Halaman

Senin, 21 Juli 2014

[FANFIC] Unpredictable Ending (part 2)








Amnesia Baekhyun bukan amnesia utuh. Hanya sebagian ingatan dari otaknya saja yang hilang. Dia seakan kembali ke umur 14 tahun, ingatan setelah itulah yang hilang. Karena itu dia masih mengingat Jiyoung dan orang tuanya tapi tidak mengingat Jieun ataupun Myungsoo.

Cukup sulit Baekhyun menerima kenyataan bahwa dirinya sudah berumur 25 tahun sekarang dan mengalami kecelakaan hingga membuatnya amnesia seperti ini. Dia seperti tertidur lama dan tiba-tiba saat ia bangun dia sudah 25 tahun.
Dan ini juga bukan kenyataan yang mudah untuk Jieun. Bagaimana dia akan menjalani hari-harinya setelah ini dengan calon suaminya yang bahkan sama sekali tak ingat padanya.
Sedangkan Jiyoung, sedang dalam misi penting mengembalikan ingatan Baekhyun seperti semula. Meski itu terlihat sulit dan memang akan sulit, Jiyoung akan terus berusaha.
Ini hari pertama Baekhyun pulang dari rumah sakit. Ia tak menyangka kamarnya jadi sedikit berantakan sekarang daripada dulu saat ia masih sekolah.
"Karena kau jadi sering lembur di kantormu jadi kau tidak sempat membersihkan kamarmu setiap hari." jelas Jiyoung sambil membantu Baekhyun merebahkan diri di ranjangnya.
"Aku sudah kerja ya..."                                                                                           
"Ya, jurnalis majalah sosial. Seperti cita-citamu."
"Bisa kau mintakan ijin ke tempatku bekerja itu? Aku tidak yakin bisa langsung bekerja di sana nanti." Baekhyun jadi terlihat sedikit murung.
"Hei, tentu saja sudah ada ijin buatmu semenjak kau kecelakaan." Jiyoung menyelimuti Baekhyun.
Baekhyun lalu terdiam dan menahan tawa sambil menatap Jiyoung.
"Apa?"
"Sekarang kau jadi perhatian dan sangat baik padaku."
"Kalau kau sembuh tentu saja aku berhenti." canda Jiyoung. Meski kali ini dia benar bersungguh-sungguh akan melakukan yang terbaik untuk Baekhyun termasuk memperlakukannya lebih baik dari sebelumnya. Jiyoung takkan menyia-nyiakan kesempatan ini, yang mungkin takkan ada kesempatan lain lagi. Dia akan menjadi sahabat yang lebih baik untuk Byun Baekhyun. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan.
"Kau yakin?" Baekhyun terkekeh.
"Sudah istirahatlah. Aku ada latihan dengan bandku sebentar lagi."
Jiyoung tergabung dalam sebuah band di universitasnya sebagai seorang drummer juga pengetahuan baru untuk Baekhyun, "Jam?"
"Aku harus berangkat 30 menit lagi."
"Kalau begitu kemarilah." Baekhyun menepuk tempat tidurnya agar Jiyoung duduk di sampingnya.
Dan Jiyoung tak berkutik. Dan lagi-lagi rasanya sudah sangat lama Jiyoung tak menghabiskan waktu dengan Baekhyun seperti ini. Merasakan hangatnya tubuh Baekhyun di sampingnya itu, rasanya sudah lama.
"Jiyoung kau benar-benar tumbuh tinggi." Baekhyun tersenyum.
"Sudah ku bilang jangan khawatir kau masih lebih tinggi dariku." kata Jiyoung.
"Ya syukurlah." Baekhyun lalu melakukan kebiasaannya, merebahkan kepalanya ke pundak Jiyoung.
"Kau yakin?" Jiyoung memulai dengan hati-hati,"Kau tidak ada rasa apa-apa pada Jieun eonni itu?" mereka masih belum bisa memberitahu Baekhyun yang sebenarnya tentang pernikahannya yang tertunda itu. Ini juga ide kuat dari Jieun agar Baekhyun tak merasa bersalah setiap melihat Jieun, gadis yang saat ini tak benar-benar ia kenal. Mereka berpikir, karena Baekhyun mencintai Jieun, dengan sendirinya cinta itu akan tumbuh kembali seiring berjalannya waktu. Jadi saat ini Baekhyun dan Jieun kembali menjalani fase pendekatan mereka.
Jiyoung bisa merasakan gelengan Baekhyun, "Bagaimana aku bisa tiba-tiba suka pada gadis yang belum aku kenal?" jawaban ini membuat Jiyoung berpikir betapa bedanya Baekhyun muda dan Baekhyun yang lebih dewasa.
"Oh ya, tapi kau masih ingin menikah muda kan?"
"Tentu saja. Yang satu itu takkan berubah." Baekhyun tertawa.
"Lalu kapan kau menikah? sebentar lagi kau sudah tidak muda lagi." kali ini Jiyoung menatap Baekhyun yang ternyata menatapnya, ada sedikit dentuman di dada Jiyoung saat mata mereka bertemu.
"Aku masih menunggu seorang gadis yang akan kunikahi tentu saja." jawab Baekhyun santai sambil memejamkan matanya, sepertinya bersiap tidur.
"Kau sudah memiliki gadis itu. Dia sedang menunggumu jatuh cinta lagi padanya." batin Jiyoung miris. Dia harus kuat. Dia sudah berjanji pada dirinya akan mengatasi perasaannya pada Baekhyun dan mengembalikan semuanya ke tempat semula. Meski semua itu sulit dengan Baekhyun yang seperti sekarang ini.
Dan malam itu Jiyoung tak pulang dari studio musik tempat dia dan teman-temannya berlatih. Dia terus memainkan drum hingga larut malam.
***
Rencana mereka dimulai, sore ini Jiyoung menemui Jieun dan Myungsoo di salah satu kafe tempat mereka biasa menghabiskan waktu bersama sebelum kecelakaan Baekhyun.
Jiyoung duduk di hadapan Myungsoo dan Jieun yang sudah menunjukkan wajah penasaran mereka dengan hari ini, saat ini, dan hal-hal yang akan dilakukan Jiyoung selanjutnya. Itu jelas membuat Jiyoung memulai pembicaraannya, “Saat aku pergi ke universitas tadi dia baik-baik saja eonni.” Katanya pada Jieun. “Meski dia masih sulit menerima bahwa aku sudah kuliah, akhirnya dia menghabiskan waktunya dengan membaca semua artikel buatannya di majalah.” Tentu saja Jiyoung takkan mengatakan bagian dimana Baekhyun merengek akan sangat merindukan Jiyoung jika dia pergi ke universitasnya.
Jieun terlihat lega, dia juga tak beruhasa menyembunyikan ekspresinya itu. Lagipula takkan ada yang menyalahkannya, itu sudah wajar. Semua tingkah lakunya terhadap hal sekecil apapun soal calon suaminya itu sangatlah wajar dan tak ada salahnya.
“Jadi apa sebenarnya rencanamu Jiyoung?” tanya Myungsoo.
“Kita akan berusaha, kita semua bersama, untuk mengembalikan ingatannya. Kita akan melakukan apa saja.” Jelas Jiyoung mantap, meski dia tak bisa berhenti menggoyangkan kakinya.
Myungsoo terlihat berpikir sedangkan Jieun terlihat tidak yakin, “Tapi akan sangat sulit mengembalikan perasaannya kan?” Jieun yang selalu ceria akhir-akhir ini memang sedikit pudar. Setelah apa yang menimpa Baekhyun dan pernikahan mereka berdua, sekuat apapun Jieun berusaha ceria, orang lain lain tetap akan melihat kesedihannya.
Myungsoo menatapnya lekat. Dan Jiyoung sontak menggenggam kedua tangan Jieun, “Aku yakin yang satu itu takkan ia lupakan. Ini hanya masalah waktu. Eonni harus yakin” jika Jiyoung punya tangan lain yang tak terlihat, dia akan dengan keras menampar hatinya sendiri karena sudah berani sakit hati di saat seperti ini. “Jika dulu Baekhyun yang membuat Eonni jatuh hati padanya, jika perlu sekarang kita buat Eonni yang membuat Baekhyun jatuh hati pada Eonni.” Jiyoung yakin ini berhasil. Karena Jieun adalah gadis pertama yang dicintai Baekhyun. Belum pernah ada yang lain. Baekhyun akan mencintai Jieun lagi dengan mudah.
Jieun tersenyum pada Jiyoung, “Gomawo Jiyoung-ah. Baekhyun beruntung punya sahabat sepertimu.” Lagi-lagi Jiyoung ingin menampar hatinya sendiri.
“Jadi apa yang akan kita lakukan?” tanya Myungsoo. Jiyoung tahu lelaki satu ini akan mau melakukan apa saja untuk kebahagiaan Jieun.
Jiyoung tersenyum, Jiyoung yakin ini bukan senyumnya yang dipaksakan, melihat wajah Jieun dan Myungsoo saat ini, dia rasa mereka pantas dibahagiakan, dan dengan begitu Baekhyun juga bahagia. “Oppa, bukankah ini akan terasa seperti menjodohkan teman kita?”
“Baiklah.” Myungsoo tersenyum sambil mengangguk.
“Dia akan kesini sebentar lagi.” Kata Jiyoung tiba-tiba sambil melihat jam tangannya. “Aku sudah meminta bibi mengantarnya.”
“Jiyoung?” Jieun terkejut, “Maksudmu Baekhyun akan kesini?” jelas dia terlihat tak siap. Ini akan jadi pertama kalinya mereka bertemu setelah Baekhyun pulang dari rumah sakit dua minggu lalu.
“Bersikaplah seperti kalian pertama bertemu.” Kata Myungsoo meyakinkan. “Bersikaplah biasa saja.” Myungsoo menepuk pundak Jieun pelan dan menerima senyum terima kasih darinya.
Tak lama kemudian Baekhyun masuk dengan kikuk, persis seperti Baekhyun di tahun-tahun sekolahnya dulu. Lalu dia tersenyum melihat Jiyoung.
Jiyoung melambai dan menyuruh Baekhyun duduk di sampingnya, tepat di hadapan Jieun. Baekhyun lagi-lagi tersenyum kikuk pada mereka.
“Ini Myungsoo oppa. Teman SMAmu dan sekarang kalian juga teman kerja. Kau harus banyak bertanya padanya. Ok?” jelas Jiyoung, lalu Baekhyun menjabat tangan Myungsoo.
“Dan ini Jieun Eonni.” Baekhyun juga menjabat tangan Jieun. Jieun terlihat sangat merindukannya.
“Baiklah, kalian ngobrol dulu. Aku akan pesan sesuatu.” Jiyoung beranjak dari kursinya. “Kau mau capucino ice kan?” tanyanya pada Baekhyun sebelum pergi. Kemudian menghilang kea rah konter kafe setelah Baekhyun menjawabnya dengan anggukan.
Bisa ditebak. Baekhyun kembali pada dirinya yang dulu, yang selalu sulit berteman dan berinteraksi dengan orangbaru. Selalu Jiyounglah yang membawanya pada pertemanan baru, memperkenalkannya dengan orang baru hingga Baekhyun bisa lebih terbiasa dengan keadaan seperti itu di usianya yang lebih dewasa. Itu semua berkat Jiyoung, jika tidak, mungkin sampai kapanpun dia akan terus berkutat dengan buku-bukunya dan tak punya teman sama sekali. Baekhyun mengakui Jiyounglah satu-satunya anak yang langsung mudah menjadi temannya dulu.
“Kau tak perlu khawatir soal pekerjaanmu.” Kata Myungsoo memecahkan keheningan. “Kantor sudah memberimu cuti bebas. Mereka takkan mau kehilangan jusnalis berbakat sepertimu.”
Baekhyun tersenyum mendengarnya, “Benarkah?”
Myungsoo mengangguk dan tertawa kecil, “Baekhyun-ah kau benar-benar kembali ke Baekhyun yang pertama aku temui dulu.”
“Ma..maaf.. aku tidak..”
“Tak perlu minta maaf. Kami semua mengerti keadaanmu. Kau hanya perlu berusaha mengingat. Tapi jangan terlalu keras pada dirimu sendiri, karena dokter bilang itu akan membuat kapalamu sakit.”
“Ya. Kau benar.” Baekhyun tersenyum.
“Aku membaca tulisanmu di majalah. Kau memang jurnalis yang berbakat.” Kata Jieun yang akhirnya bersuara.
“Terima kasih.” Baekhyun tersenyum senang dan mengangguk pelan.
“Dia juga tertarik pada masalah-masalah sosial yang sering kau tulis itu.” Kata Myungsoo. Lalu dia dan Jieun saling menatap dan bertukar senyum mengerti. Hal itulah yang membuat Baekhyun dan Jieun pertama kali menjadi dekat.
Jiyoung datang dengan dua capucino ice di tangannya. “Gomawo Jiyoung-ah.” Kata Baekhyun.
“Jadi, kalian sudah akrab?” tanya Jiyoung bercanda.
“Ya. Tentu saja. Apa yang akan membuat kami tidak akrab?” canda Myungsoo sambil tertawa. Membuat Baekhyun ikut tersenyum.
“Baekhyun-ah Eonni ini sangat pintar. Dia termasuk lulusan terbaik di universitasnya. Sepertinya kalian bisa membentuk klub dengan masalah sosial kesukaan kalian itu.” Jelas Jiyoung santai sambil meminum minumannya.
Mereka menghabiskan sore itu dengan pembicaraan hangat mereka. Benar-benar terasa seperti Jiyoung tengah mengenalkan temannya pada temannya yang lain.
***

“Apa mereka kekasih?” tanya Baekyun malam itu saat dia dan Jiyoung menghabiskan waktu mereka di loteng rumah Jiyoung. “Lee Jieun dan Kim Myungsoo itu.”
Jiyoung agak terkejut mendengarnya ia menatap Baekhyun tanpa berkedip, tapi Jiyoung masih belum bisa memutuskan harus menyimpulkan hal ini seperti apa, “Kenapa?”
“Mereka terlihat seperti itu. Aku benar kan? Mereka kekasih kan?” sepertinya Jiyoung tahu apa yang dipikirkan Baekhyun, namun Jiyoung masih berusaha.
“Kenapa? Kecewa?”
Baekhyun mengerutkan keningnya, “Kenapa kecewa? Untuk apa?”
“Kau jadi tak bisa mendekati Jieun eonni.”
“Apa sebenarnya maksudmu? Aku tidak ada rasa apa-apa padanya. Berhentilah berasumsi!” Baekhyun mendengus.
“Tidak. Mereka bukan kekasih.” Jiyoung sengaja mengatakannya dengan menatap Baekhyun lekat-lekat. Mencari perubahan ekspresi yang mungkin bisa berarti sesuatu.
“Benarkah?” Baekhyun malah terlihat terkejut. “Aneh sekali. Mereka terlihat seperti itu. Apa kau tak bisa melihatnya? Atau mungkin mereka jadian tanpa memberi tahumu?”
Kali ini Jiyoung merasa gagal lagi, dia mengalihkan pandangannya dari Baekhyun dan memejamkan matanya. Merebahkan tubuhnya di lantai kayu itu. Menggunakan lengannya sebagai bantal kepalanya. “Tidak. Kau salah.”
Baekhyun lalu tersenyum, “Jadi sekarang ini aku dekat dengan kalian bertiga?” Baekhyun lalu menatap Jiyoung yang rebahan di sampingnya. “Aku tak menyangka bisa dekat dengan orang lain selain kau.”
Lalu Jiyoung tak mendengar suara Baekhyun lagi. Ingin tahu apa yang dia lakukan, Jiyoung membuka matanya dan menemukan Baekhyun mendekatkan wajahnya sambil menatapnya lekat-lekat. Jiyoung membeku, dadanya ingin meledak. Sudah lama Baekhyun tak sedekat ini. Sejak dia bersama Jieun, mereka tak pernah sedekat ini lagi. Kali ini rasanya benar-benar berbeda. Jiyoung hanya bisa bicara dengan sedikit tercekat, “Apa yang kau lakukan?”
“Kau benar-benar sudah berubah banyak dari yang ku ingat. Lihat wajahmu itu. Kemana larinya pipi gembungmu?”
“Kenapa kau tiba-tiba bicara seperti ini?” Jiyoung masih tak bisa bergerak. Betapa inginnya dia mendorong Baekhyun yang masih tetap pada posisinya itu agar menjauh, namun dia sendiri tak punya kekuatan untuk melakukannya. Pikiran jahatnya malah menyuruhnya menarik Baekhyun agar lebih dekat lagi. Dan kali ini Jiyoung ingin menampar otaknya.
“Kau tahu?” Akhirnya Baekhyun ikut merebahkan tubuhnya di samping Jiyoung dan menatap langit di atasnya. Membuat Jiyoung menghela nafas yang sedari tadi tak sadar sedang ia tahan. “Rasanya seperti kita sudah sangat lama tak bertemu. Rasanya aku tak begitu mengenalmu lagi. Apa kau merasakannya? Kau sudah tak secerewet dulu. Kau sudah tak seceria dulu. Apa hidupmu akhir-akhir ini berat? Maaf jika aku tak bisa mengetahuinya. Sejak kau jelaskan semua yang terjadi padaku ini, aku tak pernah berhenti berusaha mengingat semuanya. Tapi tak ada yang datang ke otakku.”
Hati Jiyoung memberat, benarkah sekarang dia seperti itu? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat adalah, benarkah dulu dia seperti itu? Jiyoung juga tak ingat lagi. Dia baru sadar selama ini dia hampir tak pernah memperhatikan dirinya sendiri. Dia sadar hanya ada Baekhyun di hidupnya selama ini. Baekhyun yang semakin tinggi. Baekhyun yang semakin dewasa. Baekhyun yang semakin tampan. Baekhyun yang mulai jatuh cinta. Baekhyun yang semakin ia cintai. Dan Baekhyun yang semakin jauh darinya.
Dan perkataan yang keluar dari mulut Jiyoung selanjutnya sama sekali tak ia rencanakan, “Sebenarnya kaulah yang akhir-akhir ini semakin jauh dariku.”
“Apa?” tanya Baekhyun terkejut. Dia bangkit dan menahan tubuhnya dengan sikunya, menatap Jiyoung dengan mata yang melebar. “A..apa yang sebenarnya aku lakukan? Apa yang sebenarnya terjadi?”
Menyesal, Jiyoung segera tersenyum dan bicara, “Kau tahu? Setelah kau diterima sebagai jurnalis majalah itu, kau semakin sombong dan jarang bermain denganku. Bahkan bibi juga bilang kau terlalu sering lembur. Pulang ke rumah pun kau mengurung dirimu di kamarmu dengan tulisan-tulisanmu.”
Mendengarnya, Baekhyun menggigit bibir bawahnya dan terlihat sedikit menyesal, “Benarkah? Maaf.”
“Boleh aku merasa senang karena sekarang kau bahkan tidak ingat dengan tulisan-tulisanmu itu?” Jiyoung terbahak.
“Ya!” Dan Baekhyun mulai menyerang Jiyoung, seperti yang biasa ia lakukan dulu. Menggelitik Jiyoung hingga dia minta ampun. Dan yang satu ini jelas sudah lama sekali. Terasa lama sekali hingga Jiyoung hampir lupa mereka bisa melakukan ini dulu. Jiyoung serasa kembali ke masa lalunya bersama Baekhyun. Hati kecil Jiyoung berharap mereka tetap berada di waktu ini.
***

Baekhyun masih terus berusaha membiasakan hidupnya saat ini. Ia terus mempelajari tulisan-tulisannya di majalah. Dan karena ia tak punya pekerjaan lain saat ini, dia jadi sering menganggu Jiyoung di kamarnya, merengek agar dia cepat pulang dari kuliah-kuliahnya, membuat Jiyoung tak bisa mengerjakan tugas-tugasnya dengan tenang atau tepat waktu. Saat ini jadi terasa peran Baekhyun dan Jiyoung berbalik drastis dari peran mereka dulu. Dulu Jiyoulah yang akan mengganggu waktu belajar Baekhyun. Jiyounglah yang akan merengek kesepian jika Baekhyun belum pulang dari bimbingan belajarnya. Mengapa bisa seperti ini sekarang? pemikiran ini membuat Jiyoung sakit kepala. Sangatlah sulit menjalankan misinya dengan Baekhyun yang sekarang tidak lebih dewasa dari Jiyoung itu. Memang benar sekarang Jiyoung melakukan yang terbaik untuk memperbaiki sikapnya terhadap Baekhyun. Dia memang berjanji akan lebih baik untuk Baekhyun. Dan dengan Baekhyun yang seperti sekarang ini, Jiyoung tak bisa menolak semua permintaannya meskipun itu menyulitkan.
Dan hari ini Baekhyun akhirnya mengikuti Jiyoung latihan dengan bandnya. "Kita sudah sampai." kata Jiyoung setelah memarkir mobil bututnya.
"Jiyoung ini masih terasa aneh.” kata Baekhyun, “Kau memberiku tumpangan mobil."
"Jangan khawatir. Kau juga sudah mendapatkan SIMmu. Kita mendapatkannya bersama tahun lalu, setelah kau gagal tahun sebelumnya." Jiyoung menahan tawanya mengingat itu.
"Jadi kau berhasil sekali coba?" tanya Baekhyun sambil mengangkat alisnya, dia tak menyangka kemampuan mengemudi Jiyoung akan sebaik itu.
"Ya. Makanya aku takkan mempercayaimu mengemudi sekarang ini. Jadi terima saja jika aku yang menyetir setiap saat jika kita pergi ke suatu tempat."
Baekhyun menghela nafas, tak bisa protes lagi.
"Ayo turun!” Kata Jiyoung pada Baekhyun yang masih diam saja, “Kau mau aku bukakan pintu untukmu? Kau pikir kau tuan putri?”
“Aku mengerti aku mengerti.” Kata Baekhyun lalu segera turun.
Setelah Jiyoung turun, Jiyoung menerima telepon dari Jieun, “Oh Eonni. Ada apa?
“Siapa?” tanya Baekhyun tanpa suara.
Jiyoung hanya meletakkan telunjuknya di bibir memberi tanda agar Baekhyun diam. “Ya dia baik-baik saja. Jangan khawatir. Sebentar,” lalu Jiyoung menutupi ponselnya dengan tangannya dan bicara pada Baekhyun, “Kau masuklah dulu, aku masih mau menelepon.”
“Aku akan menunggumu.” Kata Baekhyun dia tak bisa membayangkan akan melakukan apa di dalam studio musik itu nanti. Dia juga tak kenal dengan anggota band Jiyoung yang lain.
Jiyoung segera membelalakkan matanya dan mendorong Baekhyun agar dia masuk.
“Baiklah.” Gumam Baekhyun hingga akhirnya masuk menyeret langkahnya.
Lalu Jiyoung segera meneruskan teleponnya lagi, “Ya Eonni.”
“Maaf jika aku terus meneleponmu. Aku hanya khawatir padanya. Aku… hanya ingin tahu keadaannya setiap saat.” Suara Jieun terdengar sedih di seberang sana.
“Tak apa Eonni. Aku mengerti.” Jiyoung juga akan melakukan itu jika dia berada di posisi Jieun. “Oh, apa kau sedang bersama Myungsoo oppa?”
“Ya, dia ingin bicara padamu, aku mau ke toilet dulu, kau bicaralah dengannya.”
“Oppa?”
“Kang Jiyoung. Ini aneh. Kau berpikiran yang sama denganku kan?” suara Myungsoo yang kali ini bicara.
“Apa maksudmu?”
“Kenapa sampai saat ini Baekhyun belum bisa menyukai Jieun? Kau yakin dia sama sekali tak membicarakan Jieun? Kemana perginya semua perasaan Baekhyun untuk Jieun itu?”
“Aku.. juga berpikiran sama.”
“Aku benar-benar heran. Hanya karena hilanganya ingatan Baekhyun, bagaimana perasaannya bisa benar-benar hilang juga. Apa kau tahu bagaimana keadaan Jieun semakin hari?”
“Aku mengerti oppa. Aku sudah terus berusaha membicarakan Jieun Eonni dengan Baekhyun, tapi rasanya tak ada pengaruhnya. Apa kita harus lebih sering bertemu?”
“Ya, jika itu memang perlu. Aku tahu mungkin soal perasaan tak bisa dipaksakan, tapi jika terlalu lama aku takkan tega melihat Jieun.”
“Ya aku mengerti oppa. Kita akan bertemu lagi.”
“Baiklah, Jieun sudah kembali.”
“Baiklah.”
Jiyoung memutus teleponnya lalu masuk ke studio musik itu. Di sana ia menemukan Baekhyun sedang kebingungan.
“Aku dengar dari Jiyoung kau mengalami kecelakaan?” tanya Park Chanyeol, gitaris band Jiyoung pada Baekhyun.
“Ya.” Jawab Baekhyun singkat.
“Apa kau tak mengenalku?”
Baekhyun menggaruk kepalanya yang tak gatal, jelas kebingungan.
“Jadi aku juga hilang dari ingatanmu?”
Baekhyun seketika mencari Jiyoung menatapnya meminta bantuan.
“Kau tak ingat padanya?” tanya Jiyoung. “Dia teman SD kita. Dia selalu satu kelas denganmu. Si jerapah bongsor itu.” Jiyoung tak menghiraukan lirikan tajam Chanyeol karena panggilan itu.
Baekhyun lalu mengalihkan pandangannya ke arah Chanyeol lagi, “Chanyeol?”
“Wow kau ternyata masih mengingatku! Lama tak bertemu Baekhyun-ah!” Chanyeol lalu memeluk Baekhyun erat. “Aku tak tahu apa alasan Jiyoung tak pernah membawamu ke sini.”
“Sebelum kecelakaan, dia orang sibuk ok? Dia tak pernah ada waktu.” Jelas Jiyoung sambil menghampiri drum yang biasa ia mainkan itu.
“Maaf.” Kata Baekhyun benar-benar merasa bersalah pada Jiyoung. Dia lalu duduk di atas salah satu bass.
“Dia sama sekali tidak berubah dari dulu.” Celetuk Chanyeol sambil menghampiri gitarnya.
“Ku kira aku sudah menjelaskan amnesianya padamu.” Kata Jiyoung.
“Oh, aku lupa.” Chanyeol tersenyum lebar memperlihatkan semua giginya, membuat Jiyoung memutar bola matanya. “Jiyoung-ah kenapa kau tak kenalkan dia dengan anggota band kita?”
Setelah melihat Baekhyun sepertinya tidak keberatan, “Kenalkan saja.”
“Baiklah. Kau sudah tahu namaku Baekhyun-ah. Aku Park Chanyeol gitaris terbaik di daerah sini. Dan ini Kim Jongdae, vokalis dengan suara paling merdu di desanya.” Lelaki yang sedari tadi sedang melakukan pemanasan dengan tenggorokkannya itu lalu berjabat tangan dengan Baekhyun.
“Hai.” Kata Jongdae pada Baekhyun.
Dan Chanyeol melanjutkan perkenalannya, “Dan ini Bassis kami, Lee Sungyeol hyung. Dia sepupuku.”
Sungyeol hanya tersenyum pada Baekhyun, senyumnya hampir sebodoh milik Chanyeol. Sangat cocok jika mereka saudara.
“Ah, benar! Kenapa Krystal belum datang?” tanya Chanyeol sambil melihat jam tangannya.
“Jangan bilang dia masih di salon atau apapun itu.” Keluh Jongdae.
“Ok guys I’m here.” Tiba-tiba seorang gadis masuk sambil mengibaskan rambutnya. “Maaf aku terlambat. Kalian tahu kan jalanan jaman sekarang? Aku hampir terjebak macet.”
Jiyoung dan yang lain hanya memutar bola mata mereka.
“Hanya hampir kan?” tanya Jongdae kesal.
“Sudahlah cepat kita mulai.” Ajak Sungyeol.
“Oh Krystal, kenalkan ini sahabat dan tetangga Jiyoung sejak kecil itu. Byun Baekhyun. Teman SDku juga.” Kata Chanyeol sambil tertawa bangga. “Dia akan menonton kita latihan hari ini.” Lalu dia beralih ke Baekhyun, “Dia memainkan keyboard di sini.”
Krystal lalu menoleh ke arah Baekhyun yang sedang tersenyum canggung berada, “Oh My God he’s so cute! Kenapa kau tak pernah membawanya kesini Jiyoung-ah?”
“Jung Krystal!” Jiyoung hanya memandang Krystal tajam untuk membuatnya menghentikan kebiasaannya itu.
“Ok aku mengerti! Why always so mean?” Krystal lalu menatap Baekhyun lagi sambil tersenyum manis dan mengulurkan tangannya “Aku Krystal Jung. Aku dibesarkan di Amerika, jadi maaf jika bicaraku seperti ini. Ok?”
Baekhyun mengangguk dengan senyumnya membalas jabatan tangan Krystal.
“Ya! Krsytal cepat setel keyboardnya! Kapan kau mau mulai?” teriak Jongdae.
“OMG! Why are you always yelling at me?” tanya Krystal kesal lalu dia berbisik pada Baekhyun, “I’m sorry for that guy’s miss behavior. Oppa bisa lihat sebenarnya dia menyukaiku tapi tak bisa mengungkapnya dengan baik.” Krystal mengedipkan sebelah matanya lalu menuju keyboardnya, membuat Baekhyun kebingungan harus bereaksi seperti apa.
Setelah itu Baekhyun hanya diam di tempatnya. Melihat dan memperhatikan permainan band itu sambil sesekali bertepuk tangan pelan. Baekhyun tak tahu mereka bermain sebaik ini. Lagi-lagi ada rasa bersalah di ujung hatinya. Dia tidak tahu Jiyoung bermain sebaik ini. Baekhyun tidak tahu bakat bermain drum Jiyoung sangatlah baik. Di asana, dengan drumnya, Jiyoung terlihat tenggelam dalam dunianya sendiri. Belum pernah Baekhyun melihat Jiyoung yang seperti ini. Dia terlihat berbeda dengan dua stik di tanganya, terlihat bahagia, kuat dan benar-benar Jiyoung. Tapi Baekhyun benar-benar merasa bersalah belum mengetahui sisi Jiyoung yang ini. Dan pikiran Baekhyun hanya terisi Jiyoung hingga tak terasa latihan mereka selesai dan Jiyoung sudah mengajak Baekhyun pulang.
“Sejak kapan kau sebenarnya bermain drum?” tanya Baekhyun saat perjalanan pulang.
“Sejak SMA. Tapi Band ini terbentuk sejak aku masuk universitas.” Jawab Jiyoung sambil tetap fokus pada jalan.
“Benarkah?” lalu Baekhyun menekuk wajahnya sedikit sedih, “Yang satu ini, aku tahu kan? Jika aku tidak…”
“Ya tentu saja kau tahu.” Jawab Jiyoung melegakan Baekhyun. “Kau hanya tak tahu tentang perasaanku saja.” Batin Jiyoung.
“Syukurlah.”
“Jangan bilang sejak tadi kau memikirkan hal ini.”
“Apa terlihat jelas?” tanya Baekhyun tersenyum, sepertinya dia memang tak bisa menyembunyikan apa-apa dari sahabatnya ini.
“Hampir semua waktumu kau pakai melamun tadi saat kami latihan. Bagaimana tidak terlihat jelas?” Jiyoung tertawa akan yang satu ini, “Kenapa? Kau mengkhawatirkan sesuatu? Apa seburuk itu rasanya jika tidak tahu sesuatu tentangku?”
“Ya tentu saja. Itu terasa sangat buruk. Aku ingin segera mengembalikan ingatanku agar aku tahu semuanya lagi. Tak tahukah kau rasanya sangat sulit berada di posisiku saat ini? Aku hampir tak mengenalmu lagi Jiyoung-ah.”
Jiyoung terdiam akan yang satu itu. Lagi-lagi ingin menampar hatinya sendiri karena merasa berat dengan kemungkinan Baekhyun akan benar-benar meninggalkan sisinya lagi jika ingatannya kembali dan mengingat Jieun lagi sebagai calon istrinya.
Lalu Jiyoung malah bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apa sekarang Jiyoung senang dengan Baekhyun kehilangan ingatannya seperti ini? Dia ingin menampar otaknya.
“Maka dari itu aku akan terus berusaha membantumu.” Kata Jiyoung akhirnya.
“Gomawo.”

to be continued...

2 komentar:

  1. kan kan, ini terlalu menyakitkan untuk jieun.tapi kenapa sekarang ane jadi curiga kalo jieun sama myungsoo itu ada apa-apa? thor please thor, jangan hinakan jieun. haha
    tuh kan jiyoung pasti dilema. itu baek juga kenapa gak inget sih. ini tokoh utamanya jiyoung baek, tapi bagaimanapun saya jieun's team! haha. tapi kalo ternyata baek sama jiyoung ya gapapalah, yang terbaik untuk jiyoung dan baekhyun.
    scene favorit itu pas baek ikutanlatihan. duh krystal duh... udah baek sama krystal aja *ngawur*. terus bias ane yg bakal muncul itu maksudnya chanyeol? ya ya, jongin bolehlah jadi temen jiyoung. jongin tukang nebeng jiyoung gitu kan seru. hehe
    update soon thor.
    *NWH & KJD the real future husband*

    BalasHapus
  2. Haha saya memang berusaha membuat pembaca bingung harus mendukung siapa, unless bias mereka kk. Saya sendiri suka tokoh krystal disini, tp dia punya cerita sendiri kan(kelihatan kan?) kkk. Ya ya chanyeol memang bias anda yg saya maksud XD *terserang vitus kjd ya? Kkk

    BalasHapus