Cast:
Byun Baekhyun
Lee Jieun
Tao
“Keadaanmu baik-baik saja Byun Baekhyun. Kau hanya perlu
istirahat. Mungkin kau stres karena terlalu sibuk menghadapi kelulusan.” Jelas
dokter itu pada Baekhyun dengan ekspresinya yang santai, menenangkan. Dan
memang itu yang diinginkan dokter untuknya, pikir Baekhyun.
Baekhyun
memandang dokter itu, “Kau yakin aku hanya perlu istirahat?”
“Ya,
apalagi yang kau butuhkan selain itu?” tanya si dokter dengan kesantaian yang
sama. “Kalau ada yang lain kau boleh menceritakannya padaku.”
Baekhyun
tak yakin, dia hanya memandang ke luar jendela ruangan tempatnya berada
sekarang. Daun-daun gugur di luar sana benar-benar menandakan musim gugur
sedang berlangsung. Dia sendiri hampir lupa musim gugur sudah datang sekitar
dua minggu yang lalu. Yang dia pikirkan hanya keadaan dirinya sendiri yang
bahkan tak ia mengerti itu. Dia hanya merasa tak sehat, sama sekali.
“Semuanya
terserah kau.” Kata dokter.
*****
Jieun
melihatnya, lelaki itu, Byun Baekhyun, seniornya di sekolah ini, seperti yang
biasa Jieun lakukan satu tahun terakhir ini, sedang membaca sesuatu di papan
pengumuman yang berada di dekat kelasnya. Dari bangkunya sekarang, Jieun hanya
bisa melihat setengah badan Baekhyun lewat jendela kaca kelasnya. Jieun hanya
menghela nafasnya lalu kembali ke buku catatannya lagi setelah Baekhyun pergi.
Lelaki
itu, yang Jieun yakin sudah membuatnya jatuh hati, lelaki yang jelas terlalu
indah untuknya, terus saja menyerang hatinya dan tak mau berhenti dari hari
pertama Jieun masuk ke sekolah ini sebagai murid angkatan baru.
Jieun
selalu senang jika bisa melihatnya namun dalam waktu yang bersamaan
mengingatkan Jieun akan kesedihannya sendiri akan tak keberaniannya untuk
berusaha, setidaknya, membuat, Baekhyun mengenalnya. Jieun tahu dia takkan
berani melakukan semua itu. Itu tak punya cukup nyali. Dia hanya berharap ada
suatu kejadian tak sengaja yang bisa membantunya, membuat Baekhyun mengetahui
bahwa ada gadis bernama Lee Jieun hidup di dunia ini, meski dia tak tahu gadis
itu sangat menyukai dirinya.
Di
sisi lain Baekhyun juga seperti vitamin penyemangatnya pergi ke sekolah.
Kebodohan dan kemalasannya akan sekolah terus terbantu oleh keberadaan Baekhyun
di sekolah itu, meski sekali lagi, Baekhyun takkan tahu soal itu.
Jieun
terus meyakinkan dirinya bahwa dia bisa hidup seperti itu. Berusaha merasa
cukup dengan hanya seperti itu. Melihat baekhyun dari jauh dan dalam diamnya,
setiap hari. Hingga hari libur sekolah terasa seperti neraka baginya.
***
Jieun
melihatnya, Byun Baekhyun yang sedang menghabiskan waktunya di perpustakaan
sekolah. Membaca buku sejarah tebal yang sudah menjadi favoritnya sejak Jieun
mengenalnya. Bangku perpustakaan yang berada di pojok ruangan selalu menjadi
favoritnya. Ya dia memang bukan tipe lelaki yang akan menghabiskan waktunya
dengan teman-temannya di kantin sekolah. Dia selalu terlihat lebih senang
disaat seperti ini. Terbenam dalam buku-buku sejarahnya. Matanya yang begerak
ke kanan kiri membaca setiap kata dari buku-buku itu, bibirnya yang terkadang
sedikit terbuka atau bahkan ia gigit pelan dalam keseriusannya berkonsentrasi
membaca buku itu, bahkan jemarinya yang menarik selembar halaman buku itu untuk
membaliknya dan membaca halaman selanjutnya, Jieun menyukai itu semua.
Di
salah satu bangku perpustakaan yang agak jauh dari tempat Baekhyun biasa
berada, di situlah Jieun juga selalu menghabiskan waktunya setelah ia tahu
kapan saat Baekhyun akan datang ke tempat ini, untuk membaca buku-buku itu.
Membaca buku-buku yang tak begitu menarik perhatiannya, hanya untuk
menghabiskan waktu bersama Baekhyun dalam ruangan yang sama, itu juga yang
selalu ia lakukan, tetap dalam diamnya. Hingga bel masuk adalah hal yang
benar-benar ia benci.
***
Satu
hal yang paling Jieun sukai di dunia ini, bahwa takdir membolehkannya memiliki
rumah yang searah dengan Baekhyun. Setiap hari, dengan segala usaha yang bisa
Jieun lakukan, mereka selalu menaiki bus yang sama.
Saat
berangkat, Jieun akan dengan senang hati menunggu dan berharap Baekhyun akan
menaiki bus yang ia naiki. Saat pulang, Jieun juga akan dengan senang hati
menunggu Baekhyun turun lebih dulu dari bus itu. Rumah Baekhyun lebih dekat
dari sekolah dibandingkan rumah Jieun. Jieun hanya punya kurang lebih 15 menit
untuk menikmati waktunya berada dalam satu bus yang sama dengan Baekhyun
sebelum akhirnya ia turun 10 menit kemudian. Namun sampai saat ini, mereka
belum pernah secara kebetulan duduk bersebelahan, meskipun itu yang selalu
diharapkan Jieun.
Hari
ini itu juga terjadi, seperti biasa. Baekhyun menaiki bus itu setelah Jieun
sudah menemukan tempat duduknya. Hari ini Baekhyun duduk tepat di depannya.
Jieun bisa melihat leher bagian beakang Baekhyun dengan jelas. Juga ujung-ujung
rambutnya dengan jelas. Sedekat ini, Jieun sudah merasa sangat senang,
benar-benar senang.
Rambut
itu, terlihat sangat halus dan lembut sedekat ini. Leher yang putih itu,
terlihat akan sangat nyaman jika Jieun bisa melingkarkan lengannya di sana,
memeluknya. Jieun benar-benar menyukai lelaki yang duduk membelakanginya itu.
Semua yang ada pada dirinya terasa sempurna di mata Jieun, bahkan karena
kesukaannya terhadap Baekhyun itu, ia tak bisa melihat kelemahan Baekhyun.
Lelaki itu hanya terlalu sempurna, terutama untuknya.
Jieun
bisa melihat Baekhyun melambaikan tangannya lewat jendela bus saat bus itu
mulai berjalan. Baekhyun tersenyum pada teman-temannya yang berada di depan
gerbang sekolah yang baru saja mereka lewati. Baekhyun sedang menertawakan
tingkah teman-temannya yang konyol di pinggir jalan itu. Itu mengingatkan Jieun
betapa populernya Baekhyun di kalangan murid. Saat baekhyun melewati koridor
sekolah akan banyak sekali yang menyapanya, tak seperti Jieun yang bahkan tak
punya satupun teman. Guru-guru, para murid lelaki dan terutama para murid
perempuan akan dengan senang hati menyapanya dimanapun mereka bertemu Baekhyun.
Bisa mengenal lelaki penting di sekolah itu memang sesuatu yang bisa
dibanggakan dan tak boleh dilewatkan. Prestasinya di sekolah sudah bukan hanya
sekedar gossip. Nilai-nilainya yang tinggi, piagam-piagam dan tropi-tropi yang
ia dapat, sudah tak terhitung jumlahnya.
Pribadinya
yang menyenagkan pun tak pernah luput dari perhatian. Dia sama sekali bukan
lelaki kaya yang sombong dan bersikap seenaknya. Dia kebalikan dari semua itu.
Dia bukan berasal dari keluarga yang kaya, dia hidup dalam keluarga biasa dan
sederhana. Dia lelaki yang dengan mudah menyebar senyumnya pada setiap orang
yang bertemu dengannya, bukan dengan cara yang mengerikan hingga bisa
membuatnya dianggap gila, tapi senyum-senyum itu, semua hanya menampakkan
keramahannya yang tulus.
Jieun
masih terus melihatnya. Berharap bus ini berjalan lebih lambat. Rambut itu,
rambut coklat yang manis itu benar-benar sangat cocok dengan pemandangan di
luar bus yang sudah berwarna kuning oranye akibat matahari yang sudah bersiap
tenggelam. Sore hari yang indah untuk Jieun.
Imajinasi
Jieun melayang lagi, seperti biasa, ia membayangkan dirinya duduk di sebuah
bangku di taman yang dipenuhi daun berguguran di musim gugur ini. Suasana yang benar-benar ia
sukai, dia membayangkan dan lebih lebih tepatnya berarap, Baekhyun datang ke
taman itu, hanya melewatinya, namun dengan menatapnya, mengingat hanya dia
satu-satunya manusia di temapat itu selain Baekhyun. Hanya 5 detik, itu taka
pa. Baekhyun menatapnya 5 detik saja. Seorang Byun Baekhyun, menatap Lee Jieun,
walau hanya 5 detik saja, itu tak apa. Itu sudah membuat Jieun bahagia. Itu
sudah menjadi doanya tiap hari, bahwa Baekhyun akan menatapnya dan menyadari
keberadaannya di dunia ini, meski hanya 5 detik.
Baekhyun
beranjak dari tempat duduknya lalu turun di halte terdekat. Jieun hafal betul
tempat ini, tempat yang mungkin sudah sangat dekat dengan rumah Baekhyun.
Betapa ia ingin menjelajahi tempat itu untuk mencari tempat Baekhyun tinggal,
namun lagi-lagi, dia bahkan tak punya nyali.
***
Hari
ini menjadi hari paling menyesakkan untuk Jieun. Hari dimana sebuah kabar
beredar di sekolah, bahwa Byun Baekhyun, sudah resmi menjadi kekasih Jung
Krystal, salah satu gadis cantik di sekolah ini yang terkenal dengan suara
emasnya. Kabar itu beredar dengan cepat, tak peduli pada hati Jieun yang
semakin remuk semakin ia mendengarnya. Mareka yang berkomentar bahwa betapa
serasinya mereka berdua, juga tak peduli pada Jieun dan hatinya yang begitu
perih.
Awalnya
JIeun tak mau percaya pada kabar itu hingga ia menemukan Baekhyun sedang
tertawa bersama Krystal dia perpustakaan sekolah. Tempat favorit Baekhyun biasa
menyendiri dengan buku-buku sejarahnya itu. Tempat yang Jieun tahu, tak pernah
seorangpun berada di samping Baekhyun selama Baekhyun menghabiskan waktunya
disini.
Jieun
melihatnya, bahkan buku-buku sejarah itu hanya dibiarkan tergeletak terbuka di
meja di hadapan Baekhyun. Buku favoritnya terabaikan, dan hatinya sudah terisi
dengan gadis cantik di sampingnya itu. Betapa bahagianya mereka berdua. Senyum
manis di wajah merekaitu membuat takkan ada yang berani memisahkan mereka.
Lee
Jieun bodoh. Sejenak ia lupa kenyataan bahwa Baekhyun terlalu popular di
kalangan para gadis. Akan sangat masuk akal jika Baekhyun pada akhirnya memilih
salah satu dari mereka. Dan benar-benar masuk akal jika Baekhyun memilih
Krystal. Lee Jieun, bukanlah nama yang dapat di bandingkan dengannya, jadi
kesimpulannya, dia takkan bisa ada di hati Baekhyun, seperti yang terjadi pada
Krystal saat ini.
Jieun
tak kuat, ia menutup buku yang dibawanya sedari tadi, buku yang bahkan tak ia
tahu judulnya itu. Ia meninggalkan perpustakaan saat beberapa teman lelaki
Baekhyun datang dan mulai menggoda sepasang kekasih yang dengan cepat melebur
merah itu. Ini memang bukan tempat Lee Jieun. Lee Jieun memang tak seharusnya
berada di sini.
***
Ujian
kelulusan akan segera tiba. Betapa sedihnya sekolah ini harus kehilangan salah
satu murid terbaik mereka. Hampir semua adik kelas juga menyayangkan kepergian
Baekhyun yang tak lama lagi itu. Bahkan ada beberapa yang dengan terang-terangan
berharap Baekhyun tidak lulus dari sekolah itu, meski semua tahu, itu hal yang
mustahil.
Lee
Jieun, meski jauh dalam lubuk hatinya juga sangat-sangat mengharapkan hal itu,
merasa terlalu bodoh jika dia benar-benar mengharapkannya. Lee Jieun tidak
berhak, itu pikirnya.
Hari
ini, bus yang Jieun naikki penuh. Ia tak mendapat tempat duduk dan harus
berdiri sepanjang perjalanan nanti mungkin. Itu karena ia kesiangan, ini adalah
bus yang lebih siang dari biasanya. Secara tidak langsung jelas, harapannya
untuk bisa sebus dengan Baekhyun hari ini kandas.
Namun
takdir berkata lain, setelah 10menit ia berdiri, berusaha mencari pegangan agar
ia tak terjerembab jika bus berhenti mendadak atau menancap gasnya yang sampai
saat ini tidak ia temukan, semua pegangan sudah penuh, saat itulah Byun
Baekhyun, menaiki bus itu dan berdiri tepat di hadapan Jieun. Jarak terdekat
yang pernah terbuat antara Jieun dan Baekhyun, membuat Jantung Jieun tak bisa
berhenti berdegup dengan kencangnya. Itu terlalu kencang dari biasanya. Jieun
takut Baekhyun atau semua orang di sekitarnya bisa mendengarnya. Dengan
canggung dan kikuk mereka terpaksa berdiri berhadapan dengan jarak yang terlalu
dekat itu. Jieun tak berani mendongakkan kepalanya. Matanya terkunci pada
sepatunya sendiri, ia takut menemui mata Baekhyun jika ia mendongak
sewaktu-waktu. Namun satu hal yang membuat Jieun senang bukan main, Baekhyun
akhirnya, dengan jelas telah mengetahui keberadaannya di dunia ini. Walau
secara tak sengaja, Baekhyun pasti melihat Jieun.
Sedetik
kemudian itu terjadi. Kejadian yang paling akan membuat Jieun tak bisa
melupakannya, kejadian yang membuatnya begitu senang hingga bisa mati setiap
saat. Bus yang mereka naiki mengerem mendadak. Jieun yang sedari tadi masih tak
menemukan pegangan pasti sudah jatuh jika tidak sebuah tangan, menggenggam erat
pergelangan tangannya untuk menahannya jatuh, dan kenyataan yang paling indah
untuk Jieun adalah, itu tangan Baekhyun. Kenyataan bahwa Byun Baekhyun
menggenggam erat pergelangan tangannya itu segera menamparnya hingga bisa
membuatnya meledak dan meleleh dalam waktu yang bersamaan. Dia bahkan sudah tak
bisa merasakan detak jatungnya yang tak karuan itu. Semua suara mendadak
mengilang. Semuanya mendadak sunyi. Hanya ada pemandangan mata baekhyun yang
dengan khawatir menatapnya, tepat di kedua matanya. Dia ingin waktu berhenti
disini, tepat disini dan tak kemana-mana lagi, selamanya.
“Gwenchana?”
tanya Baekhyun.
Suaranya
itu. Suara yang sudah berkali-kali ia dengar akhirnya bicara untuknya. Bicara padanya
dan menunggu jawaban darinya. Namun yang terjadi, lidah Jieun membeku. Otak dan
segala saraf motoriknya tak berkerja dengan baik secara tiba-tiba. Dia hanya
mematung, menatap Baekhyun tanpa berkata apa-apa. Jelas membuatnya terlihat
sangat bodoh, Jieun yakin itu.
“Sebaiknya
kau berpegang disini.” Baekhyun mengarahkan lengan Jieun ke pegangan yang
digunakannya. Mereka berbagi satu pegangan bersama.
Yang
Jieun lakukan hanya mengangguk pelan. Tetap tak bisa melakukan hal yang lain.
Jieun segera mengalihkan pandangannya dari Baekhyun, kembali ke sepatunya
sendiri. Dia bisa melihat sekilas senyum Baekhyun. Senyum yang Baekhyun buat
karena melihat tingkah Jieun. Senyum itu dibuat karena Jieun. Byun Baekhyun
tersenyum karenanya, itu kenyataan yang benar-benar disukai Jieun.
***
Jieun
tahu, semenjak hari itu dia sudah tak bisa lagi menghindari semua perasaan yang
ia rasakan terhadap Baekhyun. Itu semua terlalu kuat dan menggebu-gebu untuk di
lawan atau hanya sekedar dihindari. Otaknya tak sanggup lagi bepikir jangka
panjang, dia hanya ingin melakukan satu hal. Satu hal yang hanya dia tahu tak
mungkin membuatnya menyesal apapun hasilnya. Satu hal itu, ia harus memberi
tahu seluruh isi hatinya pada Baekhyun. Memberi tahu pada Baekhyun apa yang
selama ini dia rasakan terhadap kakak kelasnya itu.
Surat,
itu hal pertama muncul di otaknya. Menulis semua yang ia rasakan, menggambarkan
semua yang ia rasakan dalam kata-kata meski sebenarnya semua itu sulit untuk
diungkapkan, Jieun tak punya ide lain. Ia menulisnya, dengan sepenuh hati,
tentunya dengan berharap sestua yang menyenangkan sebagai hasilnya, walau ia
sendiri tahu itu sangalah tidak mungkin. Ia berusaha menghilangkan pikiran
bahwa yang akan dia lakukan setelah ini pasti hanya akan membuatnya malu dan
terlihat seperti gadis bodoh, dia tak ingin mempedulikan semua itu lagi. Jieun
hanya ingin Baekhyun tahu perasaannya. Hanya itu, karena dia tak bisa
menyimpannya sendiri lebih lama lagi.
Jieun dengan
ekspresi wajah yang datar, diam-diam menempelkan sebuah amplop yang berisi
suratnya di pintu loker Baekhyun yang selama ini juga menjadi sasaran
perhatiannya dalam diam. Dia juga berusaha berpikir ini adalah waktu yang
tepat, karena setelah ini dia tak punya waktu lagi setelah Baekhyun lulus dari
sekolah ini. Dia menghela nafas melihat surat itu dan dengan jantung berdebar
meninggalkan tempat itu sebelum ada yang melihatnya.
***
Aku tersihir
Di hari pertama aku menjadi murid di sekolah
in,i aku tersihir.
Melihat seorang senior lelaki di antara
teman-temannya, aku tersihir.
Melihat lelaki itu menabrakku tak sengaja,
aku tersihir.
Mengetahui namanya yang adalah Byun
Baekhyun, aku tersihir.
Dan berhari-hari melihat senyumnya, aku
tersihir.
Aku gila
Setiap hari aku tidur dengan wajahnya di
mimpiku, aku gila.
Setiap hari aku melihat wajahnya di
makananku, aku gila.
Setiap hari melihat wajahnya di buku
pelajaranku, aku gila.
Setiap hari melihat wajahnya saat aku
menutup atau membuka mata, aku gila.
Aku tak bisa menghilangkannya dari otakku,
aku gila.
Aku bodoh
Setiap hari mencuri pandang padanya dalam
diam, aku bodoh.
Setiap hari memperhatikannya dalam diam, aku
bodoh.
Setiap hari memikirkannya tanpa memikirkan
hal lain, aku bodoh.
Membiarkan diriku tak terurus karena
memikirkannya, aku bodoh.
Hanya bisa membayangkan aku bersamanya, aku
bodoh.
Tanpa berusaha melakukan sesuatu padanya,
aku bodoh.
Aku jahat.
Melihat dia bersama gadis lain aku marah,
aku jahat.
Merasa gadis itu tak baik untuknya, aku
jahat.
Menginginkan semua kejelekan untuk gadis
itu, aku jahat.
Ingin melihat dia dan gadis itu berpisah,
aku jahat.
Ingin membunuh gadis itu, aku jahat.
Aku jatuh cinta
Mataku seakan berhenti berkedip saat
melihatnya, aku jatuh cinta.
Tubuhku bergetar setiap mendengar suaranya,
aku jatuh cinta.
Hatiku berdebar saat bertemu dengannya, aku
jatuh cinta.
Ingin selalu melihatnya, aku jatuh cinta.
Ingin selalu bertemu dengannya, aku jatuh
cinta.
Ingin selalu di dekatnya, aku jatuh cinta.
Ingin menjadi miliknya, aku jatuh cinta.
Tak ada hal lain yang bisa aku katakan
selain aku sudah terlanjur sepenuh hati jatuh padamu. Dan tak ada hal lain yang
kuharapkan agar kau membalas perasaanku.
Tapi aku tahu ini akan menjadi cinta yang
egois, dan aku bahkan tak sanggup menyalahkan diriku sendiri untuk itu. Aku
hanya ingin kau tahu aku mencintaimu.
Lee Jieun.
Hati Baekhyun
mencelos. Dia seperti ditampar. Gadis ini, Lee Jieun, dia tahu benar gadis ini.
Gadis polos yang tak populer atau bahkan tak terlihat dan tak mempunyai
kelebihan apa-apa yang selalu memperhatikannya dalam diam, gadis yang selalu
mencuri pandang padanya. Baekhyun takkan bisa lupa gadis ini. Gadis yang
sebenarnya berhasil membuat hatinya tergerak.
Gadis ini
akhirnya menulis surat padanya, mengutarakan seluruh perasaannya pada Baekhyun.
Dan yang jadi pertanyaan Baekhyun adalah, mengapa akhirnya gadis ini
mengutarakan semuanya? Mengapa gadis ini berubah pikiran? Baekhyun takut ini adalah cara
yang dipilih Lee Jieun untuk menyerah padanya. Tidak, Baekhyun tak bisa
membiarkannya. Gadis itu, Lee Jieun harus tetap menyukainya, harus tetap
mencintainya, harus tetap memperhatikannya dan melihatnya.
Baekhyun
menggenggam surat itu di tangannya dan segera berlari, berlari menemui gadis
itu, Lee Jieun, yang sekarang Baekhyun sadari masuk ke hatinya dalam-dalam.
Baekhyun takkan
bisa lupa saat dia pertama melihat Jieun di hari pertamanya masuk sekolah ini
sebagai adik kelas barunya. Takkan bisa lupa saat Jieun selalu
memperhatikannya menghabiskan waktunya dengan buku-buku di perpustakaan. Takkan
bisa lupa saat Jieun selalu sebus dengannya saat berangkat atau pulang sekolah
dan saat ia memegang lengan Jieun demi menyelamatkannya dari jatuh dalam bus
yang mengerem mendadak. Baekhyun takkan bisa melupakannya itu semua, semua yang
tertancap dalam di otak dan hatinya itu.
Baekhyun sampai
di depan kelas Jieun. Tao, salah seorang adik kelas yang akrab dengannya
memandangnya dengan penuh tanya, dan Baekhyun
tak suka kekhawatiran yang juga tersirat di matanya itu.
''Tao! Dimana
Jieun? Dimana dia?'' tanya Baekhyun sambil berusaha masuk ke dalam kelas itu dan
mencari sosok gadis manis itu, namun yang Baekhyun jengkelkan adalah Tao
menahannya. ''Cepat Tao! Biarkan aku menemukannya! Aku harus bertemu Jieun
sekarang!''
''Hyung! Aku
mohon hyung berhentilah!'' Tao menahan kuat tubuh lelaki yang lebih kecil
darinya namun lebih tua darinya itu.
''Tao! Kau teman
sekelasnya, kau pasti tahu dimana dia sekarang. Dimana Lee Jieun?'' Baekhyun
terus berusaha melepaskan lengan-lengan kuat Tao dari kedua pundaknya.
Tao dengan cepat
menyeret Baekhyun pergi sebelum berhasil memasuki kelasnya, mencegah Baekhyun
mempermalukan dirinya sendiri di hadapan teman-teman Tao. Tao membawa Baekhyun
ke atap gedung sekolah mereka, sehingga takkan ada yang tahu pembicaraan
mereka.
''Tao! Kenapa
kau memperlakukanku seperti ini?'' Baekhyun tak bisa percaya akan temannya satu
ini, ''Dia memberiku surat Tao! Akhirnya dia mengutarakan perasaannya padaku!
Aku harus bertemu dengannya saat ini!''
''Hyung kenapa
kau terus seperti ini? Kapan kau akan berhenti melakukan semua ini?'' tanya
Tao, membuat Baekhyun semakin bingung.
''Tao! Dimana
Lee Jieun?'' akhirnya Baekhyun berteriak. ''Aku harus bertemu dengannya! Aku
juga menyuka..''
Tao memotongnya
dengan teriakannya, ''Dia tidak ada!''
Telinga Baekhyun
sakit mendengarnya. Dia ingin terbahak mendengar kebodohan temannya itu saat
ini, tapi ini bukan saat yang tepat. Dia juga ingin meninju teman yang tinggi
ini hingga tak sadar karena bicaranya yang bodoh itu.
''Lee Jieun
tidak ada! Sadarlah...'' suara Tao sudah lebih pelan sekarang, hanya simpati
yang terpancar dari matanya untuk teman naif di depannya itu. ''Ingatlah sudah
6 bulan ini kau tak henti-hentinya bercerita padaku tentang gadis bernama Lee
Jieun yang selalu memperhatikanmu dalam diamnya dan menyukaimu sejak hari
pertamanya di sekolah ini dan yang kau bilang teman sekelasku yang sebenarnya
tak pernah ada wujudnya itu.''
Baekhyun menatap
Tao lekat-lekat, bersiap-siap akan memukulnya jika setelah ini lelaki itu
tertawa dan berkata dia hanya sedang bercanda. Baekhyun tak suka candaan ini.
''Dan kau bilang
dia selalu sebus denganmu karena rumah kalian searah. Kau sangat antusias saat
kau bercerita bahwa kau memegang lengannya agar dia tak terjatuh saat bus
mengerem mendadak.'' Tao meneruskannya, berharap Baekhyun bisa sadar. ''Kau
bahkan berkhayal bahwa kau jadian dengan Krystal, padahal kau bahkan tak pernah
meliriknya. Kau bilang kau merasa bersalah karena membuat Jieun cemburu karena
itu.''
''Tao kau gila
kan? Candaan ini tidak lucu.'' Baekhyun benar-benar tak tahu harus berpikir
seperti apalagi.
''Tidak hyung.
Dengar aku...'' Tao memegang kedua pundak Baekhyun dan berusaha meyakinkannya,
''Lee Jieun itu tidak ada, kau yang membuatnya hidup dalam kehidupan di otakmu,
tidak lebih dari itu. Dia hanya cinta khayalanmu.''
"Tapi dia
ada! Dia benar-benar ada! Dia bahkan menulis surat ini untukku.'' Baekhyun
dengan putus asa menunjukkan surat yang sedari tadi ada di tanganya pada Tao.
Dengan ini Tao
semakin khawatir dengan Baekhyun, ''Hyung, itu tulisanmu sendiri hyung...''
*****
''Jadi begitu?''
tanya dokter pada Baekhyun, yang Baekhyun jengkelkan masih memasang wajah
santainya.
''Ya. Apa kau
yakin aku hanya perlu istirahat?'' tanya Baekhyun.
''Ya, tentu
saja.''
''Aku...aku
sudah gila kan?'' Baekhyun berharap dokter itu memberi pandangan simpatinya,
setidaknya membuatnya merasa tenang bahwa dia bisa tergolong dalam salah satu
jenis manusia, meski itu gila.
Dokter itu hanya
tersenyum, ''Kau, murid populer di sekolah, wajah tampan, prestasi gemilang,
lalu kau berkhayal tentang seorang gadis yang menyukaimu?'' Dokter itu lalu
berjalan ke arah pintu, ''Itu karena sebenarnya, dibalik semua itu kau
membutuhkan kasih sayang kan? Kasih sayang yang selama ini tak pernah kau dapat
dari orang tuamu, teman-temanmu atau guru-gurumu? Hanya itu kan? Jangan
berpikir semua orang itu sama sekali tak menyayangimu. Jangan pikir mereka
hanya menyukai sisi kerenmu. Pasti mereka punya perasaan tulus dekat denganmu,
pasti ada di antara mereka. Kau tak perlu membuat seorang tokoh yang
mencintaimu setengah mati seperti Lee Jieun itu.'' dokter itu berhenti sebelum
menutup pintu untuk keluar, ''Kau juga tidak perlu berpikir bahwa kau gila.
Orang tidak disebut gila saat membayangkan fatamorgana sebuah danau dengan air
jernih ketika mereka terjebak di padang pasir yang panas.'' dokter itu tersenyum
lagi lalu hilang dari pandangan bersamaan dengan suara pintu ditutup.
Baekhyun
menghela nafas, ''Sayangnya aku benar-benar ingin gadis itu ada, mungkin aku
benar-benar mencintainya...''
THE END
................................................................
BalasHapusmerinding pas tau kenyataan bahwa jieun itu cuma khayalan, ga nyangka juga suratnya itu baehyun sendiri yang nulis T^T
diliat dari cover nya malah pertama kali aku berfikir kalo jieun nya itu bakalan mati(?) .-.
bekhyun ngapa kali bisa begitu-______-"
nice fic ><
hehehe banyak yg bilang klo ff ini memang aneh XD btw trims udah baca n komen ^^
BalasHapusSyedih ;(
BalasHapusTapi feelnya dapet thor ><
Daebak!
makasih uda baca^^
Hapuswhat?
BalasHapusgak nyangka bgt sumpah!
tp bagus dpt feel nya
^^
*Cool
kpan2 Bikin Ff IU lg ya Thor
#hwaiting
hehe makasih ya udah baca. jgn khawatir IU selalu di hati, dia bakal selalu memenuhi list cast buat ffku heheXD
Hapus