Halaman

Minggu, 08 Januari 2012

[FANFIC] I Don't Wanna Love (part 2)





Krystal tersenyum licik, “Era Park Jiyeon akan segera berakhir, dia kira tak akan ada era Krystal?”
Krystal menekan sesuatu di ponselnya dan terdengar suara Jiyeon dari ponsel itu, “Kalian kira eraku akan segera berakhir? Asal kalian tahu, dia lebih mudah didapatkan dari lelaki manapun. Ne, Akan kubuktikan sekarang juga. Kalian diam disini dan lihat baik-baik. Akan aku buktikan dia benar-benar mencintaiku.”
Jiyoung masih berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya saat sampai di pintu kamarnya dan melihat Luna sudah tertidur.
Jiyoung segera menggelengkan kepalanya setelah menyadari semuanya. “Andwe! Itu bukan urusanku.” gumamnya.
***

Kali ini para siswa menerima pelajaran di bawah terangnya matahari sore, mereka bersandar di pohon-pohon rindang di samping penginapan.
Seperti biasa, Jiyoung merasa kesulitan mengikuti materi pelajaran. Lagi-lagi dia tak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan gurunya. Dia benar-benar sudah merasa bosan harus selalu malu di kelasnya.
Saat sampai jam pelajaran berakhir, guru mereka berkata, “Selamat sore. Untuk Kang Jiyoung dan Gong Chansik harap tinggal.”
Jiyoung terkejut sekaligus khawatir mengapa namanya disebut bersama Gongchan.
Setelah siswa lain kembali ke penginapan, guru mereka mulai bicara, “Gong Chansik, mianhaeyo… temanmu ini benar-benar membutuhkan bantuanmu.”
Mereka bertiga selesai bicara, Sebenarnya Jiyoung masih tak mengerti maksud gurunya namun ia tak berani menanyakannya. Gongchan hanya tersenyum, sepertinya dia prihatin terhadap Jiyoung.
“Jadi bisa kita lakukan sekarang? Apa kau sibuk?” Tanya Gongchan tiba-tiba.
“M..Mwo?” Tanya Jiyoung keheranan.
“Jam tambahan khusus untukmu. Apa kau lupa apa yang baru saja kita bicarakan dengan seongsaenim?”
“Ah…” Jiyoung tersenyum kecut, “Ne.”
          Mereka tetap ditempat itu sambil bersandar di pohon. Gongchan berusaha mengajari Jiyoung semua yang tak ia kuasai dalam pelajaran, namun Gongchan malah tersenyum saat menyadari Jiyoung hampir tak menguasai semuanya, “Apa kau terlalu banyak pikiran belakangan ini? Cobalah untuk rileks dan fokus pada ujian nanti.” Kata Gongchan dengan senyum manisnya. Membuat Jiyoung tak tahu lagi harus berbuat apa.
          “Baiklah, coba kau kerjakan yang satu ini.” Gongchan menunjuk salah satu soal matematika di bukunya.
          Kali ini jiyoung bisa mengerjakannya dengan benar. “Eothaeyo?” Tanya Jiyoung ragu.
          “Ah, benar. Kau tak separah apa yang dikatakan seongsaenim. Kau hanya sedang tak fokus belakangan ini.”
          Setelah langit mualai gelap, dan mereka kehilangan penerangan mereka, mereka memutuskan untuk berhenti.
          “Aku rasa hari ini cukup. Kau pasti lelah. Istirahatlah.” Kata Gongchan ramah.
          Jiyoung mengangguk. “Go..gomawo.” Jiyoung mulai melangkah menuju penginapan dan belum jauh dia melangkah, Jiyeon berpapasan dengannya. Jiyoung tak menoleh namun masih bisa mendengar percakapan di belakangnya.
          “Aku kebingungan mencarimu, ternyata Luna benar kau bersama Jiyoung. Jadi ini maksud seongsaenim tadi?” Jiyeon bicara dengan nada yang aneh. Dia terdengar cemburu, namun Gongchan dan Jiyoung tak menyadarinya.
          “Ne, aku harus membantunya sampai akhir.” Jawab Gongchan. “Mianhae, aku tak mengirim pesan padamu tadi.”
          Akhirnya Jiyeon menyerah, “Gwenchana.” Tapi dia seperti memikirkan sesuatu.
***

