Tiba-tiba Jiyoung
terkejut setengah mati saat Gongchan menoleh ke arahnya dan mata mereka saling
berpandangan cukup lama. Jiyoung benar-benar tak tahu bagaimana cara mengatasi
situasi ini.
Dan lebih terkejut lagi, Gongchan tak
menjauh namun malah mendekat dan mencium Jiyoung. Jiyoung tahu dia gaila jika
tidak menghindarinya. Namun sekuat apapun dia berusaha, tenaganya seakan lenyap
begitu saja. Dia hanya bisa membeku dan terbelalak. Jiyoung tak menerima
ataupun menolak ciuman tiba-tiba itu.
Setelah lima detik yang terasa sangat lama itu
berlalu, Gongchan seakan tersengat sesuatu dan tersadar. Dia segera melepaskan
diri dan menarik kursinya ke tempat semula.
Suasana hening 10 detik lamanya.
Mereka sama sekali tak berani saling memandang. Jiyoung tetap pada posisinya
tadi sedangkan Gongchan terlihat kaget dan sangat menyesal. Dia berpikir,
bagaimana bisa dia mencium gadis lain disaat seperti ini.
Jiyoung masih tanpa bersuara,
tiba-tiba mengemasi semua barangnya dan membawa tasnya pergi bersamanya sambil
menggumam sesuatu, “Michyeo.” Dan keluar dari kelasnya.
Di suasana yang sepi itu, Gongchan
bisa mendengar gumaman Jiyoung dengan jelas. Dia memang berpikir hal ini gila.
Tapi tak menyangka reaksi Jiyoung akan seaneh itu. Dia tak tahu mengapa tadi
tiba-tiba ia ingin mencium Jiyoung.
***
Setelah kejadian hari itu, Jiyoung
semakin menghindar dari Gongchan. Ia tak lagi mengikuti jam khusus bersama
Gongchan. Hampir setiap malam dia tak bisa tidur karena memikirkannya. Walaupun
Gongchan berusaha menemui Jiyoung dan bicara empat mata dengannya, Jiyoung
tetap berusaha menghindar bagaimanapun caranya. Padahal Gongchan hanya ingin
minta maaf untuk hal itu.
Seperti malam ini, Jiyoung kembali
lagi tak bisa tidur, padahal ini sudah tengah malam dan besok pagi dia sudah
harus ke sekolah. Dia tetap kesulitan menghilangkan pemikirannya tentang
Gongchan. Dia menggeliat kesana kemari hingga tempat tidurnya berantakan. Dia
tetap sulit sekali tidur. Dia tak ingin lagi begadang semalaman seperti
kemarin.
“Apa aku bilang?” gumamnya sendiri.
“Mencintai atau dicintai itu sama saja. Itu semua menyulitkan dan merepotkan.
Ini semua terlalu sulit untukku. Kenapa ini semua datang di saat ujian akan
dimulai?” Jiyoung menjerit di dalam bantalnya, “AAAAAAAArgh!!! I tidak ingin
cinta!!!!!!”
***
Saat bel istirahat, Gongchan masih
saja terus berusaha mencari kesempatan untuk bicara pada Jiyoung. Dia mungkin
tak ingin Jiyoung salah paham. Tapi itu semua makin membuat siswa lain yakin
yang foto yang tersebar itu benar adanya. Karena Gongchan tak lagi berusaha
bicara dengan Jiyeon saat foto itu baru saja tersebar. Sekarang Gongchan sudah
mengejar Jiyoung. Siswa lain makin merasa kasihan.
Jiyoung lagi-lagi berhasil menghindar
kali ini. Kali ini dia terbantu dengan Taemin yang tiba-tiba mengajaknya bicara
di atap sekolah.
Taemin tersenyum seperti biasa, “Pasti
sekarang kau sedang sangat serba salah? Geurae?”
“Percuma saja aku menjelaskannya, kau
pasti lebih tahu dari aku.” Jawab Jiyoung datar.
Taemin tertawa, “ Jadi kau mengakui
perasaanmu pada Gongchan kan?”
“Ah… Ani!” jawab Jiyoung segera,
wajahnya memerah.
“Sudahlah, aku ingin membantu
sekarang. Masih bukan karena aku ingin mendapatkan Jiyeon kembali, tapi aku
hanya ingin membantumu mengakui perasaanmu.”
