Halaman

Rabu, 07 Mei 2014

[FANFIC] Amend (oneshot)



Cast:
Byun Baekhyun
Kang Jiyoung

            Empat pasang mata itu terbelalak. Keterkejutan menggerogoti tubuh mereka dengan sempurna. Otak mareka hampir tak bisa dibuat berpikir. Berpikir sesuatu yang mestinya mereka lakukan saat ini, detik ini, untuk bereaksi terhadap peristiwa yang sedang terjadi. Angin malam yang dingin ini pun tak terasa lagi, indera mereka sedang lupa untuk merasakannya. Mereka dalam bahaya.

            “Sudah waktunya untukmu mengakhiri ini semua  Byun Baekhyun.” Kata orang dengan pakaian serba hitam itu. Topi dan masker hitamnya benar-benar membuatnya tak bisa dikenali. Entah darimana dia datang, entah motif apa yang dia miliki, Baekhyun tak tahu. Mungkin dia terlalu bodoh dan memang terlalu terlena dalam kehidupannya saat ini dan tak mengetahui hal seperti ini akan terjadi padanya. Dan mungkin hal ini memang yang pantas ia dapat. Mungkin.
            Cahaya lampu memantul dari pisau di tangan orang itu. Dan dia semakin mendekat, mengurung Baekhyun dengan dinding di belakangnya, hingga ia tak bisa lari lagi.
            Dan sedetik kemudian yang Baekhyun lihat adalah pisau itu tidak menancap di dadanya, seperti yang seharusnya terjadi, pisau itu menancap di dada orang lain. Seorang gadis yang Baekhyun tak tahu datang dari mana, dan sejak kapan mengetahui hal ini terjadi padanya, menggantikan posisinya.
            Orang itu terkejut bukan main, ia segera mencabut pisaunya. Merasa gagal membunuh Byun Baekhyun dan justru membunuh orang lain yang tidak seharusnya. Entah apa motifnya, Baekhyun benar-benar tak tahu. Yang jelas dia bukan pembunuh kelas kakap yang takkkan bergetar saat melihat darah atapun nyawa orang tak berdosa melayang di hadapannya. Tangannya bergetar, ia terkejut karena menikam korban yang salah. Pisau berlumuran darah segar gadis itu jatuh ke tanah. Dengan cepat ia berlari meninggalkan Baekhyun dan gadis penyelamat nyawanya itu.
            “Kau…Kau bisa dengar aku?” Baekhyun menepuk pipi gadis itu, berusaha membuatnya tetap sadar. Dia tak mengenali gadis ini sama sekali.
            “K..kau tak..a..pa?” dengan segala kekuatan terakhirnya, itulah yang gadis itu katakan. Lalu tersenyum pahit saat matanya berhasil menemukan mata Baekhyun. Dan tubuh gadis itu semakin berat di pelukan Baekhyun. Darah mengucur deras dari lukanya. Dia semakin pucat tak berwarna. Kehidupannya semakin lama semakin pergi darinya. Baekhyun yang menjadi saksi matanya. Tewasnya seorang gadis penyelamat dirinya yang pergi dengan senyum di wajahnya. Dan sejak saat itulah hidup Baekhyun berubah.
***

Tetap saja, meski sinar matahari sudah menembus celah tirai jendela dan membuat ruangan itu sedikit bernuansa kuning dan lebih terang dari sebelumnya, hidup masih terlalu kelabu untuk Jiyoung. Hingga hari ini masih sulit untuknya untuk bangun lebih pagi. Mengawali harinya lebih pagi dengan udara dunia yang lebih segar, semua itu masih sulit. Semua itu masih tak memberi harapan baru, tak menguatkan semangatnya, dia masih tetap Kang Jiyoung yang seperti ini.
Namun ada yang berbeda. Ada yang berbeda hari ini yang membuat Jiyoung mengerutkan keningnya. Terdengar samar-samar suara musik yang sepertinya berasal dari flat sebelah. Musik itu begitu merdu membuat setiap orang yang mendengarnya merasa tenang. Musik itu begitu merdu hingga menuntun kaki Jiyoung ke arah beranda kecil flatnya setelah membuka pintunya terlebih dahulu.
Sinar matahari menerpa kulitnya dan itu terasa hangat yang juga menenangkan. Musik itupun terdengar makin jelas berasal dari flat sebelah kiri yang biasanya tak berpenghuni. Rupanya mulai hari ini Jiyoung punya tetangga baru.
Dan seorang lelaki melangkah keluar beranda kecilnya dengan senyuman manis di wajahnya. Ia menaruh pot kecil berisi kaktus di tepi pembatas berandanya. Lalu tersenyum lagi saat menyadari keberadaan Jiyoung. Senyum yang ramah. Begitu ramah. Terlalu ramah untuk orang yang baru saja bertemu, pikir Jiyoung. Lelaki dengan wajah malaikat itu membungkuk sekilas memberi salam pada Jiyoung yang masih tak terbiasa mempunyai tetangga seramah ini. Jiyoung bahkan tak sadar saat ini sedang membeku memandanginya. Tak sadar sudah terjebak akan kemanisan lelaki di hadapannya itu. Dan semua itu baru Jiyoung sadari saat lelaki itu berkata, “Anyeong haseyo!”
Dan detik itu juga Jiyoung ingat dia tak seharusnya hidup seperti itu. Dia tak seharusnya hidup dengan terjebak pada sesuatu yang indah, yang nantinya bisa saja membuatnya makin terpuruk. Seperti hal-hal indah yang lainnya. Yang biasa datang dan pergi di kehidupannya.
Jiyoung hanya mengangguk pelan lalu berbalik memasuki flatnya. Tak mau membayangkan reaksi lelaki itu terhadap sikap gadis tak sopan sepertinya..
***
“Gadis itu adalah salah satu fans beratmu.” Jelas manajer Baekhyun sambil memeriksa file-file di tangannya. Dia terlihat sangat lelah. Dan bahkan mungkin juga lelah dengan keadaan Baekhyun saat ini.
“Sejak aku debut?” tanya Baekhyun memastikan sekali lagi. Tangannya bergemetaran. Dia masih bisa mengingat dengan jelas senyum di wajah gadis itu. Sudah dua minggu berlalu, namun kejadian itu masih terasa baru saja terjadi, kemarin, sejam yang lalu, semenit yang lalu, bahkan sedetik yang lalu.
“Ya, banyak yang pernah melihat dia selalu mengikutimu kemana-mana. Dimana dan kapanpun jadwalmu.”
“Di..dia menghabiskan hidupnya dua tahun ini dengan melakukan semua itu?”
Ada sedikit jeda, helaan nafas sebelum manajernya menjawab lagi, “Ya, dia terdaftar di salah satu universitas tapi sudah dua tahun ini juga dia tidak aktif di sana. Sepertinya dia tak punya teman, tak ada yang dekat dengannya. Teman satu kelasnya pun hanya mengetahui nama dan wajahnya, tapi tak ada yang pernah bicara dengannya. Dan lagi mereka tak pernah melihatnya mengikuti perkuliahan dua tahun ini.”
Beban di hati Baekhyun serasa bertambah. Baekhyun masih merasa tertampat dengan semua kejadian ini. Benar-benar tertampar.
“Polisi sudah benar-benar berusaha mencari identitasnya Baekhyun-ah. Karena permintaanmu, besok mereka akan segera mengirim alamat tempat tinggalnya. Dia juga sudah dimakamkan setelah otopsi kemarin.”
 “Kami semua sudah berusaha. Gadis itu juga sudah tidak luput dari perhatian semua orang. Polisi bilang sudah menemukan keluarganya dan akan mencoba menghubungi mereka hari ini. Jadi kau tak perlu khawatir Baekhyun-ah. Berhentilah seperti ini. Kau harus bertahan hidup… setidaknya untuk gadis itu yang sudah menyelamatkanmu. Kau harus makan. Walau sedikit saja. Jangan lagi menolak suster yang datang memeriksamu. Jangan lepas lagi infusmu seenaknya. Bertahanlah di rumah sakit ini sedikit lagi, setelah kau kembali sehat kita akan menyelesaikan semuanya, uh?”
Seakan tak mendengar semua perkataan manajernya barusan, Baekhyun malah memandang keluar jendela kamar rumah sakit itu dan berkata, “Bisa hyung katakan lagi nama gadis itu?”
Manajernya memandangnya dengan penuh simpati.
“Kang Jiyoung.”
***
Jiyoung melangkah keluar dari flatnya, seperti yang sudah dua bulan ini dia lakukan. Pergi ke universitasnya. Mengikuti semua kelas yang sama sekali tidak ia inginkan. Universitas itu, Jiyoung selalu ingin tertawa jika melihatnnya. Mungkin Jiyoung sudah terlalu putus asa bisa memasukinya. Menuntut ilmu di dalamnya yang memang sama sekali tak pernah ada di benaknya. Universitas itu juga yang membuat orang tuanya yang sudah lama bercerai itu bertengkar lagi. Mereka bersikeras Jiyoung harus memasuki universitas pilihan mereka. Mendahulukan ego mereka masing-masing tanpa bahkan mungkin tahu Jiyoung punya keinginannya sendiri untuk masa depannya. Tapi Jiyoung tak pernah mempermasalahkannya, karena sudah sejak lama keinginan itu hilang. Hilang bersama kandasnya hubungan suami istri orang tuanya. Hilang seiring berjalannya kehidupan Jiyoung yang tak pernah membuatnya tersenyum lagi. Pada akhirnya Jiyoung memasuki sebuah universitas yang bahkan tidak ketahui kedua orang tuanya. Jiyoung pergi dari rumah ayahnya tanpa pesan apapun. Tanpa berpamitan. Dan sejak saat itulah Jiyoung hidup sendiri di flat sederhana itu. Berhasil memotong semua komunikasi dengan keluarganya. Dan Jiyoung sudah terlanjur tumbuh menjadi seeorang yang pesimis dan tanpa semangat, tanpa harapan. Karena dia takut akan terjatuh lagi seperti apa yang terjadi pada keluarganya jika dia menggantungkan optimisme, semangat dan harapannya terlalu tinggi. Jiyoung sudah jera.
“Hai!” Jiyoung menoleh mendengar suara itu. Seperti biasa, terlalu aneh rasanya ada seseorang yang menyapanya. Ya, Jiyoung sudah mulai terbiasa hidup sendiri, tanpa ada seorangpun di hidupnya, walau hanya sekedar tetangga sebelah. “Apa kau berkuliah di universitas dekat sini?” lelaki tetangga baru itu menyapanya, tetap dengan senyum manisnya. Jika Jiyoung tidak terlanjur hidup seperti ini, mungkin hidupnya sudah begitu terang terkena senyuman penuh kehidupan itu.
Jiyoung tak punya keberanian untuk menjawab pertanyaan itu. Tak punya keberanian untuk memulai percakapan dengan orang lain. Tak punya keberanian untuk memberi alasan yang dapat menjalin sebuah hubungan baru dengan manusia lain di dunia ini. Jiyoung kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya, lagi-lagi tak mau membayangkan reaksi lelaki itu.
Entah bagaimana ekspresinya sekarang, dia tetap bicara, “Kenalkan aku Byun Baekhyun, tetangga barumu. Jangan sungkan jika butuh sesuatu.” Mengapa suaranya masih terdengar ceria setelah perlakuan Jiyoung padanya? Mengapa lelaki itu begitu berani memulai sesuatu yang tak pasti ini?
***
            Entah mengapa rasa bersalah ini semakin lama semakin menguat. Baekhyun serasa tak bisa lagi menghirup udara untuk bernafas dengan baik. Semuanya terasa terganjal sesuatu. Ya, Baekhyun merasa tak pantas hidup dengan enak dan sehat setelah semua yang terjadi. Dia merasa tak pantas. Bagaimana dia bisa tetap hidup dengan baik setelah nyawa seorang gadis tak bersalah melayang begitu saja karena dirinya? Bagaimana dia bisa bernafas lega jika senyum gadis itu selalu ada di mimpi dalam tidurnya yang datang bukan karena kantuk tapi karena lelah yang tak Baekhyun sadari.
            Manajernya lagi-lagi mengela nafas berat melihat sarapan Baekhyun yang sama sekali tak tersentuh seperti biasanya. “Mereka sudah berhasil menguhubungi orang tua Kang Jiyoung.”
            Baru dengan topik ini Baekhyun menjadi tertarik dengan pembicaraan manajernya, ia menatap manajernya penuh harap, ingin segera tahu apapun informasi baru tentang gadis penyelamatnya itu.
            “Orang tuanya sudah bercerai. Dan sepertinya mereka sudah hilang kontak dengan Kang Jiyoung. Mereka benar-benar terkejut menerima kabar bahwa putri mereka yang sedang mereka cari mati-matian sudah terbunuh karena menyelamatkan idolanya.” Penjelasan manajernya itu tak bisa lebih menyedihkan lagi. Baekhyun tak bisa berpikir jernih. Ia ingin segera terbang ke kantor polisi tempat kasusnya ditangani dan melihat langsung semua penyelidikannya.
            “Jadi dia sebatang kara di sini? Dan dia menghabiskan dua tahun hidup terakhirnya hanya dengan mengikutiku?” Baekhyun merasa gadis itu sama dengannya. Baekhyun bisa membayangkan kehidupan gadis itu sebelumnya, pasti begitu berat, karena Baekhyun juga bisa merasakannya. Atau mungkin ini hukuman untuknya. Mungkin.
            “Baekhyun-ah apa kau yakin kita tidak perlu memberitahu orang tuamu di luar negeri tentang keadaanmu sekarang?”
            Baekhyun sudah tak perlu menjawab yang satu ini, lalu ia malah berkata hal lain, “Hyung beri aku alamat Kang Jiyoung sekarang juga!”
***
            Jiyoung memasuki kafe tempatnya bekerja paruh waktu sore itu seperti biasa. Dia benar-benar tidak berharap menemukan tetangga barunya di sana. Berdiri di balik konter dengan senyumnya saat melihat Jiyoung masuk.
            “Hei kau!” panggil salah satu seniornya, “Bisa kau cepat? Mereka membutuhkanmu di belakang.” Dan Jiyoung mengangguk.
            “Oh, kau juga bekerja di sini tetangga baru?” dengan cerianya Baekhyun bicara padanya, walaupun lagi-lagi dia tak dihiraukan.
            Ini buruk. Satu tempat kerja dengan Byun baekhyun. Tetangga barunya. Tetangga yang terlalu ceria itu. Jiyoung berharap dia akan cepat jera bicara dengannya. Cepat memutuskan untuk tidak mengenal Jiyoung lebih jauh.
            Setelah mengganti pakaiannya, setumpuk piring dan gelas kotor sudah menunggunya. Tanpa reaksi apapun Jiyoung mengerjakannya. Setidaknya ini yang bisa ia lakukan untuk bertahan hidup. Hidup yang tidak begitu ia minati itu.
            Dan sedetik kemudian Baekhyun sudah berada di sampingnya. “Aku ditugaskan untuk membantumu.” Lalu ia mulai melakukan apa yang Jiyoung lakukan. “Karena aku baru di sini. Sunbaenim, mohon bantuannya.” Baekhyun membungkuk sedikit dengan senyumnya yang entah mengapa tak pernah lepas dari wajahnya itu.
            Dan begitulah hidup Jiyoung setelah hari itu terus berlanjut. Tidak, Byun Baekhyun bukan orang yang seperti Jiyoung pikirkan. Entah mengapa bisa ada orang seperti itu. Jiyoung tidak pernah tahu ada orang seperti itu. Selama ini, tak ada ang mau dekat dengannya, ataupun berniat menjadi temannya setelah tahu seperti apa Jiyoung. Mengapa Baekhyun tetap di sana? Di samping Jiyoung, berusaha bicara dengannya dan menarik perhatiannya. Bahkan Baekhyun sudah mengetahui namanya meski jiyoung tak memberitahunya, entah bagaimana caranya, Jiyoung tak ingin tahu. Hampir setiap hari. Meski Jiyoung berusaha menghidarinya, Baekhyun selalu menemukan cara untuk bicara dan bertemu dengannya. Sebenarnya ada apa dengan orang itu, Jiyoung tidak tahu.
***
Baekhyun melihat wajah pelaku yang baru saja manajernya kirimkan fotonya padanya. Mereka sudah berhasil menangkapnya. Dia tertangkap cctv saat kabur setelah kejadian, hingga polisi bisa melacaknya. Motifnya sangat sederhana, dia adalah seorang kakak yang adiknya adalah satu satu fansnya. Kakak yang marah pada idola adiknya karena merubah adiknya menjadi seorang pencuri demi bisa menonton semua konsernya dan membeli semua karya musiknya. Baekhyun menghela nafas berat dan menghapus foto itu dari ponselnya. Orang itulah yang tak sengaja membunuh Kang Jiyoung. Baekhyun yakin dia takkan bisa tidur nyenyak setelah semua ini. Tidak akan pernah.
Baekhyun lalu memasuki flat kecil itu. Terasa sangat dingin tanpa pemiliknya. Di dindingnya terdapat beberapa poster dirinya. Poster idolanya, Byun Baekhyun, sang penyanyi solo yang sedang naik daun dan mungkin tengah berada di puncak ketenarannya.
Ini tempat Kang Jiyoung biasa tinggal. Menghabiskan waktunya mendengarkan semua lagu Baekhyun setiap waktu. Tempat Jiyoung mengikuti semua berita tentang Baekhyun setiap waktu. Tempat Jiyoung pulang setelah seharian mengikuti seluruh jadwal Baekhyun.
Baekhyun duduk di kursi dekat meja tulis kecil di sebelah tempat tidur Jiyoung. Dia tidak bisa membayangkan betapa kesepiannya Jiyoung selama ini, seperti dirinya. Baekhyun tersenyum kecut. Mengapa gadis sepertinya Jiyoung bisa menyukai penyanyi seoertinya? Penyanyi yang tak seharusnya dijadikan idola. Penyanyi yang punya kehidupan yang tidak baik untuk diidolakan.
Baekhyun melupakan keluarganya. Disaat dia sudah bersinar sebagai penyanyi, ia benar-benar melupakan keluarganya. Tidak peduli apa yang dilakukan keluarganya. Tak peduli mereka di mana. Dia pikir dia berhak melakukan itu semua, karena sebelum itu keluarganya juga selalu membiarkannya hidup sendiri di rumahnya yang megah tapi sama sekali tidak hangat itu. Pekerjaan selalu mereka jadikan alasan tidak bisa menghabiskan waktu bersama Baekhyun. Karena itu Baekhyun lebih memilih menghabiskan waktunya dengan musik. Menenggelamkan dirinya dalam nyanyian, tanpa perlu mengingat betapa kesepiannya dia.
Baekhyun meraih sebuah jurnal di atas meja itu. Ada beberapa fotonya yang terselip di dalamnya. Foto-fotonya saat ia menampilkan lagu di sana-sini. Baekhyun juga melihat tulisan tangan Jiyoung, rapi dan enak dilihat. Tanpa sadar Baekhyun membacanya dari awal, hingga akhir.
Byun Baekhyun, lelaki ini benar-benar merubah hidupku. Tepat saat nyanyiannya sampai di telingaku, aku bukan Kang Jiyoung yang dulu lagi. Entah mengapa, berkat nyanyiannya aku menemukan setitik harapan dalam hidupku. Seperti lirik-lirik dalam lagunya, aku rasa bukan hanya aku orang paling tidak beruntung di dunia ini. Dia benar-benar merubah hidupku.
Aku sengaja menyibukkan diriku hanya karenanya. Aku rasa itu sudah terbaik yang bisa aku lakukan daripada aku terus menyesali hidupku seperti sebelumnya. Setidaknya aku merasa senang setiap melihat senyumnya, dia berbeda dengan yang lain. dia selalu menyanyikan semua lagunya dengan tulus. Di manapun dan kapanpun itu, itu yang membuatku menyukainya, setidaknya aku bukan Kang Jiyoung yang dulu lagi.
Aku tahu ini bukan pilihan hidup yang terbaik, tapi setidaknya aku tidak hidup seperti sebelumnya.
Aku bahkan tidak takut lagi mengharapkan sesuatu yang lebih. Aku tidak takut jika pada akhirnya aku tidak mendapat apa-apa lagi. Aku tidak takut jika pada akhirnya nanti aku sadar aku hanya melakukan hal bodoh. Aku tidak menyesal menghabiskan hidupku hanya dengan mengikutinya kemana-mana. Aku rasa aku bisa merasakan sekarang bagaimana munculnya harapan ketika kau jatuh hati pada orang lain. Meski itu beresiko, kau tetap akan melakukannya dan bahkan terlihat sedikit buta. Dan aku merasakannya sekarang. Aku takkan menyesal. Teruslah bernyanyi Byun Baekhyun…
Baekhyun oppa saranghae <3 kkkk="" span="">
Baekhyun tak kuasa menahan tangisnya. Entah mengapa gadis ini, berbeda dengan fansnya yang lain. Buktinya Baekhyun tak pernah melihat wajahnya meski ia selalu mengikuti semua jadwalnya. Baekhyun sudah hafal dengan wjaah-wajah fansnya yang sering mengikutinya, tapi tidak dengan Jiyoung.
            Dan Gadis ini juga merubah hidupnya. Ya, mungkin dia sudah mati sekarang jika bukan karena Jiyoung datang waktu itu. Baekhyun tidak menyangka gadis ini benar-benar bisa mempengaruhi hidupnya seperti ini.
            Mungkin dengan rasa bersalah ini Baekhyun takkan bisa menyanyi lagi. Tak bisa menyanyi tanpa teringat senyum terakhir dari Jiyoung sebelum pergi dari dunia ini.
***

            Sekarang hari-hari Jiyoung tak pernah absen tanpa Byun Baekhyun. Baekhyun ada di setiap pagi ia membuka jendela kamarnya. Di setiap pagi ia membuka pintu flatnya. Saat ia berangkat ke universitas, saat ia pulang, saat ia berangkat ke kafe tempat kerja paruh waktunya itu, ataupun sepulangnya dari sana. Bahkan Jiyoung akan selalu berada seruangan dengan Baekhyun saat bekerja. Dia terus bicara, berusaha bicara pada Jiyoung, bertanya padanya, atau hanya menggumam tak jelas. Dia selalu tersenyum, ia selalu menawarkan bantuan, ia selalu menawarkan pertemanannya. Jiyoung benar-benar tak bisa bebas dari tetangga barunya itu, orang yang sekarang membuat tangan Jiyoung penuh dengan dirinya, dan membuat Jiyoung bersusah payah menganggapnya tak ada, walaupun itu takkan semudah yang dibayangkan. Hingga seperti sekarang ini.
“Kang Jiyoung tunggu aku!” Baekhyun menyusul Jiyoung yang akan berangkat menuju kafe. Jiyoung tetap berjalan. Seperti biasa, tak menghiraukan lelaki itu.
            Baekhyun sudah berhasil menyusul langkahnya dan sekarang berjalan di sisi Jiyoung, “Kenapa semalam kau tidak tunggu aku? Kita bisa pulang bersama kan?” dia bertanya seakan mereka sudah sangat akrab. “Apa harus selalu aku yang menunggumu pulang agar kita bisa pulang bersama? Lagipula berbahaya kan jika kau pulang sendiri semalam itu?”
            Mereka akan menyeberang jalan saat Baekhyun terus saja dengan semangat bertanya ini itu pada Jiyoung. Mengapa orang ini tidak lelah? Jiyoung tak pernah menjawab pertanyaanya. Jiyoung tak pernah bicara dengannya. Sampai kapan dia akan seperti itu? Sebenarnya apa tujuannya? Jiyoung jadi ingin tahu.
            Dan Baekhyun terus bicara sambil berjalan. Tanpa memperhatikan sekitarnya dia mulai menyaberang begitu saja. Dan saat itu juga sebuah mobil terlihat akan segera lewat dan Jiyoung membenci ini.
            Jiyoung meraih lengannya sambil berteriak, “Byun Baekhyun awas!”
            Jiyoung menariknya sekuat tenaga, membawa Baekhyun ke tepi jalan, menyelamatkan hidupnya. Tarikan itu terlalu kuat hingga mereka berdua roboh di atas trotoar dengan Jiyoung di bawah Baekhyun yang terlihat shock menatap kedua matanya.
            Mereka terlalu dekat. Jiyoung benci ini. Jiyoung benci dengan dadanya yang berdebar kencang, entah karena terkejut akan kejadian barusan atau karena Baekhyun terlalu dekat dengannya, Jiyoung tak ingin tahu. Dengan cepat dia menyingkirkan Baekhyun dan berdiri lagi.
            “Te..terima kasih.” Ucap Baekhyun setelah dia juga berdiri. Itu tadi pertama kalinya Baekhyun mendengar suara Jiyoung. Suara Jiyoung yang diperuntukkan untuknya. Baekhyun agak tak bisa mempercayainya.
            “Bisakah kau berhenti?” kali ini Jiyoung sudah tidak sabar. “Bisakah kau berhenti bicara padaku? Tidak tahukah kau terlihat seperti orang bodoh terus berusaha bicara padaku? Karena tidak. Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Kita tidak sedekat yang kau pikirkan. Kita hanya sebatas tetangga yang tidak aku kenal.” Jiyoung lalu berjalan menuju kafe dengan cepat. Meninggalkan Baekhyun, yang entah mengapa malah tersenyum.
***

            Baekhyun melangkah menuju salah satu nisan. Nisan yang terdapat nama Jiyoung di atasnya. Tempat Jiyoung dimakamkan. Entah mengapa dengan datang ke sini, Baekhyun merasa semakin berat beban di pundaknya. Harusnya dia tidak membiarkan Jiyoung menyelamatkannya malam itu. Harusnya dia cepat tanggap dengan apa yang terjadi. Harus bukan Jiyoung yang mati karena melindunginya. Harusnya dia sendiri yang mengalami itu semua. Mengapa harus gadis itu? Gadis yang tidak ia kenal, gadis yang kesepian, gadis yang begitu mengidolakannya. Harusnya bukan Jiyoung.
            Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya meski tadi sepertinya langit cerah-cerah saja. Namun itu tak membuat pergi dari tempat itu. Ia sudah berlutut karena kakinya lemas saat terus menatap nisan di depannya itu. Dia masih menangis. Menangisi semua ini, yang terjadi padanya dan pada gadis yang tak bersalah itu.
            Baekhyun memperbaiki semua ini, sangat ingin.
            Saat pusing di kepalanya semakin parah, dia ingat harusnya dia segera kembali ke rumah sakit.namun mendadak semuanya gelap. Sekuat apapun Baekhyun berusaha melihat, semuanya tetap gelap dan sepi. Terlalu sepi. Dia tak sadarkan diri.
            Lalu Baekhyun membuka matanya. Menatap langit-langit kamarnya. Ya dia yakin itu langit-lahit kamarnya. Ini kamarnya. Kamar di rumahnya, rumah orang tuanya yang sudah lama tak ia datangi. Bagaimana bisa dia berada di tempat itu? Baekhyun terkejut dan segera bangkit. Dia tidak pusing lagi. Tubuhnya terasa biasa saja dan sehat. Baekhyun melihat jam digitalnya di atas meja dekat tempat tidurnya, tertera tanggal disana, dan Baekhyun makin terkajut. Dia mungkin salah lihat, atau jamnya sudah rusak, karena dia kembali dua tahun lalu. Sebelum ia debut. Tepat di tanggal saat terakhir kalinya ia pulang ke rumahnya, sebelum debut.
            Baekhyun tersenyum tidak percaya.
***

            Jiyoung bisa melihat Baekhyun meminta sesuatu pada atasan mereka. Dan Jiyoung masih berusaha keras untuk tidak menghiraukan Byun Baekhyun. Lelaki itu, meski hampir mati tertabrak mobil, masih saja berusaha menarik perhatiannya. Sebegitu inginnyakah dia menjadi teman Jiyoung? Jiyoung bahkan masih belum bisa menerima kenyataan ada orang yang ingin berteman dengannya.
Jiyoung masih fokus membersihkan salah satu meja yang baru saja ditinggal pengunjung saat tiba-tiba suara Baekhyun terdengar dari mikropon. Dia bicara sesuatu, sepertinya memperkenalkan diri dan beberapa saat kemudian, Jiyoung tak sadar tubuhnya berhenti bergerak melakukan apapun yang sedang dia lakukan sekarang dan berbalik, berbalik mencari sumber suara itu. Nyanyian itu. Dan menemukan mata Baekhyun tepat menatap matanya, dalam. Dengan nyanyian itu, Baekhyun seakan menyihir Jiyoung. Ya, Jiyoung tersihir, semua usahanya untuk tak menghiraukan lelaki itu gagal begitu saja. Semua tembok yang ia bangun di sekelilingnya runtuh begitu saja. Jiyoung meleleh.
Bagaimana bisa ada orang yang bernyanyi seperti itu? Jiyoung merasakan sesuatu dalam dirinya berubah begitu saja. Jiyoung seakan melihat setitik harapan. Jiyoung tiba-tiba berani berharap. Mungkin dia boleh berteman lagi. Mungkin dia bisa berteman lagi, mungkin dia bisa memberi dirinya sendiri satu kesempatan untuk menerima orang lain dalam hidupnya. Mungkin Baekhyun merubah semua presepsinya selama ini.
Jiyoung bisa melihat sesuatu dari nyanyian itu, dia bisa mendengar sesuatu, dia bisa merasakan sesuatu. Entah apa itu Jiyoung tidak yakin. Yang jelas sampai Baekhyun selesai bernyanyi mata mereka tidak melihat ke arah lain lagi. Bahkan Jiyoung masih menatapnya saat Baekhyun sudah turun dari panggung kecil di kafe itu dan menemuinya di belakang.
Baekhyun tersenyum cerah padanya. Jiyoung masih tidak bisa melepaskan tatapannya. Entah mengapa ia sedang tak bisa mengontrol tubuhnya sekarang.
“Apa aku sebegitu kerennya hingga kau tak bisa berhenti menatapku?” Baekhyun melambaikan tangannya di depan wajah Jiyoung.
“Kenapa kau melakukannya?” tanya Jiyoung tiba-tiba.
Baekhyun benar-benar terlihat senang.
“Untuk apa kau bernyanyi di sana? Sudah ada penyanyi, kenapa kau menganggunya?”
“Aku tidak mengganggunya.” Baekhyun mengerucutkan bibirnya main-main. “Aku sudah meminta izin, semua orang membolehkanku. Bahkan mereka suka nyanyianku. Apa kau tidak suka nyanyianku?”
Jiyoung tidak bicara lagi, dia terlihat sedang bingung. Entah apa yang dia bingungkan, Baekhyun tak tahu, dan bahkan Jiyoung sendiri pun tak tahu.
Jiyoung lalu melangkah pergi dan Baekhyun segera bicara lagi, “Hei, benar kau sunbae-ku di sini, tapi bukan harusnya kau memanggilku oppa di luar sana?”
Jiyoung tak berbalik lagi, hanya mendengarnya lalu melanjutkan pekerjaannya yang lain. dan lagi-lagi Baekhyun tersenyum senang,
***

Baekhyun bergegas berlari ke tempat itu. Gedung flat tempat Kang Jiyoung tinggal setelah dia benar-benar tak menemukan makam Jiyoung tadi, dia mendatanginya. Dan benar saja, Baekhyun segera bersembunyi di balik tiang listrik yang ada dekatnya saat melihat Kang Jiyoung masih hidup dengan sehat berjalan keluar dari gedung itu. Lalu tersenyum, manis, saat seekor anak anjing liar mendatanginya. Sepertinya gadis itu sedang berangkat ke universitasnya.
Baekhyun ternganga, ada sesuatu yang berat di hatinya jatuh begitu saja terperosok ke tanah. Kang Jiyoung masih hidup. Dan senyum yang barusan ia lihat sangatlah nyata, bukan berasal dari ingatan pahitnya. Baekhyun benar-benar kembali dua tahun sebelum debutnya. Sebelum semuanya  terjadi.
Dan sejak saat itu, Baekhyun memutuskan. Dia akan memperbaiki semuanya. Jika memang ini kesempatan untuknya, dia akan memperbaiki semuanya, bagaimanapun caranya. Terutama Kang Jiyoung. Sekarang hanya nama itu yang ada dalam benaknya.
***

Dan semuanya terasa begitu cepat hingga membuat mereka semua hampir tak sadar bahwa yang mereka lalukan ini sudah diluar harapan mereka. Terutama Jiyoung, jika dipikir-pikir lagi dia tak percaya bisa berbincang dengan tetangganya itu. Hingga hari ini, seperti saat ini, mereka tengah berada di beranda mereka masing-masing, menikmati hari libur kerja sambilan mereka, ditemani siraman hangat cahaya matahari sore yang akan tenggelam.
“Sepertinya kau benar-benar tak pernah menyiram kaktusmu.” Kata Jiyoung.
Baekhyun tersenyum, meski setelah sekian lama, senyum itu masih membuat hati Jiyoung berdesir, dan semakin hari, desiran itu semakin kuat. “Kau memperhatikan?” lalu dia tertawa kecil, “Aku tak menyangka.”
“Meski dia jenis tanaman yang kuat, dia juga perlu sedikit air.” Jiyoung berusaha tak bereaksi atas ucapan Baekhyun barusan.
“Kau benar. Bisakah kau membantuku menyiramnya saat aku lupa?” Baekhyun menunjukkan gigi-gigi rapinya dengan senyum lebar itu.
Jiyoung tak bisa menahan senyumnya, entah sudah berapa kali ia membiarkan senyumnya tumbuh begitu saja di hadapan Baekhyun. Karena orang itu memang selalu berhasil membuatnya tersenyum. “Memangnya aku apa harus menyiram tanamanmu?”
Baekhyun juga tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat senyum-senyum Jiyoung akhir-akhir ini. Dia merasa senang karena senyum itu dihasilkan olehnya. Dan dia juga merasa puas Kang Jiyoung perlahan-lahan mulai keluar dari hidupnya yang dulu.
Baekhyun tahu ini harusnya hari debutya. Harusnya hari inilah Jiyoung mendengarnya bernyanyi di sebuah stasiun TV untuk pertama kalinya, tapi tidak, Baekhyun sengaja mempercepat semuanya. Dia sengaja melakukan usaha keras ini untuk mendekati Jiyoung, merubah hidupnya dengan cara lain. Dia senang bisa melihat Jiyoung setiap hari masih berangkat ke universitasnya. Dia juga senang Jiyoung mulai terlibat pertemanan antar teman kerja mereka di kafe berkat dirinya. Dia senang semua bisa berjalan selancar ini, karena kali ini, Baekhyun yang terlebih dahulu jatuh hati pada Kang Jiyoung. Sejak Baekhyun melihat Jiyoung tersenyum pada anak anjing liar itu. Jadi kali ini, Baekhyun tak ingin kehilangan lagi. Ia tahu jalan hidupnya sendiripun kali ini tidak berjalan seperti yang ia inginkan sebelumnya. Namun, Baekhyun tidak menyesal, detik ini juga dia justru senang dengan pilihan hidupnya sekarang. Setidaknya sekarang dia juga memiliki teman, tidak terkurung dalam apartemennya sendirian hanya bersama manajernya setelah ia debut menjadi penyanyi. Dia juga tak pernah lupa menghubungi orang tuanya seminggu sekali, berharap mereka takkan pindah keluar negeri seperti yang seharusnya mereka lakukan, karena Baekhyun juga selalu menyempatkan diri untuk pulang ke rumahnya sendiri.
***

Jiyoung membiarkan dirinya ditarik Baekhyun begitu saja, dibawa kemana saja ia ingin pergi hari itu. Jiyoung sudah semakin merasa nyaman dengan teman barunya ini. Dia selalu merasa yang satu ini takkan meninggalkannya meskipun dia gadis yang aneh dan penyendiri. Dan Jiyoung sendiri pun tanpa sadar selalu berusaha merubah sikapnya agar dia tak kehilangan temannya yang satu ini.
“Sini! Duduklah di sini. Tunggu aku!” Baekhyun mendudukkan Jiyoung di sebuah bangku taman yang tak begitu ramai dan tenang itu. Lalu tak begitu lama, Baekhyun kembali dengan membawa dua gelas es kopi di tangannya. Bahkan Baekhyun hafal kopi favoritnya.
Baekhyun memberikan salah tau es kopi itu untuk Jiyoung lalu duduk di samping Jiyoung, “Ini tempat yang bagus kan?” dia tersenyum senang.
“Bagus. Tapi apa yang kita lakukan di sini?” Jiyoung bertanya sambil mulai meminum kopinya.
“Memangnya apalagi selain kencan?” Jawab Baekhyun membuat Jiyoung tersedak  kopinya dan seketika Baekhyun panik sambil menepuk punggung Jiyoung pelan.
“Apa kau bilang?” tanya Jiyoung tak percaya. Mendadak wajahnya memerah dengan semua ide baru ini. Jiyoung tak pernah berpikir sampai ke arah situ. Dia tak berani, bukan tak mau, dia hanya tak berani.
“Jadi kau masih tidak percaya dengan ucapanku selama ini? Bahwa aku menyukaimu?” mata Baekhyun membesar, dia tak mengira Jiyoung benar-benar tak percaya hingga sekarang. Setelah semua yang mereka lalui. Baekhyun sudah melakukan semuanya untuk Jiyoung. Baekhyun membantu Jiyoung melalui hari-harinya di universitas. Bahkan Baekhyun lah yang berhasil membuat Jiyoung menghubungi orang tuanya lagi.
“A..aku…” Jiyoung tak bisa berkata apa-apa. Baekhyun memang bilang bahwa ia menyukai Jiyoung. Berkali-kali. Tapi Jiyoung tak berani berpikir bahwa itu sangatlah serius.
“Baiklah, aku tidak hanya menyukaimu Kang Jiyoung, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Bagaimana dengan itu?” tak ada tanda-tanda candaan dia mata Baekhyun. Matanya memancarkan ketulusan yang memang selalu berada di sana. Dan Jiyoung membeku dengan adanya kenyataan ini.
Hening. Mereka saling menatap cukup lama. Tak melakukan apa-apa hingga Jiyoung mengedipkan matanya yang rasanya sudah tak berkedip cukup lama dan tiba-tiba Baekhyun mendekat dan menciumnya, membuat mata Jiyoung terbelalak.
Baekhyun menunggunya. Menunggunya membalas ciumannya. Dan tak lama kemudian Jiyoung membalasnya, karena dia sudah yakin bahwa dia juga menginginkan ini. Dia punya ribuan perasaan dalam hatinya untuk membalas perasaan Baekhyun. Dan dia yakin dia sendiri sudah berubah. Dan Byun Baekhyun berhasil merubah semuanya. Baekhyun berhasil memperbaiki semuanya.
THE END


10 komentar:

  1. woaaaahhhhh.... jadi yg Baekhyun jadi artis itu cuman mimpi apa Baek bisa memutar waktu kembali???

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukan baekhyun bisa memutar waktu kembali, tapi dia dikembalikan ke masa lalu untuk diberi kesempatan memperbaiki semuanya. kkkk

      Hapus
  2. Yah, awalnya sempet bingung sama tulisan miring and tegak. pertama mikir apa jiyoung semacem renkarnasi gitu dan baek udah gak jadi artis dan milih membahagiakan orang yg sama kaya jiyoung. tapi terus dibaca, eh ternyata.. terimakasih Tao *eh*.
    suka sama karakter baek pas udah balik ke masa lalu. suka suka.
    daebak... ini ff mikir yg keren..

    BalasHapus
  3. Baca neh fanfic , OST nya IU can you hear me Full Album , cocok kah ??

    BalasHapus
  4. PERUBAHAN.. ya ya aku dengan mudah bisa mencerna isi cerita (we know another story right ?). aku suka baek model gini. model sing charming and talkative ngene. sebegitu aneh kah jiyoung sampek kuat bertahahan lama berusaha gak menghiraukan pertanyaan baek sing anoyying di sisi lain kan jiyoung sudah terperangkap pandangan pertama. awalnya aku berharap sad ending.. (?) berharap salah satu tokoh mengilang ato mati. tapi ini bagus. dan hampir terperosok kecerita bagian tulisan miring. salam RBT-L

    BalasHapus
    Balasan
    1. yea, i was actually 'that story' kind of inspired me... thanks

      Hapus
  5. baek keren bisa memutar waktu. akhirnya dia bisa memperbaiki segalanya. jadi lebih indah juga sepertinya... aaah baekjing is so cute, beside lujing,jinghun, also kaijing. i also want to see do jing . but it seems that those pairing is rarely in fanfic. hehe .. nice story, in this story jing is like park shin hye in flower boy next door i think.. :) keep writing, keep spirit up. i'll wait for the next story about jing pairing. :D

    BalasHapus