Halaman

Selasa, 15 Juli 2014

[FANFIC] Unpredictable Ending (part 1)


 Cast:
Kang Jiyoung
Byun Baekhyun
Lee Jieun
Kim Myuungsoo  



            “Hei! Aku rasa aku akan merindukan ini.” Kata Baekhyun sambil terus menyandarkan kepalanya ke pundak Jiyoung.

            Jiyoung hanya terus melihat langit malam yang tak begitu berbintang di atasnya, “Merindukan apa?” tanya Jiyoung setengah hati. Karena dia yakin dia juga akan merindukan ini semua, mungkin melebihi yang akan dirasakan Baekhyun, karena dia yang akan ditinggal sendiri.
            “Ini, saat-saat seperti ini. Saat kita menghabiskan waktu di loteng rumahmu ini. Melihat langit malam.” Lalu Baekhyun bangkit dan menatap Jiyoung, membuat Jiyoung terpaksa melihat matanya yang tak ingin ia lihat malam ini, “Apa setelah ini aku benar-benar tak bisa melakukan ini?”
            Jiyoung memukul kepala Baekhyun pelan sambil memutar bola matanya, “Kau mau Jieun Eonni membunuhmu? Ya! setelah ini kau punya keluarga sendiri, bagaimana mungkin kau masih keluyuran di rumah orang lain hingga larut malam begini?”
            Baekhyun mengusap kepalanya dan tersenyum, “Ya, kau benar juga.” Lalu dia kembali meletakkan kepalanya di pundak Jiyoung.
            Dan jelas Jiyoung akan merindukan semua ini. Merindukan keberadaan sahabat dan satu-satunya orang yang memenuhi hatinya saat ini. Ini rasa yang baru. Kali ini Jiyoung seakan tak kuat menahan semuanya. Tidak seperti pertama kali ia tahu bahwa Baekhyun menyukai seorang gadis cantik, ceria dan lembut bernama Lee Jieun. Gadis yang begitu sempurna itu, betapa cocoknya ia untuk Byun Baekhyun, hingga Jiyoung tak berani sakit hati melihat kedekatan mereka yang sangat cepat terjalin karena sifat mereka yang saling melengkapi itu, hingga akhirnya mereka benar-benar menjalin sebuah hubungan. Saat itu Jiyoung masih bisa mengatasi sakit hati yang ia tahan setiap kali ia melihat Baekhyun dan Jieun bersama, berpura tertawa akan tingkah manis mereka berdua, ataupun selalu menghibur Baekhyun saat dia ada masalah dengan Jieun. Namun kali ini berbeda. Karena sebentar lagi Baekhyun takkan lagi bisa dilihat setiap hari, Baekhyun takkan ada lagi untuknya seperti yang sudah terjadi selama ini. Karena pernikahan mereka ini untuk selamanya. Jiyoung tak bisa lagi merasa memiliki Baekhyun, karena sebentar lagi, dia akan dengan resmi milik gadis lain.
            “Hei, jangan lupa kau besok harus datang lebih awal. Awas saja kau!”
            “Aku sudah bilang aku sibuk. Band kami sedang benar-benar segera menghadapi kompetisi yang sangat penting.” Jawab Jiyoung bohong. “Jadi ada kemungkinan aku datang terlambat. Apa kau tak percaya?”
            “Aku tidak mau tahu!” Baekhyun lalu berdiri, “Kau harus datang lebih awal atau kau bukan sahabatku lagi!” Baekhyun mengacak rambut Jiyoung sebelum akhirnya pulang ke rumahnya, rumah tepat di sebelah rumah Jiyoung.
            Jiyoung tak berteriak. Jiyoung tak mengejarnya untuk menghajar Baekhyun seperti yang biasa ia lakukan pada Baekhyun saat diperlakukan seperti itu oleh Baekhyun. Kali ini Jiyoung tak ada kekuatan untuk melakukannya. Dia merasa tak berhak lagi melakukan semua itu pada Baekhyun. Karena seperti kata Baekhyun tadi, mereka hanyalah sahabat. Sahabat sejak kecil yang tinggal bersebelahan. Itu saja.
            Jiyoung segera mendongak untuk menahan air matanya yang ingin keluar. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia gadis yang kuat, hal seperti ini takkan bisa membuatnya menangis. Ia segera bangkit, menuju kamarnya dan bersiap-siap pergi meski selarut ini. Setelah membuat keadaan kamarnya seperti ia sedang tidur dan menempatkan bantal-batal miliknya di bawah selimutnya yang tebal itu, Jiyoung membuka jendela kamarnya yang berada di lantai dua itu, lalu memanjat keluar dan pergi ke tempat ia biasa menghabiskan waktu sendiri. Waktu-waktu yang ia habiskan tanpa Baekhyun, orang yang hampir selalu ada di setiap waktunya itu.
            Jiyoung berusaha mengesampingkan kenyataan bahwa keadaan sekarang sudah benar-benar berubah. Biasanya, Jiyoung selalu tertangkap basah oleh Baekhyun saat memanjat keluar dari jendela kamarnya, karena hanya Baekhyun yang tahu jalan keluar itu, karena kamar Baekhyun berada tepat di sebelah kamar Jiyoung, dan karena Baekhyun selalu saja tahu meski Jiyoung sudah berusaha melakukannya secara diam-diam. Dan kali ini, lampu di kamar Baekhyun sudah mati, mungkin ia ingin cepat tidur, segera mempercepat malam ini dan berganti hari. Hari di mana pernikahannya dengan Jieun dilaksanakan.
            Jiyoung pergi ke tampat dia dan anggota bandnya biasa berlatih. Dia tahu hanya tempat itu yang bisa ia datangi di saat seperti ini, karena paman pemiliknya sudah kenal begitu baik dengannya dan dengan tatapan matanya yang penuh pengertian akan mengijinkan Jiyoung meminjam studio musiknya meski sudah semalam ini.
            Di sana Jiyoung tak menghabiskan waktunya dengan sia-sia. Dia segera memainkan drum yang hampir tiap hari Ia jumpai itu dan memainkannya. Memainkan segala lagu rock bertempo paling cepat yang ia tahu dan sengaja menghabiskan seluruh tenaganya untuk mengalihkan perhatiannya sendiri. Perhatiannya pada Baekhyun. Tapi inilah yang selalu Jiyoung lakukan saat dirinya dalam keadaannya yang tidak menyenangkan. Inilah pelariannya.
            Tapi seiring dentuman drum yang ia mainkan itu terasa di dadanya, semua memori-memorinya bersama Baekhyun memainkan flashback di kepalanya. Bagaimana Jiyoung pertama kalinya bertemu Baekhyun yang ia kira seorang anak perempuan saat keluarga Jiyoung pindah ke rumah sebelah keluarga Baekhyun di hari ulang tahun ke 5 Jiyoung. Bagaimana Jiyoung bersikeras menolak memanggil Baekhyun yang lebih tua dua tahun darinya itu dengan sebutan “oppa” hingga Jiyoung menerima cubitan pelan dari ibunya dan Baekhyun yang tersenyum dengan senang memperbolehkan Jiyoung memanggilnya sesuka hatinya. Bagaimana mereka selalu menghabiskan waktu bersama semenjak hari pertama pertemuan mereka itu karena mereka sama-sama anak tunggal yang tak memiliki saudara untuk diajak bermain. Bagaimana Jiyoung selalu memasuki sekolah yang sama dengan Baekhyun, memakan bekal Baekhyun, mengerjai teman-teman yang usil pada Baekhyun, menemani Baekhyun mengerjakan tugas-tugasnya di perpustakaan kota dan Baekhyun akan mengajarinya pelajaran yang tak Jiyoung kuasai, meski itu hampir semua, kecuali bahasa Inggris yang sebaliknya, Jiyoung lah yang pasti mengajari Baekhyun walaupun tidak jarang Jiyoung sengaja memberi tahunya pengertian yang salah agar Baekhyun minta jam tambahan untuk mengajarinya, dan itu berarti Jiyoung bisa menghabiskan waktu di rumah Baekhyun dengan snack-snack lezat buatan ibu Baekhyun. Bagaimana Baekhyun selalu menjadikan Jiyoung senjata untuk menolak gadis-gadis yang suka padanya. Bagaimana mereka selalu menghabiskan waktu di loteng rumah Jiyoung yang tak beratap itu dan membicarakan masalah-masalah mereka hari itu, dan itu sudah menjadi tradisi untuk mereka berdua. Dan Jiyoung selalu ingat bahwa Baekhyun lebih mudah menangis daripada dirinya, meski Baekhyun setiap kali tetap berusaha berperan sebagai kakak untuk Jiyoung dan Jiyoung sudah terbiasa dengan semua itu, terbiasa dengan keberadaan Baekhyun di sampingnya, selalu, dalam keadaan apapun.
Hingga tiba hari di mana Lee Jieun datang di kehidupan Baekhyun, dan membuat laki-laki penuh kasih sayang itu jatuh hati di pertemuan pertama mereka. Jiyoung ingat benar bagaimana Baekhyun menjelaskan semua perasaannya terhadap Jieun. Bagaimana sempurnanya gadis itu, bagaimana ia ingin menghabiskan hidupnya bersama gadis itu untuk selamanya. Dan saat itu juga ada bagian di hati Jiyoung yang hilang begitu saja, berjalan menjauh dan sepertinya takkan kembali lagi. Saat itu juga Jiyoung merasa kehilangan Baekhyun dan baru menyadari bahwa selama ini Baekhyun ada di hatinya yang paling dalam. Saat itu juga dia baru mengerti bahwa perasaannya untuk Baekhyun bukan perasaan untuk sahabat atau kakaknya, tapi untuk lelaki yang ia cintai.
***

“Oh Jiyoung, aku kira kau takkan datang se awal ini.” Kata Ibu Baekhyun setelah menyapanya yang baru saja masuk ke ruangan tempat keluarga pengantin bersiap-siap.
Jiyoung hanya tersenyum. Dia takkan bisa menunjukkan wajah murungnya pada Ibu yang satu ini. Hubungan keluarga Jiyoung dan Baekhyun sudah sangat dekat seperti saudara. Orang tua mereka bahkan tidak jarang mengaku lebih menyukai anak tetangga mereka itu daripada anak mereka sendiri. Sekali Ibu baekhyun mengatakan alasan dia lebih menyukai Jiyoung adalah karena Jiyoung seorang gadis manis namun kuat dan bisa di andalkan, dan sebenarnya mereka lebih mengharapkan anak perempuan, atau mungkin mereka ingin Baekhyun memiliki seorang adik perempuan. Dan Ayah Jiyoung malah dia ingin anak seperti Baekhyun yang tampan dan selalu juara kelas dan tentunya membanggakan itu. Di saat seperti itu Baekhyun dan Jiyoung hanya akan saling meledek dan bertukar orang tua pada saat itu saja.
“Ah aku kira kau masih akan latihan bandmu itu. Tahu begini kan kita bisa berangkat bersama tadi?” kata Ibu Jiyoung, dia terlihat ikut sibuk bersama Ibu Baekhyun. Ini tetap bukan niat Jiyoung. Tapi semalaman dia tak bisa tidur karena pikirannya dan akhirnya ia memutuskan berangkat lebih awal dari waktu yang ia rencanakan.
“Kau memang yang terbaik Jiyoung-ah mau menyempatkan waktumu untuk pernikahan anak bodoh ini.” Lalu ia melihat jam tanganya, “Kemana sebenarnya anak ini?” dia mulai terlihat panik. “Aku masih tetap khawatir dengannya dan penikahannya.”
Ibu Jiyoung lalu datang menenangkan, “Sudahlah, Baekhyun pasti bisa melakukan ini semua. Mungkin dia terlalu gugup dan ingin semuanya sempurna jadi dia terlalu lama bersiap-siap. Kau tahu sendiri dia anak seperti apa kan? Aku yakin pernikahannya di usia muda ini pasti berjalan lancar.”
Jiyoung tersenyum kecut. Menikah di usia muda adalah mimpi Baekhyun semenjak kecil dan Jiyoung sudah menghafalkan luar kepala perkataan yang selalu Baekhyun ceritakan padanya, “Aku akan menikah muda dengan gadis yang juga muda dan segera memiliki anak agar usia kami tidak berjarak terlalu jauh. Jadi, untuk apa menunggu lama untuk kebahagiaan yang seperti itu?” Semua orang tahu mimpi Baekhyun satu ini dan tak ada yang berani mengahalangi Baekhyun yang sudah bertekad. Dan satu lagi hal yang membuat Jieun cocok bersama Baekhyun, dia adalah gadis pertama yang menyukai Baekhyun dan bersedia menikah di usia muda. Dan jika Jiyoung memikirkan hal ini, satu pertanyaan yang muncul di otaknya,”Aku juga gadis yang berlum terlalu tua kan?”
Beberapa menit kemudian, semua mulai panik, tokoh utama hari ini belum muncul juga batang hidungnya.
“Kenapa aku biarkan dia berangkat sendiri tadi?” Ibu Baekhyun dengan tak sabar berkali-kali mencoba menghubungi ponsel Baekhyun yang sepertinya tidak aktif itu. “Jiyoung-ah! Kau jemput Baekhyun sekarang ya! Entah dia masih ada di rumah atau tidak.”
“Aku?” Jiyoung merasa malas. Dia tak bisa membayangkan harus bertatap muka dengan Baekhyun sebelum pernikahannya. Bisa-bisa Jiyoung menculiknya dan menyembunyikan laki-laki itu untuk dirinya sendiri daripada harus bersakit hati menyaksikan pernikahan ini.
“Aku mohon.” Pinta Ibu Baekhyun.
“Jiyoung!” kata Ibu Jiyoung dengan tatapan tajamnya.
“Baiklah.” Jiyoung menyeret kakinya keluar ruangan itu.
Di ruangan lain ia malah bertemu Jieun yang sudah dengan gaun pengantinnya yang indah itu. Gadis itu tersenyum bahagia, Jiyoung bisa melihatnya dengan jelas. Ya, orang-orang seperti Baekhyun dan Jieun memang ditakdirkan untuk bersama dan mengakhiri hidup mereka dengan sebagahia ini. Tak ada yang pastas menganggu jalan mereka.
Menemukan Jiyoung, Jieun tersenyum lagi dan menyapanya, “Jiyoung-ah!” gadis ini memang cocok berakhir dengan Byun Baekhyun, pikir Jiyoung.
“Eonni.” Jiyoung juga tersenyum, entah seperti apa wajahnya saat ini, tapi Jiyoung berusaha tersenyum, karena hubungannya dengan Jieun sangatlah baik. Dia seperti kakak perempuan yang selalu perhatian padanya semenjak dia bersama Baekhyun. Dan dialah satu-satunya gadis yang menyukai Baekhyun tapi tak pernah cemburu pada Jiyoung. Betapa baiknya takdir pada Byun Baekhyun? Itulah yang Jiyoung pikirkan.
“Pergi?”
“Ya, ada barang yang tertinggal.” Jawab Jiyoung bohong. Tak mungkin ia memberi tahu Jieun yang sudah secantik dan sebahagia ini bahwa calon suaminya yang bodoh itu belum datang hingga sekarang.
“Baiklah hati-hati.” Dia tersenyum lagi. Ya dan sebentar lagi mungkin Byun Baekhyun akan jadi lelaki paling bahagia karena bisa melihat senyum itu setiap hari.
Jiyoung mengangguk dan segera menuju mobil butut hadiah ulang tahunnya tahun lalu itu. Selama perjalanan dia terus berusaha menghubungi ponsel Baekhyun tapi tetap tak ada jawaban. Hingga dia terjebak macet tidak jauh dari tempat pernikahan Baekhyun akan dilaksanakan.
 Jiyoung mengumpat kesal setelah menghentikan mobilnya. Mengapa dia harus terlibat dalam keadaan yang seperti ini? Dia berusaha mendongak mencari tahu apa penyebab macet itu tapi tak bisa terlihat karena macetnya sudah cukup panjang. Dan tak lama kemudian Ibu Baekhyun meneleponnya, “Jiyoung? Kau sudah menemukannya?”
“Belum. Dan sayangnya aku terjebak macet sekarang. Apa Baekhyun juga terjebak macet dari arah yang berlawanan ya?”
“Aduh kenapa anak itu tidak menghidupkan ponselnya di saat seperti ini?” Ibu Baekhyun sudah terdengar tak karuan, Jiyoung bisa membayangkan ekspresi yang akan dibuatnya di saat seperti ini.
“Baiklah. Bibi jangan khawatir, aku akan hubungi bibi jika sudah menemukannya. Aku akan cari jalan pintas.”
“Baiklah gomawo Jiyoung-ah.”
Jiyoung mulai melepas sabuk pengamannya. Banyak pengemudi lain yang juga turun dari kendaraan mereka untuk melihat apa yang terjadi. Jiyoung bersumpah ini hari yang buruk untuk mengadakan pernikahan atau terlibat di dalamnya. “Byun Baekhyun apa kau tidak salah memilih hari?” gumamnya kesal. Baru ia membuka pintu mobilnya dan teringat akan ponselnya, Jiyoung mendengar beberapa orang yang kembali dari arah depan.
“…Kecelakaannya parah sekali pantas saja semacet ini.”
Jiyoung menutup pintu mobilnya dan bertanya, “Apa ini gara-gara ada kecelakaan?”
Seorang lelaki paruh baya yang menjawabnya, “Ya, seorang lelaki menggunakan jas lengkap pernikahan itu belum bisa di keluarkan dari mobilnya yang terguling. Apa dia bukan calon pengantin?”
Lalu perempuan yang sepertinya istrinya ikut bicara, “Kasian sekali kalau dia memang calon pengantin. Bagaimana nasib calon pengantin perempuannya nanti?"
Hati Jiyoung mencelos dia tak bisa berpikir jernih sekarang.
“Mereka bilang alat berat yang bisa membalikkan mobilnya belum bisa mendekat karena kemacetan ini. Semoga saja ia bisa selamat.”
Tanpa membuang waktu lagi Jiyoung berlari. Berlari sekencang mungkin tak peduli paru-parunya sedang sulit dipakai bernafas karena berbagai pemikiran yang menghujam otaknya saat ini. Saraf motorik Jiyoung sedang dilanda bencana kebingungan. Jiyoung hanya bisa berharap, “Jangan biarkan itu Baekhyun. Jangan Baekhyun. Bukan Baekhyun. Tidak mungkin Baekhyun.”
Sesampainya di tempat kejadian, mobil yang sekarang Jiyoung lihat sedang terbalik dan sedikit berasap dengan keadaan tak beraturan itu terlalu familiar di matanya. Hati Jiyoung semakin berat untuk di bawa bergerak. Dan mereka sudah berhasil mengeluarkan pengemudi malang itu.
Dan Jiyoung melihat rambut hitam milik Baekhyun. Dan ya, itu Baekhyun. Jiyoung mendekatinya, “Aku kenal dia.” Katanya saat polisi melarangnya mendekat.
Baekhyun tak sadarkan diri. Darah mengucur deras dari kepalanya. Jiyoung meraih tubuh itu dan dengan bodohnya berusaha membangunkannya, seperti yang biasa ia lakukan setiap kali Ibu Baekhyun memintanya membangunkan Baekhyun.
“Baekhyun.” Kata Jiyoung lirih. Suaranya terasa tercekat di tenggorokkannya. “Baekhyun bangun!” Dan kali ini Jiyoung membiarkan dirinya menangis.
***
            Jiyoung duduk di samping ibunya. Dia melihat sekelilingnya dan menemukan ibu Baekhyun menangis sejadinya di pelukan ayah Baekhyun. Dan Jieun, masih lengkap dengan gaun pengantinnya menangis tak kalah sedihnya di tengah ibu dan ayahnya.
“Aku kira takdir terlalu baik pada Baekhyun.” pikir Jiyoung. Dia sendiri merasa jahat. Jiyoung sangat menyesal memikirkan hal-hal egois seperti tadi. Jiyoung berjanji akan merelakan Baekhyun dan bahagia untuknya jika dia bisa bangun sekarang dan pernikahan ini tetap terjadi. Pernikahan yang akan membuat Baekhyun bahagia. Jiyoung berjanji akan mengatasi perasaanya pada Baekhyun, mendoakan Baekhyun kehidupan yang paling bahagia meski itu berarti berakhir bersama Jieun. Jiyoung akan berusaha merelakannya.
Dan saat itu juga, setelah 2 jam operasi Baekhyun dilaksanakan, dokter keluar dan menemui orang tua Baekhyun. “Dia selamat. Tapi cedera di kepalanya cukup parah. Jadi kita masih harus memperhatikan perkembangannya.”
Seakan koridor itu juga ikut menghela nafas lega bersama orang-orang yang menunggu itu. “Baekhyun-ah” Ibu Baekhyun kembali menangis, dia terlihat begitu menyesal karena sudah mengomel yang tidak-tidak tadi soal Baekhyun. Jieun terlihat menghampiri Ibu Baekhyun dan memeluknya. “Minhae Jieun-ah.”
“Tak apa. Sekarang yang terpenting adalah keadaan Baekhyun.” Jieun berusaha tersenyum, “ Dan dia pasti baik-baik saja. Kita akan bisa melihat senyumnya lagi.” Itu juga lah yang ingin Jiyoung katakan.
“Beritahu Ayahmu Jiyoung-ah. Tadi sebenarnya dia tak ingin ke kantor dan ingin menunggu operasi Baekhyun juga.” Kata Ibu Jiyoung. Jiyoung mengangguk dan mengambil ponsel di sakunya.
***

“Jiyoung-ah!”
“Myungsoo Oppa? Kau datang lagi?”
Dia tersenyum lalu berjalan bersama Jiyoung, “Tidak boleh? Lagipula orang kantor juga ingin kesini, tapi akhir-akhir ini kami sangat sibuk, jadi mereka sengaja meluangkan waktuku, dan aku mewakili mereka. Kau tahu semua orang merindukan Baekhyun, termasuk pembaca kami.” Teman Baekhyun satu ini ini memang selalu loyal. Dia adalah teman Baekhyun semenjak sekolah menengah meskipun tak terlalu dekat, dan sekarang mereka bekerja di salah satu majalah sosial yang cukup terkemuka di kota besar ini. Dan orang ini juga menyukai Lee Jieun. Satu-satunya orang yang menghambat Baekhyun untuk mendekati Lee Jieun. Tapi tentu saja berkat semua bantuan Jiyoung, Baekhyun berhasil memenangkan hati Jieun. Mereka sama-sama mengenal Jieun saat Jieun menjadi salah satu sumber untuk sebuah artikel di majalah mereka satu tahun lalu, karena Jieun adalah seorang mahasiswa sosial yang juga sangat peduli dengan permasalah dalam artikel mereka itu.
Jiyoung hanya tersenyum dan mengangguk mengerti.
“Apa Baekhyun sedang sendiri?”
“Tidak, Paman dan Bibi sedang mengurus sesuatu di rumah sakit pusat. Mereka bilang Jieun Eonni sedang menunggui Baekhyun.”
“Dan kau baru pulang dari kuliahmu?”
“Benar.”
“Apa belum ada perkembangan dengan Baekhyun?”
Jiyoung menggeleng. Ini sudah 5 hari sejak Baekhyun melewati masa kritisnya, tapi dia belum sadar sampai sekarang dan seperti tak menunjukkan perkembangan apa-apa.
“Oppa!” sapa Jieun pada Myungsoo setelah mereka sampai di ruang inap Baekhyun.
“Hai!”
“Ah, karena sudah ada yang datang sepertinya aku harus ke ruang perawat sebentar. Infusnya akan segera habis.”
“Apa mereka tak datang sendiri?” tanya Myungsoo.
“Sepertinya mereka lupa.” Jawab Jieun sambil beranjak dari duduknya di samping ranjang Baekhyun. Jieun melepas tangan Baekhyun yang sepertinya sejak tadi ia genggam.
“Biar aku saja.”Kata Jiyoung.
“Ah kau pasti lelah.”
“Tidak, biar aku saja Eonni.”
Jiyoung berjalan menuju pintu saat tiba-tiba, “Oh!” Myunggsoo terdengar kaget.
“Ada apa oppa?” tanya Jieun.
“Aku melihat tangannya bergerak.”
“Benarkah?” tanya Jieun ikut terkejut. Dia mulai memperhatikan Baekhyun tiap incinya.
Jiyoung terdiam di tempatnya dan hanya melihat Baekhyun dari jauh, menunggu dan berharap.
Dan benar saja, mata Baekhyun pelan-pelan terbuka dan terlihat bingung karena tak mengenali tempatnya berada.
“Baekhyun oppa?” Jieun mulai menggenggam tangan Baekhyun lagi.
Baekhyun masih terlihat bingung. Baru saat Jiyoung mendekat, Baekhyun tiba-tiba melepas genggaman tangan Jieun dan berkata, “Ji..Jiyoung? apa itu kau?”
Jiyoung bisa melihat Jieun yang terlihat sakit hati dengan keadaan barusan. Dan Jiyoung juga bingung dengan keadaan ini. Ia pelan-pelan mendekati Baekhyun. “Ya, ini aku.”
Baekhyun dengan lemah mengulurkan tangannya ke arah Jiyoung yang mau tidak mau segera meraihnya. Rasanya sudah lama Jiyoung tak menggenggam tangan itu. Jiyoung sangat merindukannya. Bagaimana tangan itu selalu terasa pas di genggamannya. Jiyoung seakan sudah sangat-sangat lama tak merasakannya.
“Jiyoung sejak kapan kau setinggi ini?” tanya Baekhyun membuat seisi ruangan makin bingung.
“Baekhyun?” kali ini suara Myungsoo yang terdengar.
Baekhyun melihat ke arah Jieun dan Myungsoo dengan heran, lalu mengangguk seakan menyapa mereka untuk pertama kalinya.
“Jiyoung apa mereka temanmu?”
Dengan itu Jieun melemas. Apa yang mereka takutkan benar-benar terjadi. Myungsoo berusaha menahan tubuhnya yang sepertinya siap pingsan kapan saja itu.
To be continued...

4 komentar:

  1. baekhyun gak bisa dikeluarin dari mobil pas kecelakaan itu zombret banget. bener-bener bikin hati mencelos.
    dan yah baek ngerasa berapa tahun itu? 10 tahun? kasihan jieun, bagaimanapun saya jieun team.
    penasaran sama jiyoung, dia bakal bantu baek inget semuanya -termasuk jieun- atau malah menikmati keadaan itu dimana baek gak inget jieun. terus gimana myungsoo? mungkin dia bakal deketin jieun lagi?
    saya request cameo ya, kasi jongin napa. ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. soal cameo, yg muncul biasmu yg lain, bukan yg itu kkk

      Hapus
  2. Hallo ...
    reader baru nih, salam kenal Apreel imnida..

    FFnya keren, aku suka penuturan bahasa kamu. Terlebih waktu penjelasan memori masa lalu Jiyoung itu bikin sakit banget,
    Duh ngebayangin Baek kecelakaan ko jadi horor gini, setelah insiden ladies code,

    Lanjut baca next chap :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ok hi salam kenal ^^
      thanks ya udah suka bahasaku, baca,sama komen^^ jangan kapok dateng lagi:)

      Hapus