Jiyoung heran dan mengerutkan alisnya.
“Kau tak usah banyak Tanya lagi. Bawa
saja Gongchan kesini sore nanti. Bukankah kau ada jam khusus dengannya?”
Belum sempat Jiyoung menjawab Taemin
sudah berkata lagi, “Baiklah, kau akan tahu selengkapnya nanti. Hanya satu hal
yang bisa aku katakan sekarang. Kau dan Gongchan memang sedang dijebak.” Taemin
tersenyum lalu pergi.
Jiyoung terdiam masih berusaha
mencerna perkataan taemin. Dia sama sekali tak tahu apa dia harus menurutinya
atau tidak. Dia tak mungkin bertatap muka dengan Goncghan lagi setelah kejadian
itu.
Tapi sekarang dia berpikir, mungkin
jika masalah ini selesai, dia bisa benar-benar jauh dengan Gongchan dan kembali
berkonsentrasi ke ujian akhir yang akan di laksanakan besok.
***
Jiyoung menguatkan hatinya. Dia tahu
Gongchan masih berusaha bicara dengannya saat pulang sekolah hari ini, jadi sebelum
Gongchan menghampirinya, Jiyoung mengejutkan Gongchan dengan menghampirinya
terlebih dahulu.
“Bisa kita adakan jam khusus untuk
terakhir kalinya?” Tanya Jiyoung.
“Jiyoung?” Gongchan memang terlihat
sangat terkejut, mengetahui kenyataan bahwa Jiyoung bicara padanya.
Akhirnya mereka melakukan jam khusus
mereka untuk terakhir kalinya. Saat sekolah sudah sepi, mereka masih berada di
kelas. Berusaha memantapkan diri menghadapi ujian besok.
Berbeda dengan Jiyoung yang sudah
terlihat begitu berkonsentrasi, Gongchan malah terlihat begitu tak enak hati.
“Soal waktu itu, mianhae…” kata
Gongchan.
Jiyoung menoleh pada Gongchan,
“Lupakan saja.” Kata Jiyoung lalu kembali ke pekerjaannya. “Aku tak peduli
walau itu yang pertama.” Gumam Jiyoung pelan.
Ternyata Gongchan mendengarnya, “Mwo?
Chicharo?” Gongchan terlihat khawatir. “Jeongmal mianhae.”
Jiyoung tak bisa menyembunyikan
terkejutannya. Dia mendadak gugup.
“Jiyoung-ah?” Gongchan agak khawatir
dengan keadaan Jiyoung.
Saat Jiyoung kebingungan apa yang harus
ia lakukan, tiba-tiba malaikat mennghampirinya dan membari bantuan dengan
membunyikan ponselnya.
: Jiyoung segera membuka pesan yang
masuk ke dalam ponselnya, dia sudah bisa mengira itu dari Taemin. Taemin
memintanya membawa Gongchan ka atap sekolah sekarang juga.
Walaupun di serang ratusan tanda
Tanya, Jiyoung hanya bisa mengharapkan bantuan dari Taemin itu. Dia sekarang
mencari cara untuk mengajak Gongchan ke atap.
Jiyoung terdiam cukup lama, sedangkan
Gongchan masih mengawasinya sedari tadi. Akhirnya Jiyoung memutuskan untuk
berjalan apa adanya. Dia segera berdiri dari bangkunya dan mengajak Gongchan,
“Iku aku.”
“Mwo?” Tanya Gongchan tak mengerti.
“Kajja.” Ajak Jiyoung lagi, sebenarnya
dia juga ingin menjelaskannya pada Gongchan, namun dia sendriri tak tahu apa
yang akan dilakukan Taemin.
Gongchan masih terdiam heran di
bangkunya. Hingga akhirnya Jiyoung tak mau membuang waktu lagi dan menarik
lengan Gongchan dan membawanya ke atap. Meski merasa aneh melakukannya, Jiyoung
tak peduli lagi. Dia hanya berharap bisa ujian dengan tenang besok.
Sepanjang koridor, Gongchan tak
berkata apa-apa. Mungkin dia sudah lelah bertanya karena Jiyoung takkan
menjawabnya.
