Halaman

Minggu, 19 Januari 2014

[FANFIC] The Time Controller (part 3)




Entah kenapa sekarang Baekhyun berpikir, dirinyalah orang yang sulit bergaul dan selalu canggung di hadapan orang lain, dan Jieun, melihatnya seperti itu, dia sama sekali tidak canggung dan terlihat mudah, bahkan terlalu mudah bergaul dengan orang lain. Pantas saja dia sudah punya teman baru sekarang. Adik kelas itu, betapa mudahnya dia berteman dengan Jieun? Dan dia tidak tahu betapa sulitnya Baekhyun mengajak Jieun bicara saat mereka baru kenal. Baekhyun mengerjapkan matanya, apa dia memang cemburu?

            Jieun menyesal telah tersenyum. Entah mengapa hatinya begitu senang melihat Baekhyun datang menghampirinya. Harusnya dia tak boleh meneruskan pertemanan mereka berdua, atau itu akan memperumit posisinya sendiri, apalagi jika dikaitkan dengan Krystal.
            "Se...sepertinya kau punya teman baru." kata Baekhyun gugup.
            Jieun melihat kaleng di tangannya, dia bahkan tidak tahu apa Changjo bisa disebut teman. "Aku tak sengaja mengenalnya."
            "Tak sengaja? Semudah itu?" Suara Baekhyun terlalu keras, dia bahkan tak suka itu, tapi itulah yang terjadi.
            "Kenapa?" Tanya Jieun heran.
            Oh tidak, Baekhyun benar-benar cemburu. Ia segera menggeleng, "Tidak, tidak ada apa-apa."
            Mereka diam sejenak, dan selama itu mata mereka tetap saling bertemu. Cukup lama hingga mereka menyadari mereka saling bertatapan, hingga lagi-lagi debaran itu muncul di dada mereka berdua, membuat suasana menjadi canggung kembali. Dan Jieun berharap dia tidak menyukai lelaki di hadapannya itu.
            "Baiklah, aku pergi." kata Jieun cepat-cepat dan pergi begitu saja.
            Baekhyun menghela nafas yang rasanya ia tahan sedari tadi.
***

