Cast:
Kang Jiyoung
Byun Baekhyun
Lee Jieun
Kim Myuungsoo
“Hei! Aku rasa aku akan merindukan
ini.” Kata Baekhyun sambil terus menyandarkan kepalanya ke pundak Jiyoung.
Jiyoung hanya terus melihat langit
malam yang tak begitu berbintang di atasnya, “Merindukan apa?” tanya Jiyoung
setengah hati. Karena dia yakin dia juga akan merindukan ini semua, mungkin
melebihi yang akan dirasakan Baekhyun, karena dia yang akan ditinggal sendiri.
“Ini, saat-saat seperti ini. Saat
kita menghabiskan waktu di loteng rumahmu ini. Melihat langit malam.” Lalu
Baekhyun bangkit dan menatap Jiyoung, membuat Jiyoung terpaksa melihat matanya
yang tak ingin ia lihat malam ini, “Apa setelah ini aku benar-benar tak bisa
melakukan ini?”
Jiyoung memukul kepala Baekhyun
pelan sambil memutar bola matanya, “Kau mau Jieun Eonni membunuhmu? Ya! setelah
ini kau punya keluarga sendiri, bagaimana mungkin kau masih keluyuran di rumah
orang lain hingga larut malam begini?”
Baekhyun mengusap kepalanya dan
tersenyum, “Ya, kau benar juga.” Lalu dia kembali meletakkan kepalanya di
pundak Jiyoung.
Dan jelas Jiyoung akan merindukan
semua ini. Merindukan keberadaan sahabat dan satu-satunya orang yang memenuhi
hatinya saat ini. Ini rasa yang baru. Kali ini Jiyoung seakan tak kuat menahan
semuanya. Tidak seperti pertama kali ia tahu bahwa Baekhyun menyukai seorang
gadis cantik, ceria dan lembut bernama Lee Jieun. Gadis yang begitu sempurna
itu, betapa cocoknya ia untuk Byun Baekhyun, hingga Jiyoung tak berani sakit
hati melihat kedekatan mereka yang sangat cepat terjalin karena sifat mereka
yang saling melengkapi itu, hingga akhirnya mereka benar-benar menjalin sebuah
hubungan. Saat itu Jiyoung masih bisa mengatasi sakit hati yang ia tahan setiap
kali ia melihat Baekhyun dan Jieun bersama, berpura tertawa akan tingkah manis
mereka berdua, ataupun selalu menghibur Baekhyun saat dia ada masalah dengan
Jieun. Namun kali ini berbeda. Karena sebentar lagi Baekhyun takkan lagi bisa
dilihat setiap hari, Baekhyun takkan ada lagi untuknya seperti yang sudah
terjadi selama ini. Karena pernikahan mereka ini untuk selamanya. Jiyoung tak
bisa lagi merasa memiliki Baekhyun, karena sebentar lagi, dia akan dengan resmi
milik gadis lain.
“Hei, jangan lupa kau besok harus
datang lebih awal. Awas saja kau!”
“Aku sudah bilang aku sibuk. Band
kami sedang benar-benar segera menghadapi kompetisi yang sangat penting.” Jawab
Jiyoung bohong. “Jadi ada kemungkinan aku datang terlambat. Apa kau tak
percaya?”
“Aku tidak mau tahu!” Baekhyun lalu
berdiri, “Kau harus datang lebih awal atau kau bukan sahabatku lagi!” Baekhyun
mengacak rambut Jiyoung sebelum akhirnya pulang ke rumahnya, rumah tepat di
sebelah rumah Jiyoung.
Jiyoung tak berteriak. Jiyoung tak
mengejarnya untuk menghajar Baekhyun seperti yang biasa ia lakukan pada
Baekhyun saat diperlakukan seperti itu oleh Baekhyun. Kali ini Jiyoung tak ada
kekuatan untuk melakukannya. Dia merasa tak berhak lagi melakukan semua itu
pada Baekhyun. Karena seperti kata Baekhyun tadi, mereka hanyalah sahabat.
Sahabat sejak kecil yang tinggal bersebelahan. Itu saja.