          2 hari terkahir siswa-siswa ini menikmati hari-hari indah mereka di kawasan menyejukkan ini sudah tiba. Mereka berusaha memanfaatkan hari-hari terakhir mereka ini dengan sebaik-baiknya, baik dalam pelajaran mereka juga kesenangan mereka sendiri.
          Sedangkan Jiyoung terjebak di jam khusuh tambahannya dengan Gongchan. Entah mengapa semakin Jiyoung ingin menghindar dari Gongchan, agar sesuatu yang mungkin cinta di hati Jiyoung itu bisa hilang, semakin banyak hal yang menghubungkannya dengan Gongchan. Jiyoung tak mau menyebut ini takdir.
          Parahnya, Jiyoung makin sering menerima pandangan mengerikan dari Jiyeon. Itu memang wajar, karena sekarang, Gongchan lebih banyak menghabiskan waktu bersama Jiyoung daripada Jiyeon. Bukan karena keinginan Jiyoung atau karena ulah Jiyoung, namun Goncghan sendirilah yang menggebu-gebu mengajari Jiyoung menjadi lebih baik. Jiyoung makin merasa serba salah pada mereka berdua.
          Belum lagi, Taemin selalu berusaha meyakinkan Jiyoung bahwa Jiyoung memang jatuh hati pada Gongchan. Dan akhirnya memutuskan untuk membantu Jiyoung, bukan karena dia masih menyukai Jiyeon, namun lebih karena penasaran.
***

          Ini adalah malam terakhir para siswa di tempat itu. Jiyoung masih bersama Gongchan jam 8 ini. Saat mereka sedang sibuk membahas sebuah soal bahasa inggris, tiba-tiba Jiyeon mengampiri mereka yang sedang berada di salah satu gudang penginapan yang kosong, tapi anehnya bersih.
          “Anyeong!!” kata Jiyeon dengan ceria. Jiyoung agak kaget melihat Jiyeon yang tak seperti biasanya itu. “Kalian pasti lelah. Minum saja ini.” Jiyeon mengulurkan dua buah minuman buah.
          Gongchan tersenyum, “Gomawo.”
          “Go..gomawo.” kata Jiyoung ragu.
          “Baiklah, aku ingin tidur, aku juga lelah. Gongchan anyeong! Jiyoung anyeong!” Jiyeon mencium dahi Gongchan sebelum pergi. Membuat Jiyoung terpaku pada bukunya dan tak berani melihat kearah lain lagi.
          Gongchan tersipu, “Lupakan itu. Kita mulai lagi.”
          Jiyoung mengangguk begitu saja.
          Belum lewat 30 menit, mereka sudah sangat mengantuk. Saking mengantuknya, mereka tak kuasa mengakhiri jam khusus mereka hingga mereka tertidur begitu saja di situ.
          Tak lama kemudian, Jiyeon masuk ke dalam dan melihat keduanya dengan wajah yang sama sekali tak ceria seperti tadi, ia tak pergi tidur, ia sedari tadi menunggu Gonghcan dan Jiyoung tertidur. Dengan berkaca-kaca dia melihat 2 botol minuman buah yang sudah diminum habis dua orang itu.
          “Mianhae Gongchan-ah.” Gumam Jiyeon.
          Jiyeon teringat kata-kata Krystal dan teman-temannya itu, mereka sudah mengancam Jiyeon akan menyebarkan rekaman mereka waktu itu. Dan membuat reputasi dan kepopuleran Jiyeon habis begitu saja.
          Hanya ini yang terpikirkan oleh Jiyeon, meski sebenarnya sekarang ia benar-benar mencinta kekasihnya yang satu ini. Membuat Gongchan yang terlihat menghianatinya duluan akan membuat rekaman itu tak beruna lagi. Jiyeon ingin membuat penilaian siswa-siswa tentang Gongchan berubah 180 derajad.
          Jiyeon dengan susah payah merubah posisi tidur Jiyoung dan Gongchan. Kini Jiyeon sudah menangis sambil berusaha menyeret Jiyoung sekuat tenaga terakhirnya dan menidurkannya di dada Gongchan.
          Setelah melakukan semuanya, Jiyeon memotret mereka dan langsung mengunggahnya ke internet.
          “Jeongmal mianhae Gongchan-ah…” gumam Jiyeon lagi lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
***

