Halaman

Sabtu, 13 Agustus 2011

[FANFIC] My Old Love


Cast:
Iu
Jang Wooyoung
Park Jiyeon




Terpaku, benar-benar terpaku setelah melihat seorang lelaki yang sepertinya ia kenal. Iu mencoba dengan keras mengingat lelaki itu, namun setelah tak bisa mengingatnya, Iu segera berjalan melanjutkan langkahnya tadi begitu saja.
Dari kejauhan dia masih bisa mendengar sayup-sayup nama lelaki itu dipanggil oleh seorang gadis, “Wooyoung oppa!”
Iu sudah tak lagi menghiraukannya. Ia tetap berjalan menuju gerbang sekolahnya dan dengan segera menuju kelasnya untuk melanjutkan tidurnya.
..............

Iu sudah tertidur pulas, namun ia terbangun oleh Jiyeon teman sebangkunya yang tersenyum tanpa henti.
“Apa sudah masuk?” tanya Iu.
“Em? Geurae. Sudah 10 menit yang lalu.” Jawab Jiyeon dengan kalemnya.
“Lalu mengapa kau sangat bahagia seperti itu?” tanya Iu lagi dengan heran memperhatikan tingkah Jiyeon.
“Ani, aku tak sebahagia itu.” Jiyeon bicara sambil memandang lelaki yang duduk di bangku kanan depannya.
Merasa penasaran, Iu menelusuri pandangan Jiyeon dan menemukan lelaki yang ia lihat di luar gerbang sekolah tadi. “Kenapa kau tersenyum padanya?”
“Dia kekasihku.” Jawab Jiyeon sambil tersipu.
“Oh, anak baru itu kekasihmu?” terjawab sudah pertanya Iu mengapa lelaki asing itu ada disitu.
“Ne, dia baru pindah dari Jepang.” Jelas Jiyeon.
“Jepang?”
 “Geurae. Waeyo?” Jiyeon heran melihat Iu terkejut.
“Namanya Wooyoung? Jang Wooyoung?”
“Geurae. Darimana kau tahu namanya? Bukankah dari tadi kau tidur?”
Iu ingat kembali yang sedari tadi ingin dia ingat, namun karena keinginannya untuk segera tidur, dia mengurungkan niatnya itu.
Ya, Iu kembali terpaku, kini dia bertemu lagi, cinta lamanya. Jang Wooyoung, yaitu teman sekolah dasarnya dan juga sahabat dekatnya. Dia benar-benar bodoh hampir melupakan cinta lamanya itu. Iu memang tak mau menyebutnya cinta pertama, namun Iu menyebutnya cinta lamanya.
Iu memandang Jiyeon yang kini kekasih Wooyoung. Ada segelintir rasa sedih, namun pikirannya untuk melupakan cinta lamanya itu mendominasi.
“Gwenchana?” tanya Jiyeon heran dengan tatapan Iu.
“Gwenchana.” Jawab Iu sambil kembali tidur sambil menunggu guru yang datang terlambat itu.
***

Merasa senang karena mendapat pekerjaan sambilan di taman hiburan favoritnya. Walau hanya menjaga kedai ice cream kecil, tapi Iu benar-benar menyukainya.
Setelah melayani seorang anak kecil, Iu tidak terkejut saat Wooyoung yang datang untuk membeli dua ice cream rasa vanila.
“Dua?” tanya Iu memastikan sambil melihat Wooyoung membantu Jiyeon merapikan rambutnya yang berantakan sehabis turun dari jet coaster.
“Iu?” Jiyeon terkejut.
Iu hanya tersenyum pada Jiyeon seperti halnya pada pelanggan lainnya.
“Jadi benar namamu Iu?” tanya wooyoung.
“Kau tidak mendengar teman-teman di kelas memanggil namaku? Bahkan saat Jiyeon memanggilku?” tanya Iu.
“kemarin hari pertamaku, aku terlalu sibuk mengikuti pelajaran.” Jawab Wooyoung sambil tersenyum.
Entah mengapa meski Iu merasa agak tak suka melihat Wooyoung dan Jiyeon berkencan disini, dia justru sama sekali tak peduli apa Wooyoung mengingatnya sekarang.
Iu sadar Wooyoung terus tersenyum saat memandangnya, Iu hanya berpikir sekilas mungkin Wooyoung mengingatnya.
“Sejak kapan kau bekerja disini? Senang sekali kelihatannya?” tanya Jiyeon sambil menikmati ice cream yang diberikan Iu.
“Baru hari ini. Oteokhe? Bagus tidak seragamku?” tanya Iu ceria.
“Kau terlihat manis Iu-ah...” Jiyeon tersenyum dengan manisnya, ya itulah kepribadiannya, Gadis sempurna yang diinginkan setiap lelaki, gadis berwajah cantik, manis pula tingkah lakunya.
“Gomawo.” Jawab Iu membalas senyumannya.
Wooyoung masih memandanginya sambil tersenyum.
***

“Aku harap kau tak melupakanku.” Kata Wooyoung sambil duduk disebelah Iu yang sedang membaca di perpustakaan.
Iu menoleh dan menatap Wooyoung, “Kukira kau akan sangat berubah, ternyata sama saja wajah dan gayamu itu.” Iu tersenyum.
Wooyoung juga tersenyum seperti merasa lega sahabatnya itu tak melupakannya, “Geuraeyo?”
Iu mengangguk lalu kembali pada bukunya.
“Bagaimana kabarmu? Apa suasana rumahmu masih sama? Aku merindukanmu dan keluargamu.”
Iu tersenyum, “Ternyata kau merindukanku? Aku kira kau melupakanku.”
“Bagaimana aku bisa melupakan satu-satunya sahabat lawan jenisku?” Wooyoung mengacak-acak rambut Iu.
Terlihat sudah biasa, Iu merapikan kembali rambut lalu berkata, “Rumahku sama saja, hanya sangat berbeda setelah kau pergi.”
“Berbeda?”
“Geurae, jauh lebih tenang. Tak ada lagi perabotan rumah yang rusak akibat ulah kita berdua.” Jelas Iu sambil tersenyum mengingat kenangannya.
Wooyoung tertawa gembira, “Ku kira kau bisa melakukannya sendirian tanpaku.”
“Andwe, takkan bisa aku melakukannya tanpamu.” Kata Iu. “Lalu bagaimana ceritamu dengan Jiyeon?”
“Jiyeon?” Wooyoung mulai memikirkan Jiyeon, “Kami bertemu di Jepang saat natal tahun lalu.”
“Jadi kau kembali kesini karena Jiyeon?”
“Karenamu juga.” Jawab Wooyoung sedikit menggoda.
Iu tersenyum kecut, “Chincha?”
“Sudah kubilang aku merindukanmu. Dan aku juga tak bisa jauh dari Jiyeon.”
“Mana ada lelaki yang bisa jauh dari kekasih seperti Jiyeon?”
“Ne, kau benar.”
Iu tersenyum.
“Jadi... sampai sekarang kau tak mau memberitahuku cinta pertamamu?” tanya Wooyoung mengganti topik pembicaraan.
“Kalau aku bilang itu kau, apa kau akan percaya?”
“Ayolah... jangan bercanda.”
“Lupakan kalau begitu.” Jawab Iu, lalu tertawa melihat tingkah Wooyoung yang merasa kecewa.
***

“Jadi kau sudah mengenal Wooyoung?” tanya Jiyeon terlihat senang. “Mengapa tak kau ceritakan padaku bagaimana dia saat kecil?”
Iu tersenyum kecut, “Tak ada sesuatu yang penting yang bisa aku ceritakan padamu tentangnya, dia hanyalah perusak.”
Jiyeon tertawa.
“Ya! Kenapa kau malah tertawa?” tanya Iu polos.
“Kalian berdua terlihat sangat imut,aku bisa membayangkan kalian berdua saat sekolah dasar dan selalu bersama. Pasti senang bisa melihatnya sekarang.”
Iu hanya berpikir gadis ini terlalu baik.
“Kalian membicarakan aku?” Tanya Wooyoung yang tiba-tiba menghampiri dua gadis itu di salah satu bangku kantin sekolah.
“Bagaimana kau tahu?” tanya Iu. Sedangkan Jiyeon hanya tersnyum melihat tingkah dua orang itu.
“Terlihat jelas dari wajah kalian.” Jawab Wooyoung.
“Kalian benar-benar akrab.” Celetuk Jiyeon sambil tersenyum.
“Jiyeon-ah, sudah kuberitahukan, kami sahabt saat sekolah dasar, dan setelah sekian lama kami tak bertemu, sekrang kami akan dengan sendirinya mengakrabkan diri.” Jelas Wooyoung.
Jiyeon mengangguk, “Ne, aku percaya. Ara ara...” Dia kembali tersenyum senang.
Iu agak terpaku melihat Jiyeon yang begitu bahagia melihatnya bersama Wooyoung. Iu hanya sedang berpikir, apa yang sebenarnya gadis itu pikirkan?
“Dan kalian, bukankah kalian juga sangat senang bisa bertemu setiap hari seperti ini? Lebih baik aku pergi...” kata Iu sambil beranjak dan memberi senyuman manis pada dua temannya itu, “Nikmati hari kalian.”
“Ya! Iu! Siapa yang menyuruhmu pergi?” teriak Wooyoung dengan marah dibuat-buat.
“Ingat Jang Wooyoung ini hidupku!” jawab Iu sambil lalu namun masih tersenyum manis.
Wooyoung tertawa senang melihatnya, “Lihatlah betapa lucunya gadis itu..”
Jiyeon sudah tak tersenyum senang lagi melihat semuanya sekarang, dia mulai merasakan sesuatu yang berbeda.
***

Karena mereka sudah di tahun terakhir mereka di sekolah, sekolah mengadakan jam tambahan hingga malam. Penat, dan lelah benar-benar menghantui mereka.
“Ah......... aku benar-benar lelah...” keluh Iu sambil berjalan di depan Wooyoung dan Jiyeon.
Mereka bertiga memutuskan pulang bersama setelah jam tambahan.
“Geuraeyo Iu-ah..” balas Jiyeon.
“Tapi bagaimanapun kau baik dalam pelajaran.” Kata Iu sambil seketika menghentikan langkahnya dan menatap Jiyeon dengan memelas.
“Itu sudah jelas.” Celetuk Wooyoung sambil menggandeng tangan Jiyeon. “Kekasih siapa dulu?”
Iu menunduk lemas, “Geurae kau benar..” dia merasa sedih mendadak. Cemburu hanya kemungkinan.
“Wooyoung-ah.. apa maksudmu? Aku tak sebaik itu. Kau terlalu berlebihan.” Kata Jiyeon dengan tersipu dan tertawa sambil menutupi mulutnya, begitu manis.
“Ani Jiyeon-ah.. iyu memang benar.” Jawab Iu.
“Geurae. Akui saja.” Tambah Wooyoung terlihat sangat kompak dengan Iu, mereka seperti memiliki gaya yang sama.
Jiyeon terdiam dan hanya memperhatikan Iu dan Wooyoung.
“Mwo?” Iu heran. “Apa yang kau lihat?”
“Ani.. aku hanya melihat kalian berdua sangat menggemaskan. Kalian seperti tokoh dalam cerita yang bersahabat dari kecil hingga dewasa. Aku fan kalian berdua.” Jiyeon menjelaskan dengan gembira.
“Chincharo?” tanya Wooyoung heran. “Aku rasa tidak sampai seperti itu.”
Sedangkan Iu hanya mencuri-curi pandang pada Wooyoung dan tiba-tiba salah tingkah sendiri.
Akhirnya mereka sampai di persimpangan rumah Jiyeon. Jiyeon harus berpisah dengan Wooyoung dan Iu yang searah.
“Good night!” kata Wooyoung sambil mengecup dahi Jiyeon dengan manis
Lagi-lagi Iu sedih mendadak dan salah tingkah melihatnya. Entah apa maksudnya, Iu tak bisa mengerti.
Sebenarnya Jiyeon juga salah tingkah, dia sedikit malu karena ada Iu disitu. “Kalau begitu, anyeong.” Kata Jiyeon  lalu memasuki sebuah gang.
Tinggal Iu dan Wooyoung yang berjalan bersama sekarang, Iu tiba-tiba merasa lebih lega.
“Dia cinta lamaku... dia cinta lamaku” kata-kata itu tiba-tiba menghantui pikirannya. Iu pun segera mengalihkan pikirannya. “Jadi kau memang tinggal dirumahmu yang lama kan?”
“Baiklah aku menyerah. Aku memang tinggal disana. Dan.. aku bisa sering-sering berkunjung ke rumahmu seperti biasanya kan?”
“Ne, terserah kaulah... Eomma pasti senang melihatmu yang makin tampan itu.” Jawab Iu sambil lalu.
“Jadi, kau mengakui bahwa aku tampan?” tanya Wooyoung kegirangan.
“Ah?” Iu baru sadar dengan apa yang baru saja ia katakan, “Ani, bukan begitu maksudku, itu hanya menurut Eomma.”
“Sudahlah mengaku saja....” goda Wooyoung mendorong pelan lengan Iu.
“Ani... andwe..”
Tiba-tiba pikiran Wooyoung melayang seperti mengingat sesuatu, “Jadi... apa memang aku cinta pertamamu?”
“Mwo? Ani.... Andwe!” jawab Iu tegas, dia mulai berdebar.
“Mengakulah...” Wooyoung melakukan gerakan sama berulang-ulang untuk menggoda Iu yang sudah melemah menutupi rahasianya itu.
“Ani!”
“Ayolah...”
“Andwe!!”
“Iu? Kau bohong kan?”
“Ani!!! Diam!”
Tiba-tiba Wooyoung berlutut membuat Iu sangat terkejut entah apa yang akan dilakukannya.
Ternyata Wooyoung menali tali sepatu Iu yang lepas. Iu berdebar melihat perlakukan Wooyoung, itu membuat ia ingat bahwa pikirannya makin gila, ia segera menghindar.
“Ah tidak usah!” kata Iu seraya mundur ke belakang menghindari Wooyoung namun lututnya menghantam dahi Wooyung dengan cukup keras.
“Aigo!!!” teriak Wooyoung sambil berdiri dan memegangi dahinya.
Mengetahui hal itu Iu kaget dan merasa bersalah ia segera menyentuh dahi Wooyoung dan mencari tahu, “Mian mianhae.. Gwenchana? Iu berusaha meniup dahi Wooyoung walaupun tingginya tak sampai. “Sakit? Sekali lagi mianhae...”
Wooyoung terdiam lalu tersenyum melihat sikap Iu, “Jadi benar, aku memang cinta pertamamu?”
Iu tersadar posisinya terlalu dekat dengan Wooyoung lalu segera menepisnya, “Ani! Sudah kubilang bukan.”
“Lalu mengapa kau sekhawatir itu padaku?”
“Ani, aku sama sekali tak khawatir.” Jawab Iu cepat sambil mendahului langkah Wooyoung.
Wooyoung hanya tersenyum melihat tingkahnya.
***

“Kalau dipikir-pikir, kita ini sering sekali ya pergi ke taman hiburan seperti ini?” tanya Jiyeon sambil berjalan santai di samping Wooyoung.
“Geurae, biar kita jadi pasangan terunik yang selalu kencan di jet coaster.” Jawab Wooyoung santai.
“Begitukah?” Jiyeon tersenyum dengan ide Wooyoung.
“Geuraeyo.”
Tiba-tiba Jiyeon teringat akan pemikirannya soal Wooyoung dengan Iu. “Kau dan Iu kan sahabat sedari kecil, apa sedikitpun kau tak pernah jatuh hati padanya?”
“Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?”
“Ani, aku hanya penasaran dengan kisah dua sahabat seperti kalian.”
“Kalau aku jawab iya, apa kau akan cemburu?” goda wooyoung sambil tersenyum.
Jiyeon juga tersenyum. “Em.. mungkin.”
“Kalau begitu aku jawab, iya.” Jawab Wooyoung santai.
Jiyeon tertawa,”Ya! Aku ingin jawaban jujur.”
“Jujur?”
“Ne.”
“Molla.” Jawab Wooyoung tanpa berpikir lama.
“Molla?”
“Ne, Molla. Aku sama sekali tak tahu tentang itu, tepatnya aku tak yakin. Lagipula sekarang kan aku punya kau.”
Jiyeon tersenyum kecut, dia bergelut dengan pikirannya sendiri. Wooyoung membalas senyumnya.
“Kita beli ice cream Iu lagi?” tanya Jiyeon dengan mengangkat alisnya.
“Kau benar.” Jawab Wooyoung sambil menarik lengan Jiyeon menuju kedai ice cream Iu.
Setelah sampai disana, Iu menyambut mereka dengan ceria, “Dua ice cream sang pasangan kekasih?”
Jiyeon dan Wooyoung tertawa.
“Ne, dua vanilla ice cream.” Jawab Wooyoung. “Jangan terlalu lama!”
Sebelum pergi, Iu menjulurkan lidahnya pada Wooyoung bermaksud tak mengindahkan perintahnya.
Seakan ingin marah, Wooyoung mengepalkan tinjunya.
Jiyeon tersenyum lagi melihat mereka berdua, namun kini ada sesuatu yang berbeda di hatinya.
Tak lama kemudian, Iu muncul dengan membawa dua Ice cream, “Ini dia.”
“Gomawo.” Kata Jiyeon.
Setelah mereka mengobrol dengan senang yang sebenarnya tak begitu penting, “Hei aku sudah selesai, aku mau pulang.” Kata Iu.
“Geurae?” tanya Jiyeon, “Pulanglah bersama kami.”
Iu sebenarnya mau menolak tapi Wooyoung dan Jiyeon akhirnya memaksanya.
“Baiklah, Kajja!” Iu, Wooyoung dan Jiyeon pun mulai berjalan menuju pintu keluar.
Setelah mereka sudah dekat dengan pintu keluar, “AWAS!!” Wooyoung berteriak melihat Guyuran air yang cukup banyak dari wahana air akan segera membasahi orang yang berjalan di depannya.
Jiyeon mendengar Wooyoung dan juga melihat air itu, ia tak sempat menghindar namun ia sempat melihat Iu yang sedari tadi berjalan di sebelahnya menghilang akibat di tarik seseorang untuk diselamatkan dari kesialan itu. Jiyeon tahu persis siapa yang menariknya, Jiyeon pun langsung menyadari dan meyakini sesuatu, dia tersenyum kecut membiarkan tubuhnya basah kuyup terguyur air itu.
“Gwenchana? Kau tidak basah kan? Ceroboh sekali sih? Tak bisakah kau langsung menghindar?” Jiyeon mendengar Wooyoung mengomel tanda khawatir pada Iu.
“Mana aku tahu? Itu tadi kejadian yang sangat cepat.” Jawab Iu.
Wooyoung mengusap sedikit air yang mengenai dahi Iu dan membuat Iu salah tingkah seketika itu juga Iu melihat Jiyeon yang basah kuyup, sedari tadi ia sama sekali tak menyadarinya.
Melihat Iu yang memandang ke arah lain, Wooyoung juga tersadar.
Jiyeon hanya bisa tersenyum kecut sambil bicara, “Cerobohnya aku...”
Wooyoung dan Iu salah tingkah.
***

Jiyeon menitihkan air matanya, dia berkaca di cermin toilet sekolah. Memandangi kekonyolan dirinya yang berniat seperti tak terjadi apa-apa.
“Mereka saling menyukai. Mengapa harus memaksakan pasangan yang bertepuk sebelah tangan?” gumam Jiyeon sambil tersenyum kecut.
Jiyeon segera menemui Iu yang sedang membaca di perpustakaan, “Iu anyeong!”
“Anyeong!” Iu membalas sambil tersenyum.
“Aku ingin bicara padamu, tentang...”
“Mworago?”
“Sesuatu yang penting. Aku ingin bertanya bisakah kau jawab dengan jujur?”
“Apa pertanyaanmu?” tanya Iu mulai heran.
            “Kau benar memiliki cinta pertamamu kan?” Tanya Jiyeon sambil menguatkan hati.
            “Cinta pertama? Aku menyebutnya cinta yang lama.” Jawab Iu santai.
            “Mengapa harus cinta yang lama?”
            “Karena aku ingin melupakannya.”
            “Mengapa harus melupakannya. Bukankah cinta pertama itu indah bagaimanapun ceritanya? Semua gadis selalu mengenang cinta pertamanya. Ada apa denganmu?” tanya Jiyeon panjang lebar.
            Iu berusaha mencerna perkataan Jiyeon lalu menjawab, “Molla... aku hanya ingin melupakannya. Jika tidak, sampai sekarang pun aku bisa-bisa masih mencintainya.”
            Jiyeon tersenyum puas, “Dan cinta pertamamu itu adalah Wooyoung, Jang Wooyoung, geurae?”
            Iu terkejut dan salah tingkah, “Ani.. bukan. Bagaimana bisa dia?” Iu tertawa dengan terpaksa.
            “Kau yakin?” tanya Jiyeon menggoda.
            “Ne, tentu saja.”
            Jiyeon mengangguk dan memutuskan sesuatu setelah menatap mata Iu.
***

            “Jiyeon-ah! Kau sudah makan?” tanya Wooyoung setelah Jiyeon menghampirinya di salah satu bangku kantin.
            “Sudah.” Jawab Jiyeon sambil mengangguk. “Wooyoung-ah aku ingin tanyakan sesuatu padamu.”
            “Mworagoyo?”
            “Kau tahu siapa cinta pertama Iu?” Jiyeon merasa lebih berat dari sebelumnya.
            “Nugu? Molla. Dia tak pernah mau menceritakannya padaku.” Jawab Wooyoung. “Kenapa kau tanyakan itu?”
            “Tak tahukah kau cinta pertamanya adalah kau?”
            “Aku?” Wooyoung tertawa, “Chicharo?”
            “Chincha.” Jawab Jiyeon sambil tersenyum, “Kau senang?”
            “Ah ani... tidak sesenang itu.”
            “Kau yakin?”
            “Ne, aku yakin.”
            “Dan aku juga yakin.” Jiyeon berusaha menutupi keberatan hatinya.
            “Yakin?”
            “Aku yakin akan satu hal sejak  kencan terakhir kita di taman hiburan.” Jiyeon masih berusaha tersenyum.
            “Apa maksudmu?”
            “Kau dan Iu saling mencintai.” Jawab Jiyeon sambil terus menatap mata Wooyoung berusaha mengerti perasaan Wooyoung yang sesungguhnya.
            “Mwo? Aku? Iu? Saling mencintai?” Wooyoung tertawa, “Apa yang sebenarnya kau  kau bicarakan?”
            “Arasso... tahukah kau terkadang cinta itu datang tanpa disadari? Dan terkadang cinta itu bisa membohongi kita sendiri?”
            Wooyoung tak bisa berkata apa-apa. Ia cukup terkejut dengan sikap Jiyeon ini.
            “Tapi reflek manusia tak bisa berbohong. Dan kau sudah membuktikannya.”
            “Reflek? Kapan aku membuktikan apa?”
            “Saat di taman hiburan itu kau membuktikannya padaku bahwa kau sangat mencintai Iu. Tak sadarkah kau menarik Iu agar tak terguyur air itu? Apa kau lupa kau sedang bersama kekasihmu saat itu? Tapi sudahlah... tak baik meneruskan hubungan tanpa dasar cinta.” Jelas Jiyeon.
            “Jiyeon-ah?” Wooyoung terpaku akan perkataan Jiyeon.
            Tiba-tiba Jiyeon mengeluarkan sesuatu dari sakunya, “Ini untukmu.”
            “Apa ini?”
            “Itu tiket film. Aku sudah membeli dua tiket tapi aku tak tahu harus kuapakan.” Jiyeon tersenyum manis. “Pergilah!” Kata Jiyeon sambil mendorong tubuh Wooyoung.
            Tiba-tiba Wooyoung seperti tersadar akan sesuatu, “Jiyeon-ah kau adalah gadis terbaik yang pernah aku temui.” Kata Wooyoung sambil berlari mencari Iu.
***


“Wooyoung-ah kenapa kau bawa aku kesini?” tanya Iu bingung sambil berusaha mengimbangi langkah cepat Wooyoung di depan pintu masuk bioskop.
“Kita harus berterima kasih pada Jiyeon. Sebelum kita berperang di ujian akhir nanti, kita harus bersenang-senang dulu melihat film.” Jelas Wooyoung.
“Apa maksudmu berterima kasih padanya? Harusnya kau pergi bioskop bersama Jiyeon, itu baru namanya kencan.” Jelas Iu.
“Kalau aku mau kencan denganmu, kau mau apa?” tanya Wooyoung tiba-tiba.
“Mwo? Aku?”
“Geurae. Aku ingin kencan denganmu, tidak boleh?”
“Ya! Bagaimana bisa kau berkencan dengan gadis lain yang bukan kekasihmu? Michyeoso?” Iu terkejut namun tiba-tiba salah tingkah.
“Kau bukan kekasihku ya? Itu tak lama lagi.”
“Apa maksudmu sebenarnya?” Iu sibuk berpikir.
Wooyoung tiba-tiba tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada Iu, “Jangan pikirkan apa-apa lagi.” Wooyoung menciumnya.
Awalnya Iu terkejut namun ia tak menghindarinya.
Setelah itu Wooyoung melepas ciumannya dan bertanya, “Jadi memang aku kan cinta lamamu?”
Iu tak mengelak lagi, “Geurae, cinta lamaku.”
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar