Entah kenapa sekarang Baekhyun
berpikir, dirinyalah orang yang sulit bergaul dan selalu canggung di hadapan
orang lain, dan Jieun, melihatnya seperti itu, dia sama sekali tidak canggung
dan terlihat mudah, bahkan terlalu mudah bergaul dengan orang lain. Pantas saja
dia sudah punya teman baru sekarang. Adik kelas itu, betapa mudahnya dia
berteman dengan Jieun? Dan dia tidak tahu betapa sulitnya Baekhyun mengajak
Jieun bicara saat mereka baru kenal. Baekhyun mengerjapkan matanya, apa dia
memang cemburu?
Jieun
menyesal telah tersenyum. Entah mengapa hatinya begitu senang melihat Baekhyun
datang menghampirinya. Harusnya dia tak boleh meneruskan pertemanan mereka berdua,
atau itu akan memperumit posisinya sendiri, apalagi jika dikaitkan dengan
Krystal.
"Se...sepertinya
kau punya teman baru." kata Baekhyun gugup.
Jieun
melihat kaleng di tangannya, dia bahkan tidak tahu apa Changjo bisa disebut
teman. "Aku tak sengaja mengenalnya."
"Tak
sengaja? Semudah itu?" Suara Baekhyun terlalu keras, dia bahkan tak suka
itu, tapi itulah yang terjadi.
"Kenapa?"
Tanya Jieun heran.
Oh
tidak, Baekhyun benar-benar cemburu. Ia segera menggeleng, "Tidak, tidak
ada apa-apa."
Mereka
diam sejenak, dan selama itu mata mereka tetap saling bertemu. Cukup lama
hingga mereka menyadari mereka saling bertatapan, hingga lagi-lagi debaran itu
muncul di dada mereka berdua, membuat suasana menjadi canggung kembali. Dan
Jieun berharap dia tidak menyukai lelaki di hadapannya itu.
"Baiklah,
aku pergi." kata Jieun cepat-cepat dan pergi begitu saja.
Baekhyun
menghela nafas yang rasanya ia tahan sedari tadi.
***
Jieun
heran, sudah beberapa hari ini ia menjalani sekolahnya dengan santai tanpa
harus membolos kelas dan mengeringkan diri di atap gedung sekolah atau hal-hal
semacamnya. Jieun memakan makan siangnya dengan lega, ternyata semua terasa
lebih baik tanpa siksaan itu.
"Jieun-ah!
Daripada kau sendirian di situ, bergabunglah denganku." Ajakan Baekhyun
malah membuatnya semakin heran.
Jieun
melihat meja yang ditunjuk Baekhyun, penuh dengan teman-teman kelas Baekhyun.
Yang tak begitu Jieun kenal, namun hanya pernah tahu. Tapi jelas di mengingat
jelas Jongdae dan Chanyeol, duo yang gemar mengerjainya.
Dengan
berbagai usaha Baekhyun dan teman Baekhyun yang lain, Jieun berakhir duduk di
tengah Baekhyun dan Eunji.
"Jadi
masalah grogi berlebihanmu sudah teratasi?" bisak Jongdae pada Baekhyun
berusaha agar Jieun tak mendengarnya.
Baekhyun
hanya melempar pandang kesal padanya, karena jelas dia masih bersikap aneh di
dekat Jieun. Tapi niatannya untuk membantu Jieun berteman lebih kuat.
"Jieun-ah,
mulai sekarang jangan duduk sendiri lagi saat makan siang. Kau bebas duduk
bersama kami." kata Jiyoung dengan ceria. Seperti sudah mengerti benar
kuliah dari Baekhyun tentang Jieun yang butuh dibantu soal pertemanannya,
Jiyoung melakukannya dengan baik. Baekhyun lega mendengarnya.
Jieun
memaksakan senyumnya untuk mereka semua. Situasi seperti ini benar-benar sangat
sulit untuk Jieun beradaptasi di dalamnya.
"Dan
satu yang ingin aku tegakkan sekarang." Baekhyun menatap Jongdae dan
Chanyeol. "Kalian tidak ingin meminta maaf pada seseorang?"
Seketika
Jongdae dan Chanyeol saling tersenyum, tapi tetap tak ada rasa bersalah di
wajah mereka. Eunji memutar bola matanya melihat itu.
"Minta
maaflah." Jongin yang bicara sekarang.
"Ya
benar. Eunji sudah lelah menghalangi kalian." tambah Jiyoung.
"Mianhae
Jieun-ah." kata Jongdae dan Chanyeol bersamaan dengan santai. Senyum
mereka belum hilang.
Jieun
lagi-lagi hanya memaksakan senyumnya. Jieun tak benar-benar kesal pada dua
orang ini. Lagipula yang mereka lakukan tak separah yang ia alami sewaktu SMP,
dan juga kali ini Jieun lebih sering menghindari itu semua dengan menghentikan
waktu, jadi dia sudah tak terlalu kesal akan hal seperti itu. Dia sudah
benar-benar terbiasa.
"Ya!
Tapi mungkin kami berdua adalah teman terdekatnya selama ini." celetuk
Chanyeol membela diri. "Lihat saja, pasti tak ada yang hafal benar jam
berapa Jieun sampai di sekolah ini tiap pagi, atau jam berapa dia biasa pulang,
dan di mana dia di jam-jam tertentu seperti kami kan?"
"Benar
sekali. Apa kau tidak iri Baek?" tambah Jongdae sambil menggoda Baekhyun
yang dengan cepat wajahnya melebur merah.
Jongdae
dan Chanyeol terkekeh senang melihat keadaan merugikan Baekhyun itu.
"Sudah
jangan dengarkan mereka Jieun."
kata Jiyoung. "Kita makan siang saja, ok?"
"Mungkin
kau belum tahu, tapi otak mereka berdua tertukar dengan tempurung kelapa kembar
yang masih untung bisa mereka buat berpikir." tambah Eunji datar dan
mendapat debatan dari Jongdae dan Chanyeol, membuat kanting sekolah mereka
lebih ramai dari biasanya.
"Dan
mungkin kau juga belum tahu Jieun-ah, tapi tubuh Eunji itu tertukar dengan
gorila rabies yang sekarang dia banggakan karena dia bisa menghajar 3 orang
preman di rumah Kim Myungsoo." balas Jongdae sambil terbahak dan Chanyeol
seketika bergabung dengannya.
Tapi
keadaan mendadak dingin dengan disebutnya nama Myungsoo. Baekhyun jadi teringat
bahwa dia belum berhasil berbaikan dengan Myungsoo, di luar ada atau tidaknya
kesalahan di antara mereka. Dan Jieun tahu benar siapa Myungsoo, nama itu
membuatnya khawatir terhadap Baekhyun. Jongin sendiri jadi teringat Krystal dan
Jiyoung sedang mentoleransi kesensitifan Jongin itu.
Melihat
akibat yang di sebabkan Jongdae, Eunji menjadi kesal, "Aish! Bodoh!"
Eunji melempar bungkus keripik kentangnya yang belum kosong ke kepala Jongdae.
***
Gedung
olah raga sekolah mereka sedang ramai lagi, kali ini pertandingan tim putra
antar kelas sedang diadakan. Murid-murid yang menjadi penonton sudah ramai
mendukung kelasnya masing-masing meskipun pertandingan belum dimulai.
Myungsoo
sedang melakukan sedikit pemanasan sebelum bertanding saat ia melihat Eunji
lewat di depannya begitu saja, "Ya! Ini bukan waktunya tim perempuan
bermain, kenapa kau seenaknya saja berjalan di lapangan seperti itu?"
tanya Myungsoo, membuat Eunji memutar bola matanya malas.
"Kim
seongsaenim baru saja memanggilku. Apa ini lapanganmu?" tanya Eunji,
sambil bicara ia melihat ke arah Jongin dan Jiyoung yang sedang duduk berdua di
tribun penonton, dia tidak heran dia tak menemukan Chanyeol dan Jongdae.
"Kau
masih marah padaku?" tanya Myungsoo tak percaya. Lalu dia tersenyum kecut,
"Tetap saja, kau memang seorang gadis."
Eunji
hanya meliriknya, "Aku sudah tidak marah padamu. Tapi aku hanya malas
berurusan denganmu."
"Semenyebalkan
itukah aku? Sampai tak ada yang mau dekat denganku?" gumam Myungsoo. Itu
lebih seperti suara hatinya.
"Kurasa
cuma anak itu yang akan dengan senang hati dekat denganmu." Eunji tertawa
kecil sambil melihat Baekhyun memasuki gedung sambil mengajak Jieun. Lebih
tepatnya dengan menarik lengan Jieun, memaksanya.
Myungsoo
mendengus pelan mengingat usaha Baekhyun untuk meminta maaf padanya meski dia
sendiri tahu Baekhyun tak melakukan kesalahan padanya. "Aku lihat kalian
semakin dekat."
"Seperti
itulah dia, berusaha berteman dengan siapapun. Beda sekali dengan teman
sekelasmu itu."
Myungsoo
tertawa kecil, "Kenapa aku merasa senang?"
"Wae?"
Eunji tak mengerti arah pembicaraannya.
"Melihat
lelaki yang disukai Krystal lebih dekat dengan Lee Jieun."
Kali
ini Eunji yang mendengus pelan, lebih seperti tawa yang ditahan, "Lihatlah
betapa jahatnya kau. Sebenarnya kau salah satu dari preman-preman yang kuhajar
waktu itu kan?"
Detik
berikutnya Myungsoo malah menarik lengan Eunji untuk menghidar dari bola basket
yang tak sengaja terlempar ke arah Eunji oleh salah satu anggota timnya. Hal
ini jelas membuat Eunji terkejut, mereka berdua sekarang berdiri berdekatan,
terlalu dekat malah, dan Myungsoo masih memegang erat tangannya. Dada Eunji
berdebar hebat dan seketika mendorong Myungsoo keras dan melempar pandang kesal
padanya.
"Gadis
itu kenapa?" Myungsoo bergumam
setelah melihat Eunji bergegas pergi begitu saja, bukannya berterima kasih.
Baekhyun mengajak Jieun duduk di antaranya dan
Jiyoung, "Wah akhirnya untuk pertama kalinya Lee Jieun menonton
pertandingan basket kita." kata Jiyoung membuat Jieun sedikit terkejut
akibat tahunya Jiyoung tentang sesuatu yang kecil dari dirinya. Jieun
sebenarnya memang selalu melewatkan pertandingan basket yang ada di sekolahnya
dan lebih memilih menghabiskan waktu di atap gedung sekolah, tempat favoritnya
menyendiri itu. Kadang mengeringkan diri hanya jadi alasan untuk dirinya
sendiri sebagai penghalang tak bisanya dia menonton pertandingan basket
sekolah, tapi Jieun memang tak pernah tertarik akan hal itu. Dan dengan segala
perkataan dan paksaan Baekhyun itulah yang mampu membuatnya menyerah dan berakhir
duduk di tengah-tengah murid lain di gedung yang sedang ramai ini. Itu semua
berkat Baekhyun, lali-lagi ia bisa mengalami hal baru.
"Benarkah?
Dia bahkan tak pernah menontonnya?" tanya Baekhyun tak habis pikir sambil
melihat Jieun, "Sebentar lagi kau akan berterima kasih padaku setelah tahu
seberapa serunya pertandingan basket itu. Apalagi yang satu ini. Ingat, kali
ini kita dukung tim teman sekelasmu itu, Kim Myungsoo. Ok?" Jieun jadi
melamun menatap Baekhyun. Bagaimana ada seseorang dengan hati seputih itu?
Jieun tak habis pikir. Dia tahu bahwa Baekhyun berusaha membuat semua keadaan
antara dia dan orang-orang di sekitarnya baik-baik saja. Dan karena kelakuannya
itu, tentu saja banyak orang yang tergerak hatinya atas ketulusan Baekhyun.
Jiyoung
menanyai Eunji yang sekarang duduk di sebelah Jongin, "Apa yang kau
bicarakan dengan Kim Myungsoo tadi?"
Jongin,
Baekhyun dan Jieun tentunya juga ikut memperhatikan jawaban Yang akan diberikan
Eunji.
"Bisakah
kita tidak membahas orang itu?" kata Eunji, entah kenapa dia terlihat
kesal.
"Hei,
bagaimana bisa itu terjadi? kita sedang melihat pertandingan basket orang
itu." kata Baekhyun, mau tidak mau membuat Jiyoung dan Jongin tertawa. Dan
tak ketinggalan Jieun yang tersenyum mendengarnya.
***
Jieun
dengan ragu mengikuti Changjo ke salah satu kafe kecil di tengah kota. Dia
belum pernah kesini sebelumnya, dan Changjo membuatnya datang ke tempat asing
ini. Ini adalah hari yang dijanjikan Changjo padanya, Entah apa yang akan
terjadi setelah ini, Jieun tak tahu.
“Kami
datang.” Kata Changjo setelah memasuki kafe itu. Ada beberapa orang di dalamnya
yang seketika melihat ke arah Jieun sekarang.
Changjo
mengajak Jieun duduk di salah satu kursi. Salah seorang yang memakai celemek
dengan cepat menutup kafe ini dengan maksud agar tak ada oang lain yang masuk,
membuat Jieun semakin heran.
“Selamat
datang.” Seorang lelaki paruh baya menyambut dengan senyum santainya, “Aku Jo
Hyunjae, mereka biasa memanggilku ketua di sini, meskipun kenyataannya bukan.”
Ia tertawa pelan, membuat beberapa di antara yang lain tertawa.
“Wajahmu
cukup tenang untuk orang baru seperti ini. Kau belum menceritakan apa-apa
padanya kan Changjo?” orang itu lalu bertanya pada Changjo yang menjawabnya
dengan gelengan.
“Bisakah
kita cepat memberi tahunya? Terlalu sesak jika aku harus melihat masa depannya
terus seperti ini.” Seorang wanita yang berwajah kelewat cantik angkat bicara
dengan raut muka tak sabarnya.
“Dia
Park Gyuri, dia memang seperti itu.” Hyunjae menjelaskannya dengan senyum.
“Baiklah, mungkin ini terlalu berat untuk diterima, tapi kau memang harus
segera tahu.” Hyunjae lalu memulai penjelasan yang sebenarnya Jieun tunggu
sejak tadi, “Kau pasti mengira Changjo sudah mengajakmu ke klub aneh kan? Kami
bukan itu, kami bahkan bukan klub atau perkumpulan apapun itu. Kami hanya
orang-orang yang bernasib sama dan saling kenal, juga kami berusaha saling
membantu jika kami bisa, itu saja. Kami semua sama sepertimu, berhubungan
dengan waktu, kami masing-masing punya kemampuan sepertimu, meski ada beberapa
yang berbeda.”
Mata
Jieun membesar dengan pernyataan itu, untuk menerima Changjo adalah salah satu
orang yang sepertinya sudah cukup berat, dan orang sebanyak ini yang juga
sepertinya? Jieun masih tak bisa berpikir jernih saat ini.
“Seperti
yang kau dengar tadi, Gyuri,” Hyunjae melihat ke arah wanita tadi, “Dia bisa
melihat masa depan, semua orang yang ia temui, dia bisa melihat masa depan
mereka. Dan aku, aku sama sepertimu, pengendali waktu. Temanmu Changjo juga
sama sepertimu. Dan dia, Tao.” Hyunjae menunjuk lelaki yang punya tatapan
mematikan dengan lingkaran hitam tajam di bawah matanya, “Jangan takut, dia
seumuranmu, dia juga pengendali waktu. Dan dia Cho Kyuhyun,” Hyunjae menunjuk
lelaki yang memakai celemek dan tersenyum pada Jieun itu, “Pemilik kafe ini,
dia bisa melihat masa lalu. Dan kau, seperti kata Kyuhyun, adalah orang yang
mendapatkan kemampuan itu dengan umur termuda, 5 tahun.”
Ingatan
Jieun terbang ke waktu itu, waktu dimana ia mendapati kemampuannya untuk
pertama kalinya. Waktu yang jelas tak pernah hilang dari otaknya. Apalagi
ditambah dengan terjadinya ciuman pertamanya dengan lelaki yang bahkan sama
sekali tak ia kenal. Namun karena lelaki itulah, kemampuannya bisa keluar
begitu saja. Lelaki itu, lelaki yang terasa seperti teman paling menyenangkan
baginya, teman keduanya setelah Krystal, tapi itu hanyalah sebatas kenangan.
“Bagimana…?”
belum Jieun menyelesaikan kalimatnya, Hyunjae sudah memotongnya.
“Kyuhyun sudah
melihat fotomu. Maaf, aku yang menyuruh Changjo mengambil fotomu diam-diam.”
Itu menjawab pertanyaan di otak Jieun dengan tepat.
“Aku baru
memiliki kemampuan itu disaat aku berumur 10 tahun. Dan Tao di umur 9 tahun,
sedangkan Changjo di umur 12 tahun. Kau cukup menganggumkan.”
“Dan
karena itulah dia menjadi yang paling sering menggunakan kemampuannya di antara
kalian, karena kemampuannya datang lebih lama. Dia sangat sering menghentikan
waktu. Terlalu sering.” Tambah Kyuhyun.
“Karena
itulah aku ingin segera membawanya kesini.” Changjo yang angkat bicara,
khawatiran muncul dengan jelas di wajahnya, membuat Jieun makin penasaran apa
yang sebenarnya terjadi di sini.
“Dan
aku tidak ingin memberitahu kalian berapa sisa umur gadis ini.” Kata Gyuri.
Suasana
seketika berubah tegang. Ekspresi wajah mereka menjadi serius.
“Baiklah,
Jieun, ada satu hal penting yang harus kau tahu,” Dengan segan Hyunjae berkata,
“Setiap pengendalian waktu yang kita lakukan, tidak diberikan dengan
Cuma-Cuma.”
“Maksudnya?”
Jieun bertanya.
“Setiap
pengendalian waktu yang dilakukan, akan mengurangi waktu pengendali yang
melakukannya itu sendiri. Dan yang sedang aku bicarakan adalah waktu hidup di
dunia ini."
Jieun
mencernanya, Jieun mencerna semua perkataan itu dan tercekat. Bagaimana bisa
ada hal sepenting ini, yang tidak ia ketahui. Jieun merasa tak adil. Dia memang
sempat mensyukuri kemampuan ini, karena dengan itu dia bisa bertahan hidup.
Menghindari jebakan-jebakan dari teman-temannya. Untuk menyelamatkan dirinya
sendiri. Tapi dia bahkan tak pernah meminta untuk punya kemampuan ini, namun kenapa
rahasia di baliknya begitu berat seperti ini?
“Berapapun
sisa umurmu, aku yakin itu tidak terlalu banyak. Jadi kami memutuskan untuk
membantumu. Ada cara untuk menghilangkan kemampuan itu. Dengan hilang
kemampuanmu itu, semua perhitungan sisa waktumu di dunia ini tidak akan berlaku
lagi. Jadi seperti yang dilakukan Changjo saat ini, selama 100 hari, kau tidak
boleh menggunakan kemampuanmu sama sekali. 100 hari penuh. Maka dengan begitu,
kau bisa menghilangkan kemampuanmu.”
Entah
Jieun harus bereaksi seperti apa, dia tak tahu lagi.
***
“Ah, baiklah
baiklah tuan Song nanti aku akan pergi ke tempat kursus itu.” Kata Baekhyun
kesal pada ponselnya, “Laporkan pada Eomma aku pergi. Aigoo sebenarnya kau ini
memihak siapa tuan Song?” Akhirnya Baekhyun memutus teleponnya dengan pelayan
kesayangannya itu.
“Baiklah,
Tuan Songmu itu lebih cocok dijuluki Eommamu.” Canda Jongdae.
“Diamlah!”
kata Baekhyun. “Mana Jongin? Aku sudah
lapar." Dia, Jongdae, Chanyeol, Jiyoung dan Eunji sedang menunggu Jongin
di luar kelas mereka.
"Entahlah."
Jiyoung yang menjawabnya dengan gumaman.
Lalu
Krystal terlihat berjalan di hadapan mereka, Chanyeol menyenggol lengan
Baekhyun. Chanyeol dan Jongdae menahan tawa mereka, entah karena apa.
Baekhyun
dan Krystal sedetik saling bertatapan lalu Krystal yang membuang muka terlebih
dahulu. Hubungannya dengan Krystal masih tidak baik, tidak pernah bisa sebaik
yang diharapkan Baekhyun. Semua kebaikan yang dilakukan Baekhyun, akan membuat
Krystal melambung tinggi, dan pada akhirnya hanya menyakitinya karena Baekhyun
hanya menganggapnya sebagai adik perempuannya, adik yang perlu ia lindungi, dan
Krystal lagi-lagi sama sekali tak menyukai itu.
Krystal
segera memasuki kelas tepat di saat Jongin keluar dari kelas, membuat mereka
bertabrakan dan beberapa buku yang dibawa Krystal jatuh bertebaran.
Menyadari
siapa gadis di depannya, Jongin melebur merah dan segera membantunya
mengumpulkan bukunya tanpa melihat pemiliknya dan menggumamkan pelan kata maaf
berkali-kali.
Jongdae
dan Chanyeol terbahak melihat kejadian ini, dan mereka memang tak bisa menahan
tawa mereka melihat Jongin yang biasa terlihat tenang, bisa sekikuk itu di
hadapan gadis yang ia sukai. Dan yang berikutnya terjadi benar-benar merusak
suasana.
"Aigoo
Jongin, kau benar-benar tidak keren di hadapan gadis idamanmu." kata-kata
itu keluar begitu saja dari mulut Chanyeol di sela-sela tawanya.
Jiyoung
membeku, Jongdae dan Eunji segera memukul Chanyeol, Chanyeol sendiri lalu
segera menutup mulutnya dengan kedua tangannya sendiri, Baekhyun hanya
mengedipkan matanya tak mengerti dan Krystal dengan terkejut menatap Jongin
yang juga sedang bukan main terkejutnya.
Suasana
benar-benar menjadi canggung. Krystal dengan cepat segera pergi dari hadapan
Jongin dan masuk ke kelas. Sedangkan Jongin yang sekarang sudah berdiri,
menatap tajam ke arah Chanyeol.
"Mian
Jongin-ah." Kata Chanyeol segera. "Aku benar-benar minta maaf,
aku.."
Belum
sempat Chanyeol menyelesaikan kalimatnya, Jongin sudah pergi. Pergi dengan
ekspresi yang tidak enak dilihat.
"Jongin-ah!" Chanyeol memanggilnya tapi Jongin tetap sama
sekali tak merespon.
Jiyoung
segera pergi mengejarnya, Jongdae memberitahu Chanyeol bahwa Jongin takkan bisa
diajak bicara di saat seperti ini, lalu Jongdae mengajak Chanyeol pergi entah
kemana, dan lagi-lagi Baekhyun hanya mengedipkan matanya tak mengerti.
"Sebenarnya
Jongin kenapa Eunji-ah?"
Eunji
mengehela nafas beratnya, "Entah ini betul atau tidak aku memberitahumu,
tapi Jongin sudah mengenal Krystal sejak kecil. Mereka sudah bertemu sejak
taman kanak-kanak."
"Jinja?"
Baekhyun membulatkan matanya mendengar informasi baru ini.
"Dan
sejak itu juga Jongin menyukai Krystal. Sangat menyukainya, hingga
sekarang."
Baekhyun
ternganga, satu lagi hal yang membuatnya merasa bersalah, entah dia memang salah
atau tidak, dia tak tahu lagi. Tapi itu memang membuatnya merasa bersalah.
Karena Krystal dijodohkan dengannya, orang-orang yang lebih dan benar-benar
menyukai Krystal jadi tak bisa mendekatinya atau bersamanya. Baekhyun merasa
bersalah.
"Sudahlah,
ayo kita makan siang!" ajak Eunji.
Mereka
sampai di kantin sekolah, memilih duduk bersama Jieun yang sudah makan
sendirian terlebih dulu. Baekhyun memaksakan senyumnya untuk Jieun, namun Jieun
malah sedang melihat murid yang sedang lewat, yang Baekhyun kenali bernama
Changjo itu.
Changjo
sudah hilang dari pandangan saat Jieun beranjak pergi, "Kau mau kemana?
Apa kau sudah selesai dengan makanmu?" tanya Baekhyun heran.
"Ya,
aku sudah selesai." jawab Jieun cepat-cepat lalu pergi, sangat terlihat
bahwa dia mengejar Changjo. Membuat Baekhyun ingin tahu apa sebenarnya
kepentingan mereka berdua. Dan Baekhyun rasa ini bukan hari baiknya.
***
“Jongin-ah!”
panggil Jiyoung sambil berusaha menyamai langkah cepat penuh emosi milik
Jongin. Mereka sampai di halaman belakang sekolah sekarang, hanya ada beberapa
murid di sana karena ini jam makan siang dan pasti mereka sedang beramai-ramai
memenuhi kantin mereka untuk mengobati rasa lapar mereka, bukan seperti yang
Jongin lakukan saat ini. “Kau tahu Chanyeol seperti apa. Aku harap kau
memaafkannya dan kau baik-baik saja.” Kata Jiyoung setelah Jongin berhenti.
Jongin
hanya diam, dia masih marah, dia memang tipe orang yang tenang, tapi jika dia
sudah marah, dia agak sulit dihibur. Dan kali ini dia terlalu marah pada
Chanyeol untuk tidak bisa mengontrol hobinya bercanda. Kenyataannya adalah
bukan hanya di hadapan Krystal, tapi Baekhyun juga ada di sana. Lalu bagaimana
dia harus menghadapi seorang Byun Baekhyun, yang merupakan lelaki yang
dijodohkan dengan Krystal, setelah ini? Dan dia heran pada Jiyoung selalu
berusaha menghiburnya, apa hanya dia orang tak boleh sedih, ataupun marah?
“Dengar,
aku tahu kau pasti sangat marah padanya, tapi kau tahu..”
Jongin memotong perkataan Jiyoung, “Bisakah kau
berhenti menghiburku?”
Itu
keras, terlalu keras hingga menyakiti hati Jiyoung. Tapi keadaan ini juga sudah
terlalu sering, meski tanpa teriakan Jongin, hingga Jiyoung sudah agak terbiasa
dengan hal ini, tersaiki karena perasaan terpendamnya sendiri.
“Kenapa
harus selalu kau?” tanya Jongin, “Kenapa kau selalu berusaha membuat semuanya
baik untukku?”
Jongin
bisa melihat Jiyoung sedikit menekuk wajahnya, dia bersedih, jelas bersedih,
Jongin sendiri sadar bahwa perkataannya kali ini terlalu kasar untuk Jiyoung,
sahabat yang selalu berada di sisinya.
“Mian.”
Kata Jiyoung akhirnya, suaranya begitu lirih, seakan dia sedang menahan tangis.
“Aku
butuh waktu sendiri.” Kata Jongin, nada bicaranya sudah turun, “Adakalanya aku
juga butuh sendirian.”
Jiyoung
berbalik memunggungi Jongin dan mulai berjalan pelan menjauhi Jongin. Dia kesal
pada dirinya sendiri yang sepertinya bersikap berlebihan setiap ada suatu hal
yang berhubungan dengan Jongin. Dia kesal, karena dengan sikapnya yang seperti
itu, jelas akan membuat Jongin jengah olehnya. Dan pada akhirnya, jika hal
semacam ini terjadi, dirinya sendiri yang akan menjadi sedih. Sedih seperti
sekarang. Sedih, karena ini semakin mengingatkannya bahwa, sedekat apapun ia
sebagai sahabat Jongin, dia tetap tak bisa menjangkau Jongin sedalam yang
hatinya inginkan. Selamanya dia hanya akan menjadi sahabat Jongin, yang
meskipun sangat dekat, tetap tak bisa meraih tempat terdalam di hatinya, selama
Jongin tak memiliki perasaan yang sama sepertinya.
***
"Ini
terasa aneh." komentar Changjo saat dia dan Jieun sampai di atap gedung
sekolah, tempat Jieun biasa menghabiskan waktu, sendirian. "Dan
akhir-akhir ini kau memang aneh noona."
Tak
begitu mempedulikannya, Jieun menanyakan hal yang ingin dia tanyakan sejak
kemarin, "Aku ingin tahu semuanya. Beri tahu aku semua yang kau ketahui
tentang para pengendali waktu itu."
Changjo
melihat keseriusan Jieun dan memilih menjawabnya, "Hyunjae hyung hanya
berusaha membantu orang-orang seperti kita. Menyadarkan kita bahwa sebenarnya
kemampuan yang kita miliki bukanlah hal yang menyenangkan, meski dia tak pernah
bicara tentang itu secara gamblang, tapi aku tahu, sejak kematian istrinya yang
juga pengendali waktu, sejak itu dia ingin merangkul sebanyak-banyaknya
pengendali waktu agar mereka tidak salah jalan karena ketidaktahuan mereka.
Semakin cepat kau tahu rahasia dibalik pengendalian waktu ini, itu semakin
baik, karena kau takkan membuang-buang waktumu. Menghamburkan kemampuanmu dan
kehabisan waktu di dunia ini secara tiba-tiba, bukanlah jalan yang baik untuk
meninggalkan dunia ini kan?"
"Lalu
sejak kapan kau mengenaliku?" tanya Jieun. "Bagaimana.."
"Sejak
aku menginjakkan kaki di sekolah ini. Sejak hari pertama aku bersekolah di
sini. Dan hari itu juga aku melihatmu, menghindar dari siraman air teman-teman
yang biasa mengerjaimu, dan saat itu juga aku tahu, kau sudah menghentikan
waktu."
Jieun
tak menyangka selama itu Changjo mengetahuinya. "Lalu kenapa baru sekarang
kau bicara padaku?"
Changjo
tidak menjawab yang satu itu, dia hanya menatap langit dan menghela nafas, membuat
Jieun semakin ada sesuatu di balik semua ini. Sesuatu yang serius. "Jadi
apa noona berniat menghilangkan kemampuan noona sepertiku?"
"Sudah
berapa hari kau melakukannya?"
"Ini
hari ke 73." jawab Changjo singkat dan santai.
"Kenapa
kau memutuskan untuk menghilangkannya?"
"Dari
awal aku tak suka kemampuan ini, dan merasa tidak membutuhkannya." saat
ini Changjo sudah menatapnya.
"Aku
heran, kenapa sepertinya kemampuan ini hanya menyenangkan untukku?" Jieun
tersenyum kecut, "Dan kau tahu, meski sekarang aku sangat ingin menanyaimu
berapa sisa umurku sebenarnya, aku sama sekali tak merasa takut?"
"Noona?"
"Ya,
kau pasti tahu sisa umurku yang sebenarnya. Kau hanya perlu beri tahu aku jika
kau sudah siap. Aku sama sekali tidak takut meninggalkan dunia ini, kau tak
perlu khawatir. Dari awal aku berbeda dari yang lain." Jieun sendiri tak
percaya perkataan itu bisa keluar dari mulutnya.
"Itu
yang aku pikirkan tentangmu. Kau terlihat seperti orang yang selalu sendirian,
tanpa memikirkan perlunya hidup berdampingan dengan orang lain. Meski kau
sangat memperhatikan dunia ini, kau berusaha menghilangkannya dari otakmu, atau
bahkan hatimu."
Jieun
menatap Changjo takjub. Belum pernah ia mendengar gambaran dirinya dari orang
lain. Dan hal yang dikatakan Changjo benar adanya, seperti itulah diri Lee
Jieun yang ingin dia bangun.
Sejak
awal Jieun selalu berusaha berpikir bahwa dia bisa dan sanggup menjalani
semuanya sendirian. Dia lelah melambung terlalu tinggi akan seseorang yang
sepertinya akan terus bersama dengannya, tapi pada akhirnya selalu dia tetap
sendirian. Dia lelah menunggu orang tuanya benar-benar pulang dan berhenti
membicarakan Krystal, sebagai sosok putri idaman mereka. Dia lelah berharap
orang tuanya akan berhenti membanding-bandingkannya dengan Krystal. Dia lelah
menunggu Krystal akan bicara padanya suati hari nanti. Bahkan dia lelah
berharap pada lelaki kecil yang berjanji akan menikahinya jika sudah besar
nanti, meski ia tahu yang satu ini benar-benar konyol. Dia lelah sendirian.
Itulah Lee Jieun yang sebenarnya, dan itu jugalah Lee Jieun yang ingin dia
sembunyikan, atau bahkan ia hilangkan.
"Aku
memutuskan ini saat yang tepat untuk memberi tahumu sejak dirimu yang seperti
itu perlahan-lahan menghilang."
"Maksudmu?"
Jieun benar-benar tak mengerti yang satu ini.
"Karena
sekarang kau ingin hidup. Sekarang noona akan takut mati dan meninggalkan dunia
ini. Sekarang kau tak bisa lagi sendirian. Itulah dirimu yang sekarang."
"Bagaimana...?"
Pikiran Jieun melayang, ya dia baru sadar, bukankah akhir-akhir ini hidupnya
berubah? Dia sudah tidak sendirian lagi. Dia bahkan bisa dengan bebas bicara
dengan Changjo seperti sekarang ini. Dan seketika nama Byun Baekhyun muncul
begitu saja di otaknya. Lelaki itu, lelaki yang senyumnya selalu menentramkan,
pribadinya yang menyenangkan, dan keberadaannya yang semakin hari semakin
memperkuat debaran di dada Jieun, dan lelaki yang bahkan membawa banyak teman
baru dalam hidupnya yang biasa sepi itu. Jika sekarang Jieun harus mati, apa
bisa dia meninggalkan mereka? Apa bisa dia hidup sendiri lagi setelah apa yang
ia rasakan saat memiliki banyak orang di sekitarnya?
"Jadi
tinggal berapa lama umurku sebenarnya?" akhirnya Jieun bertanya.
TO BE CONTINUED
oke!
BalasHapusAku mikir itu sisa umur jieun jangan-jangan gak sampe 100 hari. jadi gak bisa puasa deh itu jieun. tapi entahlah, kalo jieun di buat ati keren sih tapi pasti banyak yg gak suka.
penasaran apa baek bakal tau kemampuan jieun dan nolong jieun.
chanyeol jongdae akurat sekali, suka dengan candaan mereka. dan suka banget waktu kai marah. hahaha!
eunji dan L segera di satukan sudah, dan jujur saja gak bisa bayangin muka L. kenapa wajah L semakin samar di otak saya??? lol
segera post chap selanjutnya. masih mikir keras bagaimana ending dari fic ini... ^____^
haha thanks for reading and the commentXD okay just keep thinking and keep waiting kkkkkkXD
Hapuswahh, bagus bagus! lanjut terus ya, keep writing :)
BalasHapusya makasih udah baca n komen ya^^
Hapusjangan bilang umurnya tinggal sebulan???
BalasHapushehe.. kayaknya part selanjutnya ga lama2 bgt kok XD
Hapusakan lebih baik kalauuuu saya melihat wajah chanyeol merasa bersalah ketika jongin marah. ahahaahah segara filmkan ff ini :p . kisah cinta yang saangat rumit dan sulit sekali dijumpai, baekhyun jieun hhahaha ATPW . Wahhhh ada Jo Hyunjae >,< . baekhyun pribadi yang menyenangan *kesengsem . umur jieun? entahlah.
BalasHapusok yup thanks for coming, reading, and commenting ^^
Hapus