          Jiyoung terbangun karena merasakan lehernya sangat kaku, ia pikir dia tak mengubah posisi tidurnya semalaman. Dia mulai berpikir mengapa dia tak mencium bau parfum Luna, dan bahkan dia tak merasakan permukaan sprai di kamar penginapannya.
          Saat dia membuka matanya perlahan, dia melihat kain berwarna biru tua yang sangat ia kenal, sepertinya warna itu memenuhi otaknya tadi malam. Dia juga bisa mendengar detak jantung seseorang.
          apa aku tidur diatas manusia?”  batin Jiyoung panik.
          Dengan takut Jiyoung mendongak. Dia benar-benar takut, karena dia sudah sedikit ingat siapa lelaki pemilik kaos biru tua itu.
          Setelah melihat sepasang mata yang juga terbelalak melihatnya, Jiyoung spontan berdiri dari tidurnya dan berteriak, “ANDWE!”
          Gonchan juga berteriak, “Apa yang kau lakukan?” Gongchan juga segera berdiri.
          “Na? Na?” Jiyoung bingung, dia mulai pusing. “Aku tak melakukan apa-apa.  Seingatku…”
          Gongchan juga berusaha mengingat apa yang dilakukannya tadi malam. Mereka berdua ingat mereka sama sekali tak punya niatan untuk tidur bersama seperti itu. Mereka sekarang benar-benar ingat mereka hanya tertidur di tempat itu karena sangat mengantuk dan posisi mereka berjauhan.
          “Bagaimana bisa kita sangat mengantuk seperti itu di saat yang bersamaan?” Tanya Gongchan masih berusaha berpikir.
          “Jeongmal mollayo.” Jawab Jiyoung segera. “Aku harap kau tak salah paham.” Kata Jiyoung lalu pergi.
***

          “Jiyoung-ah!!! Kau kemana saja? Kita pulang ke Seoul 20 menit lagi. Sebentar lagi kita semua harus berkumpul di depan penginapan.” Jelas Luna dengan khawatir.
          “Ah… araso.” Jawab Jiyoung. Dia baru sadar dia terlalu lama tidur hingga sesiang ini. Pantas saja lehernya sangat kaku dan sakit.
          Jiyoung segera berkemas secepat mungkin. Dan mengikuti Luna ke depan penginapan untuk menerima pengarahan.
          Jiyoung berusaha menghindari pandangan Gongchan yang masih penuh Tanya. Dia tak ingin mengingat hal itu lagi. Dia benar-benar bisa jadi gila jika mengingatnya.
***

          Keesokan harinya Jiyoung masuk sekolah dengan terheran-heran. Semua siswa perempuan di sekolahnya itu terus memandanginya. Pandangan terlihat merendahkan. Jiyoung benar-benar terganggu dengan hal ini.
          Hingga Jiyoung melihat pemandangan tak biasa di dalam kelasnya. Banyak siswa berkerumun disana, mereka sedang menyaksikan sesuatu, mereka seakan tak ingin melewatkannya.
          Sebelum menembus kerumunan itu, Jiyoung berpapasan dengan Krystal dan teman-temannya yang memasang wajah kecewa.
          Jiyoung mulai bisa mendengar pusat perhatian itu, “Aku tak percaya ini akan jadi seperti ini.” Jiyeon sedang menangis.
          “Jiyeon-ah. Aku bahkan tak benar-benar ingat semua itu. Aku yakin itu hal yang disengaja.” Jelas Gongchan.
          “Hal yang kau sengaja. Begitu?” Tanya Jiyeon. Dia mulai menangis.
          “Ani. Bukan begitu.” Gongchan terlihat begitu khawatir.
***
          Jiyoung masih dikelilingi rasa risih terhadap teman-teman sekolahnya. Mereka semua terus saja menatap Jiyoung penuh curiga dan tanda tanya, dan pandangan merendahkan itu juga masih ada.
          Tiba-tiba tanpa sepengetahuan orang lain, Gongchan menarik lengannya dan mengajaknya ke atap sekolah, yang memang selalu sepi.
          Jiyoung benar-benar terkejut.
          “Aku yakin ada yang menjebak kita.” Kata Gongchan tiba-tiba sambil mengulurkan ponselnya yang sedangn membuka halaman internet yang memampang fotonya yang tengah tidur bersama Gongchan.
          Jiyoung sekarang sudah tak terkejut lagi, dia benar-benar shock. Dia sama sekali tak menyangka hal seperti ini akan terjadi padanya. Hal yang begitu sulit untuk seorang gadis tak terkenal dan biasa saja di sekolahnya.
          “Kita harus menemukan penyebab ini semua.” Kata Gongchan. “Jebal… kau harus bantu aku agar Jiyeon tak salah paham.”
          “N..ne.” jawab Jiyoung.
          Gongchan tersenyum lega dan berkata dengan segenap hati, “Gomawo. Jeongmal gomawo.”
***