Jiyoung segera mendongak untuk menahan
air matanya yang ingin keluar. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia gadis
yang kuat, hal seperti ini takkan bisa membuatnya menangis. Ia segera bangkit,
menuju kamarnya dan bersiap-siap pergi meski selarut ini. Setelah membuat
keadaan kamarnya seperti ia sedang tidur dan menempatkan bantal-batal miliknya
di bawah selimutnya yang tebal itu, Jiyoung membuka jendela kamarnya yang
berada di lantai dua itu, lalu memanjat keluar dan pergi ke tempat ia biasa
menghabiskan waktu sendiri. Waktu-waktu yang ia habiskan tanpa Baekhyun, orang
yang hampir selalu ada di setiap waktunya itu.
Jiyoung berusaha mengesampingkan
kenyataan bahwa keadaan sekarang sudah benar-benar berubah. Biasanya, Jiyoung
selalu tertangkap basah oleh Baekhyun saat memanjat keluar dari jendela
kamarnya, karena hanya Baekhyun yang tahu jalan keluar itu, karena kamar
Baekhyun berada tepat di sebelah kamar Jiyoung, dan karena Baekhyun selalu saja
tahu meski Jiyoung sudah berusaha melakukannya secara diam-diam. Dan kali ini,
lampu di kamar Baekhyun sudah mati, mungkin ia ingin cepat tidur, segera
mempercepat malam ini dan berganti hari. Hari di mana pernikahannya dengan
Jieun dilaksanakan.
Jiyoung pergi ke tampat dia dan
anggota bandnya biasa berlatih. Dia tahu hanya tempat itu yang bisa ia datangi
di saat seperti ini, karena paman pemiliknya sudah kenal begitu baik dengannya
dan dengan tatapan matanya yang penuh pengertian akan mengijinkan Jiyoung
meminjam studio musiknya meski sudah semalam ini.
Di sana Jiyoung tak menghabiskan
waktunya dengan sia-sia. Dia segera memainkan drum yang hampir tiap hari Ia
jumpai itu dan memainkannya. Memainkan segala lagu rock bertempo paling cepat
yang ia tahu dan sengaja menghabiskan seluruh tenaganya untuk mengalihkan
perhatiannya sendiri. Perhatiannya pada Baekhyun. Tapi inilah yang selalu
Jiyoung lakukan saat dirinya dalam keadaannya yang tidak menyenangkan. Inilah
pelariannya.
Tapi seiring dentuman drum yang ia
mainkan itu terasa di dadanya, semua memori-memorinya bersama Baekhyun
memainkan flashback di kepalanya. Bagaimana Jiyoung pertama kalinya bertemu
Baekhyun yang ia kira seorang anak perempuan saat keluarga Jiyoung pindah ke
rumah sebelah keluarga Baekhyun di hari ulang tahun ke 5 Jiyoung. Bagaimana
Jiyoung bersikeras menolak memanggil Baekhyun yang lebih tua dua tahun darinya
itu dengan sebutan “oppa” hingga Jiyoung menerima cubitan pelan dari ibunya dan
Baekhyun yang tersenyum dengan senang memperbolehkan Jiyoung memanggilnya
sesuka hatinya. Bagaimana mereka selalu menghabiskan waktu bersama semenjak
hari pertama pertemuan mereka itu karena mereka sama-sama anak tunggal yang tak
memiliki saudara untuk diajak bermain. Bagaimana Jiyoung selalu memasuki
sekolah yang sama dengan Baekhyun, memakan bekal Baekhyun, mengerjai
teman-teman yang usil pada Baekhyun, menemani Baekhyun mengerjakan
tugas-tugasnya di perpustakaan kota dan Baekhyun akan mengajarinya pelajaran
yang tak Jiyoung kuasai, meski itu hampir semua, kecuali bahasa Inggris yang
sebaliknya, Jiyoung lah yang pasti mengajari Baekhyun walaupun tidak jarang
Jiyoung sengaja memberi tahunya pengertian yang salah agar Baekhyun minta jam
tambahan untuk mengajarinya, dan itu berarti Jiyoung bisa menghabiskan waktu di
rumah Baekhyun dengan snack-snack lezat buatan ibu Baekhyun. Bagaimana Baekhyun
selalu menjadikan Jiyoung senjata untuk menolak gadis-gadis yang suka padanya.
Bagaimana mereka selalu menghabiskan waktu di loteng rumah Jiyoung yang tak
beratap itu dan membicarakan masalah-masalah mereka hari itu, dan itu sudah
menjadi tradisi untuk mereka berdua. Dan Jiyoung selalu ingat bahwa Baekhyun
lebih mudah menangis daripada dirinya, meski Baekhyun setiap kali tetap
berusaha berperan sebagai kakak untuk Jiyoung dan Jiyoung sudah terbiasa dengan
semua itu, terbiasa dengan keberadaan Baekhyun di sampingnya, selalu, dalam
keadaan apapun.
Hingga
tiba hari di mana Lee Jieun datang di kehidupan Baekhyun, dan membuat laki-laki
penuh kasih sayang itu jatuh hati di pertemuan pertama mereka. Jiyoung ingat
benar bagaimana Baekhyun menjelaskan semua perasaannya terhadap Jieun.
Bagaimana sempurnanya gadis itu, bagaimana ia ingin menghabiskan hidupnya
bersama gadis itu untuk selamanya. Dan saat itu juga ada bagian di hati Jiyoung
yang hilang begitu saja, berjalan menjauh dan sepertinya takkan kembali lagi.
Saat itu juga Jiyoung merasa kehilangan Baekhyun dan baru menyadari bahwa
selama ini Baekhyun ada di hatinya yang paling dalam. Saat itu juga dia baru
mengerti bahwa perasaannya untuk Baekhyun bukan perasaan untuk sahabat atau
kakaknya, tapi untuk lelaki yang ia cintai.
***
“Oh
Jiyoung, aku kira kau takkan datang se awal ini.” Kata Ibu Baekhyun setelah
menyapanya yang baru saja masuk ke ruangan tempat keluarga pengantin
bersiap-siap.
Jiyoung
hanya tersenyum. Dia takkan bisa menunjukkan wajah murungnya pada Ibu yang satu
ini. Hubungan keluarga Jiyoung dan Baekhyun sudah sangat dekat seperti saudara.
Orang tua mereka bahkan tidak jarang mengaku lebih menyukai anak tetangga
mereka itu daripada anak mereka sendiri. Sekali Ibu baekhyun mengatakan alasan
dia lebih menyukai Jiyoung adalah karena Jiyoung seorang gadis manis namun kuat
dan bisa di andalkan, dan sebenarnya mereka lebih mengharapkan anak perempuan,
atau mungkin mereka ingin Baekhyun memiliki seorang adik perempuan. Dan Ayah
Jiyoung malah dia ingin anak seperti Baekhyun yang tampan dan selalu juara
kelas dan tentunya membanggakan itu. Di saat seperti itu Baekhyun dan Jiyoung
hanya akan saling meledek dan bertukar orang tua pada saat itu saja.
“Ah
aku kira kau masih akan latihan bandmu itu. Tahu begini kan kita bisa berangkat
bersama tadi?” kata Ibu Jiyoung, dia terlihat ikut sibuk bersama Ibu Baekhyun.
Ini tetap bukan niat Jiyoung. Tapi semalaman dia tak bisa tidur karena
pikirannya dan akhirnya ia memutuskan berangkat lebih awal dari waktu yang ia
rencanakan.
“Kau
memang yang terbaik Jiyoung-ah mau menyempatkan waktumu untuk pernikahan anak
bodoh ini.” Lalu ia melihat jam tanganya, “Kemana sebenarnya anak ini?” dia
mulai terlihat panik. “Aku masih tetap khawatir dengannya dan penikahannya.”
Ibu
Jiyoung lalu datang menenangkan, “Sudahlah, Baekhyun pasti bisa melakukan ini
semua. Mungkin dia terlalu gugup dan ingin semuanya sempurna jadi dia terlalu
lama bersiap-siap. Kau tahu sendiri dia anak seperti apa kan? Aku yakin
pernikahannya di usia muda ini pasti berjalan lancar.”
Jiyoung
tersenyum kecut. Menikah di usia muda adalah mimpi Baekhyun semenjak kecil dan
Jiyoung sudah menghafalkan luar kepala perkataan yang selalu Baekhyun ceritakan
padanya, “Aku akan menikah muda dengan
gadis yang juga muda dan segera memiliki anak agar usia kami tidak berjarak
terlalu jauh. Jadi, untuk apa menunggu lama untuk kebahagiaan yang seperti
itu?” Semua orang tahu mimpi Baekhyun satu ini dan tak ada yang berani
mengahalangi Baekhyun yang sudah bertekad. Dan satu lagi hal yang membuat Jieun
cocok bersama Baekhyun, dia adalah gadis pertama yang menyukai Baekhyun dan
bersedia menikah di usia muda. Dan jika Jiyoung memikirkan hal ini, satu
pertanyaan yang muncul di otaknya,”Aku
juga gadis yang berlum terlalu tua kan?”
Beberapa
menit kemudian, semua mulai panik, tokoh utama hari ini belum muncul juga
batang hidungnya.
“Kenapa
aku biarkan dia berangkat sendiri tadi?” Ibu Baekhyun dengan tak sabar
berkali-kali mencoba menghubungi ponsel Baekhyun yang sepertinya tidak aktif
itu. “Jiyoung-ah! Kau jemput Baekhyun sekarang ya! Entah dia masih ada di rumah
atau tidak.”
“Aku?”
Jiyoung merasa malas. Dia tak bisa membayangkan harus bertatap muka dengan
Baekhyun sebelum pernikahannya. Bisa-bisa Jiyoung menculiknya dan
menyembunyikan laki-laki itu untuk dirinya sendiri daripada harus bersakit hati
menyaksikan pernikahan ini.
“Aku
mohon.” Pinta Ibu Baekhyun.
“Jiyoung!”
kata Ibu Jiyoung dengan tatapan tajamnya.
“Baiklah.”
Jiyoung menyeret kakinya keluar ruangan itu.
Di
ruangan lain ia malah bertemu Jieun yang sudah dengan gaun pengantinnya yang
indah itu. Gadis itu tersenyum bahagia, Jiyoung bisa melihatnya dengan jelas.
Ya, orang-orang seperti Baekhyun dan Jieun memang ditakdirkan untuk bersama dan
mengakhiri hidup mereka dengan sebagahia ini. Tak ada yang pastas menganggu
jalan mereka.
Menemukan
Jiyoung, Jieun tersenyum lagi dan menyapanya, “Jiyoung-ah!” gadis ini memang
cocok berakhir dengan Byun Baekhyun, pikir Jiyoung.
“Eonni.”
Jiyoung juga tersenyum, entah seperti apa wajahnya saat ini, tapi Jiyoung
berusaha tersenyum, karena hubungannya dengan Jieun sangatlah baik. Dia seperti
kakak perempuan yang selalu perhatian padanya semenjak dia bersama Baekhyun.
Dan dialah satu-satunya gadis yang menyukai Baekhyun tapi tak pernah cemburu
pada Jiyoung. Betapa baiknya takdir pada Byun Baekhyun? Itulah yang Jiyoung
pikirkan.
“Pergi?”
“Ya,
ada barang yang tertinggal.” Jawab Jiyoung bohong. Tak mungkin ia memberi tahu
Jieun yang sudah secantik dan sebahagia ini bahwa calon suaminya yang bodoh itu
belum datang hingga sekarang.
“Baiklah
hati-hati.” Dia tersenyum lagi. Ya dan sebentar lagi mungkin Byun Baekhyun akan
jadi lelaki paling bahagia karena bisa melihat senyum itu setiap hari.
Jiyoung
mengangguk dan segera menuju mobil butut hadiah ulang tahunnya tahun lalu itu.
Selama perjalanan dia terus berusaha menghubungi ponsel Baekhyun tapi tetap tak
ada jawaban. Hingga dia terjebak macet tidak jauh dari tempat pernikahan
Baekhyun akan dilaksanakan.
Jiyoung mengumpat kesal setelah menghentikan
mobilnya. Mengapa dia harus terlibat dalam keadaan yang seperti ini? Dia
berusaha mendongak mencari tahu apa penyebab macet itu tapi tak bisa terlihat
karena macetnya sudah cukup panjang. Dan tak lama kemudian Ibu Baekhyun
meneleponnya, “Jiyoung? Kau sudah menemukannya?”
“Belum.
Dan sayangnya aku terjebak macet sekarang. Apa Baekhyun juga terjebak macet
dari arah yang berlawanan ya?”
“Aduh
kenapa anak itu tidak menghidupkan ponselnya di saat seperti ini?” Ibu Baekhyun
sudah terdengar tak karuan, Jiyoung bisa membayangkan ekspresi yang akan
dibuatnya di saat seperti ini.
“Baiklah.
Bibi jangan khawatir, aku akan hubungi bibi jika sudah menemukannya. Aku akan
cari jalan pintas.”
“Baiklah
gomawo Jiyoung-ah.”
Jiyoung
mulai melepas sabuk pengamannya. Banyak pengemudi lain yang juga turun dari kendaraan
mereka untuk melihat apa yang terjadi. Jiyoung bersumpah ini hari yang buruk
untuk mengadakan pernikahan atau terlibat di dalamnya. “Byun Baekhyun apa kau
tidak salah memilih hari?” gumamnya kesal. Baru ia membuka pintu mobilnya dan
teringat akan ponselnya, Jiyoung mendengar beberapa orang yang kembali dari
arah depan.
“…Kecelakaannya
parah sekali pantas saja semacet ini.”
Jiyoung
menutup pintu mobilnya dan bertanya, “Apa ini gara-gara ada kecelakaan?”
Seorang
lelaki paruh baya yang menjawabnya, “Ya, seorang lelaki menggunakan jas lengkap
pernikahan itu belum bisa di keluarkan dari mobilnya yang terguling. Apa dia
bukan calon pengantin?”
Lalu
perempuan yang sepertinya istrinya ikut bicara, “Kasian sekali kalau dia memang
calon pengantin. Bagaimana nasib calon pengantin perempuannya nanti?"
Hati
Jiyoung mencelos dia tak bisa berpikir jernih sekarang.
“Mereka
bilang alat berat yang bisa membalikkan mobilnya belum bisa mendekat karena
kemacetan ini. Semoga saja ia bisa selamat.”
Tanpa
membuang waktu lagi Jiyoung berlari. Berlari sekencang mungkin tak peduli
paru-parunya sedang sulit dipakai bernafas karena berbagai pemikiran yang
menghujam otaknya saat ini. Saraf motorik Jiyoung sedang dilanda bencana
kebingungan. Jiyoung hanya bisa berharap, “Jangan
biarkan itu Baekhyun. Jangan Baekhyun. Bukan Baekhyun. Tidak mungkin Baekhyun.”
Sesampainya
di tempat kejadian, mobil yang sekarang Jiyoung lihat sedang terbalik dan
sedikit berasap dengan keadaan tak beraturan itu terlalu familiar di matanya.
Hati Jiyoung semakin berat untuk di bawa bergerak. Dan mereka sudah berhasil
mengeluarkan pengemudi malang itu.
Dan
Jiyoung melihat rambut hitam milik Baekhyun. Dan ya, itu Baekhyun. Jiyoung
mendekatinya, “Aku kenal dia.” Katanya saat polisi melarangnya mendekat.
Baekhyun
tak sadarkan diri. Darah mengucur deras dari kepalanya. Jiyoung meraih tubuh
itu dan dengan bodohnya berusaha membangunkannya, seperti yang biasa ia lakukan
setiap kali Ibu Baekhyun memintanya membangunkan Baekhyun.
“Baekhyun.”
Kata Jiyoung lirih. Suaranya terasa tercekat di tenggorokkannya. “Baekhyun
bangun!” Dan kali ini Jiyoung membiarkan dirinya menangis.
***
Jiyoung duduk di samping ibunya. Dia
melihat sekelilingnya dan menemukan ibu Baekhyun menangis sejadinya di pelukan
ayah Baekhyun. Dan Jieun, masih lengkap dengan gaun pengantinnya menangis tak
kalah sedihnya di tengah ibu dan ayahnya.
“Aku kira takdir terlalu baik pada
Baekhyun.” pikir Jiyoung. Dia sendiri merasa jahat.
Jiyoung sangat menyesal memikirkan hal-hal egois seperti tadi. Jiyoung berjanji
akan merelakan Baekhyun dan bahagia untuknya jika dia bisa bangun sekarang dan
pernikahan ini tetap terjadi. Pernikahan yang akan membuat Baekhyun bahagia.
Jiyoung berjanji akan mengatasi perasaanya pada Baekhyun, mendoakan Baekhyun
kehidupan yang paling bahagia meski itu berarti berakhir bersama Jieun. Jiyoung
akan berusaha merelakannya.
Dan
saat itu juga, setelah 2 jam operasi Baekhyun dilaksanakan, dokter keluar dan
menemui orang tua Baekhyun. “Dia selamat. Tapi cedera di kepalanya cukup parah.
Jadi kita masih harus memperhatikan perkembangannya.”
Seakan
koridor itu juga ikut menghela nafas lega bersama orang-orang yang menunggu
itu. “Baekhyun-ah” Ibu Baekhyun kembali menangis, dia terlihat begitu menyesal
karena sudah mengomel yang tidak-tidak tadi soal Baekhyun. Jieun terlihat
menghampiri Ibu Baekhyun dan memeluknya. “Minhae Jieun-ah.”
“Tak
apa. Sekarang yang terpenting adalah keadaan Baekhyun.” Jieun berusaha
tersenyum, “ Dan dia pasti baik-baik saja. Kita akan bisa melihat senyumnya
lagi.” Itu juga lah yang ingin Jiyoung katakan.
“Beritahu
Ayahmu Jiyoung-ah. Tadi sebenarnya dia tak ingin ke kantor dan ingin menunggu
operasi Baekhyun juga.” Kata Ibu Jiyoung. Jiyoung mengangguk dan mengambil
ponsel di sakunya.
***
“Jiyoung-ah!”
“Myungsoo
Oppa? Kau datang lagi?”
Dia
tersenyum lalu berjalan bersama Jiyoung, “Tidak boleh? Lagipula orang kantor
juga ingin kesini, tapi akhir-akhir ini kami sangat sibuk, jadi mereka sengaja
meluangkan waktuku, dan aku mewakili mereka. Kau tahu semua orang merindukan
Baekhyun, termasuk pembaca kami.” Teman Baekhyun satu ini ini memang selalu
loyal. Dia adalah teman Baekhyun semenjak sekolah menengah meskipun tak terlalu
dekat, dan sekarang mereka bekerja di salah satu majalah sosial yang cukup
terkemuka di kota besar ini. Dan orang ini juga menyukai Lee Jieun.
Satu-satunya orang yang menghambat Baekhyun untuk mendekati Lee Jieun. Tapi
tentu saja berkat semua bantuan Jiyoung, Baekhyun berhasil memenangkan hati
Jieun. Mereka sama-sama mengenal Jieun saat Jieun menjadi salah satu sumber
untuk sebuah artikel di majalah mereka satu tahun lalu, karena Jieun adalah
seorang mahasiswa sosial yang juga sangat peduli dengan permasalah dalam
artikel mereka itu.
Jiyoung
hanya tersenyum dan mengangguk mengerti.
“Apa
Baekhyun sedang sendiri?”
“Tidak,
Paman dan Bibi sedang mengurus sesuatu di rumah sakit pusat. Mereka bilang
Jieun Eonni sedang menunggui Baekhyun.”
“Dan
kau baru pulang dari kuliahmu?”
“Benar.”
“Apa
belum ada perkembangan dengan Baekhyun?”
Jiyoung
menggeleng. Ini sudah 5 hari sejak Baekhyun melewati masa kritisnya, tapi dia
belum sadar sampai sekarang dan seperti tak menunjukkan perkembangan apa-apa.
“Oppa!”
sapa Jieun pada Myungsoo setelah mereka sampai di ruang inap Baekhyun.
“Hai!”
“Ah,
karena sudah ada yang datang sepertinya aku harus ke ruang perawat sebentar.
Infusnya akan segera habis.”
“Apa
mereka tak datang sendiri?” tanya Myungsoo.
“Sepertinya
mereka lupa.” Jawab Jieun sambil beranjak dari duduknya di samping ranjang
Baekhyun. Jieun melepas tangan Baekhyun yang sepertinya sejak tadi ia genggam.
“Biar
aku saja.”Kata Jiyoung.
“Ah
kau pasti lelah.”
“Tidak,
biar aku saja Eonni.”
Jiyoung
berjalan menuju pintu saat tiba-tiba, “Oh!” Myunggsoo terdengar kaget.
“Ada
apa oppa?” tanya Jieun.
“Aku
melihat tangannya bergerak.”
“Benarkah?”
tanya Jieun ikut terkejut. Dia mulai memperhatikan Baekhyun tiap incinya.
Jiyoung
terdiam di tempatnya dan hanya melihat Baekhyun dari jauh, menunggu dan
berharap.
Dan
benar saja, mata Baekhyun pelan-pelan terbuka dan terlihat bingung karena tak
mengenali tempatnya berada.
“Baekhyun
oppa?” Jieun mulai menggenggam tangan Baekhyun lagi.
Baekhyun
masih terlihat bingung. Baru saat Jiyoung mendekat, Baekhyun tiba-tiba melepas
genggaman tangan Jieun dan berkata, “Ji..Jiyoung? apa itu kau?”
Jiyoung
bisa melihat Jieun yang terlihat sakit hati dengan keadaan barusan. Dan Jiyoung
juga bingung dengan keadaan ini. Ia pelan-pelan mendekati Baekhyun. “Ya, ini
aku.”
Baekhyun
dengan lemah mengulurkan tangannya ke arah Jiyoung yang mau tidak mau segera
meraihnya. Rasanya sudah lama Jiyoung tak menggenggam tangan itu. Jiyoung
sangat merindukannya. Bagaimana tangan itu selalu terasa pas di genggamannya.
Jiyoung seakan sudah sangat-sangat lama tak merasakannya.
“Jiyoung
sejak kapan kau setinggi ini?” tanya Baekhyun membuat seisi ruangan makin
bingung.
“Baekhyun?”
kali ini suara Myungsoo yang terdengar.
Baekhyun
melihat ke arah Jieun dan Myungsoo dengan heran, lalu mengangguk seakan menyapa
mereka untuk pertama kalinya.
“Jiyoung
apa mereka temanmu?”
Dengan
itu Jieun melemas. Apa yang mereka takutkan benar-benar terjadi. Myungsoo
berusaha menahan tubuhnya yang sepertinya siap pingsan kapan saja itu.
To be continued...
baekhyun gak bisa dikeluarin dari mobil pas kecelakaan itu zombret banget. bener-bener bikin hati mencelos.
BalasHapusdan yah baek ngerasa berapa tahun itu? 10 tahun? kasihan jieun, bagaimanapun saya jieun team.
penasaran sama jiyoung, dia bakal bantu baek inget semuanya -termasuk jieun- atau malah menikmati keadaan itu dimana baek gak inget jieun. terus gimana myungsoo? mungkin dia bakal deketin jieun lagi?
saya request cameo ya, kasi jongin napa. ^^
soal cameo, yg muncul biasmu yg lain, bukan yg itu kkk
HapusHallo ...
BalasHapusreader baru nih, salam kenal Apreel imnida..
FFnya keren, aku suka penuturan bahasa kamu. Terlebih waktu penjelasan memori masa lalu Jiyoung itu bikin sakit banget,
Duh ngebayangin Baek kecelakaan ko jadi horor gini, setelah insiden ladies code,
Lanjut baca next chap :)
ok hi salam kenal ^^
Hapusthanks ya udah suka bahasaku, baca,sama komen^^ jangan kapok dateng lagi:)