Cast:
Byun Baekhyun
Kang Jiyoung
Empat pasang mata itu terbelalak. Keterkejutan
menggerogoti tubuh mereka dengan sempurna. Otak mareka hampir tak bisa dibuat
berpikir. Berpikir sesuatu yang mestinya mereka lakukan saat ini, detik ini,
untuk bereaksi terhadap peristiwa yang sedang terjadi. Angin malam yang dingin
ini pun tak terasa lagi, indera mereka sedang lupa untuk merasakannya. Mereka
dalam bahaya.
“Sudah waktunya untukmu mengakhiri ini
semua Byun Baekhyun.” Kata orang dengan
pakaian serba hitam itu. Topi dan masker hitamnya benar-benar membuatnya tak
bisa dikenali. Entah darimana dia datang, entah motif apa yang dia miliki,
Baekhyun tak tahu. Mungkin dia terlalu bodoh dan memang terlalu terlena dalam
kehidupannya saat ini dan tak mengetahui hal seperti ini akan terjadi padanya.
Dan mungkin hal ini memang yang pantas ia dapat. Mungkin.
Cahaya lampu memantul dari pisau di
tangan orang itu. Dan dia semakin mendekat, mengurung Baekhyun dengan dinding
di belakangnya, hingga ia tak bisa lari lagi.
Dan sedetik kemudian yang Baekhyun
lihat adalah pisau itu tidak menancap di dadanya, seperti yang seharusnya
terjadi, pisau itu menancap di dada orang lain. Seorang gadis yang Baekhyun tak
tahu datang dari mana, dan sejak kapan mengetahui hal ini terjadi padanya,
menggantikan posisinya.
Orang itu terkejut bukan main, ia
segera mencabut pisaunya. Merasa gagal membunuh Byun Baekhyun dan justru
membunuh orang lain yang tidak seharusnya. Entah apa motifnya, Baekhyun
benar-benar tak tahu. Yang jelas dia bukan pembunuh kelas kakap yang takkkan
bergetar saat melihat darah atapun nyawa orang tak berdosa melayang di
hadapannya. Tangannya bergetar, ia terkejut karena menikam korban yang salah.
Pisau berlumuran darah segar gadis itu jatuh ke tanah. Dengan cepat ia berlari
meninggalkan Baekhyun dan gadis penyelamat nyawanya itu.
“Kau…Kau bisa dengar aku?” Baekhyun
menepuk pipi gadis itu, berusaha membuatnya tetap sadar. Dia tak mengenali gadis
ini sama sekali.
“K..kau tak..a..pa?” dengan segala
kekuatan terakhirnya, itulah yang gadis itu katakan. Lalu tersenyum pahit saat
matanya berhasil menemukan mata Baekhyun. Dan tubuh gadis itu semakin berat di
pelukan Baekhyun. Darah mengucur deras dari lukanya. Dia semakin pucat tak
berwarna. Kehidupannya semakin lama semakin pergi darinya. Baekhyun yang
menjadi saksi matanya. Tewasnya seorang gadis penyelamat dirinya yang pergi
dengan senyum di wajahnya. Dan sejak saat itulah hidup Baekhyun berubah.
***
Tetap saja, meski sinar
matahari sudah menembus celah tirai jendela dan membuat ruangan itu sedikit
bernuansa kuning dan lebih terang dari sebelumnya, hidup masih terlalu kelabu
untuk Jiyoung. Hingga hari ini masih sulit untuknya untuk bangun lebih pagi.
Mengawali harinya lebih pagi dengan udara dunia yang lebih segar, semua itu
masih sulit. Semua itu masih tak memberi harapan baru, tak menguatkan
semangatnya, dia masih tetap Kang Jiyoung yang seperti ini.
Namun ada yang berbeda.
Ada yang berbeda hari ini yang membuat Jiyoung mengerutkan keningnya. Terdengar
samar-samar suara musik yang sepertinya berasal dari flat sebelah. Musik itu
begitu merdu membuat setiap orang yang mendengarnya merasa tenang. Musik itu
begitu merdu hingga menuntun kaki Jiyoung ke arah beranda kecil flatnya setelah
membuka pintunya terlebih dahulu.
Sinar matahari menerpa
kulitnya dan itu terasa hangat yang juga menenangkan. Musik itupun terdengar
makin jelas berasal dari flat sebelah kiri yang biasanya tak berpenghuni.
Rupanya mulai hari ini Jiyoung punya tetangga baru.
Dan seorang lelaki
melangkah keluar beranda kecilnya dengan senyuman manis di wajahnya. Ia menaruh
pot kecil berisi kaktus di tepi pembatas berandanya. Lalu tersenyum lagi saat
menyadari keberadaan Jiyoung. Senyum yang ramah. Begitu ramah. Terlalu ramah
untuk orang yang baru saja bertemu, pikir Jiyoung. Lelaki dengan wajah malaikat
itu membungkuk sekilas memberi salam pada Jiyoung yang masih tak terbiasa
mempunyai tetangga seramah ini. Jiyoung bahkan tak sadar saat ini sedang
membeku memandanginya. Tak sadar sudah terjebak akan kemanisan lelaki di
hadapannya itu. Dan semua itu baru Jiyoung sadari saat lelaki itu berkata,
“Anyeong haseyo!”
Dan detik itu juga
Jiyoung ingat dia tak seharusnya hidup seperti itu. Dia tak seharusnya hidup
dengan terjebak pada sesuatu yang indah, yang nantinya bisa saja membuatnya
makin terpuruk. Seperti hal-hal indah yang lainnya. Yang biasa datang dan pergi
di kehidupannya.
Jiyoung hanya
mengangguk pelan lalu berbalik memasuki flatnya. Tak mau membayangkan reaksi
lelaki itu terhadap sikap gadis tak sopan sepertinya..
***
“Gadis itu adalah salah satu fans
beratmu.” Jelas manajer Baekhyun sambil memeriksa file-file di tangannya. Dia
terlihat sangat lelah. Dan bahkan mungkin juga lelah dengan keadaan Baekhyun
saat ini.
“Sejak aku debut?” tanya Baekhyun
memastikan sekali lagi. Tangannya bergemetaran. Dia masih bisa mengingat dengan
jelas senyum di wajah gadis itu. Sudah dua minggu berlalu, namun kejadian itu
masih terasa baru saja terjadi, kemarin, sejam yang lalu, semenit yang lalu,
bahkan sedetik yang lalu.
“Ya, banyak yang pernah melihat dia
selalu mengikutimu kemana-mana. Dimana dan kapanpun jadwalmu.”
“Di..dia menghabiskan hidupnya dua
tahun ini dengan melakukan semua itu?”
Ada sedikit jeda, helaan nafas
sebelum manajernya menjawab lagi, “Ya, dia terdaftar di salah satu universitas
tapi sudah dua tahun ini juga dia tidak aktif di sana. Sepertinya dia tak punya
teman, tak ada yang dekat dengannya. Teman satu kelasnya pun hanya mengetahui
nama dan wajahnya, tapi tak ada yang pernah bicara dengannya. Dan lagi mereka
tak pernah melihatnya mengikuti perkuliahan dua tahun ini.”
Beban di hati Baekhyun serasa
bertambah. Baekhyun masih merasa tertampat dengan semua kejadian ini.
Benar-benar tertampar.
“Polisi sudah benar-benar berusaha
mencari identitasnya Baekhyun-ah. Karena permintaanmu, besok mereka akan segera
mengirim alamat tempat tinggalnya. Dia juga sudah dimakamkan setelah otopsi
kemarin.”
“Kami semua sudah berusaha. Gadis itu juga
sudah tidak luput dari perhatian semua orang. Polisi bilang sudah menemukan
keluarganya dan akan mencoba menghubungi mereka hari ini. Jadi kau tak perlu
khawatir Baekhyun-ah. Berhentilah seperti ini. Kau harus bertahan hidup…
setidaknya untuk gadis itu yang sudah menyelamatkanmu. Kau harus makan. Walau
sedikit saja. Jangan lagi menolak suster yang datang memeriksamu. Jangan lepas
lagi infusmu seenaknya. Bertahanlah di rumah sakit ini sedikit lagi, setelah
kau kembali sehat kita akan menyelesaikan semuanya, uh?”
Seakan tak mendengar semua
perkataan manajernya barusan, Baekhyun malah memandang keluar jendela kamar
rumah sakit itu dan berkata, “Bisa hyung katakan lagi nama gadis itu?”
Manajernya memandangnya dengan
penuh simpati.
“Kang Jiyoung.”
***
Jiyoung
melangkah keluar dari flatnya, seperti yang sudah dua bulan ini dia lakukan.
Pergi ke universitasnya. Mengikuti semua kelas yang sama sekali tidak ia
inginkan. Universitas itu, Jiyoung selalu ingin tertawa jika melihatnnya.
Mungkin Jiyoung sudah terlalu putus asa bisa memasukinya. Menuntut ilmu di
dalamnya yang memang sama sekali tak pernah ada di benaknya. Universitas itu
juga yang membuat orang tuanya yang sudah lama bercerai itu bertengkar lagi.
Mereka bersikeras Jiyoung harus memasuki universitas pilihan mereka.
Mendahulukan ego mereka masing-masing tanpa bahkan mungkin tahu Jiyoung punya
keinginannya sendiri untuk masa depannya. Tapi Jiyoung tak pernah
mempermasalahkannya, karena sudah sejak lama keinginan itu hilang. Hilang
bersama kandasnya hubungan suami istri orang tuanya. Hilang seiring berjalannya
kehidupan Jiyoung yang tak pernah membuatnya tersenyum lagi. Pada akhirnya
Jiyoung memasuki sebuah universitas yang bahkan tidak ketahui kedua orang
tuanya. Jiyoung pergi dari rumah ayahnya tanpa pesan apapun. Tanpa berpamitan.
Dan sejak saat itulah Jiyoung hidup sendiri di flat sederhana itu. Berhasil
memotong semua komunikasi dengan keluarganya. Dan Jiyoung sudah terlanjur
tumbuh menjadi seeorang yang pesimis dan tanpa semangat, tanpa harapan. Karena
dia takut akan terjatuh lagi seperti apa yang terjadi pada keluarganya jika dia
menggantungkan optimisme, semangat dan harapannya terlalu tinggi. Jiyoung sudah
jera.
“Hai!”
Jiyoung menoleh mendengar suara itu. Seperti biasa, terlalu aneh rasanya ada
seseorang yang menyapanya. Ya, Jiyoung sudah mulai terbiasa hidup sendiri,
tanpa ada seorangpun di hidupnya, walau hanya sekedar tetangga sebelah. “Apa
kau berkuliah di universitas dekat sini?” lelaki tetangga baru itu menyapanya,
tetap dengan senyum manisnya. Jika Jiyoung tidak terlanjur hidup seperti ini,
mungkin hidupnya sudah begitu terang terkena senyuman penuh kehidupan itu.
Jiyoung
tak punya keberanian untuk menjawab pertanyaan itu. Tak punya keberanian untuk
memulai percakapan dengan orang lain. Tak punya keberanian untuk memberi alasan
yang dapat menjalin sebuah hubungan baru dengan manusia lain di dunia ini.
Jiyoung kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya, lagi-lagi tak mau
membayangkan reaksi lelaki itu.
Entah
bagaimana ekspresinya sekarang, dia tetap bicara, “Kenalkan aku Byun Baekhyun,
tetangga barumu. Jangan sungkan jika butuh sesuatu.” Mengapa suaranya masih
terdengar ceria setelah perlakuan Jiyoung padanya? Mengapa lelaki itu begitu
berani memulai sesuatu yang tak pasti ini?
***
Entah mengapa rasa
bersalah ini semakin lama semakin menguat. Baekhyun serasa tak bisa lagi
menghirup udara untuk bernafas dengan baik. Semuanya terasa terganjal sesuatu.
Ya, Baekhyun merasa tak pantas hidup dengan enak dan sehat setelah semua yang
terjadi. Dia merasa tak pantas. Bagaimana dia bisa tetap hidup dengan baik
setelah nyawa seorang gadis tak bersalah melayang begitu saja karena dirinya?
Bagaimana dia bisa bernafas lega jika senyum gadis itu selalu ada di mimpi
dalam tidurnya yang datang bukan karena kantuk tapi karena lelah yang tak
Baekhyun sadari.
Manajernya lagi-lagi mengela nafas
berat melihat sarapan Baekhyun yang sama sekali tak tersentuh seperti biasanya.
“Mereka sudah berhasil menguhubungi orang tua Kang Jiyoung.”
Baru dengan topik ini Baekhyun
menjadi tertarik dengan pembicaraan manajernya, ia menatap manajernya penuh
harap, ingin segera tahu apapun informasi baru tentang gadis penyelamatnya itu.
“Orang tuanya sudah bercerai. Dan
sepertinya mereka sudah hilang kontak dengan Kang Jiyoung. Mereka benar-benar terkejut
menerima kabar bahwa putri mereka yang sedang mereka cari mati-matian sudah
terbunuh karena menyelamatkan idolanya.” Penjelasan manajernya itu tak bisa
lebih menyedihkan lagi. Baekhyun tak bisa berpikir jernih. Ia ingin segera
terbang ke kantor polisi tempat kasusnya ditangani dan melihat langsung semua
penyelidikannya.
“Jadi dia sebatang kara di sini? Dan
dia menghabiskan dua tahun hidup terakhirnya hanya dengan mengikutiku?”
Baekhyun merasa gadis itu sama dengannya. Baekhyun bisa membayangkan kehidupan
gadis itu sebelumnya, pasti begitu berat, karena Baekhyun juga bisa
merasakannya. Atau mungkin ini hukuman untuknya. Mungkin.
“Baekhyun-ah apa kau yakin kita
tidak perlu memberitahu orang tuamu di luar negeri tentang keadaanmu sekarang?”
Baekhyun sudah tak perlu menjawab
yang satu ini, lalu ia malah berkata hal lain, “Hyung beri aku alamat Kang
Jiyoung sekarang juga!”
***
Jiyoung memasuki kafe tempatnya bekerja paruh waktu sore
itu seperti biasa. Dia benar-benar tidak berharap menemukan tetangga barunya di
sana. Berdiri di balik konter dengan senyumnya saat melihat Jiyoung masuk.
“Hei kau!” panggil salah satu seniornya, “Bisa kau cepat?
Mereka membutuhkanmu di belakang.” Dan Jiyoung mengangguk.
“Oh, kau juga bekerja di sini tetangga baru?” dengan
cerianya Baekhyun bicara padanya, walaupun lagi-lagi dia tak dihiraukan.
Ini buruk. Satu tempat kerja dengan Byun baekhyun.
Tetangga barunya. Tetangga yang terlalu ceria itu. Jiyoung berharap dia akan cepat
jera bicara dengannya. Cepat memutuskan untuk tidak mengenal Jiyoung lebih
jauh.
Setelah mengganti pakaiannya, setumpuk piring dan gelas
kotor sudah menunggunya. Tanpa reaksi apapun Jiyoung mengerjakannya. Setidaknya
ini yang bisa ia lakukan untuk bertahan hidup. Hidup yang tidak begitu ia
minati itu.
Dan sedetik kemudian Baekhyun sudah berada di sampingnya.
“Aku ditugaskan untuk membantumu.” Lalu ia mulai melakukan apa yang Jiyoung
lakukan. “Karena aku baru di sini. Sunbaenim, mohon bantuannya.” Baekhyun
membungkuk sedikit dengan senyumnya yang entah mengapa tak pernah lepas dari
wajahnya itu.
Dan begitulah hidup Jiyoung setelah hari itu terus
berlanjut. Tidak, Byun Baekhyun bukan orang yang seperti Jiyoung pikirkan.
Entah mengapa bisa ada orang seperti itu. Jiyoung tidak pernah tahu ada orang
seperti itu. Selama ini, tak ada ang mau dekat dengannya, ataupun berniat
menjadi temannya setelah tahu seperti apa Jiyoung. Mengapa Baekhyun tetap di
sana? Di samping Jiyoung, berusaha bicara dengannya dan menarik perhatiannya.
Bahkan Baekhyun sudah mengetahui namanya meski jiyoung tak memberitahunya,
entah bagaimana caranya, Jiyoung tak ingin tahu. Hampir setiap hari. Meski
Jiyoung berusaha menghidarinya, Baekhyun selalu menemukan cara untuk bicara dan
bertemu dengannya. Sebenarnya ada apa dengan orang itu, Jiyoung tidak tahu.
***
Baekhyun melihat wajah pelaku yang
baru saja manajernya kirimkan fotonya padanya. Mereka sudah berhasil
menangkapnya. Dia tertangkap cctv saat kabur setelah kejadian, hingga polisi bisa
melacaknya. Motifnya sangat sederhana, dia adalah seorang kakak yang adiknya
adalah satu satu fansnya. Kakak yang marah pada idola adiknya karena merubah
adiknya menjadi seorang pencuri demi bisa menonton semua konsernya dan membeli
semua karya musiknya. Baekhyun menghela nafas berat dan menghapus foto itu dari
ponselnya. Orang itulah yang tak sengaja membunuh Kang Jiyoung. Baekhyun yakin
dia takkan bisa tidur nyenyak setelah semua ini. Tidak akan pernah.
Baekhyun lalu memasuki flat kecil
itu. Terasa sangat dingin tanpa pemiliknya. Di dindingnya terdapat beberapa
poster dirinya. Poster idolanya, Byun Baekhyun, sang penyanyi solo yang sedang
naik daun dan mungkin tengah berada di puncak ketenarannya.
Ini tempat Kang Jiyoung biasa
tinggal. Menghabiskan waktunya mendengarkan semua lagu Baekhyun setiap waktu.
Tempat Jiyoung mengikuti semua berita tentang Baekhyun setiap waktu. Tempat
Jiyoung pulang setelah seharian mengikuti seluruh jadwal Baekhyun.
Baekhyun duduk di kursi dekat meja
tulis kecil di sebelah tempat tidur Jiyoung. Dia tidak bisa membayangkan betapa
kesepiannya Jiyoung selama ini, seperti dirinya. Baekhyun tersenyum kecut.
Mengapa gadis sepertinya Jiyoung bisa menyukai penyanyi seoertinya? Penyanyi
yang tak seharusnya dijadikan idola. Penyanyi yang punya kehidupan yang tidak
baik untuk diidolakan.
Baekhyun melupakan keluarganya.
Disaat dia sudah bersinar sebagai penyanyi, ia benar-benar melupakan
keluarganya. Tidak peduli apa yang dilakukan keluarganya. Tak peduli mereka di
mana. Dia pikir dia berhak melakukan itu semua, karena sebelum itu keluarganya
juga selalu membiarkannya hidup sendiri di rumahnya yang megah tapi sama sekali
tidak hangat itu. Pekerjaan selalu mereka jadikan alasan tidak bisa
menghabiskan waktu bersama Baekhyun. Karena itu Baekhyun lebih memilih
menghabiskan waktunya dengan musik. Menenggelamkan dirinya dalam nyanyian,
tanpa perlu mengingat betapa kesepiannya dia.
Baekhyun meraih sebuah jurnal di
atas meja itu. Ada beberapa fotonya yang terselip di dalamnya. Foto-fotonya
saat ia menampilkan lagu di sana-sini. Baekhyun juga melihat tulisan tangan
Jiyoung, rapi dan enak dilihat. Tanpa sadar Baekhyun membacanya dari awal,
hingga akhir.
Byun Baekhyun, lelaki ini benar-benar merubah
hidupku. Tepat saat nyanyiannya sampai di telingaku, aku bukan Kang Jiyoung
yang dulu lagi. Entah mengapa, berkat nyanyiannya aku menemukan setitik harapan
dalam hidupku. Seperti lirik-lirik dalam lagunya, aku rasa bukan hanya aku
orang paling tidak beruntung di dunia ini. Dia benar-benar merubah hidupku.
Aku sengaja menyibukkan diriku hanya karenanya. Aku
rasa itu sudah terbaik yang bisa aku lakukan daripada aku terus menyesali
hidupku seperti sebelumnya. Setidaknya aku merasa senang setiap melihat
senyumnya, dia berbeda dengan yang lain. dia selalu menyanyikan semua lagunya
dengan tulus. Di manapun dan kapanpun itu, itu yang membuatku menyukainya,
setidaknya aku bukan Kang Jiyoung yang dulu lagi.
Aku tahu ini bukan pilihan hidup yang terbaik, tapi
setidaknya aku tidak hidup seperti sebelumnya.
Aku bahkan tidak takut lagi mengharapkan sesuatu
yang lebih. Aku tidak takut jika pada akhirnya aku tidak mendapat apa-apa lagi.
Aku tidak takut jika pada akhirnya nanti aku sadar aku hanya melakukan hal
bodoh. Aku tidak menyesal menghabiskan hidupku hanya dengan mengikutinya
kemana-mana. Aku rasa aku bisa merasakan sekarang bagaimana munculnya harapan
ketika kau jatuh hati pada orang lain. Meski itu beresiko, kau tetap akan
melakukannya dan bahkan terlihat sedikit buta. Dan aku merasakannya sekarang.
Aku takkan menyesal. Teruslah bernyanyi Byun Baekhyun…
Baekhyun oppa saranghae <3 kkkk="" span="">3>
Baekhyun tak kuasa menahan
tangisnya. Entah mengapa gadis ini, berbeda dengan fansnya yang lain. Buktinya
Baekhyun tak pernah melihat wajahnya meski ia selalu mengikuti semua jadwalnya.
Baekhyun sudah hafal dengan wjaah-wajah fansnya yang sering mengikutinya, tapi
tidak dengan Jiyoung.
Dan Gadis ini juga merubah hidupnya.
Ya, mungkin dia sudah mati sekarang jika bukan karena Jiyoung datang waktu itu.
Baekhyun tidak menyangka gadis ini benar-benar bisa mempengaruhi hidupnya
seperti ini.
Mungkin dengan rasa bersalah ini
Baekhyun takkan bisa menyanyi lagi. Tak bisa menyanyi tanpa teringat senyum
terakhir dari Jiyoung sebelum pergi dari dunia ini.
***
Sekarang hari-hari Jiyoung tak pernah absen tanpa Byun Baekhyun.
Baekhyun ada di setiap pagi ia membuka jendela kamarnya. Di setiap pagi ia
membuka pintu flatnya. Saat ia berangkat ke universitas, saat ia pulang, saat
ia berangkat ke kafe tempat kerja paruh waktunya itu, ataupun sepulangnya dari
sana. Bahkan Jiyoung akan selalu berada seruangan dengan Baekhyun saat bekerja.
Dia terus bicara, berusaha bicara pada Jiyoung, bertanya padanya, atau hanya
menggumam tak jelas. Dia selalu tersenyum, ia selalu menawarkan bantuan, ia
selalu menawarkan pertemanannya. Jiyoung benar-benar tak bisa bebas dari
tetangga barunya itu, orang yang sekarang membuat tangan Jiyoung penuh dengan
dirinya, dan membuat Jiyoung bersusah payah menganggapnya tak ada, walaupun itu
takkan semudah yang dibayangkan. Hingga seperti sekarang ini.
“Kang
Jiyoung tunggu aku!” Baekhyun menyusul Jiyoung yang akan berangkat menuju kafe.
Jiyoung tetap berjalan. Seperti biasa, tak menghiraukan lelaki itu.
Baekhyun sudah berhasil menyusul langkahnya dan sekarang
berjalan di sisi Jiyoung, “Kenapa semalam kau tidak tunggu aku? Kita bisa
pulang bersama kan?” dia bertanya seakan mereka sudah sangat akrab. “Apa harus
selalu aku yang menunggumu pulang agar kita bisa pulang bersama? Lagipula
berbahaya kan jika kau pulang sendiri semalam itu?”
Mereka akan menyeberang jalan saat Baekhyun terus saja
dengan semangat bertanya ini itu pada Jiyoung. Mengapa orang ini tidak lelah?
Jiyoung tak pernah menjawab pertanyaanya. Jiyoung tak pernah bicara dengannya.
Sampai kapan dia akan seperti itu? Sebenarnya apa tujuannya? Jiyoung jadi ingin
tahu.
Dan Baekhyun terus bicara sambil berjalan. Tanpa
memperhatikan sekitarnya dia mulai menyaberang begitu saja. Dan saat itu juga
sebuah mobil terlihat akan segera lewat dan Jiyoung membenci ini.
Jiyoung meraih lengannya sambil berteriak, “Byun Baekhyun
awas!”
Jiyoung menariknya sekuat tenaga, membawa Baekhyun ke
tepi jalan, menyelamatkan hidupnya. Tarikan itu terlalu kuat hingga mereka
berdua roboh di atas trotoar dengan Jiyoung di bawah Baekhyun yang terlihat
shock menatap kedua matanya.
Mereka terlalu dekat. Jiyoung benci ini. Jiyoung benci
dengan dadanya yang berdebar kencang, entah karena terkejut akan kejadian
barusan atau karena Baekhyun terlalu dekat dengannya, Jiyoung tak ingin tahu.
Dengan cepat dia menyingkirkan Baekhyun dan berdiri lagi.
“Te..terima kasih.” Ucap Baekhyun setelah dia juga
berdiri. Itu tadi pertama kalinya Baekhyun mendengar suara Jiyoung. Suara
Jiyoung yang diperuntukkan untuknya. Baekhyun agak tak bisa mempercayainya.
“Bisakah kau berhenti?” kali ini Jiyoung sudah tidak
sabar. “Bisakah kau berhenti bicara
padaku? Tidak tahukah kau terlihat seperti orang bodoh terus berusaha bicara
padaku? Karena tidak. Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Kita tidak sedekat
yang kau pikirkan. Kita hanya sebatas tetangga yang tidak aku kenal.” Jiyoung
lalu berjalan menuju kafe dengan cepat. Meninggalkan Baekhyun, yang entah
mengapa malah tersenyum.
***
Baekhyun melangkah
menuju salah satu nisan. Nisan yang terdapat nama Jiyoung di atasnya. Tempat
Jiyoung dimakamkan. Entah mengapa dengan datang ke sini, Baekhyun merasa
semakin berat beban di pundaknya. Harusnya dia tidak membiarkan Jiyoung
menyelamatkannya malam itu. Harusnya dia cepat tanggap dengan apa yang terjadi.
Harus bukan Jiyoung yang mati karena melindunginya. Harusnya dia sendiri yang
mengalami itu semua. Mengapa harus gadis itu? Gadis yang tidak ia kenal, gadis
yang kesepian, gadis yang begitu mengidolakannya. Harusnya bukan Jiyoung.
Hujan tiba-tiba turun dengan
derasnya meski tadi sepertinya langit cerah-cerah saja. Namun itu tak membuat
pergi dari tempat itu. Ia sudah berlutut karena kakinya lemas saat terus
menatap nisan di depannya itu. Dia masih menangis. Menangisi semua ini, yang
terjadi padanya dan pada gadis yang tak bersalah itu.
Baekhyun memperbaiki semua ini,
sangat ingin.
Saat pusing di kepalanya semakin
parah, dia ingat harusnya dia segera kembali ke rumah sakit.namun mendadak
semuanya gelap. Sekuat apapun Baekhyun berusaha melihat, semuanya tetap gelap
dan sepi. Terlalu sepi. Dia tak sadarkan diri.
Lalu Baekhyun membuka matanya.
Menatap langit-langit kamarnya. Ya dia yakin itu langit-lahit kamarnya. Ini
kamarnya. Kamar di rumahnya, rumah orang tuanya yang sudah lama tak ia datangi.
Bagaimana bisa dia berada di tempat itu? Baekhyun terkejut dan segera bangkit.
Dia tidak pusing lagi. Tubuhnya terasa biasa saja dan sehat. Baekhyun melihat
jam digitalnya di atas meja dekat tempat tidurnya, tertera tanggal disana, dan
Baekhyun makin terkajut. Dia mungkin salah lihat, atau jamnya sudah rusak,
karena dia kembali dua tahun lalu. Sebelum ia debut. Tepat di tanggal saat
terakhir kalinya ia pulang ke rumahnya, sebelum debut.
Baekhyun tersenyum tidak percaya.
***
Jiyoung bisa melihat Baekhyun meminta sesuatu pada atasan
mereka. Dan Jiyoung masih berusaha keras untuk tidak menghiraukan Byun
Baekhyun. Lelaki itu, meski hampir mati tertabrak mobil, masih saja berusaha
menarik perhatiannya. Sebegitu inginnyakah dia menjadi teman Jiyoung? Jiyoung
bahkan masih belum bisa menerima kenyataan ada orang yang ingin berteman
dengannya.
Jiyoung
masih fokus membersihkan salah satu meja yang baru saja ditinggal pengunjung
saat tiba-tiba suara Baekhyun terdengar dari mikropon. Dia bicara sesuatu,
sepertinya memperkenalkan diri dan beberapa saat kemudian, Jiyoung tak sadar
tubuhnya berhenti bergerak melakukan apapun yang sedang dia lakukan sekarang
dan berbalik, berbalik mencari sumber suara itu. Nyanyian itu. Dan menemukan
mata Baekhyun tepat menatap matanya, dalam. Dengan nyanyian itu, Baekhyun
seakan menyihir Jiyoung. Ya, Jiyoung tersihir, semua usahanya untuk tak
menghiraukan lelaki itu gagal begitu saja. Semua tembok yang ia bangun di
sekelilingnya runtuh begitu saja. Jiyoung meleleh.
Bagaimana
bisa ada orang yang bernyanyi seperti itu? Jiyoung merasakan sesuatu dalam dirinya
berubah begitu saja. Jiyoung seakan melihat setitik harapan. Jiyoung tiba-tiba
berani berharap. Mungkin dia boleh berteman lagi. Mungkin dia bisa berteman
lagi, mungkin dia bisa memberi dirinya sendiri satu kesempatan untuk menerima
orang lain dalam hidupnya. Mungkin Baekhyun merubah semua presepsinya selama
ini.
Jiyoung
bisa melihat sesuatu dari nyanyian itu, dia bisa mendengar sesuatu, dia bisa
merasakan sesuatu. Entah apa itu Jiyoung tidak yakin. Yang jelas sampai
Baekhyun selesai bernyanyi mata mereka tidak melihat ke arah lain lagi. Bahkan
Jiyoung masih menatapnya saat Baekhyun sudah turun dari panggung kecil di kafe
itu dan menemuinya di belakang.
Baekhyun
tersenyum cerah padanya. Jiyoung masih tidak bisa melepaskan tatapannya. Entah
mengapa ia sedang tak bisa mengontrol tubuhnya sekarang.
“Apa
aku sebegitu kerennya hingga kau tak bisa berhenti menatapku?” Baekhyun
melambaikan tangannya di depan wajah Jiyoung.
“Kenapa
kau melakukannya?” tanya Jiyoung tiba-tiba.
Baekhyun
benar-benar terlihat senang.
“Untuk
apa kau bernyanyi di sana? Sudah ada penyanyi, kenapa kau menganggunya?”
“Aku
tidak mengganggunya.” Baekhyun mengerucutkan bibirnya main-main. “Aku sudah
meminta izin, semua orang membolehkanku. Bahkan mereka suka nyanyianku. Apa kau
tidak suka nyanyianku?”
Jiyoung
tidak bicara lagi, dia terlihat sedang bingung. Entah apa yang dia bingungkan,
Baekhyun tak tahu, dan bahkan Jiyoung sendiri pun tak tahu.
Jiyoung
lalu melangkah pergi dan Baekhyun segera bicara lagi, “Hei, benar kau sunbae-ku
di sini, tapi bukan harusnya kau memanggilku oppa di luar sana?”
Jiyoung
tak berbalik lagi, hanya mendengarnya lalu melanjutkan pekerjaannya yang lain.
dan lagi-lagi Baekhyun tersenyum senang,
***
Baekhyun bergegas berlari ke tempat
itu. Gedung flat tempat Kang Jiyoung tinggal setelah dia benar-benar tak
menemukan makam Jiyoung tadi, dia mendatanginya. Dan benar saja, Baekhyun
segera bersembunyi di balik tiang listrik yang ada dekatnya saat melihat Kang
Jiyoung masih hidup dengan sehat berjalan keluar dari gedung itu. Lalu
tersenyum, manis, saat seekor anak anjing liar mendatanginya. Sepertinya gadis
itu sedang berangkat ke universitasnya.
Baekhyun ternganga, ada sesuatu
yang berat di hatinya jatuh begitu saja terperosok ke tanah. Kang Jiyoung masih
hidup. Dan senyum yang barusan ia lihat sangatlah nyata, bukan berasal dari
ingatan pahitnya. Baekhyun benar-benar kembali dua tahun sebelum debutnya.
Sebelum semuanya terjadi.
Dan sejak saat itu, Baekhyun
memutuskan. Dia akan memperbaiki semuanya. Jika memang ini kesempatan untuknya,
dia akan memperbaiki semuanya, bagaimanapun caranya. Terutama Kang Jiyoung.
Sekarang hanya nama itu yang ada dalam benaknya.
***
Dan
semuanya terasa begitu cepat hingga membuat mereka semua hampir tak sadar bahwa
yang mereka lalukan ini sudah diluar harapan mereka. Terutama Jiyoung, jika
dipikir-pikir lagi dia tak percaya bisa berbincang dengan tetangganya itu.
Hingga hari ini, seperti saat ini, mereka tengah berada di beranda mereka
masing-masing, menikmati hari libur kerja sambilan mereka, ditemani siraman
hangat cahaya matahari sore yang akan tenggelam.
“Sepertinya
kau benar-benar tak pernah menyiram kaktusmu.” Kata Jiyoung.
Baekhyun
tersenyum, meski setelah sekian lama, senyum itu masih membuat hati Jiyoung
berdesir, dan semakin hari, desiran itu semakin kuat. “Kau memperhatikan?” lalu
dia tertawa kecil, “Aku tak menyangka.”
“Meski
dia jenis tanaman yang kuat, dia juga perlu sedikit air.” Jiyoung berusaha tak
bereaksi atas ucapan Baekhyun barusan.
“Kau
benar. Bisakah kau membantuku menyiramnya saat aku lupa?” Baekhyun menunjukkan
gigi-gigi rapinya dengan senyum lebar itu.
Jiyoung
tak bisa menahan senyumnya, entah sudah berapa kali ia membiarkan senyumnya
tumbuh begitu saja di hadapan Baekhyun. Karena orang itu memang selalu berhasil
membuatnya tersenyum. “Memangnya aku apa harus menyiram tanamanmu?”
Baekhyun
juga tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat senyum-senyum Jiyoung
akhir-akhir ini. Dia merasa senang karena senyum itu dihasilkan olehnya. Dan
dia juga merasa puas Kang Jiyoung perlahan-lahan mulai keluar dari hidupnya
yang dulu.
Baekhyun
tahu ini harusnya hari debutya. Harusnya hari inilah Jiyoung mendengarnya
bernyanyi di sebuah stasiun TV untuk pertama kalinya, tapi tidak, Baekhyun
sengaja mempercepat semuanya. Dia sengaja melakukan usaha keras ini untuk
mendekati Jiyoung, merubah hidupnya dengan cara lain. Dia senang bisa melihat
Jiyoung setiap hari masih berangkat ke universitasnya. Dia juga senang Jiyoung
mulai terlibat pertemanan antar teman kerja mereka di kafe berkat dirinya. Dia
senang semua bisa berjalan selancar ini, karena kali ini, Baekhyun yang
terlebih dahulu jatuh hati pada Kang Jiyoung. Sejak Baekhyun melihat Jiyoung
tersenyum pada anak anjing liar itu. Jadi kali ini, Baekhyun tak ingin kehilangan
lagi. Ia tahu jalan hidupnya sendiripun kali ini tidak berjalan seperti yang ia
inginkan sebelumnya. Namun, Baekhyun tidak menyesal, detik ini juga dia justru
senang dengan pilihan hidupnya sekarang. Setidaknya sekarang dia juga memiliki
teman, tidak terkurung dalam apartemennya sendirian hanya bersama manajernya
setelah ia debut menjadi penyanyi. Dia juga tak pernah lupa menghubungi orang
tuanya seminggu sekali, berharap mereka takkan pindah keluar negeri seperti
yang seharusnya mereka lakukan, karena Baekhyun juga selalu menyempatkan diri
untuk pulang ke rumahnya sendiri.
***
Jiyoung
membiarkan dirinya ditarik Baekhyun begitu saja, dibawa kemana saja ia ingin
pergi hari itu. Jiyoung sudah semakin merasa nyaman dengan teman barunya ini.
Dia selalu merasa yang satu ini takkan meninggalkannya meskipun dia gadis yang
aneh dan penyendiri. Dan Jiyoung sendiri pun tanpa sadar selalu berusaha
merubah sikapnya agar dia tak kehilangan temannya yang satu ini.
“Sini!
Duduklah di sini. Tunggu aku!” Baekhyun mendudukkan Jiyoung di sebuah bangku
taman yang tak begitu ramai dan tenang itu. Lalu tak begitu lama, Baekhyun
kembali dengan membawa dua gelas es kopi di tangannya. Bahkan Baekhyun hafal
kopi favoritnya.
Baekhyun
memberikan salah tau es kopi itu untuk Jiyoung lalu duduk di samping Jiyoung, “Ini
tempat yang bagus kan?” dia tersenyum senang.
“Bagus.
Tapi apa yang kita lakukan di sini?” Jiyoung bertanya sambil mulai meminum
kopinya.
“Memangnya
apalagi selain kencan?” Jawab Baekhyun membuat Jiyoung tersedak kopinya dan seketika Baekhyun panik sambil
menepuk punggung Jiyoung pelan.
“Apa
kau bilang?” tanya Jiyoung tak percaya. Mendadak wajahnya memerah dengan semua
ide baru ini. Jiyoung tak pernah berpikir sampai ke arah situ. Dia tak berani,
bukan tak mau, dia hanya tak berani.
“Jadi
kau masih tidak percaya dengan ucapanku selama ini? Bahwa aku menyukaimu?” mata
Baekhyun membesar, dia tak mengira Jiyoung benar-benar tak percaya hingga
sekarang. Setelah semua yang mereka lalui. Baekhyun sudah melakukan semuanya
untuk Jiyoung. Baekhyun membantu Jiyoung melalui hari-harinya di universitas. Bahkan
Baekhyun lah yang berhasil membuat Jiyoung menghubungi orang tuanya lagi.
“A..aku…”
Jiyoung tak bisa berkata apa-apa. Baekhyun memang bilang bahwa ia menyukai
Jiyoung. Berkali-kali. Tapi Jiyoung tak berani berpikir bahwa itu sangatlah
serius.
“Baiklah,
aku tidak hanya menyukaimu Kang Jiyoung, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu. Bagaimana
dengan itu?” tak ada tanda-tanda candaan dia mata Baekhyun. Matanya memancarkan
ketulusan yang memang selalu berada di sana. Dan Jiyoung membeku dengan adanya
kenyataan ini.
Hening.
Mereka saling menatap cukup lama. Tak melakukan apa-apa hingga Jiyoung
mengedipkan matanya yang rasanya sudah tak berkedip cukup lama dan tiba-tiba
Baekhyun mendekat dan menciumnya, membuat mata Jiyoung terbelalak.
Baekhyun
menunggunya. Menunggunya membalas ciumannya. Dan tak lama kemudian Jiyoung
membalasnya, karena dia sudah yakin bahwa dia juga menginginkan ini. Dia punya
ribuan perasaan dalam hatinya untuk membalas perasaan Baekhyun. Dan dia yakin
dia sendiri sudah berubah. Dan Byun Baekhyun berhasil merubah semuanya.
Baekhyun berhasil memperbaiki semuanya.
THE
END
woaaaahhhhh.... jadi yg Baekhyun jadi artis itu cuman mimpi apa Baek bisa memutar waktu kembali???
BalasHapusbukan baekhyun bisa memutar waktu kembali, tapi dia dikembalikan ke masa lalu untuk diberi kesempatan memperbaiki semuanya. kkkk
HapusYah, awalnya sempet bingung sama tulisan miring and tegak. pertama mikir apa jiyoung semacem renkarnasi gitu dan baek udah gak jadi artis dan milih membahagiakan orang yg sama kaya jiyoung. tapi terus dibaca, eh ternyata.. terimakasih Tao *eh*.
BalasHapussuka sama karakter baek pas udah balik ke masa lalu. suka suka.
daebak... ini ff mikir yg keren..
Alur Naik Mudun :v -_-
BalasHapusok fix thanks
HapusBaca neh fanfic , OST nya IU can you hear me Full Album , cocok kah ??
BalasHapusPERUBAHAN.. ya ya aku dengan mudah bisa mencerna isi cerita (we know another story right ?). aku suka baek model gini. model sing charming and talkative ngene. sebegitu aneh kah jiyoung sampek kuat bertahahan lama berusaha gak menghiraukan pertanyaan baek sing anoyying di sisi lain kan jiyoung sudah terperangkap pandangan pertama. awalnya aku berharap sad ending.. (?) berharap salah satu tokoh mengilang ato mati. tapi ini bagus. dan hampir terperosok kecerita bagian tulisan miring. salam RBT-L
BalasHapusyea, i was actually 'that story' kind of inspired me... thanks
Hapusbaek keren bisa memutar waktu. akhirnya dia bisa memperbaiki segalanya. jadi lebih indah juga sepertinya... aaah baekjing is so cute, beside lujing,jinghun, also kaijing. i also want to see do jing . but it seems that those pairing is rarely in fanfic. hehe .. nice story, in this story jing is like park shin hye in flower boy next door i think.. :) keep writing, keep spirit up. i'll wait for the next story about jing pairing. :D
BalasHapus^^ thanks for read and comment.
Hapus