Sesampainya di atap, Jiyoung segera
mengajak Gongchan bersembunyi di balik pot pohon yang cukup besar setelah
menyadari ada Taemin disana. Taemin
sedang berbicara pada seseorang, Jiyoung agak lambat mengenali gadis itu.
Sedangkan Gongchan menyadarinya terlebih dahulu, bahwa gadis itu adalah Jiyeon.
Mereka terdiam disana mendengarkan percakapan Taemin dan Jiyeon yang terlihat
sangat serius itu.
“Aku sudah bilang aku tak pernah
membencimu. Jangan anggap aku musuhmu. Katakan semuanya padaku.” Kata Taemin
dengan tulus.
“Aku… Aku tak pantas menerima
kebaikanmu.” Kata Jiyeon. Dia menahan tangis.
“Aku rasa kita dalam posisi yang sama
sekarang. Kita tak sadar betapa jahatnya kita selama ini pada orang-orang yang
mencintai kita. Sekarang kita malah harus kehilangan seseorang yang sudah
benar-benar kita cintai. Geurae?”
Jiyeon agak terkejut bahwa Taemin tahu
semuanya.
“Kali ini perasaanmu pada Gongchan
sungguhan kan?”
Tanya Taemin.
Jiyeon masih tak bisa menjawab, dia
hanya berkaca-kaca.
“Aku sudah tahu soal Krystal
mengancamu dengan rekaman itu.” Taemin memegang pundak Jiyeon yang
membelakanginya.
Sekarang Jiyeon sudah menangis. Dia
membalik badanya dan mengakui semuanya pada Taemin, “Geuraeyo, aku memang
jahat. Aku sudah melakukan hal yang sangat jahat pada orang lelaki yang
benar-benar aku cintai. Dan sekarang aku tak berhak mendapatkan cintanya yang tulus
itu.”
Taemin segera memeluk Jiyeon dan
membiarkannya menangsi di pelukannya.
Taemin, Gongchan dan Jiyoung bisa
mendengar semua perkatan Jiyeon dalam tangisnya itu, “Malam itu sebenarnya aku
kecewa, karena lagi-lagi Gongchan menghabiskan waktunya dengan Jiyoung. Tapi
aku mengabaikan perasaanku itu karena aku lebih mementingkan reputasiku. Aku
sengaja memasukkan obat tidur dosis tinggi di dalam minuman yang aku berikan
pada mereka agar bisa aku bisa mengambil gambar mereka. Itu semua adalah
rencanaku. Itu semua adalah perbuatanku. Agar Krystal tak jadi menyebarkan
rekaman itu, aku sengaja membuat Gongchan yang terlihat salah. Jadi meskipun
semua orang tahu tentang rekaman itu, mereka hanya akan mengira aku sedang
kecewa.”
“Ara.” Jawab Taemin.
“Tapi mengapa sekarang aku sangat
menyesal? Mengapa harus pada Gongchan aku benar-benar jatuh cinta? Sekarang aku
tak bisa mencegahnya jika dia benar-benar bersama Jiyoung. Aku merasa tak
berhak. Ani, Gongchan tak pantas mendapatkan cintaku ini. Nan Jeongmal pabo Taemin-ah…
Jeongmal pabo.”
Jiyoung membeku mendengarnya, dia
melirik pada Gongchan yang seharusnya terlihat kecewa. Namun Jiyoung sedikit
heran karena Gongchan tak berekspresi apa-apa.
Jiyoung tak tau harus berkata apa di
saat seperti ini. Dia hanya menunggu sampai semuanya selesai. Awalnya Jiyoung
mengira Gongchan akan menghampiri Jiyeon dan berkata bahwa dia kecewa ataupun
dia memaafkannya.
Sekarang Gongchan beranjak pergi
sebelum Jiyeon menyadari keberadaannya. Jiyoung terpaksa mengikutinya untuk
mengetahui kelanjutannya. Mereka sudah ada di kelas lagi sekarang.
“Jadi untuk ini kau mau mengadakan jam
khusus untuk yang terakhir kalinya?” Tanya Gongchan.
“Jadi sebaiknya kita akhirri semuanya.
Selamat ujian.” Kata Jiyoung sambil mengepak tasnya dan beranjak pergi.
