Halaman

Sabtu, 12 Maret 2011

(FF) No Way


 Jiyoung merasa sangat bahagia saat Kikwang berjalan mendekatinya dan menyatakan cintanya. “ Jiyoung-ah.... saranghaeyo...” kata Kikwang sambil tersenyum begitu manis membuat hati Jiyoung melumer.
“ Kikwang oppa..... Na ddo... saranghae...” balas Jiyoung dengan senyumnya yang juga manis.
Mereka baru akan berpelukan saat tiba-tiba ada yang menarik kuat rambut Jiyoung yang diikat.
“ Aaaaaaaa!!!!!!!” teriak Jiyoung.
Terdengar gemuruh tawa di seluruh kelas, Jiyoung langsung tersadar dari mimpinya. Dia tak sadar sudah tidur selama 3 menit.
Tangan Dongwoon masih menggenggam rambut Jiyoung saat Jiyoung menoleh dan tau rambutnya telah terjambak tangan besar itu, “ YA! Apa yang kau lakukan?” tanya Jiyoung pada Dongwoon yang sebangku dengannya itu.
“ Kim Seongsaenim yang menyuruhku.” Jawab Dongwoon santai. Dia tak memperlihatkan ekspresi wajah yang nakal, dia lebih sering tak berekspresi.
“ Mwo?” Jiyoung terkejut. Dia menoleh ke arah papan tulis, dia melihat Kim Seongsaenim berdiri di depannya. Jiyoung langsung menunduk malu sekaligus takut.
“ Kau terlalu senang duduk dengan Dongwoon sampai tertidur seperti itu?” celetuk seorang teman sekelas Jiyoung.
Jiyoung hanya bisa makin membenamkan wajahnya di buku yang sedari tadi di pegangnya.
“ Kenapa kau tak bangunkan aku dari tadi?” bisik Jiyoung pada Dongwoon.
“ Kau kira kau mudh dibangunkan? Dan kau kira aku akan melakukannya untuk menolongmu?” tanya Dongwoon balik.
“ Kenapa kau tak mau membantuku sekali saja?” Jiyoung terus bicara.
“ Apa kau pikir kau hanya melakukan ini satu kali?” Dongwoon juga terus bertanya balik.
“ Kau kira aku gadis semalas itu?” Jiyoung mulai tak sabar.
“ Kau kira kau gadis yang sangat rajin?” Dongwoon juga tak sabar.
“ Ya! Kau!” Jiyoung tak sadar telah mengeraskan suaranya.
Dongwoon hanya menatap Jiyoung lekat-lekat, seakan memberi isyarat bahwa dia sama sekali tak takut dengan Jiyoung.
“ YA!” teriak Kim Seongsaenim dari depan kelas. “ Kalian masih tidak puas duduk sebangku? Apa perlu aku sediakan kelas khusus untuk kalian?”
Gemuruh tawa terdengar lagi di seluruh kelas.
Jiyoung dan Dongwoon hanya bisa menunduk. Mereka terpaksa harus menahan emosi mereka. Mereka sudah sering sekali mendapat hukuman akibat ulah mereka sendiri. Kepribadian mereka yang benar-benar berbeda itulah yang membuat mereka selalu melewati waktu mereka dengan berperang. Mereka tak pernah cocok, mereka selalu mempertengkarkan sesuatu meski itu hal kecil.
Kerena itulah sejak dua hari terakhir ini mereka harus duduk bersama di dalam kelas. Kerena itu juga mereka sering mendapat tugas yang membuat mereka bersama. Guru mereka, Kim seongsaenim dan siswa-siawa di kelas mereka mempunyai misi untuk mendamaikan mereka meski kelihatannya itu sangat sulit.
Seorang gadis cantik, ceria, banyak bicara dan kenakak-kanakan dengan Lelaki tampan, baik, dan santai itu harus selalu bersama sekarang meski mereka berdua benar-benar tak menyukai hal itu.
***

“ Semuanya harap jalankan tugas dengan baik.” Kata Kim Seongsaenim di depan kelas.
Semua siswa akhirnya keluar ke halaman sekolah untuk meneliti bebrapa tumbuhan disana. Mereka di begi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa, namun hanya ada satu kelompok yang beanggotakan dua siswa.
“ Kim Seongsaenim...” Dongwoon menyeberangi siswa-siswa yang mulai berjalan keluar kelas untuk menghampiri Kim Seongsaenim. “ Haruskah aku satu kelompok dengannya?”
Jiyoung juga menghampiri Kim Seongsaenim, “ ne, haruskah?”
“ Sudahlah... kerjakan saja tugas yang sudah di berikan. Lagipula tak akan ada yang mau satu kelompok dengan kalian.” Jelas Kim seongsaenim lalu keluar kelas.
Jiyoung menghela nafas panjang sambil menunduk, “ malangnya naisbku... aku harus sekelompok dengan lelaki jerapah itu.”
“ Kau kira aku bukan lelaki yang malang harus sekelompok dengan gadis kelinci sepertimu?” kata Dongwoon lalu mendahului Jiyoung keluar dari kelas.
Di halaman sekolah semua siswa yang telah di beri tugas bekerja dengan giat dan cepat untuk meneliti tumbuhan yang ada, namun Jiyoung dan Dongwoon hanya bisa berjalan mondar-mandir berjauhan.
“ Ya! Kalian tidak kerja?” tanya salah satu teman sekelas mereka.
Jiyoung hanya mengangkat pundaknya, sedangkan Dongwoon mulai bekerja dengan meneliti sebuah bunga.
Dongwoon menunduk mendekati bunga itu, dia mulai melakukan penelitian yang memang seharusnya sudah dilakukannya dari tadi.
Jiyoung tiba-tiba menghampiri Dongwoon setelah melihatnya sudah sibuk sendiri, “ Ya! Kau mau dapat nilai sendirian?”
“ Sudahlah pergi saja! Bunga ini berduri lebat.” Kata Dongwoon sambil merentangkan tangannya agar Jiyoung tak bisa menggapai bunga itu.
“ Sudahlah! kau kira aku tak bisa hati-hati?” tanya Jiyoung sambil menyingkirkan lengan Dongwoon dan langsung saja menggapai bunag itu bermaksud memegangnya makotanya.
Benar saja, Jiyoung langsung berteriak dan dengan segera menarik tangannya, “ Aigo!”
Dongwoon dengan cepat merik tangan Jiyoung dan menekan dengan kuat jari manis Jiyoung yang mengeluarkan cukup banyak darah. Dongwoon juga mengeluarkan saputangan dari sakunya untuk membasuh darah itu.
Jiyoung hanya bisa membeku melihat reaksi Dongwoon seperti itu. Namun disisi lain dia juga sibuk dengan sakit di jarinya itu, “ Aigo! Ya! Kau bisa pelan-pelan? Ini sakit sekali!”
Setelah darah di jari Jiyoung berhenti, Dongwoon denagn segera melempar tangan Jiyoung, “ Dasar tak tau terima kasih!”
Dongwoon berjalan menjauh untuk menghindari Jiyoung dia benar-benar malas harus meladeni gadis seperti itu.
Jiyoung terus melihat Dongwoon yang berjalan, “ Apa itu tadi Dongwoon yang kukenal?” gumam Jiyoung pelan.
***

“ Kang Jiyoung! Son Dongwoon!” nada bicara Kim Seongsaenim benar-benar menyeramkan. Jiyoung da Dongwoon hanya bisa menunduk menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, “ Kenapa kalian tak mengumpulakan tugas kalian?”
“ Kami tidak mengerjakannya.” Jawan Dongwoon santai.
“ Mworago?” Kim seongsaenim kehilangan kesabarannya. “ Kalian meremehkan perintahku?”
“ Sudah Ku bilang misi itu atkkan berhasil.” Tambah Dongwoon.
Jiyoung berbisik pada Dongwoon, “ Hentikan! Kita akan dapat masalah.”
“ Kau berani memberontak sekarang?” tanya Kim seongsaenim. “ bagaimana denganmu Jiyoung? apa kau bisa sependapat dengannya soal ini?”
“ Ah?” Jiyoung terkejut namanya disebut. “ A...aniyo..” Jiyoung terbata karena begitu takut.
“ Biar aku tanya pada teman-teman kalian apa kalian pantas mendapat hukuman lagi?” kata Kim seongsaenim.
“ Ne.” Jawab teman-teman sekelas mereka bersamaan. Diantara mereka banyak yang menahan tawa.
“ Baiklah.” Kim seongsaenim membenahi dasinya, “ Kalian berdua harus lari keliling lapangan sekolah.”
“ Hanya itu?” tanya Jiyoung dan Dongwoon bersamaan. Mereka benar-benar curiga dengan hukuman yang terlalu mudah itu.
“ Dengan kaki saling terikat tentu saja.” Tambah Kim seongsaenim segera.
Kelas itu langsung saja di penuhi tawa.
“ Andwe!” Jiyoung dan Dongwoon berkata bersamaan.
Jiyoung dan Dongwoon pun dengan terpaksa berjalan ke lapangan sekolah.
“ Apa ini tak terlalu aneh seongsaenim?” tanya seorang siswa.
“ Aniyo, kalau tidak begini, misi kita takkan berhasil.” Kim seongsaenim tersenyum.
“ Ikat talinya!” perintah Dongwoon pada Jiyoung yang berdiri di sampingnya.
“ Mwo? Aku? Kenapa bukan kau?” Jiyoung tak terima.
“ Kau lebih pendek. Itu akan lebih mudah.” Jawab Dongwoon santai.
“ Ikat kaki kalian!” palihae!” teriak Kim seongsaenim dari jauh.
Dengan terpaksa Jiyoung menali kakinya sendiri dengan kaki Dongwoon yang jenjang itu.
“ Kalau saja kau tak sekurang ajar tadi, kita takkan menjadi bayi kembar siam seperti ini.” Keluh Jiyoung.
“ Kau pikir kau sudah mengerjakan tugasnya? Semua orang tau kau sama sekali tak memikirkan tugas itu.” Balas Dongwoon.
“ Ya! Kau kira apa penyebab jariku berdarah? Aku juga ingin meneliti bunga itu!” teriak Jiyoung.
“ YA! Berlari! Palihae! 5 putaran!” teriak kim seongsaenim.
“ Mwo? 5 putaran? Mana bisa aku kuat berlari sejauh itu?” keluh Jiyoung.
“ Itu belum 10 putaran. Ini masih mudah. Lemah sekali kau.” Kata Dongwoon.
“ Kau lupa aku seorang gadis. Aku bukan jerapah sepertimu.” Jawab Jiyoung.
Mereka akhirnya memulai lari mereka yang t erlihat aneh itu. Kaki mereka seperti menjadi satu, mereka terlihat seperti alien dua kepala denagn tiga kaki.
“ Kau boleh melompat-lompat. Kau kan kelinci?” sindir Dongwoon.
“ Ya! Berhenti panggil aku kelinci!” kata Jiyoung sambil memukul pundak Dongwoon.
“ Aku suka memanggilmu seperti itu, kau juga suka kan memanggilku jerapah?”
“ Sudah diam!” bentak Jiyoung.
Sampai putaran ketiga, Jiyoung sudah sangat lemas, dia baru ingat pagi ini dia tak memakan sarapan yang dibuatkan ibunya karena dia kesiangan.
“ Dongwoon-ah... bisa kita istirahat sebentar?” tanya Jiyoung, wajahnya sudah mulai pucat.
“ Kau mau Kim seongsaenim menambah hukuman kita?” tanya Dongwoon sambil terus berlari.
Saat di putaran keempat, tiba-tiba lari Dongwoon terganggu, sebelah kakinya terasa berat, dia segera menoleh ke arah Jiyoung. ternyata Jiyoung benar-benar sudah pucat pasi. Makin lama langkah sebelah Dongwoon makin berat..
Jiyoung benar-benar sudah tak kuat, tak lama kemudian dia sadar dia pingsan dan jatuh ke tanah.
***

Saat Jiyoung bangun, dia sudah berada di klinik sekolah. Dia hanya melihat Dongwoon di klinik itu, “ siapa yang membawaku kesini?”
“ Kau kira siapa?” tanya Dongwoon.
“ Kau?” Jiyoung berkata dengan ragu.
Dongwoon tersenyum kecut, “ kau kira aku suka menggendongmu hingga ke sini? Kim seongsaenim yang membawamu kemari.”
“ Syukurlah kalau begitu. Kau tidak menyentuhku.” Kata Jiyoung lega.
“ kau kira menyuntuhmu adalah sesuatu yang menyenangkan?” tanya Dongwoon tak habis pikir.
“ Sudahlah mengaku saja...” goda Jiyoung.
“ Bisa kau diam? Dunia ini sepi sekali saat kau pingsan tadi.” Kata Dongwoon.
“ Kenapa kau tak pergi saja? Apa yang kau lakukan disini? Kau menungguiku kan?”
“ Kalau saja Kim seongsaenim tak menyuruhku melakukan hal konyol itu, aku sudah pergi sedari tadi.” Jelas Dongwoon.
***

Hari ini semua murid segera menaiki bus yang sudah disiapkan. Mereka akan menjalani study tour ke salah satu pelosok desa.
Jiyoung yang bermalas-malasan masuk lewat pintu belakang, sedangkan Dongwoon masuk lewat pintu depan. Saat mereka berdua masuk, terdengar bisik-bisik dari teman-teman sekelas mereka, banyak diantaranya yang menahan tawa.
Jiyoung hanya melihat berkeliling. Dia mencari tempat duduk yang kosong. Jiyoung melihat hanya ada dua tempat duduk yang kosong di tengah. Namun jiyoung juga melihat Dongwoon dihadapannya akan menduduki tempat itu.
“ Dongwoon-ah!” panggil Jiyoung segera, “ biar aku yang duduk disitu. Kau dengan yang lain saja. Jebal...” Jiyoung tak sadar telah memperlihatkan gaya memelasnya yang kekanak-kanakan.
Dongwoon hanya tersenyum kecut dan langsung saja menempati tempat duduk itu tanpa berkata-kata.
“ Ya! Dongwoon-ah! Aish....” Jiyoung benar-benar jengkel.
Tiba-tiba Kim seongsaenim naik ke dalam bus dan memberi pengarahan, “ Ingat! Jangan membuat masalah! Ingat juga kelompok kalian masing-masing, kalian tak boleh terpisah satu sama lain.” Jelas Kim seongsaenim, lalu dia melihat Jiyoung yang masih berdiri, “ Jiyoung-ah! Kenapa kau berdiri?”
Jiyoung terkejut, dia takut mendapat hukuman lagi hingga terpaksa duduk disebelah Dongwoon, satu-satunya tempat duduk yang tersisa.
“ Setelah study tour ini selesai aku mau setiap kelompok menyerahkan laporan padaku.” Lanjut Kim seongsaenim.
“ Kelompok?” Jiyoung berpikir. “ Aku tak punya kelompok. Apa kelompoknya sudah di bentuk?”
“ Tentu saja sudah.” Jawab seorang gadis yang duduk di depan Jiyoung.
“ Mwo? Lalu aku sekelompok dengan siapa?” Jiyoung tak sadar sudah mengeraskan suaranya.
Tiba-tiba banyak teman sekelasnya yang menjawabnya begitu saja, “ Tentu saja dengan Dongwoon!”
“ Mwo?” kata Jiyoung dan Dongwoon bersamaan.
“ Apa harus selalu seperti ini?” tanya Dongwoon pada Kim seongsaenim yang masih belum turun dari bus.
“ Ne. “ Kim seongsaenim tersenyum. “ Itu takkan berakhir sampai kalian berdua tak membuat masalah.”
“ Andwe!” Kata Dongwoon dan Jiyoung bersamaan lagi.
***

Semua siswa menikmati perjalanan itu. Semuanya terlihat senang bisa menerima pelajaran di luar kelas, namuan itu tak berlaku bagi Dongwoon dan Jiyoung yang sedari tadi meributkan jatah duduk mereka.
“ Kenapa kau lebar sekali?” tanya Dongwoon.
“ YA! Apa katamu? Kau yang terlaru besar! Dasar jerapah! Kau tak bisa lihat aku sudah mau jatuh?” Jiyoung tak terima.
“ Sudahlah... berdiri sebentar!” perintah Dongwoon.
“ Mwo? Enak saja.......” Jiyoung tak memperdulikannya.
“ Aku mau ambil tasku, kalau kau tak mau berdiri sebentar, kau saja yang ambilkan tasku.” Sahut Dongwoon.
“ YA!....” Jiyoung tak meneruskan kalimatnya saat sadar Kim seongsaenim yang ternyata ikut dalam bus ini, sedang memperhatikannya. “ Ne, baiklah. Aku akan ambilkan.”
Jiyoung pun mengambil tas Dongwoon yang ternyata sangat ringan. “ Dongwoon-ah, Kau tak membawa bekal?”
Dongwoon segera merampas tasnya, “ aku bukan bayi sepertimu.”
“ Bukan bayi saja yang harus membawa bekal. Awas saja kalau kau mencuri bekalku karena kelaparan nanti...” ancam Jiyoung.
“ Tenang saja, aku tak mau makan makanan kelinci.” Jawab Dongwoon santai.
Jiyoung hanya bisa menahan kekesalannya dengan menekuk wajahnya. Dia ingin melempar Dongwoon keluar dari bus ini. Namun dia hanya bisa menghela nafas panjang.
***

Sesampainya di desa tujuan mereka, para siswa langsung berhamburan kemana-mana dan segera saja meneliti para petani yang sedang bekerja di ladang mereka.
Dongwoon turun dari bus dengan santai. Sedangkan Jiyoung, dia langsung merasakan dingin menusuk kulitnya.
“ Apa sudah musim dingin di sini?” gumam Jiyoung.
“ Tenang saja..” jawab Dongwoon tiba-tiba. “ Ini masih musim gugur.”
“ Tapi kenapa dingin sekali?” tanya Jiyoung.
“ Kau lihat itu?” Dongwoon menunjuk pemandangan indah yang membentang di balik ladang.
“ Mworago?” Jiyoung tak mengerti.
“ Itu gunung. Itu yang menyebabkan udara disini sangat dingin.” Dongwoon mulai tak sabar.
“ Oh...” Jiyoung tersipu. “ Aku tak melihatnya.” Jiyoung malah tersenyum tak jelas.
“ Sudah! Kita mulai teliti saja sekarang. Palihae! Kau mau tak dapat nilai lagi?” Dongwoon berjalan mendahului Jiyoung dengan cepat.
“ YA! Jakkaman!” teriak Jiyoung sambil menyusul Dongwoon. “ dasar Jerapah, sekali melangkah, dia sudah bisa sampai kemana-mana.”
***

Jiyoung mengikuti Dongwoon yang ternyata menuju ke sebuah gudang besar tempat penyimpanan jerami.
“ Dongwoon-ah! Kenapa kesini? Di sini tak ada tanaman.” Teriak Jiyoung.
Jiyoung agak takut masuk ke dalam gudang yang berisi banyak jerami itu. Jerami yang begitu banyak itu disusun tinggi-tinggi hingga menyerupai dinding labirin.
“ Dongwoon-ah?” panggil Jiyoung, dia kehilangan jejak Dongwoon sekarang.
Setelah Jiyoung menyusuri beberapa gang jerami, akhirnya dia menemukan Dongwoon sedang membantu dua orang nenek. Jiyoung heran Dongwoon yang dilihatnya sekarang tak seperti biasanya, dia terlihat begitu perhatian. Dia jelas penuh kasing sayang seperti apa yang tengah dilakukannnya pada dua nenek itu.
Jiyoung menghampiri Dongwoon yang ternyata sedang membantu menyampur pupuk. “ Anyeong haseyo..” sapa Jiyoung pada dua nenek itu. Dua nenek itu mengangguk dan tersenyum ramah.
“ Bantu aku mengaduk pupuk ini. Palihae!” Kata Dongwoon.
“ bisakah kau tak sedingin itu?” tanya Jiyoung.
Dongwoon tak berkata-kata. Dia hanya menyodorkan seliah kayu berat untuk Jiyoung.
Jiyoung mengambilnya dan segera meniru Dongwoon. Jiyoung terkejut saat sadar apa yang sedang diaduknya. “ Dongwoon-ah! Ini pupuk apa?”
“ Ini pupuk kotoran hewan.” Jawab Dongwoon santai. “ Weyo?”
“ Aaaaaaaa!!!” teriak Jiyoung.
Teriakan itu membuat Dua nenek itu terkejut.
“ Jiyoung-ah! Apa-apaan kau?” tanya Dongwoon kesal.
“ Kenapa kau biarkan aku menyentuh kotoran hewan? Ini menjijikkan kau tau?” Jiyoung segera mengambil banyak tissu dari tasnya.
“ Kau tak sadar sayuran yang selama ini kau makan selalu diberi pupuk seperti ini?” Dongwoon mengambil kembali sebilah kayu yang dijatuhkan Jiyoung.
“ Andwe! Ini terlalu menjijikkan.” Kata Jiyoung lalu berjalan mundur bermaksud menghindar.
“ YA! Siapa bilang kau boleh pergi?” kata Dongwoon. “ kembali!”
Jiyoung hanya menggeleng geli lalu berlari pergi begitu saja Sedangkan Dongwoon langsung mengejarnya dan membawanya kembali. Dongwoon terus menarik Jiyoung yang masih meronta ingin pergi.
“ Dongwoon-ah! Jangan paksa aku untuk yang satu ini.” Kata Jiyoung memelas. “ Lagipula kenapa kita teliti pupuk ini? Kenapa kita tak teliti tanaman yang ada di ladang saja?”
“ Itu sudah terlalu bisanya, semuanya pasti sudah menggunkan bahan itu. Kita bisa dapat nilai tingii dengan mengusung bahan yang lain untuk dijadikan laporan.” Jelas Dongwoon. Akhirnya dia berhasil membuat Jiyoung memegang lagi sebilah kayu untuk mengaduk pupuk.
“ Jakkaman.” Kata Dongwoon tiba-tiba. Dia mengambil tasnya danmengeluarkan sesuatu. Ternyata itu adalah sepasang sarung tangan untuk berkebun. “ Pakai ini!” Dia mengulurkannya pada Jiyoung.
Dengan cepat Jiyoung langsung memakainya. “ kenapa tak dari tadi?”
“ Sudahlah... palihae.” Kata Dongwoon. “ jangan lupa ambil sampelnya untuk dibawa pulang nanti.”
“ Ne, arasso.” Jawab Jiyoung dengan gaya anak kecilnya.
***

saat jam menunjukkan pukul 2siang, Kim seongsaenim menyuruh seluruh siswa untuk beristirahat. Semuanya berkumpul di salah satu halaman rumah warga yang cukup luas. Mereka dengan segera menghabiskan bekal mereka masing-masing.
Setelah selesai membersihkan diri dari pupuk kotoran hewan itu, Jiyoung segera menyantap bekalnya. Dia terus mengamati Dongwoon yang hanya sibuk memotret dan sama sekali tak memakan sesuatu. Di a berniat menghampiri Dongwoon dan berbagi bekal dengan Dongwoon, namun dia segera berpikir.
“ Kenapa aku jadi perhatian padanya? Andwe! Michyeoso!” gumam Jiyoung.
Tak lama kemudian Dongwoon duduk agak jauh di seberang Jiyoung, dia hanya sedang sibuk mengamati kameranya.
“ Dongwoon-ah!” Jiyoung tak tahan untuk bertanya padanya. “ Kau tidak makan?”
Dongwoon hanya menoleh sebentar lalu kembali pada kameranya lagi.
“ Aish...” Jiyoung kesal. “ dasar jerapah!”
“ Dengar semuanya!” Kim seongsaenim memberi pengrahan lagi. “ Sebentar lagi kalian harus cepat bersiap untuk pulang. Kita tak boleh mengabiskan waktu disini, jika malam tiba, kita harus terpaksa menginap nanti. Ingat!”
Saat akhirnya semua selesai dengan bekal masing-masing, para siswa itu segera masuk kedalam bus.
Saat Jiyoung baru akan naik ke dalam bus, tiba-tiba Dongwoon memanggilnya, “ Jiyoung-ah!”
“ Weyo?” tanya Jiyoung. dia masih agak kesal.
“ mana sampel pupuk itu?” tanya Dongwoon.
“ Sampel pupuk?” Jiyoung berpikir keras.
“ Jangan bilang kau lupa mengambilnya.”
“ Geuraeso! Aku memang lupa. Eotokhe?” Jiyoung kebingungan.
“ Aish.... dasar kelinci, kau hanya sibuk melompat! Kita harus ambil sekarang! Palihae!” Dongwoon menarik lengan Jiyoung agar ikut bersamanya.
“ Dongwoon-ah! Kita bisa ketingalan busnya.” Kata Jiyoung sambil berlari.
“ Tidak kalau kita cepat.” Jawab Dongwoon dengan cepat.
Mereka pun akhirnya sampai di dalam gudang. Ternyata dua nenek tadi sudah tak ada. Untung saja sejmlah pupuk masih ada disana.
“ Aish.. mereka membawa pergi kayu penaduknya..” Dongwoon mengumpat pelan.
“ begaimana cara kita mengambilnya, itu terlalu menjijikkan.” Celoteh Jiyoung.
“ Mana sarung tanganku tadi?” tanya Dongwoon.
“ Mwo? Sarung tangan?” Jiyoung berpikir. “ Aku baru ingat aku meninggalkannya di sungai. Eotokhajo?” Jiyoung makin panik.
“ dasar Kelinci!” bentak Dongwoon. Dia terlihat benar-benar marah sekarang.
Akhirnya Dongwoon mengambilnya dengan tangan telanjang. Dongwoon dengan cepat memasukkannya ke dalam kantong plastik.
Dengan cepat mereka berlari kembali ke bus. Mereka benar-benar shock saat melihat bus berwarna biru yang tadi mereka naiki sekarang sudah lenyap.
“ Onoma! Kemana bus itu?” Jiyoung benar-benar panik.
“ Mereka meninggalkan kita.” Gumam Dongwoon.
“ Andwe!” teriak Jiyoung. “ eotokhe? Aku harus pulang. Aku tak bisa tinggal disini.”
“ Ini semua gara-gara kau! Kalau saja kau bisa berpikir lebih dewasa, kita takkan tertingal seperti ini.” Dongwoon sudah berada pada puncak emosinya.
Wajah Jiyoung memerah menahan tangis. Dia takut menghadapi kenyataan bahwa dia sedang terjebak di desa asing bersama lelaki bernama Dongwoon. Di sisi lain dia juga merasa sangat bersalah.
***

Akhirnya Dongwoon menuju ke sungai untuk membersihkan tangannya. Sedangkan Jiyoung hanya mengukuti dalam diam di belakangnya. Tiba-tiba hujan turun begitu deras menambah dinginnya udara di desa itu.
Dongwoon dan Jiyuong segera berlari kembali ke gudang tempat penyimpanan jaremi itu. Mereka bermaksud berteduh.
“ Apa kita harus menginap?” jIyoung memberanikan diri untuk bertanya.
“ Kau lihat ada bandara di sekitar sini?” tanya Dongwoon balik.
“ Aniyo.” Jawab Jiyoung polos.
“ Berarti kita harus cari bantuan sekarang.” Tambah Dongwoon.
“ Lalu kenapa kita msih disini?” tanya Jiyoung.
“ Kau tak sadar di luar sedang hujan lebat. Dia luar sana juga banyak petir. Kau mau jadi kelinci bakar?” Dongwoon tak habis pikir.
Jiyoung hanya menunduk. “ Ini sudah terlalu gelap.” Gumamnya.
***

Saat hujan mulai reda, langit sudah gelap. Jiyoung dan Dongwoon yang sedari tadi duduk di balik tumpukan jerami, sekarang menuju ke pintu keluar untuk mencari bantuan. Namun mereka terkejut sekali lagi karena ternyata pintu keluar gudang itu sudah tertutup rapat.
Dongwoon berjalan kembali ke tempatnya duduk tadi dengan lemas. Sedangkan Jiyoung dengan cepat berlari ke arah pintu dan berteriak, “ Buka pintunya!”
“ YA! Dongwoon-ah! Kenapa kau malah duduk? Kau tak mau keluar?” tanya Jiyoung pada Dongwoon yang menunduk.
Jiyoung heran Dongwoon yang terdiam. Jiyoung menghampirinya, “ Dongwoon-ah! Kau dengar aku?”
Dongwoon hanya diam.
Jiyoung menunduk dan memperhatikan wajah Dongwoon. Jiyoung mengeluarkan ponselnya untuk menerangi wajah Dongwoon. Jiyoung terkejut dia tak sadar wajah Dongwoon sudah sepucat itu.
“ Dongwoon-ah? Gwenchana?” Jiyoung menepuk pelan pundak Dongwoon.
Jiyoung ingat Dongwoon tak memakan apa-apa sejak berangkat.
“ Aku bawa senter, ambil di tasku.” Kata Dongwoon lemah.
Jiyoung segera mengambil senter Dongwoon dan menyalakannya untuk menambah penerangan.
“ Jangan ganggu aku! Aku ingin tidur.” Kata Dongwoon. Lalu menata duduknya senyaman mungkin, dia tidur sambil terduduk.
Jiyoung tak berani melakukan apa-apa. Dia benar-benar merasa bersalah. Sekarang dia juga takut karena dia sadar dia sedang ada di sebuah gudang yang cucuk besar dan gelap. Dia ingin sekali mencari perlindungan, tapi dia tau dia tak mungkin berlindung pada Dongwoon. Dia hanya bisa duduk berjauhan dari Dongwoon.
Tak lama kemudian, Dongwoon benar-benar tertidur. Sedangkan Jiyoung benar-benar kedinginan. Akhirnya Jiyoung mengeluarkan syalnya dari tasnya dan memakainya.
Melihat gerakan yang dilakukan Jiyoung, tiba-tiba Dongwoon terbangun dan berkata, “ Duduklah disini!” Dongwoon menyuruh Jiyoung duduk disebelahnya.
“ We..weyo?” tanya Jiyoung heran.
“ Aku tau kau kedinginan. Ini juga menghemat penerangan, senterku tak perlu menerangi tempat yang luas kan?”
Dengan terpaksa Jiyoung duduk di sebelah Dongwoon, karena dengan begitu memang bisa terasa lebih hangat. Jiyoung terkejut saat tiba-tiba Dongwoon menyelimutkan jaketnya untuk Jiyoung.
“ Dongwoon-ah! Ini bisa membuatmu kedinginan.” Kata Jiyoung.
“ Sudah cepat tidur! Tunggu pagi datang.” Sahut Dongwoon.
Jiyoung sudah sangat penasaran dengan keadaan Dongwoon, Jiyoung pun dengan cepat menyentuh dahi Dongwoon. Sekali lagi Jiyoung terkejut Dahi Dongwoong tertasa begitu panas.
“ Kau sakit. Sudah kubilang kau harus makan sesuatu.” Kata Jiyoung. “ eotokhe? Makananku sudah habis.”
“ Kau bisa membantu dengan diam.” Sahut Dongwoon.
Akhirnya Jiyoung mengembalikan jaket Dongwoon, saat Dongwoon sudah tertidur lagi. Jiyoung juga memakaikan syalnya pada Dongwoon. Entah mengapa Jantung Jiyoung berdegup kencang saat melakukan adegan ini.
Jiyoung sudah mencoba berkali-kali untuk tidur, namun ia tak bia. Ia hanya membuat suara berisik dari suara jerami yang tergesek-gesek.
Dongwoon yang juga tak bisa tidur akibat suara berisik itu, tiba-tiba meletakkan kepalanya dipangkuan Jiyoung dan membuat Jiyoung makin berdebar. Dongwoon hanya bermaksud untuk membuat Jiyoung diam.
“ Diam. Jangan sampai kau buat aku terbangun lagi.” Kata Dongwoon lalu kembali memejamkan mata.
Sudah cukup lama mereka berdua bertahan pada posisi itu, hingga akhirnya Dongwoon terbangun lagi dan melihat Jiyoung tertidur dengan posisi yang tak enak. Dia pun bengaun dan meletakkan kepala Jiyoung di pundaknya.
Dongwoon memeperhatikan wajah tenang Jiyoung. dia sadar tanggannya menyentuh wajah Jiyoung. Wajahnya terasa hangat. Dongwoon juga sadar dia tengah memperhatikan Jiyoung sebegitu dekatnya, hingga berbisik, “ Kau benar-benar membenciku?”
Mereka berdua bertahan pada posisi itu hingga pagi. Mereka berdua terbangun karena kaget saat pintu gudang itu menjeblak terbuka. Terdengar tawa bergemuruh. Jiyoung dan Dongwoon membuka mata dan menemukan Kim seongsaenim berdiri di tengah-tengah teman sekelas mereka. Semuanya tertawa, termasuk Kim seongsaenim.
“ Kalian sudah berbaikan?” teriak seorang gadis yang tertawa terbahak-bahak.
Jiyoung dan Dongwoon yang baru sadar akan posisi mereka, langsung berdiri. Mereka kaget, bingung sekaligus kesal.
“ Apa kalian sudah jadian?” teriak yang lain.
“ Kim seongsaenim?” Jiyoung bertanya heran.
Kim seongsaenim hanya tersenyum lega.
***

Jiyoung di panggil ke ruang guru untuk menemui Kim seongaenim, sebenarnya Jiyoung sangat malas melakukannya, tetapi dia juga tak ingin mendapatkan hukuman lain.
“ Kau yakin kau masih bermusuhan dengan Dongwoon?” tanya Kim seongsaenim.
“ Mo...mollayo. semua orang tau dia orang yang tak enak dijadikan teman.” Jawab Jiyoung jujur.
“ Tapi kau tau kan dia begitu baik. Tak semua lelaki sepertinya.”
“ Arasso... tapi... cara bicaranya selalu membuatku kesal.” Jelas Jiyoung.
“ Lalu bagaimana saat kalian terkurung di gudang itu?”
“ Itu.... saat itu aku juga terkejut dia bisa begitu perhatian, meskipun dia juga sedang sakit.” Jiyoung ingat betul kejadian itu.
“ kalau saja kau tau siapa sebenarnya yang mengangkatmu ke klinik di hari kau pingsan itu.” Kata Kim seongsaenim sambil tersenyum.
“ Nugu?” Jiyoung heran. “ bukankah seongaenim yang melakukannya?”
“ Kau bodoh kalau begitu, orang setua aku tak mungkin bisa melakukannya.” Kim seongsaenim tertawa.
“ Lalu?”
“ Tentu saja Dongwoon. Kau ingat kan siapa yang kau lihat saat pertama kali kau sadar?”
“ Dongwoon?” Jiyoung terkejut, dia tak percaya Dongwoon bisa melakukan itu.
“ Ne, dia sendiri yang meminta untuk menjagamu.” Jelas Kim seongsaenim.
Jiyoung hanya bisa terus berpikir.
“ kurasa sudah saatnya kau berbaikan dengannya, karena ada satu hal yang harus kuberitau padamu.”
“ Mworagoyo?”
“ Dia akan pindah ke luar negeri dua hari lagi.” Jawab Kim seongsaenim membuat Jiyoung terperanjat.
***

Jiyoung tak bisa tidur, malam ini adalah malam terakhir Dongwoon di kota ini.
“ Kenapa aku harus memikirkannya? Bukankah ini akan lebih baik? Bukankah aku tak perlu lagi melihat wajahnya?” gumam Jiyoung.
Jiyoung memejamkan matanya berniat tidur, namun ia tetap tak bisa melakukannya.
“ justru karena tak bisa lagi melihat wajahnya aku jadi takut.” Gumam Jiyoung lagi. “ Eotokhajo? Tapi... lebih baik aku tak memikirkannya.”
Hingga pagi tiba, Jiyoung tak bisa tidur, dia hanya bergulung-gulung di tempat tidurnya sambil sibuk berpikir.
Jiyoung melihat jam, ternyata ini sudah jam 6 pagi. Dua jam lagi Dongwoon akan terbang ke luar negeri.
Lalu terbesit di pikiran Jiyoung untuk menyusul Dongwoon, “ apa aku harus menyusulnya ke bandara sekarang?”
“ tapi apa dia sebaik yang di katakan Kim seongsaenim? Memang kenapa kalau aku tak bisa melihatnya lagi?”
“ Kalau aku tak bisa melihatnya lagi, aku akan kehilangan sesuatu, sesuatu yang begitu berharga. Ne, geuraesso!”
Jiyoung beranjak dari tempat tidurnya, dia berdiri sebentar di depan pintu kemar mandinya, “ tapi Bandara sangat jauh dari sini. Bagaimana jika dia tak sebaik yang dikatakan Kim seongsaenim?” Jiyoung kembali mengingat kejadian dimana dia terjebak di dalam gudang bersama Dongwoon, dia sadar Dongwoon sangatlah baik saat itu.
“ Mollayo! Jika dia tak sebaik itu, aku takkan malu, lagipula aku takkan bertemu dengannya lagi. Yang terpenting aku bisa bertemu dengannya untuk terakhir kalinya. Andwe! Aku tak bisa kehilangannya.”
Jiyoung bergegas menuju bandara.
***

Sesampainya di bandara, tinggal 10 menit waktu Jiyoung untuk mencari Dongwoon sebelum pesawatnya berangkat.
Saat mencari-cari, Jiyoung bertemu dengan beberapa teman sekelasnya yang ternyata mengantar Dongwoon pergi.
“ Jiyoung-ah! Akhirnya kau takut merindukan Dongwoon?” tanya seorang lelaki sambil terbahak.
Jiyoung sudah tak peduli lagi dengan ocehan itu, “ dimana dia apa dia sudah berangkat?” tanyanya.
“ Dia baru saja berjalan ke arah pintu masuk pesawat. Cepat kejar dia.” Jawab seorang gadis.
Jiyoung langsung saja berlari menuju tempat itu. Diasana dia tak melihat siapa-siapa. Tak tau mengapa hati Jiyoung makin miris mengetahui kenyataan bahwa dia tak bisa bertemu Dongwoon lagi.
Tiba-tiba dia melihat ransel yang akrab dilihatnya, dia tau itu ransel Dongwoon, ransel itu tergantung di tangan seseorang, jiyoung juga sadar tangan itu tangan Dongwoon, Jiyoung langsung berteriak, “ Dongwoon-ah!!!!!”
Dongwoon berbalik. Mereka berdua berdiri berjauhan dan hanya saling menatap, mereka cukup lama melakukan itu.
Jiyoung melihat pandangan aneh dari Dongwoon, seakan dia ingin memukul Jiyoung. Jiyoung tak sanggup untuk melangkah, dia tak tau apa yang harus dilakukan diahanya berkata, “ Aku tak suka jika aku tak punya teman jarapah lagi.”
Dongwoon malah berbalik lagi, membuat Jiyoung menyesal melakukan itu. Namun ternyata Dongwoon berbalik sekali lagi ke arah Jiyoung lalu berjalan cepat menghampiri Jiyoung dan memeluknya erat-erat.
“ Dongwoon-ah...” kata Jiyoung dalam pelukan Dongwoon. “ Aku tak mau merindukanmu. Jadi jangan pergi!” kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Jiyoung.
“ Jadi kau tak membenciku kan?” tanya Dongwoon akhirnya.
“ Aku menyayangimu.” Jawab Jiyoung begitu saja.
Dongwoon hanya tersenyum.
Tiba-tiba terdengar gemuruh tawa yang sudah biasa terjadi, ternyata teman sekelas mereka berdiri di sekeliling mereka sambil terbahak. Namun mereka tak lagi menghiraukan mereka.
THE END

EPILOG
Saat di putaran keempat, tiba-tiba lari Dongwoon terganggu, sebelah kakinya terasa berat, dia segera menoleh ke arah Jiyoung. ternyata Jiyoung benar-benar sudah pucat pasi. Makin lama langkah sebelah Dongwoon makin berat..
Jiyoung benar-benar sudah tak kuat, tak lama kemudian dia sadar dia pingsan dan jatuh ke tanah. Dengan cepat Dongwoon melepas tali di kaki mereka dan menganggkat Jiyoung ke klinik.
Di klinik Dongwoon dengan sigap mengambil alat mengompres dan beberapa obat. Dengan penuh perhatian dia mengompres Jiyoung.
Dongwoon terus memperhatikan Jiyoung yang tak sadar, tanpa terasa tanganya menyentuh dan membelai rambut Jiyoung. Dia juga membelai wajah Jiyoung yang berkeringat.
Dongwoon mendekatkan wajahnya ke wajahnya Jiyoung dan menciumnya. Setelah itu dia berbisik di telinga Jiyoung, “Mianhae... aku tak sanggup menyatakan perasaanku...”
Dongwoon terus menunggui Jiyoung hingga tersadar dari pingsannya.
***


5 komentar:

  1. Nooooooooo!!!! Translate it!!!! ToT Forever sad...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah that will be hard for me... my english is so bad.... but thanks for visited my blog...

      Hapus
  2. KEREEEEEEEN!!! mau nangis rasanya baca epilog nya T^T maknae couple hwaiting 'O')99

    BalasHapus
  3. KEREEEEEEEEN!! mau nangis rasanya baca epilog nya T^T maknae couple hwaiting!! 'O')99

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih uda baca ya.. ^^ suka ini magnae couple kah?

      Hapus