan belum jauh dia melangkah, Jiyeon
berpapasan dengannya. Jiyoung tak menoleh namun masih bisa mendengar percakapan
di belakangnya.
“Aku kebingungan mencarimu, ternyata
Luna benar kau bersama Jiyoung. Jadi ini maksud seongsaenim tadi?” Jiyeon
bicara dengan nada yang aneh. Dia terdengar cemburu, namun Gongchan dan Jiyoung
tak menyadarinya.
“Ne, aku harus membantunya sampai
akhir.” Jawab Gongchan. “Mianhae, aku tak mengirim pesan padamu tadi.”
Akhirnya Jiyeon menyerah, “Gwenchana.”
Tapi dia seperti memikirkan sesuatu.
***
2 hari terkahir siswa-siswa ini
menikmati hari-hari indah mereka di kawasan menyejukkan ini sudah tiba. Mereka
berusaha memanfaatkan hari-hari terakhir mereka ini dengan sebaik-baiknya, baik
dalam pelajaran mereka juga kesenangan mereka sendiri.
Sedangkan Jiyoung terjebak di jam
khusuh tambahannya dengan Gongchan. Entah mengapa semakin Jiyoung ingin
menghindar dari Gongchan, agar sesuatu yang mungkin cinta di hati Jiyoung itu
bisa hilang, semakin banyak hal yang menghubungkannya dengan Gongchan. Jiyoung
tak mau menyebut ini takdir.
Parahnya, Jiyoung makin sering
menerima pandangan mengerikan dari Jiyeon. Itu memang wajar, karena sekarang,
Gongchan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Jiyoung daripada Jiyeon. Bukan
karena keinginan Jiyoung atau karena ulah Jiyoung, namun Goncghan sendirilah
yang menggebu-gebu mengajari Jiyoung menjadi lebih baik. Jiyoung makin merasa
serba salah pada mereka berdua.
Belum lagi, Taemin selalu berusaha
meyakinkan Jiyoung bahwa Jiyoung memang jatuh hati pada Gongchan. Dan akhirnya
memutuskan untuk membantu Jiyoung, bukan karena dia masih menyukai Jiyeon,
namun lebih karena penasaran.
***
Ini adalah malam terakhir para siswa
di tempat itu. Jiyoung masih bersama Gongchan jam 8 ini. Saat mereka sedang
sibuk membahas sebuah soal bahasa inggris, tiba-tiba Jiyeon mengampiri mereka
yang sedang berada di salah satu gudang penginapan yang kosong, tapi anehnya
bersih.
“Anyeong!!” kata Jiyeon dengan ceria.
Jiyoung agak kaget melihat Jiyeon yang tak seperti biasanya itu. “Kalian pasti lelah.
Minum saja ini.” Jiyeon mengulurkan dua buah minuman buah.
Gongchan tersenyum, “Gomawo.”
“Go..gomawo.” kata Jiyoung ragu.
“Baiklah, aku ingin tidur, aku juga
lelah. Gongchan anyeong! Jiyoung anyeong!” Jiyeon mencium dahi Gongchan sebelum
pergi. Membuat Jiyoung terpaku pada bukunya dan tak berani melihat kearah lain
lagi.
Gongchan tersipu, “Lupakan itu. Kita
mulai lagi.”
Jiyoung mengangguk begitu saja.
Belum lewat 30 menit, mereka sudah
sangat mengantuk. Saking mengantuknya, mereka tak kuasa mengakhiri jam khusus
mereka hingga mereka tertidur begitu saja di situ.
Tak lama kemudian, Jiyeon masuk ke
dalam dan melihat keduanya dengan wajah yang sama sekali tak ceria seperti
tadi, ia tak pergi tidur, ia sedari tadi menunggu Gonghcan dan Jiyoung tertidur.
Dengan berkaca-kaca dia melihat 2 botol minuman buah yang sudah diminum habis
dua orang itu.
“Mianhae Gongchan-ah.” Gumam Jiyeon.
Jiyeon teringat kata-kata Krystal dan
teman-temannya itu, mereka sudah mengancam Jiyeon akan menyebarkan rekaman
mereka waktu itu. Dan membuat reputasi dan kepopuleran Jiyeon habis begitu
saja.
Hanya ini yang terpikirkan oleh
Jiyeon, meski sebenarnya sekarang ia benar-benar mencinta kekasihnya yang satu
ini. Membuat Gongchan yang terlihat menghianatinya duluan akan membuat rekaman
itu tak beruna lagi. Jiyeon ingin membuat penilaian siswa-siswa tentang
Gongchan berubah 180 derajad.
Jiyeon dengan susah payah merubah
posisi tidur Jiyoung dan Gongchan. Kini Jiyeon sudah menangis sambil berusaha
menyeret Jiyoung sekuat tenaga terakhirnya dan menidurkannya di dada Gongchan.
Setelah melakukan semuanya, Jiyeon
memotret mereka dan langsung mengunggahnya ke internet.
“Jeongmal mianhae Gongchan-ah…” gumam
Jiyeon lagi lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
***
Jiyoung terbangun karena merasakan
lehernya sangat kaku, ia pikir dia tak mengubah posisi tidurnya semalaman. Dia
mulai berpikir mengapa dia tak mencium bau parfum Luna, dan bahkan dia tak
merasakan permukaan sprai di kamar penginapannya.
Saat dia membuka matanya perlahan, dia
melihat kain berwarna biru tua yang sangat ia kenal, sepertinya warna itu
memenuhi otaknya tadi malam. Dia juga bisa mendengar detak jantung seseorang.
“apa
aku tidur diatas manusia?” batin
Jiyoung panik.
Dengan takut Jiyoung mendongak. Dia
benar-benar takut, karena dia sudah sedikit ingat siapa lelaki pemilik kaos
biru tua itu.
Setelah melihat sepasang mata yang
juga terbelalak melihatnya, Jiyoung spontan berdiri dari tidurnya dan
berteriak, “ANDWE!”
Gonchan juga berteriak, “Apa yang kau
lakukan?” Gongchan juga segera berdiri.
“Na? Na?” Jiyoung bingung, dia mulai
pusing. “Aku tak melakukan apa-apa.
Seingatku…”
Gongchan juga berusaha mengingat apa
yang dilakukannya tadi malam. Mereka berdua ingat mereka sama sekali tak punya
niatan untuk tidur bersama seperti itu. Mereka sekarang benar-benar ingat
mereka hanya tertidur di tempat itu karena sangat mengantuk dan posisi mereka
berjauhan.
“Bagaimana bisa kita sangat mengantuk
seperti itu di saat yang bersamaan?” Tanya Gongchan masih berusaha berpikir.
“Jeongmal mollayo.” Jawab Jiyoung
segera. “Aku harap kau tak salah paham.” Kata Jiyoung lalu pergi.
***
“Jiyoung-ah!!! Kau kemana saja? Kita
pulang ke Seoul
20 menit lagi. Sebentar lagi kita semua harus berkumpul di depan penginapan.”
Jelas Luna dengan khawatir.
“Ah… araso.” Jawab Jiyoung. Dia baru
sadar dia terlalu lama tidur hingga sesiang ini. Pantas saja lehernya sangat
kaku dan sakit.
Jiyoung segera berkemas secepat
mungkin. Dan mengikuti Luna ke depan penginapan untuk menerima pengarahan.
Jiyoung berusaha menghindari pandangan
Gongchan yang masih penuh Tanya. Dia tak ingin mengingat hal itu lagi. Dia
benar-benar bisa jadi gila jika mengingatnya.
***
Keesokan harinya Jiyoung masuk sekolah
dengan terheran-heran. Semua siswa perempuan di sekolahnya itu terus
memandanginya. Pandangan terlihat merendahkan. Jiyoung benar-benar terganggu
dengan hal ini.
Hingga Jiyoung melihat pemandangan tak
biasa di dalam kelasnya. Banyak siswa berkerumun disana, mereka sedang
menyaksikan sesuatu, mereka seakan tak ingin melewatkannya.
Sebelum menembus kerumunan itu,
Jiyoung berpapasan dengan Krystal dan teman-temannya yang memasang wajah
kecewa.
Jiyoung mulai bisa mendengar pusat
perhatian itu, “Aku tak percaya ini akan jadi seperti ini.” Jiyeon sedang
menangis.
“Jiyeon-ah. Aku bahkan tak benar-benar
ingat semua itu. Aku yakin itu hal yang disengaja.” Jelas Gongchan.
“Hal yang kau sengaja. Begitu?” Tanya
Jiyeon. Dia mulai menangis.
“Ani. Bukan begitu.” Gongchan terlihat
begitu khawatir.
***
Jiyoung masih dikelilingi rasa risih
terhadap teman-teman sekolahnya. Mereka semua terus saja menatap Jiyoung penuh
curiga dan tanda tanya, dan pandangan merendahkan itu juga masih ada.
Tiba-tiba tanpa sepengetahuan orang
lain, Gongchan menarik lengannya dan mengajaknya ke atap sekolah, yang memang
selalu sepi.
Jiyoung benar-benar terkejut.
“Aku yakin ada yang menjebak kita.”
Kata Gongchan tiba-tiba sambil mengulurkan ponselnya yang sedangn membuka
halaman internet yang memampang fotonya yang tengah tidur bersama Gongchan.
Jiyoung sekarang sudah tak terkejut
lagi, dia benar-benar shock. Dia sama sekali tak menyangka hal seperti ini akan
terjadi padanya. Hal yang begitu sulit untuk seorang gadis tak terkenal dan
biasa saja di sekolahnya.
“Kita harus menemukan penyebab ini semua.”
Kata Gongchan. “Jebal… kau harus bantu aku agar Jiyeon tak salah paham.”
“N..ne.” jawab Jiyoung.
Gongchan tersenyum lega dan berkata
dengan segenap hati, “Gomawo. Jeongmal gomawo.”
***
Dengan terpaksa Jiyoung menghabiskan
hampir keseluruhan waktunya bersama Gongchan. Selain untuk membantu Gongchan
mencari penyebab tersebarnya skandal itu, dia juga terpaksa terus mengikuti jam
khususnya bersama Gongchan karena ujian akhir sudah semakin dekat. Guru mereka
terus saja memohon Gongchan untuk membantu Jiyoung.
Dan seperti yang diduga siswa-siswa
disekolah itu, Gongchan sekarang memang menghabiskan waktu lebih banyak bersama
Jiyoung daripada Jiyeon. Mereka semakin yakin bahwa Gongchan memang
mengkhianati Jiyeon demi bersama Jiyoung. Makin banyak sekumpulan siswi yang
membenci Jiyoung, karena menganggapnya menempuh cara yang tak seharusnya untuk
medapatkan Gongchan. Menurut mereka itu sama halnya dengan mencoreng nama baik
fans Gongchan. Jiyoung benar-benar tersiksa.
“Mianhaeyo… tak ada orang lain yang bisa
membantu kecuali orang yang bersangkutan. Dan itu kau.” Jelas Gongchan di salah
satu jam Khususnya bersama Jiyoung. Jiyoung hanya tersenyum kecut seperti biasa
mendengarnya.
Dengan kata lain, karena skandal itu,
Jiyoung makin dekat dengan orang yang paling ingin ia jauhi itu. Sekarang dia
hanya menganggap dirinya jahat, karena sedikit demi sedikit dia mulai mengakui
perasaannya pada Gongchan. Meskipun peperangan masih terjadi di hatinya.
***
Ujian akhir sudah tinggal satu minggu
lagi. Gongchan semakin intensif memberi jam khusus untuk Jiyoung, meskipun
sebenarnya Jiyoung sangat menolaknya. Karena semakin sering ia bersama
Gongchan, kanyataan bahwa dia jatuh hati pada Gongchan semakin transparan.
Langit sudah hampir gelap, tapi
Gongchan dan Jiyoung masih ada di kelasnya. Mereka berdua berusaha
menyelesaikan soal matematika.
Jiyoung yang tak bisa focus sejak tadi
akhirnya memecah kesunyian dengan bertanya, “Apa kau masih bisa konsentrasi
untuk ujian?”
Gongchan menoleh, “Mwo?”
Baru Jiyoung mau mengulang
perkataannya, Gongchan sudah menjawab. “Oh, tentu saja. Kita harus
professional. Jangan campuradukkan masalah pribadi dan sekolah. Bukan begitu?”
“Tapi…” Jiyoung seakan tak berani
bertanya lagi.
“Tapi apa?”
“Tapi kau sama sekali tak kelihatan
sedang punya masalah. Apa itu juga karena profesionalismemu?”
Gongchan tertawa, “Entahlah. Na ddo
molla. Akhir-akhir ini rasanya aku ingin menyerah saja untuk Jiyeon. Tapi
bukankah itu pengecut yang mengakui kesalahannya? Kau harus bantu aku untuk
tetap semangat membuat Jiyeon mempercayaiku. Bukankah dia kekasihku?”
Jiyoung hanya tersenyum kecut.
“Jadi apa kau sudah berhasil
menyelesaikan soal yang tadi?” Tanya Gonchan.
“Aku sudah bilang aku tak akan bisa
mengerjakannya.” Jawab Jiyoung sambil melihat pekerjaannya dengan prihatin.
Gongchan menggeser kursinya lebih
dekat dengan kursi Jiyoung agar bisa melihat pekerjaan Jiyoung.
Tak lama Gongchan tertawa, “Sudah
kubilang. Kau itu tidak bodoh. Lihat saja ini. Kau hanya terlalu malas berpikir
keras. Geurae? Kau hanya tinggal mengakarkannya seperti ini.” Gongchan
menjelaskan lalu menulis sesuatu di buku Jiyoung itu. Gongchan sadar posisinya
dengan Jiyoung terlalu dekat saat ini. Bahkan ia bisa mencium harum rambut
Jiyoung.
Jiyoung sedari tadi sama sekali tak
bisa berkonsentrasi mendengar penjelasan Gongchan. Dia sedang sibuk mengatasi
jantungnya yang berdgup terlalu kencang itu. Dia hanya berani melirik ke wajah
Gongchan yang hanya berjarak 5 cm darinya.
Tiba-tiba Jiyoung terkejut setengah
mati saat Gongchan menoleh ke arahnya dan mata mereka saling berpandangan cukup
lama. Jiyoung benar-benar tak tahu bagaimana cara mengatasi situasi ini.
Dan lebih terkejut lagi, Gongchan tak
menjauh namun malah mendekat dan mencium Jiyoung.TO BE CONTINUED.........

Tidak ada komentar:
Posting Komentar