“Gomawo.” Kata Gongchan tiba-tiba.
“Mwo?” Jiyoung mengehentikan
langkahnya.
“Gomawoyo.”
Jiyoung tak mau sulit berpikir, jadi
dia beranjak. Sebenarnya dia begitu heran mengapa Gongchan terlihat biasa saja.
Gongchan juga keluar dari kelas, berjalan
5 meter di belakang Jiyoung menuju gerbang seklah.
Jiyoung sadar jika keadaannya seperti
ini, dia tetap tidak akan bisa berkonsentrasi pada ujiannya besok, sehingga dia
memberanikan diri untuk berbalik dan bertanya pada Gongchan, “Apa kau tak merasakan
apa-apa? Jadi bagaimana tanggapanmu untuk Jiyeon?”
Gongchan menjawab begitu saja, “Aku
juga sangat bingung bagaimana bisa aku sama sekali tak merasa kecewa. Apa
mungkin aku sudah memaafkannya? Na ddo molla.”
“Jadi kau akan kembali padanya kan?” Tanya Jiyoung.
“Aku… aku sama sekali tak memikirikan
keputusan yang satu itu. Aku sudah merasa tak mengenal Park Jiyeon lagi sejak
hari tersebarnya fotomu denganku. Aku rasa aku sudah melupakan semuanya. Itulah
sebabnya aku tak merasakan apa-apa lagi sekarang, walaupun aku sudah mengetahui
semua kenyataanya.” Jelas Gongchan.
Jiyoung makin bingung. Dia hanya
berbalik dan segera pulang. Dia sadar dia sudah benar-benar tak bisa
berkonsentrasi untuk ujian. Dia benar soal mencintai dan dicintai itu
menyulitkan.
***
Hari ini adalah hari pengumuman
kelulusan. Jiyoung benar-benar tegang. Dia sudah kehilangan harapannya untuk
lulus apalagi dengan nilai memuaskan. Dia sadar dia sama sekali tak
berkonsentrasi saat ujian. Dia sendiri kesal karena yang ada di otak dan hatinya
hanyalah Gongchan yang duduk di depannya saat ujian.
Dan selama ini Gongchan semakin dekat
dengannya. Dia semakin perhatian dengan semua yang dilakukan Jiyoung. Tak
peduli di belakang mereka Jiyeon selalu mengawasi mereka dengan ekspresi merasa
bersalahnya itu.
Dia hari akhir ujian kemarin, Jiyeon
sudah meminta maaf pada Jiyoung. Meski Jiyoung berlagak tak tahu apa maksud
kata maaf itu, dia benar-benar mengerti perasaan Jiyeon.
Jiyoung sedang berdiri di depan papan
pengumuman kelulusan. Dia bisa pingsan jika terus berada disana. Mendengar
teriakan gembira dari siswa-siswa yang lulus. Dan mendengar tangisan dari yang
gagal. Dia sudah lama berdiri disana. Namun dia masih belum berani mendongak
untuk melihat isi pengumumannya.
Tiba-tiba sebuah tangan dengan lembut
mengangkat tangannya dan menunjukkan jarinya ke satu titik di papan pengumuman
itu. Dengan takut Jiyoung melihat jarinya sudah menunjuk ke namanya sendiri
yang berada di urutan 102 di deretan siswa yang lulus. Awalnya Jiyoung tak bisa
percaya bahwa dia lulus. Namun setelah sebuah suara berkata di dekat
telinganya, “Chukahae! Kau berhasil.”
Jiyoung mendongak ke belakang dan
menemukan Gongchan begitu bahagia melihat kelulusannya. Jiyoung terkejut bahwa
Gongchan berdiri sedekat itu dengannya. Dia segera melepaskan tangannya dan
berjalan menjahui kerumunan itu.
Jiyoung merasa sudah tak ada keperluan
lagi, dia segera menuju halte bus dan menunggu bus datang.
Ternyata Gongchan mengikutinya sampai
halte. Jiyoung masih berusaha mengabaikannya, meskipun otaknya dipenuhi tanda
tanya untuk apa Gongchan mengikutinya seperti itu.
Gongchan ikut duduk di halte itu.
Wajanya terlihat begitu cerah dengan senyumnya. Sedangkan Jiyoung mengalihkan
perhatiannya pada ponselnya. Dia menelepon orang tuanya dan member tahu hasil
pengumuman dengan senang hati.
Tak lama, bus yang dinaikki Jiyoung
akhirnya datang. Jiyoung naik dengan ragu karena Gonghan juga ikut menaikkinya.
Dia tahu rumah Gongchan tak searah denganya.tapi Jiyoung masih tetap berusaha
mengabaikannya.
Setelah sampai di kawasan rumah
Jiyoung, Gongchan juga ikut turun. Kali ini wajahnya sudah tidak cerah lagi.
Dia terlihat begitu sedih.
Jiyoung masih saja mengabaikannya dan
berjalan menuju gang rumahnya. Hingga akhirnya dia tak tahan lagi. Saat dia memperlambat
langkahnya hingga berada cukup dekat dengan Gongchan, dia bertanya, “Kau
kenapa?”
Gongchan menatap Jiyoung sekarang
sudah menoleh ke belakang. Gongchan melangkah lebih dekat pada Jiyoung, “Kau
memang tak tahu, atau pura-pura tak tahu? Bukankha sedari tadi aku
mengikutimu?”
“Memang apa yang sedang kau lakukan?”
Gonghcan melangkah lebih dekat lagi.
“Apa benar kata Taemin ini pertama kalinya bagimu?”
“Mworagoyo?” Jiyoung sangat heran.
“Kau menyukaikukan?”
“Mwo?” Jiyoung terkejut.
“Aku cinta pertamamu kan?”
Jiyoung tak menjawab. Dia hanya
berusaha mengatasi ekspresi wajahnya yang mungkin terlihat bodoh. Wajahnya
memerah.
“Kang Jiyoung?”
“Apa yang sebenarnya sedang kau
lakukan?” tanya Jiyoung akhirnya.
“Tidakkah kau menyadarinya?” tanya Gongchan
tak habis pikir. “Sepertinya ini memang yang pertama kalinya bagimu.”
Jiyoung tak mengatakan apa-apa. Dia
hanya mengerutkan alisnya.
Gongchan sudah tak tahan lagi dengan
kepolosan Jiyoung, dia segera melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Jiyoung
membuat Jiyoung sangat terkejut dan berusaha menghindar, namun dia tetap
memeluk Jiyoung kuat. “Apa ini belum cukup?”
Karena sulit menghindar akhirnya hanya
tubuh Jiyoung bagian atas yang miring kebelakang 30 derajat. “Apa-apaan kau
ini?” Jantung Jiyoung bergedup kencang.
“Bukankah kau menyukaiku? Apa sekarang
kau masih tak sadar dengan perasaanku? Kau sama sekali tak peka?”
“Gerurae!” Jiyoung sudah tak tahan
lagi, dia mengeluarkan semuanya sekarang. “Aklu memang menyukaimu, maka dari
itu aku selalu berusaha menghindarimu. Tak tahukah kau mencintai seseorang itu
sangat merepotkan? Aku tak suka itu semua!!! Jeongmal sireoyo!! Tapi mengapa
kau selalu ada di sekitarku??”
Gongchan akhirnya tersenyum
mendengarnya, “Tidakkah kau menyadari mengapa aku sama sekali tak kecewa pada
Jiyeon?”
Jiyoung tak menjawab.
“Itu karena aku telah bertemu dengan
penggantinya.” Jawa Gongchan. “Neon nal saranghae. Na ddo saranghae.”
Jiyoung membeku. Ini benar-benar
pengalaman pertamanya. Dia tak menyangka akan ada bagian seindah ini dari
cinta. Dia merasa di mulai bisa menerima cintai itu.
“Saranghae Jiyoung-ah… Jeongmal
saranghae.” Gongchan mencium Jiyoung dengan lembut.
Jiyoung masih saja terbelalak dan membeku
menerima ciuman itu.
Gongchan tersenyum dan melepas
ciumannya, “Mulai sekarang kau harus membalas ciumanku.” Gongchan kembali
mencium Jiyoung dan Jiyoung pun membalas ciuman itu, menandakan dia sudah
benar-benar menerima hal yang bernama cinta itu. Ciuman mereka kali ini
benar-benar lama.
THE END
gomawo bagi yang sudah setia sampai akhir... ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar