Amnesia
Baekhyun bukan amnesia utuh. Hanya sebagian ingatan dari otaknya saja yang
hilang. Dia seakan kembali ke umur 14 tahun, ingatan setelah itulah yang
hilang. Karena itu dia masih mengingat Jiyoung dan orang tuanya tapi tidak
mengingat Jieun ataupun Myungsoo.
Cukup
sulit Baekhyun menerima kenyataan bahwa dirinya sudah berumur 25 tahun sekarang
dan mengalami kecelakaan hingga membuatnya amnesia seperti ini. Dia seperti
tertidur lama dan tiba-tiba saat ia bangun dia sudah 25 tahun.
Dan
ini juga bukan kenyataan yang mudah untuk Jieun. Bagaimana dia akan menjalani
hari-harinya setelah ini dengan calon suaminya yang bahkan sama sekali tak
ingat padanya.
Sedangkan
Jiyoung, sedang dalam misi penting mengembalikan ingatan Baekhyun seperti
semula. Meski itu terlihat sulit dan memang akan sulit, Jiyoung akan terus
berusaha.
Ini
hari pertama Baekhyun pulang dari rumah sakit. Ia tak menyangka kamarnya jadi
sedikit berantakan sekarang daripada dulu saat ia masih sekolah.
"Karena
kau jadi sering lembur di kantormu jadi kau tidak sempat membersihkan kamarmu
setiap hari." jelas Jiyoung sambil membantu Baekhyun merebahkan diri di
ranjangnya.
"Aku sudah kerja ya..."
"Ya,
jurnalis majalah sosial. Seperti cita-citamu."
"Bisa
kau mintakan ijin ke tempatku bekerja itu? Aku tidak yakin bisa langsung
bekerja di sana nanti." Baekhyun jadi terlihat sedikit murung.
"Hei,
tentu saja sudah ada ijin buatmu semenjak kau kecelakaan." Jiyoung
menyelimuti Baekhyun.
Baekhyun
lalu terdiam dan menahan tawa sambil menatap Jiyoung.
"Apa?"
"Sekarang
kau jadi perhatian dan sangat baik padaku."
"Kalau
kau sembuh tentu saja aku berhenti." canda Jiyoung. Meski kali ini dia
benar bersungguh-sungguh akan melakukan yang terbaik untuk Baekhyun termasuk
memperlakukannya lebih baik dari sebelumnya. Jiyoung takkan menyia-nyiakan
kesempatan ini, yang mungkin takkan ada kesempatan lain lagi. Dia akan menjadi
sahabat yang lebih baik untuk Byun Baekhyun. Karena hanya itu yang bisa ia
lakukan.
"Kau
yakin?" Baekhyun terkekeh.
"Sudah
istirahatlah. Aku ada latihan dengan bandku sebentar lagi."
Jiyoung
tergabung dalam sebuah band di universitasnya sebagai seorang drummer juga
pengetahuan baru untuk Baekhyun, "Jam?"
"Aku
harus berangkat 30 menit lagi."
"Kalau
begitu kemarilah." Baekhyun menepuk tempat tidurnya agar Jiyoung duduk di
sampingnya.
Dan
Jiyoung tak berkutik. Dan lagi-lagi rasanya sudah sangat lama Jiyoung tak
menghabiskan waktu dengan Baekhyun seperti ini. Merasakan hangatnya tubuh
Baekhyun di sampingnya itu, rasanya sudah lama.
"Jiyoung
kau benar-benar tumbuh tinggi." Baekhyun tersenyum.
"Sudah
ku bilang jangan khawatir kau masih lebih tinggi dariku." kata Jiyoung.
"Ya
syukurlah." Baekhyun lalu melakukan kebiasaannya, merebahkan kepalanya ke
pundak Jiyoung.
"Kau
yakin?" Jiyoung memulai dengan hati-hati,"Kau tidak ada rasa apa-apa
pada Jieun eonni itu?" mereka masih belum bisa memberitahu Baekhyun yang
sebenarnya tentang pernikahannya yang tertunda itu. Ini juga ide kuat dari
Jieun agar Baekhyun tak merasa bersalah setiap melihat Jieun, gadis yang saat
ini tak benar-benar ia kenal. Mereka berpikir, karena Baekhyun mencintai Jieun,
dengan sendirinya cinta itu akan tumbuh kembali seiring berjalannya waktu. Jadi
saat ini Baekhyun dan Jieun kembali menjalani fase pendekatan mereka.
Jiyoung
bisa merasakan gelengan Baekhyun, "Bagaimana aku bisa tiba-tiba suka pada
gadis yang belum aku kenal?" jawaban ini membuat Jiyoung berpikir betapa
bedanya Baekhyun muda dan Baekhyun yang lebih dewasa.
"Oh
ya, tapi kau masih ingin menikah muda kan?"
"Tentu
saja. Yang satu itu takkan berubah." Baekhyun tertawa.
"Lalu
kapan kau menikah? sebentar lagi kau sudah tidak muda lagi." kali ini
Jiyoung menatap Baekhyun yang ternyata menatapnya, ada sedikit dentuman di dada
Jiyoung saat mata mereka bertemu.
"Aku
masih menunggu seorang gadis yang akan kunikahi tentu saja." jawab
Baekhyun santai sambil memejamkan matanya, sepertinya bersiap tidur.
"Kau sudah memiliki gadis itu.
Dia sedang menunggumu jatuh cinta lagi padanya." batin
Jiyoung miris. Dia harus kuat. Dia sudah berjanji pada dirinya akan mengatasi
perasaannya pada Baekhyun dan mengembalikan semuanya ke tempat semula. Meski
semua itu sulit dengan Baekhyun yang seperti sekarang ini.
Dan
malam itu Jiyoung tak pulang dari studio musik tempat dia dan teman-temannya
berlatih. Dia terus memainkan drum hingga larut malam.
***
Rencana
mereka dimulai, sore ini Jiyoung menemui Jieun dan Myungsoo di salah satu kafe
tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama sebelum kecelakaan Baekhyun.
Jiyoung
duduk di hadapan Myungsoo dan Jieun yang sudah menunjukkan wajah penasaran
mereka dengan hari ini, saat ini, dan hal-hal yang akan dilakukan Jiyoung
selanjutnya. Itu jelas membuat Jiyoung memulai pembicaraannya, “Saat aku pergi
ke universitas tadi dia baik-baik saja eonni.” Katanya pada Jieun. “Meski dia
masih sulit menerima bahwa aku sudah kuliah, akhirnya dia menghabiskan waktunya
dengan membaca semua artikel buatannya di majalah.” Tentu saja Jiyoung takkan
mengatakan bagian dimana Baekhyun merengek akan sangat merindukan Jiyoung jika
dia pergi ke universitasnya.
Jieun
terlihat lega, dia juga tak beruhasa menyembunyikan ekspresinya itu. Lagipula
takkan ada yang menyalahkannya, itu sudah wajar. Semua tingkah lakunya terhadap
hal sekecil apapun soal calon suaminya itu sangatlah wajar dan tak ada
salahnya.
“Jadi
apa sebenarnya rencanamu Jiyoung?” tanya Myungsoo.
“Kita
akan berusaha, kita semua bersama, untuk mengembalikan ingatannya. Kita akan
melakukan apa saja.” Jelas Jiyoung mantap, meski dia tak bisa berhenti
menggoyangkan kakinya.
Myungsoo
terlihat berpikir sedangkan Jieun terlihat tidak yakin, “Tapi akan sangat sulit
mengembalikan perasaannya kan?” Jieun yang selalu ceria akhir-akhir ini memang
sedikit pudar. Setelah apa yang menimpa Baekhyun dan pernikahan mereka berdua,
sekuat apapun Jieun berusaha ceria, orang lain lain tetap akan melihat
kesedihannya.
Myungsoo
menatapnya lekat. Dan Jiyoung sontak menggenggam kedua tangan Jieun, “Aku yakin
yang satu itu takkan ia lupakan. Ini hanya masalah waktu. Eonni harus yakin”
jika Jiyoung punya tangan lain yang tak terlihat, dia akan dengan keras
menampar hatinya sendiri karena sudah berani sakit hati di saat seperti ini.
“Jika dulu Baekhyun yang membuat Eonni jatuh hati padanya, jika perlu sekarang
kita buat Eonni yang membuat Baekhyun jatuh hati pada Eonni.” Jiyoung yakin ini
berhasil. Karena Jieun adalah gadis pertama yang dicintai Baekhyun. Belum
pernah ada yang lain. Baekhyun akan mencintai Jieun lagi dengan mudah.
Jieun
tersenyum pada Jiyoung, “Gomawo Jiyoung-ah. Baekhyun beruntung punya sahabat
sepertimu.” Lagi-lagi Jiyoung ingin menampar hatinya sendiri.
“Jadi
apa yang akan kita lakukan?” tanya Myungsoo. Jiyoung tahu lelaki satu ini akan
mau melakukan apa saja untuk kebahagiaan Jieun.
Jiyoung
tersenyum, Jiyoung yakin ini bukan senyumnya yang dipaksakan, melihat wajah
Jieun dan Myungsoo saat ini, dia rasa mereka pantas dibahagiakan, dan dengan
begitu Baekhyun juga bahagia. “Oppa, bukankah ini akan terasa seperti
menjodohkan teman kita?”
“Baiklah.”
Myungsoo tersenyum sambil mengangguk.
“Dia
akan kesini sebentar lagi.” Kata Jiyoung tiba-tiba sambil melihat jam
tangannya. “Aku sudah meminta bibi mengantarnya.”
“Jiyoung?”
Jieun terkejut, “Maksudmu Baekhyun akan kesini?” jelas dia terlihat tak siap.
Ini akan jadi pertama kalinya mereka bertemu setelah Baekhyun pulang dari rumah
sakit dua minggu lalu.
“Bersikaplah
seperti kalian pertama bertemu.” Kata Myungsoo meyakinkan. “Bersikaplah biasa
saja.” Myungsoo menepuk pundak Jieun pelan dan menerima senyum terima kasih
darinya.
Tak
lama kemudian Baekhyun masuk dengan kikuk, persis seperti Baekhyun di
tahun-tahun sekolahnya dulu. Lalu dia tersenyum melihat Jiyoung.
Jiyoung
melambai dan menyuruh Baekhyun duduk di sampingnya, tepat di hadapan Jieun.
Baekhyun lagi-lagi tersenyum kikuk pada mereka.
“Ini
Myungsoo oppa. Teman SMAmu dan sekarang kalian juga teman kerja. Kau harus
banyak bertanya padanya. Ok?” jelas Jiyoung, lalu Baekhyun menjabat tangan
Myungsoo.
“Dan
ini Jieun Eonni.” Baekhyun juga menjabat tangan Jieun. Jieun terlihat sangat
merindukannya.
“Baiklah,
kalian ngobrol dulu. Aku akan pesan sesuatu.” Jiyoung beranjak dari kursinya.
“Kau mau capucino ice kan?” tanyanya pada Baekhyun sebelum pergi. Kemudian
menghilang kea rah konter kafe setelah Baekhyun menjawabnya dengan anggukan.
Bisa
ditebak. Baekhyun kembali pada dirinya yang dulu, yang selalu sulit berteman
dan berinteraksi dengan orangbaru. Selalu Jiyounglah yang membawanya pada
pertemanan baru, memperkenalkannya dengan orang baru hingga Baekhyun bisa lebih
terbiasa dengan keadaan seperti itu di usianya yang lebih dewasa. Itu semua
berkat Jiyoung, jika tidak, mungkin sampai kapanpun dia akan terus berkutat
dengan buku-bukunya dan tak punya teman sama sekali. Baekhyun mengakui
Jiyounglah satu-satunya anak yang langsung mudah menjadi temannya dulu.
“Kau
tak perlu khawatir soal pekerjaanmu.” Kata Myungsoo memecahkan keheningan.
“Kantor sudah memberimu cuti bebas. Mereka takkan mau kehilangan jusnalis
berbakat sepertimu.”
Baekhyun
tersenyum mendengarnya, “Benarkah?”
Myungsoo
mengangguk dan tertawa kecil, “Baekhyun-ah kau benar-benar kembali ke Baekhyun
yang pertama aku temui dulu.”
“Ma..maaf..
aku tidak..”
“Tak
perlu minta maaf. Kami semua mengerti keadaanmu. Kau hanya perlu berusaha
mengingat. Tapi jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, karena dokter bilang
itu akan membuat kapalamu sakit.”
“Ya.
Kau benar.” Baekhyun tersenyum.
“Aku
membaca tulisanmu di majalah. Kau memang jurnalis yang berbakat.” Kata Jieun
yang akhirnya bersuara.
“Terima
kasih.” Baekhyun tersenyum senang dan mengangguk pelan.
“Dia
juga tertarik pada masalah-masalah sosial yang sering kau tulis itu.” Kata
Myungsoo. Lalu dia dan Jieun saling menatap dan bertukar senyum mengerti. Hal
itulah yang membuat Baekhyun dan Jieun pertama kali menjadi dekat.
Jiyoung
datang dengan dua capucino ice di tangannya. “Gomawo Jiyoung-ah.” Kata
Baekhyun.
“Jadi,
kalian sudah akrab?” tanya Jiyoung bercanda.
“Ya.
Tentu saja. Apa yang akan membuat kami tidak akrab?” canda Myungsoo sambil
tertawa. Membuat Baekhyun ikut tersenyum.
“Baekhyun-ah
Eonni ini sangat pintar. Dia termasuk lulusan terbaik di universitasnya.
Sepertinya kalian bisa membentuk klub dengan masalah sosial kesukaan kalian
itu.” Jelas Jiyoung santai sambil meminum minumannya.
Mereka
menghabiskan sore itu dengan pembicaraan hangat mereka. Benar-benar terasa
seperti Jiyoung tengah mengenalkan temannya pada temannya yang lain.
***
“Apa
mereka kekasih?” tanya Baekyun malam itu saat dia dan Jiyoung menghabiskan
waktu mereka di loteng rumah Jiyoung. “Lee Jieun dan Kim Myungsoo itu.”
Jiyoung
agak terkejut mendengarnya ia menatap Baekhyun tanpa berkedip, tapi Jiyoung
masih belum bisa memutuskan harus menyimpulkan hal ini seperti apa, “Kenapa?”
“Mereka
terlihat seperti itu. Aku benar kan? Mereka kekasih kan?” sepertinya Jiyoung
tahu apa yang dipikirkan Baekhyun, namun Jiyoung masih berusaha.
“Kenapa?
Kecewa?”
Baekhyun
mengerutkan keningnya, “Kenapa kecewa? Untuk apa?”
“Kau
jadi tak bisa mendekati Jieun eonni.”
“Apa
sebenarnya maksudmu? Aku tidak ada rasa apa-apa padanya. Berhentilah
berasumsi!” Baekhyun mendengus.
“Tidak.
Mereka bukan kekasih.” Jiyoung sengaja mengatakannya dengan menatap Baekhyun
lekat-lekat. Mencari perubahan ekspresi yang mungkin bisa berarti sesuatu.
“Benarkah?”
Baekhyun malah terlihat terkejut. “Aneh sekali. Mereka terlihat seperti itu.
Apa kau tak bisa melihatnya? Atau mungkin mereka jadian tanpa memberi tahumu?”
Kali
ini Jiyoung merasa gagal lagi, dia mengalihkan pandangannya dari Baekhyun dan
memejamkan matanya. Merebahkan tubuhnya di lantai kayu itu. Menggunakan
lengannya sebagai bantal kepalanya. “Tidak. Kau salah.”
Baekhyun
lalu tersenyum, “Jadi sekarang ini aku dekat dengan kalian bertiga?” Baekhyun
lalu menatap Jiyoung yang rebahan di sampingnya. “Aku tak menyangka bisa dekat
dengan orang lain selain kau.”
Lalu
Jiyoung tak mendengar suara Baekhyun lagi. Ingin tahu apa yang dia lakukan,
Jiyoung membuka matanya dan menemukan Baekhyun mendekatkan wajahnya sambil
menatapnya lekat-lekat. Jiyoung membeku, dadanya ingin meledak. Sudah lama
Baekhyun tak sedekat ini. Sejak dia bersama Jieun, mereka tak pernah sedekat
ini lagi. Kali ini rasanya benar-benar berbeda. Jiyoung hanya bisa bicara
dengan sedikit tercekat, “Apa yang kau lakukan?”
“Kau
benar-benar sudah berubah banyak dari yang ku ingat. Lihat wajahmu itu. Kemana
larinya pipi gembungmu?”
“Kenapa
kau tiba-tiba bicara seperti ini?” Jiyoung masih tak bisa bergerak. Betapa
inginnya dia mendorong Baekhyun yang masih tetap pada posisinya itu agar
menjauh, namun dia sendiri tak punya kekuatan untuk melakukannya. Pikiran
jahatnya malah menyuruhnya menarik Baekhyun agar lebih dekat lagi. Dan kali ini
Jiyoung ingin menampar otaknya.
“Kau
tahu?” Akhirnya Baekhyun ikut merebahkan tubuhnya di samping Jiyoung dan
menatap langit di atasnya. Membuat Jiyoung menghela nafas yang sedari tadi tak
sadar sedang ia tahan. “Rasanya seperti kita sudah sangat lama tak bertemu.
Rasanya aku tak begitu mengenalmu lagi. Apa kau merasakannya? Kau sudah tak secerewet
dulu. Kau sudah tak seceria dulu. Apa hidupmu akhir-akhir ini berat? Maaf jika
aku tak bisa mengetahuinya. Sejak kau jelaskan semua yang terjadi padaku ini,
aku tak pernah berhenti berusaha mengingat semuanya. Tapi tak ada yang datang
ke otakku.”
Hati
Jiyoung memberat, benarkah sekarang dia seperti itu? Atau mungkin pertanyaan
yang lebih tepat adalah, benarkah dulu dia seperti itu? Jiyoung juga tak ingat
lagi. Dia baru sadar selama ini dia hampir tak pernah memperhatikan dirinya
sendiri. Dia sadar hanya ada Baekhyun di hidupnya selama ini. Baekhyun yang
semakin tinggi. Baekhyun yang semakin dewasa. Baekhyun yang semakin tampan.
Baekhyun yang mulai jatuh cinta. Baekhyun yang semakin ia cintai. Dan Baekhyun
yang semakin jauh darinya.
Dan
perkataan yang keluar dari mulut Jiyoung selanjutnya sama sekali tak ia
rencanakan, “Sebenarnya kaulah yang akhir-akhir ini semakin jauh dariku.”
“Apa?”
tanya Baekhyun terkejut. Dia bangkit dan menahan tubuhnya dengan sikunya,
menatap Jiyoung dengan mata yang melebar. “A..apa yang sebenarnya aku lakukan?
Apa yang sebenarnya terjadi?”
Menyesal,
Jiyoung segera tersenyum dan bicara, “Kau tahu? Setelah kau diterima sebagai
jurnalis majalah itu, kau semakin sombong dan jarang bermain denganku. Bahkan
bibi juga bilang kau terlalu sering lembur. Pulang ke rumah pun kau mengurung
dirimu di kamarmu dengan tulisan-tulisanmu.”
Mendengarnya,
Baekhyun menggigit bibir bawahnya dan terlihat sedikit menyesal, “Benarkah?
Maaf.”
“Boleh
aku merasa senang karena sekarang kau bahkan tidak ingat dengan
tulisan-tulisanmu itu?” Jiyoung terbahak.
“Ya!”
Dan Baekhyun mulai menyerang Jiyoung, seperti yang biasa ia lakukan dulu.
Menggelitik Jiyoung hingga dia minta ampun. Dan yang satu ini jelas sudah lama
sekali. Terasa lama sekali hingga Jiyoung hampir lupa mereka bisa melakukan ini
dulu. Jiyoung serasa kembali ke masa lalunya bersama Baekhyun. Hati kecil
Jiyoung berharap mereka tetap berada di waktu ini.
***
Baekhyun
masih terus berusaha membiasakan hidupnya saat ini. Ia terus mempelajari
tulisan-tulisannya di majalah. Dan karena ia tak punya pekerjaan lain saat ini,
dia jadi sering menganggu Jiyoung di kamarnya, merengek agar dia cepat pulang
dari kuliah-kuliahnya, membuat Jiyoung tak bisa mengerjakan tugas-tugasnya
dengan tenang atau tepat waktu. Saat ini jadi terasa peran Baekhyun dan Jiyoung
berbalik drastis dari peran mereka dulu. Dulu Jiyoulah yang akan mengganggu
waktu belajar Baekhyun. Jiyounglah yang akan merengek kesepian jika Baekhyun
belum pulang dari bimbingan belajarnya. Mengapa bisa seperti ini sekarang?
pemikiran ini membuat Jiyoung sakit kepala. Sangatlah sulit menjalankan misinya
dengan Baekhyun yang sekarang tidak lebih dewasa dari Jiyoung itu. Memang benar
sekarang Jiyoung melakukan yang terbaik untuk memperbaiki sikapnya terhadap
Baekhyun. Dia memang berjanji akan lebih baik untuk Baekhyun. Dan dengan
Baekhyun yang seperti sekarang ini, Jiyoung tak bisa menolak semua
permintaannya meskipun itu menyulitkan.
Dan
hari ini Baekhyun akhirnya mengikuti Jiyoung latihan dengan bandnya. "Kita
sudah sampai." kata Jiyoung setelah memarkir mobil bututnya.
"Jiyoung
ini masih terasa aneh.” kata Baekhyun, “Kau memberiku tumpangan mobil."
"Jangan
khawatir. Kau juga sudah mendapatkan SIMmu. Kita mendapatkannya bersama tahun
lalu, setelah kau gagal tahun sebelumnya." Jiyoung menahan tawanya
mengingat itu.
"Jadi
kau berhasil sekali coba?" tanya Baekhyun sambil mengangkat alisnya, dia
tak menyangka kemampuan mengemudi Jiyoung akan sebaik itu.
"Ya.
Makanya aku takkan mempercayaimu mengemudi sekarang ini. Jadi terima saja jika
aku yang menyetir setiap saat jika kita pergi ke suatu tempat."
Baekhyun
menghela nafas, tak bisa protes lagi.
"Ayo
turun!” Kata Jiyoung pada Baekhyun yang masih diam saja, “Kau mau aku bukakan
pintu untukmu? Kau pikir kau tuan putri?”
“Aku
mengerti aku mengerti.” Kata Baekhyun lalu segera turun.
Setelah
Jiyoung turun, Jiyoung menerima telepon dari Jieun, “Oh Eonni. Ada apa?
“Siapa?”
tanya Baekhyun tanpa suara.
Jiyoung
hanya meletakkan telunjuknya di bibir memberi tanda agar Baekhyun diam. “Ya dia
baik-baik saja. Jangan khawatir. Sebentar,” lalu Jiyoung menutupi ponselnya
dengan tangannya dan bicara pada Baekhyun, “Kau masuklah dulu, aku masih mau
menelepon.”
“Aku
akan menunggumu.” Kata Baekhyun dia tak bisa membayangkan akan melakukan apa di
dalam studio musik itu nanti. Dia juga tak kenal dengan anggota band Jiyoung
yang lain.
Jiyoung
segera membelalakkan matanya dan mendorong Baekhyun agar dia masuk.
“Baiklah.”
Gumam Baekhyun hingga akhirnya masuk menyeret langkahnya.
Lalu
Jiyoung segera meneruskan teleponnya lagi, “Ya Eonni.”
“Maaf
jika aku terus meneleponmu. Aku hanya khawatir padanya. Aku… hanya ingin tahu
keadaannya setiap saat.” Suara Jieun terdengar sedih di seberang sana.
“Tak
apa Eonni. Aku mengerti.” Jiyoung juga akan melakukan itu jika dia berada di
posisi Jieun. “Oh, apa kau sedang bersama Myungsoo oppa?”
“Ya,
dia ingin bicara padamu, aku mau ke toilet dulu, kau bicaralah dengannya.”
“Oppa?”
“Kang
Jiyoung. Ini aneh. Kau berpikiran yang sama denganku kan?” suara Myungsoo yang
kali ini bicara.
“Apa
maksudmu?”
“Kenapa
sampai saat ini Baekhyun belum bisa menyukai Jieun? Kau yakin dia sama sekali
tak membicarakan Jieun? Kemana perginya semua perasaan Baekhyun untuk Jieun
itu?”
“Aku..
juga berpikiran sama.”
“Aku
benar-benar heran. Hanya karena hilanganya ingatan Baekhyun, bagaimana
perasaannya bisa benar-benar hilang juga. Apa kau tahu bagaimana keadaan Jieun
semakin hari?”
“Aku
mengerti oppa. Aku sudah terus berusaha membicarakan Jieun Eonni dengan
Baekhyun, tapi rasanya tak ada pengaruhnya. Apa kita harus lebih sering
bertemu?”
“Ya,
jika itu memang perlu. Aku tahu mungkin soal perasaan tak bisa dipaksakan, tapi
jika terlalu lama aku takkan tega melihat Jieun.”
“Ya
aku mengerti oppa. Kita akan bertemu lagi.”
“Baiklah,
Jieun sudah kembali.”
“Baiklah.”
Jiyoung
memutus teleponnya lalu masuk ke studio musik itu. Di sana ia menemukan
Baekhyun sedang kebingungan.
“Aku
dengar dari Jiyoung kau mengalami kecelakaan?” tanya Park Chanyeol, gitaris
band Jiyoung pada Baekhyun.
“Ya.”
Jawab Baekhyun singkat.
“Apa
kau tak mengenalku?”
Baekhyun
menggaruk kepalanya yang tak gatal, jelas kebingungan.
“Jadi
aku juga hilang dari ingatanmu?”
Baekhyun
seketika mencari Jiyoung menatapnya meminta bantuan.
“Kau
tak ingat padanya?” tanya Jiyoung. “Dia teman SD kita. Dia selalu satu kelas
denganmu. Si jerapah bongsor itu.” Jiyoung tak menghiraukan lirikan tajam
Chanyeol karena panggilan itu.
Baekhyun
lalu mengalihkan pandangannya ke arah Chanyeol lagi, “Chanyeol?”
“Wow
kau ternyata masih mengingatku! Lama tak bertemu Baekhyun-ah!” Chanyeol lalu
memeluk Baekhyun erat. “Aku tak tahu apa alasan Jiyoung tak pernah membawamu ke
sini.”
“Sebelum
kecelakaan, dia orang sibuk ok? Dia tak pernah ada waktu.” Jelas Jiyoung sambil
menghampiri drum yang biasa ia mainkan itu.
“Maaf.”
Kata Baekhyun benar-benar merasa bersalah pada Jiyoung. Dia lalu duduk di atas
salah satu bass.
“Dia
sama sekali tidak berubah dari dulu.” Celetuk Chanyeol sambil menghampiri
gitarnya.
“Ku
kira aku sudah menjelaskan amnesianya padamu.” Kata Jiyoung.
“Oh,
aku lupa.” Chanyeol tersenyum lebar memperlihatkan semua giginya, membuat
Jiyoung memutar bola matanya. “Jiyoung-ah kenapa kau tak kenalkan dia dengan
anggota band kita?”
Setelah
melihat Baekhyun sepertinya tidak keberatan, “Kenalkan saja.”
“Baiklah.
Kau sudah tahu namaku Baekhyun-ah. Aku Park Chanyeol gitaris terbaik di daerah
sini. Dan ini Kim Jongdae, vokalis dengan suara paling merdu di desanya.”
Lelaki yang sedari tadi sedang melakukan pemanasan dengan tenggorokkannya itu
lalu berjabat tangan dengan Baekhyun.
“Hai.”
Kata Jongdae pada Baekhyun.
Dan
Chanyeol melanjutkan perkenalannya, “Dan ini Bassis kami, Lee Sungyeol hyung.
Dia sepupuku.”
Sungyeol
hanya tersenyum pada Baekhyun, senyumnya hampir sebodoh milik Chanyeol. Sangat
cocok jika mereka saudara.
“Ah,
benar! Kenapa Krystal belum datang?” tanya Chanyeol sambil melihat jam
tangannya.
“Jangan
bilang dia masih di salon atau apapun itu.” Keluh Jongdae.
“Ok
guys I’m here.” Tiba-tiba seorang gadis masuk sambil mengibaskan rambutnya.
“Maaf aku terlambat. Kalian tahu kan jalanan jaman sekarang? Aku hampir
terjebak macet.”
Jiyoung
dan yang lain hanya memutar bola mata mereka.
“Hanya
hampir kan?” tanya Jongdae kesal.
“Sudahlah
cepat kita mulai.” Ajak Sungyeol.
“Oh
Krystal, kenalkan ini sahabat dan tetangga Jiyoung sejak kecil itu. Byun
Baekhyun. Teman SDku juga.” Kata Chanyeol sambil tertawa bangga. “Dia akan
menonton kita latihan hari ini.” Lalu dia beralih ke Baekhyun, “Dia memainkan
keyboard di sini.”
Krystal
lalu menoleh ke arah Baekhyun yang sedang tersenyum canggung berada, “Oh My God
he’s so cute! Kenapa kau tak pernah membawanya kesini Jiyoung-ah?”
“Jung
Krystal!” Jiyoung hanya memandang Krystal tajam untuk membuatnya menghentikan
kebiasaannya itu.
“Ok
aku mengerti! Why always so mean?” Krystal lalu menatap Baekhyun lagi sambil
tersenyum manis dan mengulurkan tangannya “Aku Krystal Jung. Aku dibesarkan di
Amerika, jadi maaf jika bicaraku seperti ini. Ok?”
Baekhyun
mengangguk dengan senyumnya membalas jabatan tangan Krystal.
“Ya!
Krsytal cepat setel keyboardnya! Kapan kau mau mulai?” teriak Jongdae.
“OMG!
Why are you always yelling at me?” tanya Krystal kesal lalu dia berbisik pada
Baekhyun, “I’m sorry for that guy’s miss behavior. Oppa bisa lihat sebenarnya
dia menyukaiku tapi tak bisa mengungkapnya dengan baik.” Krystal mengedipkan
sebelah matanya lalu menuju keyboardnya, membuat Baekhyun kebingungan harus
bereaksi seperti apa.
Setelah
itu Baekhyun hanya diam di tempatnya. Melihat dan memperhatikan permainan band
itu sambil sesekali bertepuk tangan pelan. Baekhyun tak tahu mereka bermain
sebaik ini. Lagi-lagi ada rasa bersalah di ujung hatinya. Dia tidak tahu
Jiyoung bermain sebaik ini. Baekhyun tidak tahu bakat bermain drum Jiyoung
sangatlah baik. Di asana, dengan drumnya, Jiyoung terlihat tenggelam dalam
dunianya sendiri. Belum pernah Baekhyun melihat Jiyoung yang seperti ini. Dia
terlihat berbeda dengan dua stik di tanganya, terlihat bahagia, kuat dan
benar-benar Jiyoung. Tapi Baekhyun benar-benar merasa bersalah belum mengetahui
sisi Jiyoung yang ini. Dan pikiran Baekhyun hanya terisi Jiyoung hingga tak
terasa latihan mereka selesai dan Jiyoung sudah mengajak Baekhyun pulang.
“Sejak
kapan kau sebenarnya bermain drum?” tanya Baekhyun saat perjalanan pulang.
“Sejak
SMA. Tapi Band ini terbentuk sejak aku masuk universitas.” Jawab Jiyoung sambil
tetap fokus pada jalan.
“Benarkah?”
lalu Baekhyun menekuk wajahnya sedikit sedih, “Yang satu ini, aku tahu kan?
Jika aku tidak…”
“Ya
tentu saja kau tahu.” Jawab Jiyoung melegakan Baekhyun. “Kau hanya tak tahu tentang perasaanku saja.” Batin Jiyoung.
“Syukurlah.”
“Jangan
bilang sejak tadi kau memikirkan hal ini.”
“Apa
terlihat jelas?” tanya Baekhyun tersenyum, sepertinya dia memang tak bisa
menyembunyikan apa-apa dari sahabatnya ini.
“Hampir
semua waktumu kau pakai melamun tadi saat kami latihan. Bagaimana tidak
terlihat jelas?” Jiyoung tertawa akan yang satu ini, “Kenapa? Kau
mengkhawatirkan sesuatu? Apa seburuk itu rasanya jika tidak tahu sesuatu
tentangku?”
“Ya
tentu saja. Itu terasa sangat buruk. Aku ingin segera mengembalikan ingatanku
agar aku tahu semuanya lagi. Tak tahukah kau rasanya sangat sulit berada di
posisiku saat ini? Aku hampir tak mengenalmu lagi Jiyoung-ah.”
Jiyoung
terdiam akan yang satu itu. Lagi-lagi ingin menampar hatinya sendiri karena
merasa berat dengan kemungkinan Baekhyun akan benar-benar meninggalkan sisinya
lagi jika ingatannya kembali dan mengingat Jieun lagi sebagai calon istrinya.
Lalu
Jiyoung malah bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa sekarang Jiyoung senang
dengan Baekhyun kehilangan ingatannya seperti ini? Dia ingin menampar otaknya.
“Maka
dari itu aku akan terus berusaha membantumu.” Kata Jiyoung akhirnya.
“Gomawo.”
to be continued...
kan kan, ini terlalu menyakitkan untuk jieun.tapi kenapa sekarang ane jadi curiga kalo jieun sama myungsoo itu ada apa-apa? thor please thor, jangan hinakan jieun. haha
BalasHapustuh kan jiyoung pasti dilema. itu baek juga kenapa gak inget sih. ini tokoh utamanya jiyoung baek, tapi bagaimanapun saya jieun's team! haha. tapi kalo ternyata baek sama jiyoung ya gapapalah, yang terbaik untuk jiyoung dan baekhyun.
scene favorit itu pas baek ikutanlatihan. duh krystal duh... udah baek sama krystal aja *ngawur*. terus bias ane yg bakal muncul itu maksudnya chanyeol? ya ya, jongin bolehlah jadi temen jiyoung. jongin tukang nebeng jiyoung gitu kan seru. hehe
update soon thor.
*NWH & KJD the real future husband*
Haha saya memang berusaha membuat pembaca bingung harus mendukung siapa, unless bias mereka kk. Saya sendiri suka tokoh krystal disini, tp dia punya cerita sendiri kan(kelihatan kan?) kkk. Ya ya chanyeol memang bias anda yg saya maksud XD *terserang vitus kjd ya? Kkk
BalasHapus