            Jieun heran, sudah beberapa hari ini ia menjalani sekolahnya dengan santai tanpa harus membolos kelas dan mengeringkan diri di atap gedung sekolah atau hal-hal semacamnya. Jieun memakan makan siangnya dengan lega, ternyata semua terasa lebih baik tanpa siksaan itu.
            "Jieun-ah! Daripada kau sendirian di situ, bergabunglah denganku." Ajakan Baekhyun malah membuatnya semakin heran.
            Jieun melihat meja yang ditunjuk Baekhyun, penuh dengan teman-teman kelas Baekhyun. Yang tak begitu Jieun kenal, namun hanya pernah tahu. Tapi jelas di mengingat jelas Jongdae dan Chanyeol, duo yang gemar mengerjainya.
            Dengan berbagai usaha Baekhyun dan teman Baekhyun yang lain, Jieun berakhir duduk di tengah Baekhyun dan Eunji.
            "Jadi masalah grogi berlebihanmu sudah teratasi?" bisak Jongdae pada Baekhyun berusaha agar Jieun tak mendengarnya.
            Baekhyun hanya melempar pandang kesal padanya, karena jelas dia masih bersikap aneh di dekat Jieun. Tapi niatannya untuk membantu Jieun berteman lebih kuat.
            "Jieun-ah, mulai sekarang jangan duduk sendiri lagi saat makan siang. Kau bebas duduk bersama kami." kata Jiyoung dengan ceria. Seperti sudah mengerti benar kuliah dari Baekhyun tentang Jieun yang butuh dibantu soal pertemanannya, Jiyoung melakukannya dengan baik. Baekhyun lega mendengarnya.
            Jieun memaksakan senyumnya untuk mereka semua. Situasi seperti ini benar-benar sangat sulit untuk Jieun beradaptasi di dalamnya.
            "Dan satu yang ingin aku tegakkan sekarang." Baekhyun menatap Jongdae dan Chanyeol. "Kalian tidak ingin meminta maaf pada seseorang?"
            Seketika Jongdae dan Chanyeol saling tersenyum, tapi tetap tak ada rasa bersalah di wajah mereka. Eunji memutar bola matanya melihat itu.
            "Minta maaflah." Jongin yang bicara sekarang.
            "Ya benar. Eunji sudah lelah menghalangi kalian." tambah Jiyoung.
            "Mianhae Jieun-ah." kata Jongdae dan Chanyeol bersamaan dengan santai. Senyum mereka belum hilang.
            Jieun lagi-lagi hanya memaksakan senyumnya. Jieun tak benar-benar kesal pada dua orang ini. Lagipula yang mereka lakukan tak separah yang ia alami sewaktu SMP, dan juga kali ini Jieun lebih sering menghindari itu semua dengan menghentikan waktu, jadi dia sudah tak terlalu kesal akan hal seperti itu. Dia sudah benar-benar terbiasa.
            "Ya! Tapi mungkin kami berdua adalah teman terdekatnya selama ini." celetuk Chanyeol membela diri. "Lihat saja, pasti tak ada yang hafal benar jam berapa Jieun sampai di sekolah ini tiap pagi, atau jam berapa dia biasa pulang, dan di mana dia di jam-jam tertentu seperti kami kan?"
            "Benar sekali. Apa kau tidak iri Baek?" tambah Jongdae sambil menggoda Baekhyun yang dengan cepat wajahnya melebur merah.
            Jongdae dan Chanyeol terkekeh senang melihat keadaan merugikan Baekhyun itu.
            "Sudah jangan dengarkan mereka       Jieun." kata Jiyoung. "Kita makan siang saja, ok?"
            "Mungkin kau belum tahu, tapi otak mereka berdua tertukar dengan tempurung kelapa kembar yang masih untung bisa mereka buat berpikir." tambah Eunji datar dan mendapat debatan dari Jongdae dan Chanyeol, membuat kanting sekolah mereka lebih ramai dari biasanya.
            "Dan mungkin kau juga belum tahu Jieun-ah, tapi tubuh Eunji itu tertukar dengan gorila rabies yang sekarang dia banggakan karena dia bisa menghajar 3 orang preman di rumah Kim Myungsoo." balas Jongdae sambil terbahak dan Chanyeol seketika bergabung dengannya.
            Tapi keadaan mendadak dingin dengan disebutnya nama Myungsoo. Baekhyun jadi teringat bahwa dia belum berhasil berbaikan dengan Myungsoo, di luar ada atau tidaknya kesalahan di antara mereka. Dan Jieun tahu benar siapa Myungsoo, nama itu membuatnya khawatir terhadap Baekhyun. Jongin sendiri jadi teringat Krystal dan Jiyoung sedang mentoleransi kesensitifan Jongin itu.
            Melihat akibat yang di sebabkan Jongdae, Eunji menjadi kesal, "Aish! Bodoh!" Eunji melempar bungkus keripik kentangnya yang belum kosong ke kepala Jongdae.
***
            Gedung olah raga sekolah mereka sedang ramai lagi, kali ini pertandingan tim putra antar kelas sedang diadakan. Murid-murid yang menjadi penonton sudah ramai mendukung kelasnya masing-masing meskipun pertandingan belum dimulai.
            Myungsoo sedang melakukan sedikit pemanasan sebelum bertanding saat ia melihat Eunji lewat di depannya begitu saja, "Ya! Ini bukan waktunya tim perempuan bermain, kenapa kau seenaknya saja berjalan di lapangan seperti itu?" tanya Myungsoo, membuat Eunji memutar bola matanya malas.
            "Kim seongsaenim baru saja memanggilku. Apa ini lapanganmu?" tanya Eunji, sambil bicara ia melihat ke arah Jongin dan Jiyoung yang sedang duduk berdua di tribun penonton, dia tidak heran dia tak menemukan Chanyeol dan Jongdae.
            "Kau masih marah padaku?" tanya Myungsoo tak percaya. Lalu dia tersenyum kecut, "Tetap saja, kau memang seorang gadis."
            Eunji hanya meliriknya, "Aku sudah tidak marah padamu. Tapi aku hanya malas berurusan denganmu."
            "Semenyebalkan itukah aku? Sampai tak ada yang mau dekat denganku?" gumam Myungsoo. Itu lebih seperti suara hatinya.
            "Kurasa cuma anak itu yang akan dengan senang hati dekat denganmu." Eunji tertawa kecil sambil melihat Baekhyun memasuki gedung sambil mengajak Jieun. Lebih tepatnya dengan menarik lengan Jieun, memaksanya.
            Myungsoo mendengus pelan mengingat usaha Baekhyun untuk meminta maaf padanya meski dia sendiri tahu Baekhyun tak melakukan kesalahan padanya. "Aku lihat kalian semakin dekat."
            "Seperti itulah dia, berusaha berteman dengan siapapun. Beda sekali dengan teman sekelasmu itu."
            Myungsoo tertawa kecil, "Kenapa aku merasa senang?"
            "Wae?" Eunji tak mengerti arah pembicaraannya.
            "Melihat lelaki yang disukai Krystal lebih dekat dengan Lee Jieun."
            Kali ini Eunji yang mendengus pelan, lebih seperti tawa yang ditahan, "Lihatlah betapa jahatnya kau. Sebenarnya kau salah satu dari preman-preman yang kuhajar waktu itu kan?"
            Detik berikutnya Myungsoo malah menarik lengan Eunji untuk menghidar dari bola basket yang tak sengaja terlempar ke arah Eunji oleh salah satu anggota timnya. Hal ini jelas membuat Eunji terkejut, mereka berdua sekarang berdiri berdekatan, terlalu dekat malah, dan Myungsoo masih memegang erat tangannya. Dada Eunji berdebar hebat dan seketika mendorong Myungsoo keras dan melempar pandang kesal padanya.
            "Gadis itu        kenapa?" Myungsoo bergumam setelah melihat Eunji bergegas pergi begitu saja, bukannya berterima kasih.
             Baekhyun mengajak Jieun duduk di antaranya dan Jiyoung, "Wah akhirnya untuk pertama kalinya Lee Jieun menonton pertandingan basket kita." kata Jiyoung membuat Jieun sedikit terkejut akibat tahunya Jiyoung tentang sesuatu yang kecil dari dirinya. Jieun sebenarnya memang selalu melewatkan pertandingan basket yang ada di sekolahnya dan lebih memilih menghabiskan waktu di atap gedung sekolah, tempat favoritnya menyendiri itu. Kadang mengeringkan diri hanya jadi alasan untuk dirinya sendiri sebagai penghalang tak bisanya dia menonton pertandingan basket sekolah, tapi Jieun memang tak pernah tertarik akan hal itu. Dan dengan segala perkataan dan paksaan Baekhyun itulah yang mampu membuatnya menyerah dan berakhir duduk di tengah-tengah murid lain di gedung yang sedang ramai ini. Itu semua berkat Baekhyun, lali-lagi ia bisa mengalami hal baru.
            "Benarkah? Dia bahkan tak pernah menontonnya?" tanya Baekhyun tak habis pikir sambil melihat Jieun, "Sebentar lagi kau akan berterima kasih padaku setelah tahu seberapa serunya pertandingan basket itu. Apalagi yang satu ini. Ingat, kali ini kita dukung tim teman sekelasmu itu, Kim Myungsoo. Ok?" Jieun jadi melamun menatap Baekhyun. Bagaimana ada seseorang dengan hati seputih itu? Jieun tak habis pikir. Dia tahu bahwa Baekhyun berusaha membuat semua keadaan antara dia dan orang-orang di sekitarnya baik-baik saja. Dan karena kelakuannya itu, tentu saja banyak orang yang tergerak hatinya atas ketulusan Baekhyun.
            Jiyoung menanyai Eunji yang sekarang duduk di sebelah Jongin, "Apa yang kau bicarakan dengan Kim Myungsoo tadi?"
            Jongin, Baekhyun dan Jieun tentunya juga ikut memperhatikan jawaban Yang akan diberikan Eunji.
            "Bisakah kita tidak membahas orang itu?" kata Eunji, entah kenapa dia terlihat kesal.
            "Hei, bagaimana bisa itu terjadi? kita sedang melihat pertandingan basket orang itu." kata Baekhyun, mau tidak mau membuat Jiyoung dan Jongin tertawa. Dan tak ketinggalan Jieun yang tersenyum mendengarnya.
***
           
            Jieun dengan ragu mengikuti Changjo ke salah satu kafe kecil di tengah kota. Dia belum pernah kesini sebelumnya, dan Changjo membuatnya datang ke tempat asing ini. Ini adalah hari yang dijanjikan Changjo padanya, Entah apa yang akan terjadi setelah ini, Jieun tak tahu.
            “Kami datang.” Kata Changjo setelah memasuki kafe itu. Ada beberapa orang di dalamnya yang seketika melihat ke arah Jieun sekarang.
            Changjo mengajak Jieun duduk di salah satu kursi. Salah seorang yang memakai celemek dengan cepat menutup kafe ini dengan maksud agar tak ada oang lain yang masuk, membuat Jieun semakin heran.
            “Selamat datang.” Seorang lelaki paruh baya menyambut dengan senyum santainya, “Aku Jo Hyunjae, mereka biasa memanggilku ketua di sini, meskipun kenyataannya bukan.” Ia tertawa pelan, membuat beberapa di antara yang lain tertawa.
            “Wajahmu cukup tenang untuk orang baru seperti ini. Kau belum menceritakan apa-apa padanya kan Changjo?” orang itu lalu bertanya pada Changjo yang menjawabnya dengan gelengan.
            “Bisakah kita cepat memberi tahunya? Terlalu sesak jika aku harus melihat masa depannya terus seperti ini.” Seorang wanita yang berwajah kelewat cantik angkat bicara dengan raut muka tak sabarnya.
            “Dia Park Gyuri, dia memang seperti itu.” Hyunjae menjelaskannya dengan senyum. “Baiklah, mungkin ini terlalu berat untuk diterima, tapi kau memang harus segera tahu.” Hyunjae lalu memulai penjelasan yang sebenarnya Jieun tunggu sejak tadi, “Kau pasti mengira Changjo sudah mengajakmu ke klub aneh kan? Kami bukan itu, kami bahkan bukan klub atau perkumpulan apapun itu. Kami hanya orang-orang yang bernasib sama dan saling kenal, juga kami berusaha saling membantu jika kami bisa, itu saja. Kami semua sama sepertimu, berhubungan dengan waktu, kami masing-masing punya kemampuan sepertimu, meski ada beberapa yang berbeda.”
            Mata Jieun membesar dengan pernyataan itu, untuk menerima Changjo adalah salah satu orang yang sepertinya sudah cukup berat, dan orang sebanyak ini yang juga sepertinya? Jieun masih tak bisa berpikir jernih saat ini.
            “Seperti yang kau dengar tadi, Gyuri,” Hyunjae melihat ke arah wanita tadi, “Dia bisa melihat masa depan, semua orang yang ia temui, dia bisa melihat masa depan mereka. Dan aku, aku sama sepertimu, pengendali waktu. Temanmu Changjo juga sama sepertimu. Dan dia, Tao.” Hyunjae menunjuk lelaki yang punya tatapan mematikan dengan lingkaran hitam tajam di bawah matanya, “Jangan takut, dia seumuranmu, dia juga pengendali waktu. Dan dia Cho Kyuhyun,” Hyunjae menunjuk lelaki yang memakai celemek dan tersenyum pada Jieun itu, “Pemilik kafe ini, dia bisa melihat masa lalu. Dan kau, seperti kata Kyuhyun, adalah orang yang mendapatkan kemampuan itu dengan umur termuda, 5 tahun.”
            Ingatan Jieun terbang ke waktu itu, waktu dimana ia mendapati kemampuannya untuk pertama kalinya. Waktu yang jelas tak pernah hilang dari otaknya. Apalagi ditambah dengan terjadinya ciuman pertamanya dengan lelaki yang bahkan sama sekali tak ia kenal. Namun karena lelaki itulah, kemampuannya bisa keluar begitu saja. Lelaki itu, lelaki yang terasa seperti teman paling menyenangkan baginya, teman keduanya setelah Krystal, tapi itu hanyalah sebatas kenangan.
            “Bagimana…?” belum Jieun menyelesaikan kalimatnya, Hyunjae sudah memotongnya.
“Kyuhyun sudah melihat fotomu. Maaf, aku yang menyuruh Changjo mengambil fotomu diam-diam.” Itu menjawab pertanyaan di otak Jieun dengan tepat.
“Aku baru memiliki kemampuan itu disaat aku berumur 10 tahun. Dan Tao di umur 9 tahun, sedangkan Changjo di umur 12 tahun. Kau cukup menganggumkan.”
            “Dan karena itulah dia menjadi yang paling sering menggunakan kemampuannya di antara kalian, karena kemampuannya datang lebih lama. Dia sangat sering menghentikan waktu. Terlalu sering.” Tambah Kyuhyun.
            “Karena itulah aku ingin segera membawanya kesini.” Changjo yang angkat bicara, khawatiran muncul dengan jelas di wajahnya, membuat Jieun makin penasaran apa yang sebenarnya terjadi di sini.
            “Dan aku tidak ingin memberitahu kalian berapa sisa umur gadis ini.” Kata Gyuri.
            Suasana seketika berubah tegang. Ekspresi wajah mereka menjadi serius.
            “Baiklah, Jieun, ada satu hal penting yang harus kau tahu,” Dengan segan Hyunjae berkata, “Setiap pengendalian waktu yang kita lakukan, tidak diberikan dengan Cuma-Cuma.”
            “Maksudnya?” Jieun bertanya.
            “Setiap pengendalian waktu yang dilakukan, akan mengurangi waktu pengendali yang melakukannya itu sendiri. Dan yang sedang aku bicarakan adalah waktu hidup di dunia ini."
            Jieun mencernanya, Jieun mencerna semua perkataan itu dan tercekat. Bagaimana bisa ada hal sepenting ini, yang tidak ia ketahui. Jieun merasa tak adil. Dia memang sempat mensyukuri kemampuan ini, karena dengan itu dia bisa bertahan hidup. Menghindari jebakan-jebakan dari teman-temannya. Untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi dia bahkan tak pernah meminta untuk punya kemampuan ini, namun kenapa rahasia di baliknya begitu berat seperti ini?
            “Berapapun sisa umurmu, aku yakin itu tidak terlalu banyak. Jadi kami memutuskan untuk membantumu. Ada cara untuk menghilangkan kemampuan itu. Dengan hilang kemampuanmu itu, semua perhitungan sisa waktumu di dunia ini tidak akan berlaku lagi. Jadi seperti yang dilakukan Changjo saat ini, selama 100 hari, kau tidak boleh menggunakan kemampuanmu sama sekali. 100 hari penuh. Maka dengan begitu, kau bisa menghilangkan kemampuanmu.”
            Entah Jieun harus bereaksi seperti apa, dia tak tahu lagi.
***

            “Ah, baiklah baiklah tuan Song nanti aku akan pergi ke tempat kursus itu.” Kata Baekhyun kesal pada ponselnya, “Laporkan pada Eomma aku pergi. Aigoo sebenarnya kau ini memihak siapa tuan Song?” Akhirnya Baekhyun memutus teleponnya dengan pelayan kesayangannya itu.
            “Baiklah, Tuan Songmu itu lebih cocok dijuluki Eommamu.” Canda Jongdae.
            “Diamlah!” kata Baekhyun.    “Mana Jongin? Aku sudah lapar." Dia, Jongdae, Chanyeol, Jiyoung dan Eunji sedang menunggu Jongin di luar kelas mereka.
            "Entahlah." Jiyoung yang menjawabnya dengan gumaman.
            Lalu Krystal terlihat berjalan di hadapan mereka, Chanyeol menyenggol lengan Baekhyun. Chanyeol dan Jongdae menahan tawa mereka, entah karena apa.
            Baekhyun dan Krystal sedetik saling bertatapan lalu Krystal yang membuang muka terlebih dahulu. Hubungannya dengan Krystal masih tidak baik, tidak pernah bisa sebaik yang diharapkan Baekhyun. Semua kebaikan yang dilakukan Baekhyun, akan membuat Krystal melambung tinggi, dan pada akhirnya hanya menyakitinya karena Baekhyun hanya menganggapnya sebagai adik perempuannya, adik yang perlu ia lindungi, dan Krystal lagi-lagi sama sekali tak menyukai itu.
            Krystal segera memasuki kelas tepat di saat Jongin keluar dari kelas, membuat mereka bertabrakan dan beberapa buku yang dibawa Krystal jatuh bertebaran.
            Menyadari siapa gadis di depannya, Jongin melebur merah dan segera membantunya mengumpulkan bukunya tanpa melihat pemiliknya dan menggumamkan pelan kata maaf berkali-kali.
            Jongdae dan Chanyeol terbahak melihat kejadian ini, dan mereka memang tak bisa menahan tawa mereka melihat Jongin yang biasa terlihat tenang, bisa sekikuk itu di hadapan gadis yang ia sukai. Dan yang berikutnya terjadi benar-benar merusak suasana.
            "Aigoo Jongin, kau benar-benar tidak keren di hadapan gadis idamanmu." kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Chanyeol di sela-sela tawanya.
            Jiyoung membeku, Jongdae dan Eunji segera memukul Chanyeol, Chanyeol sendiri lalu segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya sendiri, Baekhyun hanya mengedipkan matanya tak mengerti dan Krystal dengan terkejut menatap Jongin yang juga sedang bukan main terkejutnya.
            Suasana benar-benar menjadi canggung. Krystal dengan cepat segera pergi dari hadapan Jongin dan masuk ke kelas. Sedangkan Jongin yang sekarang sudah berdiri, menatap tajam ke arah Chanyeol.
            "Mian Jongin-ah." Kata Chanyeol segera. "Aku benar-benar minta maaf, aku.."
            Belum sempat Chanyeol menyelesaikan kalimatnya, Jongin sudah pergi. Pergi dengan ekspresi yang tidak enak dilihat.
            "Jongin-ah!"  Chanyeol memanggilnya tapi Jongin tetap sama sekali tak merespon.
            Jiyoung segera pergi mengejarnya, Jongdae memberitahu Chanyeol bahwa Jongin takkan bisa diajak bicara di saat seperti ini, lalu Jongdae mengajak Chanyeol pergi entah kemana, dan lagi-lagi Baekhyun hanya mengedipkan matanya tak mengerti.
            "Sebenarnya Jongin kenapa Eunji-ah?"
            Eunji mengehela nafas beratnya, "Entah ini betul atau tidak aku memberitahumu, tapi Jongin sudah mengenal Krystal sejak kecil. Mereka sudah bertemu sejak taman kanak-kanak."
            "Jinja?" Baekhyun membulatkan matanya mendengar informasi baru ini.
            "Dan sejak itu juga Jongin menyukai Krystal. Sangat menyukainya, hingga sekarang."
            Baekhyun ternganga, satu lagi hal yang membuatnya merasa bersalah, entah dia memang salah atau tidak, dia tak tahu lagi. Tapi itu memang membuatnya merasa bersalah. Karena Krystal dijodohkan dengannya, orang-orang yang lebih dan benar-benar menyukai Krystal jadi tak bisa mendekatinya atau bersamanya. Baekhyun merasa bersalah.
            "Sudahlah, ayo kita makan siang!" ajak Eunji.
            Mereka sampai di kantin sekolah, memilih duduk bersama Jieun yang sudah makan sendirian terlebih dulu. Baekhyun memaksakan senyumnya untuk Jieun, namun Jieun malah sedang melihat murid yang sedang lewat, yang Baekhyun kenali bernama Changjo itu.
            Changjo sudah hilang dari pandangan saat Jieun beranjak pergi, "Kau mau kemana? Apa kau sudah selesai dengan makanmu?" tanya Baekhyun heran.
            "Ya, aku sudah selesai." jawab Jieun cepat-cepat lalu pergi, sangat terlihat bahwa dia mengejar Changjo. Membuat Baekhyun ingin tahu apa sebenarnya kepentingan mereka berdua. Dan Baekhyun rasa ini bukan hari baiknya.
***

            “Jongin-ah!” panggil Jiyoung sambil berusaha menyamai langkah cepat penuh emosi milik Jongin. Mereka sampai di halaman belakang sekolah sekarang, hanya ada beberapa murid di sana karena ini jam makan siang dan pasti mereka sedang beramai-ramai memenuhi kantin mereka untuk mengobati rasa lapar mereka, bukan seperti yang Jongin lakukan saat ini. “Kau tahu Chanyeol seperti apa. Aku harap kau memaafkannya dan kau baik-baik saja.” Kata Jiyoung setelah Jongin berhenti.
            Jongin hanya diam, dia masih marah, dia memang tipe orang yang tenang, tapi jika dia sudah marah, dia agak sulit dihibur. Dan kali ini dia terlalu marah pada Chanyeol untuk tidak bisa mengontrol hobinya bercanda. Kenyataannya adalah bukan hanya di hadapan Krystal, tapi Baekhyun juga ada di sana. Lalu bagaimana dia harus menghadapi seorang Byun Baekhyun, yang merupakan lelaki yang dijodohkan dengan Krystal, setelah ini? Dan dia heran pada Jiyoung selalu berusaha menghiburnya, apa hanya dia orang tak boleh sedih, ataupun marah?
            “Dengar, aku tahu kau pasti sangat marah padanya, tapi kau tahu..”
            Jongin  memotong perkataan Jiyoung, “Bisakah kau berhenti menghiburku?”
            Itu keras, terlalu keras hingga menyakiti hati Jiyoung. Tapi keadaan ini juga sudah terlalu sering, meski tanpa teriakan Jongin, hingga Jiyoung sudah agak terbiasa dengan hal ini, tersaiki karena perasaan terpendamnya sendiri.
            “Kenapa harus selalu kau?” tanya Jongin, “Kenapa kau selalu berusaha membuat semuanya baik untukku?”
            Jongin bisa melihat Jiyoung sedikit menekuk wajahnya, dia bersedih, jelas bersedih, Jongin sendiri sadar bahwa perkataannya kali ini terlalu kasar untuk Jiyoung, sahabat yang selalu berada di sisinya.
            “Mian.” Kata Jiyoung akhirnya, suaranya begitu lirih, seakan dia sedang menahan tangis.
            “Aku butuh waktu sendiri.” Kata Jongin, nada bicaranya sudah turun, “Adakalanya aku juga butuh sendirian.”
            Jiyoung berbalik memunggungi Jongin dan mulai berjalan pelan menjauhi Jongin. Dia kesal pada dirinya sendiri yang sepertinya bersikap berlebihan setiap ada suatu hal yang berhubungan dengan Jongin. Dia kesal, karena dengan sikapnya yang seperti itu, jelas akan membuat Jongin jengah olehnya. Dan pada akhirnya, jika hal semacam ini terjadi, dirinya sendiri yang akan menjadi sedih. Sedih seperti sekarang. Sedih, karena ini semakin mengingatkannya bahwa, sedekat apapun ia sebagai sahabat Jongin, dia tetap tak bisa menjangkau Jongin sedalam yang hatinya inginkan. Selamanya dia hanya akan menjadi sahabat Jongin, yang meskipun sangat dekat, tetap tak bisa meraih tempat terdalam di hatinya, selama Jongin tak memiliki perasaan yang sama sepertinya.
***

            "Ini terasa aneh." komentar Changjo saat dia dan Jieun sampai di atap gedung sekolah, tempat Jieun biasa menghabiskan waktu, sendirian. "Dan akhir-akhir ini kau memang aneh noona."
            Tak begitu mempedulikannya, Jieun menanyakan hal yang ingin dia tanyakan sejak kemarin, "Aku ingin tahu semuanya. Beri tahu aku semua yang kau ketahui tentang para pengendali waktu itu."
            Changjo melihat keseriusan Jieun dan memilih menjawabnya, "Hyunjae hyung hanya berusaha membantu orang-orang seperti kita. Menyadarkan kita bahwa sebenarnya kemampuan yang kita miliki bukanlah hal yang menyenangkan, meski dia tak pernah bicara tentang itu secara gamblang, tapi aku tahu, sejak kematian istrinya yang juga pengendali waktu, sejak itu dia ingin merangkul sebanyak-banyaknya pengendali waktu agar mereka tidak salah jalan karena ketidaktahuan mereka. Semakin cepat kau tahu rahasia dibalik pengendalian waktu ini, itu semakin baik, karena kau takkan membuang-buang waktumu. Menghamburkan kemampuanmu dan kehabisan waktu di dunia ini secara tiba-tiba, bukanlah jalan yang baik untuk meninggalkan dunia ini kan?"
            "Lalu sejak kapan kau mengenaliku?" tanya Jieun. "Bagaimana.."
            "Sejak aku menginjakkan kaki di sekolah ini. Sejak hari pertama aku bersekolah di sini. Dan hari itu juga aku melihatmu, menghindar dari siraman air teman-teman yang biasa mengerjaimu, dan saat itu juga aku tahu, kau sudah menghentikan waktu."
            Jieun tak menyangka selama itu Changjo mengetahuinya. "Lalu kenapa baru sekarang kau bicara padaku?"
            Changjo tidak menjawab yang satu itu, dia hanya menatap langit dan menghela nafas, membuat Jieun semakin ada sesuatu di balik semua ini. Sesuatu yang serius. "Jadi apa noona berniat menghilangkan kemampuan noona sepertiku?"
            "Sudah berapa hari kau melakukannya?"
            "Ini hari ke 73." jawab Changjo singkat dan santai.
            "Kenapa kau memutuskan untuk menghilangkannya?"
            "Dari awal aku tak suka kemampuan ini, dan merasa tidak membutuhkannya." saat ini Changjo sudah menatapnya.
            "Aku heran, kenapa sepertinya kemampuan ini hanya menyenangkan untukku?" Jieun tersenyum kecut, "Dan kau tahu, meski sekarang aku sangat ingin menanyaimu berapa sisa umurku sebenarnya, aku sama sekali tak merasa takut?"
            "Noona?"
            "Ya, kau pasti tahu sisa umurku yang sebenarnya. Kau hanya perlu beri tahu aku jika kau sudah siap. Aku sama sekali tidak takut meninggalkan dunia ini, kau tak perlu khawatir. Dari awal aku berbeda dari yang lain." Jieun sendiri tak percaya perkataan itu bisa keluar dari mulutnya.
            "Itu yang aku pikirkan tentangmu. Kau terlihat seperti orang yang selalu sendirian, tanpa memikirkan perlunya hidup berdampingan dengan orang lain. Meski kau sangat memperhatikan dunia ini, kau berusaha menghilangkannya dari otakmu, atau bahkan hatimu."
            Jieun menatap Changjo takjub. Belum pernah ia mendengar gambaran dirinya dari orang lain. Dan hal yang dikatakan Changjo benar adanya, seperti itulah diri Lee Jieun yang ingin dia bangun.
            Sejak awal Jieun selalu berusaha berpikir bahwa dia bisa dan sanggup menjalani semuanya sendirian. Dia lelah melambung terlalu tinggi akan seseorang yang sepertinya akan terus bersama dengannya, tapi pada akhirnya selalu dia tetap sendirian. Dia lelah menunggu orang tuanya benar-benar pulang dan berhenti membicarakan Krystal, sebagai sosok putri idaman mereka. Dia lelah berharap orang tuanya akan berhenti membanding-bandingkannya dengan Krystal. Dia lelah menunggu Krystal akan bicara padanya suati hari nanti. Bahkan dia lelah berharap pada lelaki kecil yang berjanji akan menikahinya jika sudah besar nanti, meski ia tahu yang satu ini benar-benar konyol. Dia lelah sendirian. Itulah Lee Jieun yang sebenarnya, dan itu jugalah Lee Jieun yang ingin dia sembunyikan, atau bahkan ia hilangkan.
            "Aku memutuskan ini saat yang tepat untuk memberi tahumu sejak dirimu yang seperti itu perlahan-lahan menghilang."
            "Maksudmu?" Jieun benar-benar tak mengerti yang satu ini.
            "Karena sekarang kau ingin hidup. Sekarang noona akan takut mati dan meninggalkan dunia ini. Sekarang kau tak bisa lagi sendirian. Itulah dirimu yang sekarang."
            "Bagaimana...?" Pikiran Jieun melayang, ya dia baru sadar, bukankah akhir-akhir ini hidupnya berubah? Dia sudah tidak sendirian lagi. Dia bahkan bisa dengan bebas bicara dengan Changjo seperti sekarang ini. Dan seketika nama Byun Baekhyun muncul begitu saja di otaknya. Lelaki itu, lelaki yang senyumnya selalu menentramkan, pribadinya yang menyenangkan, dan keberadaannya yang semakin hari semakin memperkuat debaran di dada Jieun, dan lelaki yang bahkan membawa banyak teman baru dalam hidupnya yang biasa sepi itu. Jika sekarang Jieun harus mati, apa bisa dia meninggalkan mereka? Apa bisa dia hidup sendiri lagi setelah apa yang ia rasakan saat memiliki banyak orang di sekitarnya?
            "Jadi tinggal berapa lama umurku sebenarnya?" akhirnya Jieun bertanya.

TO BE CONTINUED

8 komentar:

  1. oke!
    Aku mikir itu sisa umur jieun jangan-jangan gak sampe 100 hari. jadi gak bisa puasa deh itu jieun. tapi entahlah, kalo jieun di buat ati keren sih tapi pasti banyak yg gak suka.
    penasaran apa baek bakal tau kemampuan jieun dan nolong jieun.

    chanyeol jongdae akurat sekali, suka dengan candaan mereka. dan suka banget waktu kai marah. hahaha!
    eunji dan L segera di satukan sudah, dan jujur saja gak bisa bayangin muka L. kenapa wajah L semakin samar di otak saya??? lol

    segera post chap selanjutnya. masih mikir keras bagaimana ending dari fic ini... ^____^

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha thanks for reading and the commentXD okay just keep thinking and keep waiting kkkkkkXD

      Hapus
  2. wahh, bagus bagus! lanjut terus ya, keep writing :)

    BalasHapus
  3. jangan bilang umurnya tinggal sebulan???

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe.. kayaknya part selanjutnya ga lama2 bgt kok XD

      Hapus
  4. akan lebih baik kalauuuu saya melihat wajah chanyeol merasa bersalah ketika jongin marah. ahahaahah segara filmkan ff ini :p . kisah cinta yang saangat rumit dan sulit sekali dijumpai, baekhyun jieun hhahaha ATPW . Wahhhh ada Jo Hyunjae >,< . baekhyun pribadi yang menyenangan *kesengsem . umur jieun? entahlah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ok yup thanks for coming, reading, and commenting ^^

      Hapus