          Dengan terpaksa Jiyoung menghabiskan hampir keseluruhan waktunya bersama Gongchan. Selain untuk membantu Gongchan mencari penyebab tersebarnya skandal itu, dia juga terpaksa terus mengikuti jam khususnya bersama Gongchan karena ujian akhir sudah semakin dekat. Guru mereka terus saja memohon Gongchan untuk membantu Jiyoung.
          Dan seperti yang diduga siswa-siswa disekolah itu, Gongchan sekarang memang menghabiskan waktu lebih banyak bersama Jiyoung daripada Jiyeon. Mereka semakin yakin bahwa Gongchan memang mengkhianati Jiyeon demi bersama Jiyoung. Makin banyak sekumpulan siswi yang membenci Jiyoung, karena menganggapnya menempuh cara yang tak seharusnya untuk medapatkan Gongchan. Menurut mereka itu sama halnya dengan mencoreng nama baik fans Gongchan. Jiyoung benar-benar tersiksa.
          “Mianhaeyo… tak ada orang lain yang bisa membantu kecuali orang yang bersangkutan. Dan itu kau.” Jelas Gongchan di salah satu jam Khususnya bersama Jiyoung. Jiyoung hanya tersenyum kecut seperti biasa mendengarnya.
          Dengan kata lain, karena skandal itu, Jiyoung makin dekat dengan orang yang paling ingin ia jauhi itu. Sekarang dia hanya menganggap dirinya jahat, karena sedikit demi sedikit dia mulai mengakui perasaannya pada Gongchan. Meskipun peperangan masih terjadi di hatinya.
***

          Ujian akhir sudah tinggal satu minggu lagi. Gongchan semakin intensif memberi jam khusus untuk Jiyoung, meskipun sebenarnya Jiyoung sangat menolaknya. Karena semakin sering ia bersama Gongchan, kanyataan bahwa dia jatuh hati pada Gongchan semakin transparan.
          Langit sudah hampir gelap, tapi Gongchan dan Jiyoung masih ada di kelasnya. Mereka berdua berusaha menyelesaikan soal matematika.
          Jiyoung yang tak bisa focus sejak tadi akhirnya memecah kesunyian dengan bertanya, “Apa kau masih bisa konsentrasi untuk ujian?”
          Gongchan menoleh, “Mwo?”
          Baru Jiyoung mau mengulang perkataannya, Gongchan sudah menjawab. “Oh, tentu saja. Kita harus professional. Jangan campuradukkan masalah pribadi dan sekolah. Bukan begitu?”
          “Tapi…” Jiyoung seakan tak berani bertanya lagi.
          “Tapi apa?”
          “Tapi kau sama sekali tak kelihatan sedang punya masalah. Apa itu juga karena profesionalismemu?”
          Gongchan tertawa, “Entahlah. Na ddo molla. Akhir-akhir ini rasanya aku ingin menyerah saja untuk Jiyeon. Tapi bukankah itu pengecut yang mengakui kesalahannya? Kau harus bantu aku untuk tetap semangat membuat Jiyeon mempercayaiku. Bukankah dia kekasihku?”
          Jiyoung hanya tersenyum kecut.
          “Jadi apa kau sudah berhasil menyelesaikan soal yang tadi?” Tanya Gonchan.
          “Aku sudah bilang aku tak akan bisa mengerjakannya.” Jawab Jiyoung sambil melihat pekerjaannya dengan prihatin.
          Gongchan menggeser kursinya lebih dekat dengan kursi Jiyoung agar bisa melihat pekerjaan Jiyoung.
          Tak lama Gongchan tertawa, “Sudah kubilang. Kau itu tidak bodoh. Lihat saja ini. Kau hanya terlalu malas berpikir keras. Geurae? Kau hanya tinggal mengakarkannya seperti ini.” Gongchan menjelaskan lalu menulis sesuatu di buku Jiyoung itu. Gongchan sadar posisinya dengan Jiyoung terlalu dekat saat ini. Bahkan ia bisa mencium harum rambut Jiyoung.
          Jiyoung sedari tadi sama sekali tak bisa berkonsentrasi mendengar penjelasan Gongchan. Dia sedang sibuk mengatasi jantungnya yang berdgup terlalu kencang itu. Dia hanya berani melirik ke wajah Gongchan yang hanya berjarak 5 cm darinya.
          Tiba-tiba Jiyoung terkejut setengah mati saat Gongchan menoleh ke arahnya dan mata mereka saling berpandangan cukup lama. Jiyoung benar-benar tak tahu bagaimana cara mengatasi situasi ini.
          Dan lebih terkejut lagi, Gongchan tak menjauh namun malah mendekat dan mencium Jiyoung.
TO BE CONTINUED.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar