Halaman

Minggu, 08 Januari 2012

[FANFIC] I Don't Wanna Love (last part)




Tiba-tiba Jiyoung terkejut setengah mati saat Gongchan menoleh ke arahnya dan mata mereka saling berpandangan cukup lama. Jiyoung benar-benar tak tahu bagaimana cara mengatasi situasi ini.
          Dan lebih terkejut lagi, Gongchan tak menjauh namun malah mendekat dan mencium Jiyoung. Jiyoung tahu dia gaila jika tidak menghindarinya. Namun sekuat apapun dia berusaha, tenaganya seakan lenyap begitu saja. Dia hanya bisa membeku dan terbelalak. Jiyoung tak menerima ataupun menolak ciuman tiba-tiba itu.
          Setelah lima detik yang terasa sangat lama itu berlalu, Gongchan seakan tersengat sesuatu dan tersadar. Dia segera melepaskan diri dan menarik kursinya ke tempat semula.
          Suasana hening 10 detik lamanya. Mereka sama sekali tak berani saling memandang. Jiyoung tetap pada posisinya tadi sedangkan Gongchan terlihat kaget dan sangat menyesal. Dia berpikir, bagaimana bisa dia mencium gadis lain disaat seperti ini.
          Jiyoung masih tanpa bersuara, tiba-tiba mengemasi semua barangnya dan membawa tasnya pergi bersamanya sambil menggumam sesuatu, “Michyeo.” Dan keluar dari kelasnya.
          Di suasana yang sepi itu, Gongchan bisa mendengar gumaman Jiyoung dengan jelas. Dia memang berpikir hal ini gila. Tapi tak menyangka reaksi Jiyoung akan seaneh itu. Dia tak tahu mengapa tadi tiba-tiba ia ingin mencium Jiyoung.
***


          Setelah kejadian hari itu, Jiyoung semakin menghindar dari Gongchan. Ia tak lagi mengikuti jam khusus bersama Gongchan. Hampir setiap malam dia tak bisa tidur karena memikirkannya. Walaupun Gongchan berusaha menemui Jiyoung dan bicara empat mata dengannya, Jiyoung tetap berusaha menghindar bagaimanapun caranya. Padahal Gongchan hanya ingin minta maaf untuk hal itu.
          Seperti malam ini, Jiyoung kembali lagi tak bisa tidur, padahal ini sudah tengah malam dan besok pagi dia sudah harus ke sekolah. Dia tetap kesulitan menghilangkan pemikirannya tentang Gongchan. Dia menggeliat kesana kemari hingga tempat tidurnya berantakan. Dia tetap sulit sekali tidur. Dia tak ingin lagi begadang semalaman seperti kemarin.
          “Apa aku bilang?” gumamnya sendiri. “Mencintai atau dicintai itu sama saja. Itu semua menyulitkan dan merepotkan. Ini semua terlalu sulit untukku. Kenapa ini semua datang di saat ujian akan dimulai?” Jiyoung menjerit di dalam bantalnya, “AAAAAAAArgh!!! I tidak ingin cinta!!!!!!”
***

          Saat bel istirahat, Gongchan masih saja terus berusaha mencari kesempatan untuk bicara pada Jiyoung. Dia mungkin tak ingin Jiyoung salah paham. Tapi itu semua makin membuat siswa lain yakin yang foto yang tersebar itu benar adanya. Karena Gongchan tak lagi berusaha bicara dengan Jiyeon saat foto itu baru saja tersebar. Sekarang Gongchan sudah mengejar Jiyoung. Siswa lain makin merasa kasihan.
          Jiyoung lagi-lagi berhasil menghindar kali ini. Kali ini dia terbantu dengan Taemin yang tiba-tiba mengajaknya bicara di atap sekolah.
          Taemin tersenyum seperti biasa, “Pasti sekarang kau sedang sangat serba salah? Geurae?”
          “Percuma saja aku menjelaskannya, kau pasti lebih tahu dari aku.” Jawab Jiyoung datar.
          Taemin tertawa, “ Jadi kau mengakui perasaanmu pada Gongchan kan?”
          “Ah… Ani!” jawab Jiyoung segera, wajahnya memerah.
          “Sudahlah, aku ingin membantu sekarang. Masih bukan karena aku ingin mendapatkan Jiyeon kembali, tapi aku hanya ingin membantumu mengakui perasaanmu.”
          Jiyoung heran dan mengerutkan alisnya.
          “Kau tak usah banyak Tanya lagi. Bawa saja Gongchan kesini sore nanti. Bukankah kau ada jam khusus dengannya?”
          Belum sempat Jiyoung menjawab Taemin sudah berkata lagi, “Baiklah, kau akan tahu selengkapnya nanti. Hanya satu hal yang bisa aku katakan sekarang. Kau dan Gongchan memang sedang dijebak.” Taemin tersenyum lalu pergi.
          Jiyoung terdiam masih berusaha mencerna perkataan taemin. Dia sama sekali tak tahu apa dia harus menurutinya atau tidak. Dia tak mungkin bertatap muka dengan Goncghan lagi setelah kejadian itu.
          Tapi sekarang dia berpikir, mungkin jika masalah ini selesai, dia bisa benar-benar jauh dengan Gongchan dan kembali berkonsentrasi ke ujian akhir yang akan di laksanakan besok.
***

          Jiyoung menguatkan hatinya. Dia tahu Gongchan masih berusaha bicara dengannya saat pulang sekolah hari ini, jadi sebelum Gongchan menghampirinya, Jiyoung mengejutkan Gongchan dengan menghampirinya terlebih dahulu.
          “Bisa kita adakan jam khusus untuk terakhir kalinya?” Tanya Jiyoung.
          “Jiyoung?” Gongchan memang terlihat sangat terkejut, mengetahui kenyataan bahwa Jiyoung bicara padanya.
          Akhirnya mereka melakukan jam khusus mereka untuk terakhir kalinya. Saat sekolah sudah sepi, mereka masih berada di kelas. Berusaha memantapkan diri menghadapi ujian besok.
          Berbeda dengan Jiyoung yang sudah terlihat begitu berkonsentrasi, Gongchan malah terlihat begitu tak enak hati.
          “Soal waktu itu, mianhae…” kata Gongchan.
          Jiyoung menoleh pada Gongchan, “Lupakan saja.” Kata Jiyoung lalu kembali ke pekerjaannya. “Aku tak peduli walau itu yang pertama.” Gumam Jiyoung pelan.
          Ternyata Gongchan mendengarnya, “Mwo? Chicharo?” Gongchan terlihat khawatir. “Jeongmal mianhae.”
          Jiyoung tak bisa menyembunyikan terkejutannya. Dia mendadak gugup.
          “Jiyoung-ah?” Gongchan agak khawatir dengan keadaan Jiyoung.
          Saat Jiyoung kebingungan apa yang harus ia lakukan, tiba-tiba malaikat mennghampirinya dan membari bantuan dengan membunyikan ponselnya.
       :   Jiyoung segera membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya, dia sudah bisa mengira itu dari Taemin. Taemin memintanya membawa Gongchan ka atap sekolah sekarang juga.
          Walaupun di serang ratusan tanda Tanya, Jiyoung hanya bisa mengharapkan bantuan dari Taemin itu. Dia sekarang mencari cara untuk mengajak Gongchan ke atap.
          Jiyoung terdiam cukup lama, sedangkan Gongchan masih mengawasinya sedari tadi. Akhirnya Jiyoung memutuskan untuk berjalan apa adanya. Dia segera berdiri dari bangkunya dan mengajak Gongchan, “Iku aku.”
          “Mwo?” Tanya Gongchan tak mengerti.
          “Kajja.” Ajak Jiyoung lagi, sebenarnya dia juga ingin menjelaskannya pada Gongchan, namun dia sendriri tak tahu apa yang akan dilakukan Taemin.
          Gongchan masih terdiam heran di bangkunya. Hingga akhirnya Jiyoung tak mau membuang waktu lagi dan menarik lengan Gongchan dan membawanya ke atap. Meski merasa aneh melakukannya, Jiyoung tak peduli lagi. Dia hanya berharap bisa ujian dengan tenang besok.
          Sepanjang koridor, Gongchan tak berkata apa-apa. Mungkin dia sudah lelah bertanya karena Jiyoung takkan menjawabnya.
          Sesampainya di atap, Jiyoung segera mengajak Gongchan bersembunyi di balik pot pohon yang cukup besar setelah menyadari ada Taemin disana.  Taemin sedang berbicara pada seseorang, Jiyoung agak lambat mengenali gadis itu. Sedangkan Gongchan menyadarinya terlebih dahulu, bahwa gadis itu adalah Jiyeon. Mereka terdiam disana mendengarkan percakapan Taemin dan Jiyeon yang terlihat sangat serius itu.
          “Aku sudah bilang aku tak pernah membencimu. Jangan anggap aku musuhmu. Katakan semuanya padaku.” Kata Taemin dengan tulus.
          “Aku… Aku tak pantas menerima kebaikanmu.” Kata Jiyeon. Dia menahan tangis.
          “Aku rasa kita dalam posisi yang sama sekarang. Kita tak sadar betapa jahatnya kita selama ini pada orang-orang yang mencintai kita. Sekarang kita malah harus kehilangan seseorang yang sudah benar-benar kita cintai. Geurae?”
          Jiyeon agak terkejut bahwa Taemin tahu semuanya.
          “Kali ini perasaanmu pada Gongchan sungguhan kan?” Tanya Taemin.
          Jiyeon masih tak bisa menjawab, dia hanya berkaca-kaca.
          “Aku sudah tahu soal Krystal mengancamu dengan rekaman itu.” Taemin memegang pundak Jiyeon yang membelakanginya.
          Sekarang Jiyeon sudah menangis. Dia membalik badanya dan mengakui semuanya pada Taemin, “Geuraeyo, aku memang jahat. Aku sudah melakukan hal yang sangat jahat pada orang lelaki yang benar-benar aku cintai. Dan sekarang aku tak berhak mendapatkan cintanya yang tulus itu.”
          Taemin segera memeluk Jiyeon dan membiarkannya menangsi di pelukannya.
          Taemin, Gongchan dan Jiyoung bisa mendengar semua perkatan Jiyeon dalam tangisnya itu, “Malam itu sebenarnya aku kecewa, karena lagi-lagi Gongchan menghabiskan waktunya dengan Jiyoung. Tapi aku mengabaikan perasaanku itu karena aku lebih mementingkan reputasiku. Aku sengaja memasukkan obat tidur dosis tinggi di dalam minuman yang aku berikan pada mereka agar bisa aku bisa mengambil gambar mereka. Itu semua adalah rencanaku. Itu semua adalah perbuatanku. Agar Krystal tak jadi menyebarkan rekaman itu, aku sengaja membuat Gongchan yang terlihat salah. Jadi meskipun semua orang tahu tentang rekaman itu, mereka hanya akan mengira aku sedang kecewa.”
          “Ara.” Jawab Taemin.
          “Tapi mengapa sekarang aku sangat menyesal? Mengapa harus pada Gongchan aku benar-benar jatuh cinta? Sekarang aku tak bisa mencegahnya jika dia benar-benar bersama Jiyoung. Aku merasa tak berhak. Ani, Gongchan tak pantas mendapatkan cintaku ini. Nan Jeongmal pabo Taemin-ah… Jeongmal pabo.”
          Jiyoung membeku mendengarnya, dia melirik pada Gongchan yang seharusnya terlihat kecewa. Namun Jiyoung sedikit heran karena Gongchan tak berekspresi apa-apa.
          Jiyoung tak tau harus berkata apa di saat seperti ini. Dia hanya menunggu sampai semuanya selesai. Awalnya Jiyoung mengira Gongchan akan menghampiri Jiyeon dan berkata bahwa dia kecewa ataupun dia memaafkannya.
          Sekarang Gongchan beranjak pergi sebelum Jiyeon menyadari keberadaannya. Jiyoung terpaksa mengikutinya untuk mengetahui kelanjutannya. Mereka sudah ada di kelas lagi sekarang.
          “Jadi untuk ini kau mau mengadakan jam khusus untuk yang terakhir kalinya?” Tanya Gongchan.
          “Jadi sebaiknya kita akhirri semuanya. Selamat ujian.” Kata Jiyoung sambil mengepak tasnya dan beranjak pergi.
          “Gomawo.” Kata Gongchan tiba-tiba.
          “Mwo?” Jiyoung mengehentikan langkahnya.
          “Gomawoyo.”
          Jiyoung tak mau sulit berpikir, jadi dia beranjak. Sebenarnya dia begitu heran mengapa Gongchan terlihat biasa saja.
          Gongchan juga keluar dari kelas, berjalan 5 meter di belakang Jiyoung menuju gerbang seklah.
          Jiyoung sadar jika keadaannya seperti ini, dia tetap tidak akan bisa berkonsentrasi pada ujiannya besok, sehingga dia memberanikan diri untuk berbalik dan bertanya pada Gongchan, “Apa kau tak merasakan apa-apa? Jadi bagaimana tanggapanmu untuk Jiyeon?”
          Gongchan menjawab begitu saja, “Aku juga sangat bingung bagaimana bisa aku sama sekali tak merasa kecewa. Apa mungkin aku sudah memaafkannya? Na ddo molla.”
          “Jadi kau akan kembali padanya kan?” Tanya Jiyoung.
          “Aku… aku sama sekali tak memikirikan keputusan yang satu itu. Aku sudah merasa tak mengenal Park Jiyeon lagi sejak hari tersebarnya fotomu denganku. Aku rasa aku sudah melupakan semuanya. Itulah sebabnya aku tak merasakan apa-apa lagi sekarang, walaupun aku sudah mengetahui semua kenyataanya.” Jelas Gongchan.
          Jiyoung makin bingung. Dia hanya berbalik dan segera pulang. Dia sadar dia sudah benar-benar tak bisa berkonsentrasi untuk ujian. Dia benar soal mencintai dan dicintai itu menyulitkan.
***

          Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan. Jiyoung benar-benar tegang. Dia sudah kehilangan harapannya untuk lulus apalagi dengan nilai memuaskan. Dia sadar dia sama sekali tak berkonsentrasi saat ujian. Dia sendiri kesal karena yang ada di otak dan hatinya hanyalah Gongchan yang duduk di depannya saat ujian.
          Dan selama ini Gongchan semakin dekat dengannya. Dia semakin perhatian dengan semua yang dilakukan Jiyoung. Tak peduli di belakang mereka Jiyeon selalu mengawasi mereka dengan ekspresi merasa bersalahnya itu.
          Dia hari akhir ujian kemarin, Jiyeon sudah meminta maaf pada Jiyoung. Meski Jiyoung berlagak tak tahu apa maksud kata maaf itu, dia benar-benar mengerti perasaan Jiyeon.
          Jiyoung sedang berdiri di depan papan pengumuman kelulusan. Dia bisa pingsan jika terus berada disana. Mendengar teriakan gembira dari siswa-siswa yang lulus. Dan mendengar tangisan dari yang gagal. Dia sudah lama berdiri disana. Namun dia masih belum berani mendongak untuk melihat isi pengumumannya.
          Tiba-tiba sebuah tangan dengan lembut mengangkat tangannya dan menunjukkan jarinya ke satu titik di papan pengumuman itu. Dengan takut Jiyoung melihat jarinya sudah menunjuk ke namanya sendiri yang berada di urutan 102 di deretan siswa yang lulus. Awalnya Jiyoung tak bisa percaya bahwa dia lulus. Namun setelah sebuah suara berkata di dekat telinganya, “Chukahae! Kau berhasil.”
          Jiyoung mendongak ke belakang dan menemukan Gongchan begitu bahagia melihat kelulusannya. Jiyoung terkejut bahwa Gongchan berdiri sedekat itu dengannya. Dia segera melepaskan tangannya dan berjalan menjahui kerumunan itu.
          Jiyoung merasa sudah tak ada keperluan lagi, dia segera menuju halte bus dan menunggu bus datang.
          Ternyata Gongchan mengikutinya sampai halte. Jiyoung masih berusaha mengabaikannya, meskipun otaknya dipenuhi tanda tanya untuk apa Gongchan mengikutinya seperti itu.
          Gongchan ikut duduk di halte itu. Wajanya terlihat begitu cerah dengan senyumnya. Sedangkan Jiyoung mengalihkan perhatiannya pada ponselnya. Dia menelepon orang tuanya dan member tahu hasil pengumuman dengan senang hati.
          Tak lama, bus yang dinaikki Jiyoung akhirnya datang. Jiyoung naik dengan ragu karena Gonghan juga ikut menaikkinya. Dia tahu rumah Gongchan tak searah denganya.tapi Jiyoung masih tetap berusaha mengabaikannya.
          Setelah sampai di kawasan rumah Jiyoung, Gongchan juga ikut turun. Kali ini wajahnya sudah tidak cerah lagi. Dia terlihat begitu sedih.
          Jiyoung masih saja mengabaikannya dan berjalan menuju gang rumahnya. Hingga akhirnya dia tak tahan lagi. Saat dia memperlambat langkahnya hingga berada cukup dekat dengan Gongchan, dia bertanya, “Kau kenapa?”
          Gongchan menatap Jiyoung sekarang sudah menoleh ke belakang. Gongchan melangkah lebih dekat pada Jiyoung, “Kau memang tak tahu, atau pura-pura tak tahu? Bukankha sedari tadi aku mengikutimu?”
          “Memang apa yang sedang kau lakukan?”
          Gonghcan melangkah lebih dekat lagi. “Apa benar kata Taemin ini pertama kalinya bagimu?”
          “Mworagoyo?” Jiyoung sangat heran.
          “Kau menyukaikukan?”
          “Mwo?” Jiyoung terkejut.
          “Aku cinta pertamamu kan?”
          Jiyoung tak menjawab. Dia hanya berusaha mengatasi ekspresi wajahnya yang mungkin terlihat bodoh. Wajahnya memerah.
          “Kang Jiyoung?”
          “Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan?” tanya Jiyoung akhirnya.
          “Tidakkah kau menyadarinya?” tanya Gongchan tak habis pikir. “Sepertinya ini memang yang pertama kalinya bagimu.”
          Jiyoung tak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengerutkan alisnya.
          Gongchan sudah tak tahan lagi dengan kepolosan Jiyoung, dia segera melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Jiyoung membuat Jiyoung sangat terkejut dan berusaha menghindar, namun dia tetap memeluk Jiyoung kuat. “Apa ini belum cukup?”
          Karena sulit menghindar akhirnya hanya tubuh Jiyoung bagian atas yang miring kebelakang 30 derajat. “Apa-apaan kau ini?” Jantung Jiyoung bergedup kencang.
          “Bukankah kau menyukaiku? Apa sekarang kau masih tak sadar dengan perasaanku? Kau sama sekali tak peka?”
          “Gerurae!” Jiyoung sudah tak tahan lagi, dia mengeluarkan semuanya sekarang. “Aklu memang menyukaimu, maka dari itu aku selalu berusaha menghindarimu. Tak tahukah kau mencintai seseorang itu sangat merepotkan? Aku tak suka itu semua!!! Jeongmal sireoyo!! Tapi mengapa kau selalu ada di sekitarku??”
          Gongchan akhirnya tersenyum mendengarnya, “Tidakkah kau menyadari mengapa aku sama sekali tak kecewa pada Jiyeon?”
          Jiyoung tak menjawab.
          “Itu karena aku telah bertemu dengan penggantinya.” Jawa Gongchan. “Neon nal saranghae. Na ddo saranghae.”
          Jiyoung membeku. Ini benar-benar pengalaman pertamanya. Dia tak menyangka akan ada bagian seindah ini dari cinta. Dia merasa di mulai bisa menerima cintai itu.
          “Saranghae Jiyoung-ah… Jeongmal saranghae.” Gongchan mencium Jiyoung dengan lembut.
          Jiyoung masih saja terbelalak dan membeku menerima ciuman itu.
          Gongchan tersenyum dan melepas ciumannya, “Mulai sekarang kau harus membalas ciumanku.” Gongchan kembali mencium Jiyoung dan Jiyoung pun membalas ciuman itu, menandakan dia sudah benar-benar menerima hal yang bernama cinta itu. Ciuman mereka kali ini benar-benar lama.
THE END

gomawo bagi yang sudah setia sampai akhir... ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar