Halaman

Kamis, 12 April 2012

[FANFIC] This Crush (chapter 1)

Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo (L)
Krystal Jung


            Jatuh cinta itu wajar, setiap orang berhak mengalaminya. Aku juga bisa jatuh cinta,meski aku sendiri bahkan tak menyadarinya. Meskipun orang lain menganggap itu hanya main-main atau tak punya arti. Tapi jauh di lubuk hatiku, aku bisa merasakan cinta itu. Namun takdirku membuatku harus melalui tragedi jatuh cinta itu dengan jalan yang berbeda. Aku bisa mendapat masalah sulit dan menyedihkan karena jatuh cinta itu. Walaupun orang lain akan menganggapnya suatu kebahagiaan.
            Apalah artinya jatuh cinta untuk gadis sepertiku? Gadis dengan kelainan batin yang tak sama dengan gadis lainnya. Aku tak minta mendapat hidup seperti ini. Aku juga tak minta aku jatuh cinta seperti ini. Lalu mengapa semuanya harus sesulit ini?
            Aku harus menerima cemoohan dari orang lain disaat aku harusnya bahagia karena cintaku. Namun percuma saja jika aku iri dengan gadis normal lainnya, aku tetap seperti ini. Takdirku takkan berubah bukan? Aku tetap gadis bekelainan yang tak pantas jatuh cinta.
***

            “Oppa!! Oppa!!” suara seorang gadis memekakkan telinga terdengar begitu keras di subuh yang sunyi ini.
            Seorang lelaki menggeliat di bawah selimutnya mencoba melawan kenyataan ini sudah pagi, dan waktunya ia bangun. Ya alarmnya sudah berbunyi. Suara gadis itu sudah seperti alarm pribadinya yang akan membangunkannya saat fajar setiap hari. Seakan sudah diatur sedemikian rupa dan takkan berubah sebelum rusak atau si pengatur mengubah jam bunyinya.
            Dengan sedikit semangat lelaki itu bangkit dari tempat tidurnya dan membuka pintu flatnya, rumah kecil sederhana yang ia tinggali sekarang.
            “Aku sudah bangun.” Jawab lelaki itu dengan tersenyum seperti biasa pada gadis yang berteriak tadi.
            Gadis itu tinggal di flat seberang. Flat mereka berada di lantai teratas apartemen kumuh. Gedung apartemen mereka bedekatan hanya berjarak 2 meter sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi.
            “Kalau begitu aku boleh dapat sarapan?” teriak gadis itu senang.
            Lelaki itu tersenyum mengiyakan pertanyaan lelaki itu. Dengan segera gadis itu berlari melewati jembatan kayu yang mereka buat sendiri untuk menghubungkan tempat tinggal mereka yang sebenarnya cukup membahayakan.
            “Aku benar-benar lapar oppa.” Gadis itu tersenyum ceria.
            “Kau benar-benar sudah mandi? Kau tak membohongiku lagikan?” tanya lelaki itu ramah.
            Gadis itu mengangguk semangat. “Aku juga sudah menyikat gigiku.” Gadis itu menunjukkan gigi-giginya yang rapi.
            “Gadis pintar.” Lelaki itu membelai kepala si gadis dan mengajaknya masuk.
            “Myungsoo oppa, semalam aku bermimpi, Appa dan Eommaku datang.” Gadis itu bercerita dengan menggebu-gebu pada lelaki yang bernama Kim Myungsoo itu.
            Sambil menyiapkan sarapan Myungsoo tersenyum mendengarnya, “Chincha Jiyoung-ah?”
            Gadis bernama Jiyoung itu mengangguk semangat sekali, “Chincha. Mereka tersenyum padaku. Pasti mereka senang karena melihatku hidup ceria. Geurae?”
            “Geurae. Kalau begitu makan dulu ini.” Myungsoo menyajikan dua porsi mie instant dia meja kecil yang biasa mereka gunakan sebagai meja makan.
            Dengan duduk bersila, Jiyoung segera melahap makannya. “Ini benar-benar enak. Aku heran kenapa setiap kali aku membuatnya tak bisa seenak ini.”
            Myungsoo tertawa, “Karena kau tak sepintar aku.”
            Jiyoung terdiam, “Ah, geurae. Aku pabo.” Jiyoung tertawa.
            Myungsoo menahan tawanya, “Ani..ani jangan katakana itu lagi.”
            Kali ini Jiyoung lebih fokus pada mienya dan menghabiskannya hingga mangkuknya bersih.
            Setelah selesai sarapan dan matahari hanya menampakkan sedikit cahaya merahnya, Myungsoo beranjak pergi untuk melakukan rutinitasnya setiap pagi mengantarkan susu ke setiap rumah pelanggan.
            “Aku berangkat.” Kata Myungsoo sambil mengacak-acak rambut Jiyoung.
            “Ne, Hwaiting Kim Myungsoo oppa!” Jiyoung menggenggamkan tanganya.
***

            Kang Jiyoung adalah gadis dari keluarga sederhana yang hidup menyedihkan. Sejak berumur 14 tahun, dia sudah hidup sendiri di rumahnya. Dia bertahan hidup dari belas kasihan para tetangganya. Saat ini umurnya sudah 20 tahun, namun tingkah lakunya masih seperti anak kecil. Itu bukan kelainannya sejak lahir. Itu adalah akibat dari goncangan keras yang ia alami 6 tahun lalu. 6 tahun lalu orang tuanya tewas dalam sebuah kecelakaan. Bus yang mereka naikki untuk berangkat berkerja tergelincir salju dan tepelosok ke jurang, membuat semua penumpangnya tak terselamatkan.
            Jiyoung tak pernah melihat mereka lagi semenjak mereka berpamitan untuk kerja. Sejak saat itu ia mengalami shock berat dan jiwanya tergoncang. Dengan kata lain, mentalnya terganggu. Semua orang bilang dia tidak gila itu sudah untung. Tingkah lakunya kembali seperti gadis berumur sepuluh tahunan. Namun tak bisa dipungkiri tubuhnya bertambah besar, dan hidupnya juga dituntut dewasa. Hidupnya sangat berat sejak itu. Dengan gangguan mentalnya, ia harus bertahan hidup sendiri di tengah kejamnya perkotaan.
            Dan Kim Myungsoo adalah lelaki penolongnya yang datang 5 tahun lalu sebagai tetangga barunya. Dia lelaki berumur 22 tahun yang kabur dari keluarganya yang kaya raya dan memutuskan tinggal sendiri kerena menurutnya kehidupannya yang lalu hanyalah omong kosong. Appa dan eommanya tak pernah mempedulikannya dan hanya berurusan dengan pekerjaan mereka dan usaha mereka untuk memperhatankan kekayaan mereka. Sampai mereka tak menyadari putra tunggal mereka merasa kesepian.
            Myungsoo menjadi tetangga Jiyoung dan merasa simpati padanya. Selama 5 tahun ini, bisa dibilang Myungsoolah yang menghidupi Jiyoung. Kang Jiyoung sudah seperti adiknya sendiri. Myungsoo mengajarinya hidup dengan lebih layak. Dan karena itu jugalah Myungsoo memutuskan untuk tidak dulu menjadi mahasiswa di sebuah universitas setelah kelulusannya tiga tahun yang lalu. Dia lebih memilih bekerja sekuatnya untuk bisa bertahan hidup.
***

            “Ah… kenapa aku tidak coba saja berkerja bersama Myungsoo oppa?” gumam Jiyoung sambil menulis-nulis di kertas-kertas yang berserakan di beranda flatnya. Ia sedang duduk di kursi kayu tua milik Appanya yang masih berdiri tegar di sebelah dinding pembatas beranda setinggi perut. Ia menulis di atas meja besi yang sudah berkarat. Itu adalah tempat favoritnya sejak kecil.
            Jiyoung selalu menulis apapun yang ada di otak dan hatinya. Entah itu penting atau tidak, dia tetap menulisnya walau akhirnya kertas itu hanya akan dibuang.
            Jiyoung sedang menuliskan kata “Sarang” saat bergumam, “Kalau aku ikut bekerja, pasti uangnya lebih banyak.” Jiyoung lalu tersenyum. “Ah, geurae… mulai besok aku akan ikut oppa bekerja.”
            Sedangkan Myungsoo yang sedang mengantar susu di tempat yang cukup jauh dari rumahnya, sedang mengalami sedikit kecelakaan.
            “BRAAK.” Suara cukup kencang berasal dari sepeda Myungsoo yang menabrak tembok sebuah gang karena menghindari seorang gadis yang tengah berjalan sempoyongan.
            Namun gadis itu tetap terjatuh karena keranjang susu Myungsoo. Seketika itu Myungsoo langsung memarkir sepedanya dan menghampiri gadis itu, “Gwe..gwenchanayo?” Myungsoo segera membantu gadis itu berdiri. Myungsoo bisa melihat luka goresan di dahi gadis yang berwajah cantik itu. “Jeongmal jwesonghamnida.”
            Gadis itu dengan lemah mendongak dan menatap wajah Myungsoo. “Gwenchanayo.” Gadis itu mencoba berdiri namun tersungkur lagi, membuat Myungsoo menahan tubuhnya yang lemah itu.
            “Sepertinya kau mabuk.” Kata Myungsoo lalu menuntun gadis itu untuk duduk di pinggir toko dan membeli benda yang bisa ia gunakan untuk mengobati gadis itu.
            Setelah membasuh sedikit darah pada luka gadis itu lalu membersihkannya, ia memasangkan plester di dahinya. “Jeongmal jwesonghamnida, gara-gara aku kau jadi begini.”
            Gadis berwajah cantik yang terlihat kaya dari gayanya itu tersenyum pada Myungsoo yang berbuat begitu baik. “Apa kau mengenalku sehingga kau harus berbuat baik seperti ini terhadapku?”
            “Bukankah kau seperti ini karena aku?” tanya Myungsoo.
            Gadis itu tersenyum kecut, “Kalau bukan karena kau, apa kau tetap akan melakukan ini?”
            Myungsoo diam saja tak mengerti maksudnya.
            “Kau lihat sedniri tadi kan? Bukankah itu salahku? Kau hampir menabrak gadis mabuk yang memang berjalan di tengah jalan.” Gadis itu tersenyum kecut lagi.
            “Ah, sebaiknya kau cepat pulang. Kau terlihat seperti gadis yang tak pulang semalaman.” Myungsoo beranjak pergi.
            Namun gadis itu menarikl lengan Myungsoo, dia melirik kerangjang susu di atas sepeda Myungsoo, “Kau lelaki tampan tapi hidup susah. Dan sepertinya kau bukan seperti pria kebanyakan.”
            Myungsoo memandangnya penuh tanya.
            Tiba-tiba gadis itu mengulurkan kartu namanya, “Hubungi aku jika kau butuh seuatu. Anggap saja aku ingin membalas kebaikanmu ini.” Lalu gadis itu pergi begitu saja.
Jung Krystal
Manager Pemasaran
Daesun Group

            “Bukankah ini perusahaan mobil?” gumam Myungsoo. “Semuda itu sudah menjadi manajer, pasti itu perusahaan milik Appanya sendiri.” Myungsoo malah teringat dengan kedua orang tuanya namun berusaha melupakannya saat dia mulai larut dalam kesedihan.
***

            Myungsoo pulang dengan sedih, kenyataannya dia di pecat dari pekerjaannya mengantar susu.
            “Oppa!” Jiyoung berlari menyebrangi jembatan kayu dan duduk di kursi kayu lebar yang ada di beranda flat Myungsoo. “Aku akan ikut Oppa bekerja. Jadi oppa bisa dapat uang lebih banyak.” Wajahnya begitu semangat.
            Myungsoo tersenyum kecut, “Aninde. Kau tak perlu melakukannya. Kau tak boleh melakukannya. Itu akan membuatmu lelah.”
            “Wae?” Jiyoung mulai kecewa.
            “Lagipula aku takkan bekerja disitu lagi. Mereka bilang pelanggan susu mereka semakin sedikit, jadi mereka harus mengurangi pegawai mereka.” Jelas Myungsoo.
            “Mwo? Apa itu yang namanya di pecat? Bukankah kau sudah bekerja disana em..” Jiyoung mendongak sambil berpikir keras, “Sudah 5 tahun?”
            Myungsoo tersenyum lagi, “Geurae, itu yang namanya dipecat. Jadi aku harus cari kerja lagi. Dan mungkin kali ini lebih jauh. Jadi kau tak perlu ikut. Bisa berbahaya.” Myungsoo duduk di sebelah Jiyoung.
            Sekarang Myungsoo berpikir, persediaan makannya sedang benar-benar habis sekarang. Dia takut Jiyoung tak bisa makan malam.
            “Oppa, bukankah ini waktunya makan malam?” tanya Jiyoung sambil tersenyum.
            Sambil berpikir Myungsoo menjawab, “Tunggu sebentar.” Myungsoo turun ke bawah dan mengetuk pintu tetangganya yang tinggal dua lantai di bawahnya.
            “Nugu?” tanya si pemilik rumah sambil membuka pintunya. “Oh kau. Ada apa?”
            “Ehm… Ajuma boleh aku meminjam sedikit beras?” tanya Myungsoo memberanikan siri. Ini sudah kesekian kalinya dia melakukannya meski dia sangat malu.
            “Ah, pasti untuk Kang Jiyoung lagi ya? Kau itu baik sekali mau menghidupinya. Bahkan kau bukan keluarganya. Semua tetangga disini saja sudah sedikit bosan membantunya karena perilakunya yang sering menyebalkan.” Cerca ajuma itu. “Tunggu sebentar.” Dia masuk ke dalam rumahnya dan keluar dengan membawa sedikit beras. “ini ambilah. Kau tak perlu mengembalikannya.”
            “Ani, aku akan mengembalikannya. Gomapseumnida.” Kata Myungsoo lalu membungkuk sedikit dan pergi.
            “Mereka masih muda tapi kenapa hidup mereka seperti itu? Anak itu kenapa bisa bertahan sampai selama ini?” gumam si ajuma.
            Jiyoung senang melihat Myungsoo kembali, “Oppa bawa apa?”
            “Sedikit beras.” Jawab Myungsoo lalu menuju dapurnya.
            Mereka akhirnya makan dengan menu seadanya yang begitu sederhana. Bahkan Myungsoo mengurangi porsinya agar Jiyoung bisa makan lebih banyak hingga membuat Jiyoung merasa bersalah.
            Jiyoung meletakkan sumpitnya dan menunduk, “Oppa… kenapa makan sedikit itu?”
            Myungsoo tertawa melihat tingkah Jiyoung. “Gwenchana.”
            “Ani aku jadi benar-benar seperti monster seperti yang mereka bilang.” Jiyoung memberikan sebagian nasinya untuk Myungsoo.
            “Siapa bilang kau itu monster?” tanya Myungsoo.
            “Mereka bahkan bilang aku akan memakanmu kalau tak ada makanan lagi.” Jawab Jiyoung. “Oppa apa aku ini menyeramkan?”
            “Ani. Jangan pernah dengarkan orang-orang yang bicara seperti itu. Bukankah kau cantik? Siapa yang berani memanggilmu monster?”
            Jiyoung tertawa, “Aku cantik? Kau bohong!”
            Myungsoo masih tertawa. “Kalau begitu besok aku akan mencari pekerjaan baru. Perkerjaan yang lebih bagus tentunya.”
            “Kenapa oppa tak ajak aku? Aku juga bisa cari pekerjaan.”
            Myungsoo menggeleng. “Sudah kubilang itu bisa membuatmu lelah. Kau tak perlu melakukannya.”
            Jiyoung menunduk kecewa. Akhirnya Jiyoung masih ada di situ hingga malam. Jiyoung mengamati Myungsoo yang sudah tertidur sejak tadi. Jiyoung bisa melihat kelelah mendalan yang dirasakan Myungsoo. Namun dia juga selalu melihat senyum dalam tidur Myungsoo.
            Jiyoung tak sadar mengulurkan tangannya dan membelai kepala Myungsoo, “Oppa pasti lelah.”
            Tiba-tiba Myungsoo mengubah posisi tidurnya, Lengan Myungsoo terkalung ke tubuh Jiyoung yang tergeletak karena menghindarinya. Akhirnya itu membuat wajah Jiyoung dan Myungsoo berdekatan. Jiyoung terbelalak memandang wajah di hadapannya itu. Tiba-tiba jantungnya berdegup kencang hingga dia melemparkan lengan Myungsoo begitu saja dan berlari menuju flatnya setelah menutup rapat pintu flat Myungsoo.
            Jiyoung segera menidurkan tubuhnya. “Kenapa seperti ini?” gumamnya sambil memegang dadanya dengan ekspresi sedikit takut. Dia berusaha cepat tidur agar jangtungnya bisa lebih tenang.
***

Jung Krystal terbangun dari tidurnya dan tersenyum kecut, “Kenapa lelaki miskin itu bisa ada dalam mimpiku?”
Krystal teringat wajah Myungsoo, setelah mabuknya hilang dia bisa mengingat wajah Myungsoo dengan jelas dan teringat akan sesuatu.
“Kim Myungsoo?” gumamnya. “Pantas saja aku pernah melihat wajah itu. Mana ada lelaki miskin semanis itu? Dia tetap memiliki wajah kayanya.” Krystal tersenyum senang. Ternyata Krystal mengenali Myungsoo bahkan tahu namanya.
            Setelah melihat jam, Krystal beranjak dari ranjangnya dan menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke kantornya.
            “Tapi bagaimana aku bisa bertemu dengannya lagi?” gumam Krystal saat berada dalam mobilnya. “Apa dia bukan tipe lelaki yang akan mengabaikan kartu nama seorang gadis sepertiku?”
***

            “Jamkanman Oppa!” Jiyoung berteriak sambil menyebrangi jembatan kayu menuju beranda flat Myungsoo.
            Myungsoo menoleh dan menghentikan langkahnya.
            Jiyoung memakaikan sebuah topi di kepala Myungsoo. “Ini milik Appa. Gunakan ini agar kau tak kepanasan nanti.”
            Myungsoo menyentuh topi itu lalu tersenyum, “Gomawo. Tunggu aku pulang.”
            Jiyoung mengangguk semangat. “Semoga Oppa bisa dapat pekerjaan yang bagus. Hwaiting!” Jiyoung menggenggam tangannya memberi semangat Myungsoo yang lalu pergi.
            Myungsoo mendatangi berbagai tempat. Entah itu toko kecil dan besar ataupun tempat pencucian mobil.
            Hingga tengah hari Myungsoo masih tak memperoleh pekerjaan seperti saat di tempat pengisian bahan bakar ini.
            “Mianhamnida. Tapi sudah tak ada pekerjaan lagi disini. Kami baru mendapatkan karyawan baru kemarin.” Jelas seorang staf di tempat itu.
            Myungsoo tersenyum pahit, “Algeseumnida.” Myungsoo menunduk sedikit memberi salam lalu pergi.
            Dia terus berjalan menyusuri jalan besar di kota itu. Meskipun hawanya tak begitu panas, topi pemberian Jiyoung bisa melindunginya dari silau cahaya matahari.
            Karena sudah mulai merasa bosan Myungsoo mulai malas berjalan dan menendang-nendang setiap benda yang ia lewati. Entah itu kerikil atau kaleng bekas.
            Hal yang mengejutkan terjadi setelah Myungsoo menendang dengan keras sebuah kaleng bekas bir. Kelang itu tepat mengenai sebuah mobil yang tengah parkir di depan salon.
            Myungsoo terkajut sekaligus merasa bersalah, ia bisa melihat goresan di cat putih mobil mewah itu.
            “Kim Myungsoo kau benar-benar bodoh!” gumamnya pada dirinya sendiri.
            Tak lama di pemilik mobil keluar dari salon. Pemilik mobil itu heran melihat seseorang mengamati mobilnya dengan serius.
            “Ada apa?” tanya pemilik mobil itu.
            Myungsoo menoleh mendengar suara seorang gadis dan terkejut karena mengenalinya, “Kau?”
            Gadis itu Jung Krystal yang dengan sama terkejutnya melihat Myungsoo ada di hadapannya. Tanpa ingin tahu masalah apa yang sebernarnya terjadi, Krystal tersenyum senang melihat Myungsoo. “Kau?”
            “Ah… Mianhae. Jeongmal mianhae. Aku sudah melakukan sesuatu yang buruk.” Jelas Myungsoo membuat Krystal heran.
            “Waegeurae?” Krystal mengamati mobilnya dan menemukan goresan itu pada mobil mulusnya.
            Seketika Krystal dilanda kemarahan, namun kemarahan itu segera reda setelah sesuatu terlintas dipikirannya. Sekarang ia tersenyum dan menoleh pada Myungsoo, “Kau yang melakukannya?”
            “Itu benar.” Jawab Myungsoo merasa bersalah. Entah berapa uang yang harus ia keluarkan untuk membenahinya.
            “Disaat seperti ini aku bisa saja marah dan minta ganti rugi. Atau bahkan aku menuntutmu. Kau ingin aku melakukan yang mana?”  tanya Krystal dengan senyumnya yang mematikan karena terlalu manis.
            “Ba..bagaimana bisa kau tanyakan hal seperti itu padaku?” Myungsoo tak habis pikir dengan sikapnya.
            “Terserah maumu. Kalau kau tak ingin memilih, kau harus ikut aturan mainku.” Jawab Krystal. “Jika dihitung bisa menghabiskan beratus-ratus ribu untuk membenahinya.”
            “Ah.. geuraeso? Aku rasa aku tak bisa melakukan itu, kecuali kau memberiku waktu yang cukup lama.”
            “Kau tahu aku bukan pengangguran, dan aku memang sangat sibuk sekarang ini. Aku tak punya waktu untuk itu.” Jelas Krystal.
            “Jadi? Apa yang harus kulakukan? Aku bahkan tak punya pekerjaan untuk membayar semua itu sekarang ini.”
            Krystal malah tersenyum, sepertinya menemukan sesuatu yang pas. “Ehm… perusahaan kami membutuhkan pesuruh. Kau sepertinya harus mengisi kekosongan itu untuk membayar hutangmu padaku. Apa kau punya ijazah universitas?”
            “Ijazah?” Myungsoo terrenyum, “Aku bahkan belum menjadi mahasiswa.”
            Krystal juga tersenyum, “Kalau begitu kau hanya perlu membawa ijazah SMAmu. Telepon aku besok dan akan aku beritahu semuanya yang harus kau lakukan. Sekarang aku harus pergi.” Krystal melambai lalu memasuki mobilnya dan pergi dengan cepat.
            Myungsoo tersenyum senang namun dia sedikit bingung, “Kenapa berbuat bodoh malah dapat pekerjaan?” tiba-tiba Myungsoo memikirkan sesuatu, “Apa perusahaan itu bukan relasi Hwaseong Group?”
***

            Myungsoo berlari menyeberangi jembatan kayu menuju beranda flat Jiyoung. Karena tak melihat Jiyoung disana, ia segera memasuki flat Jiyoung sambil berteriak , “Jiyoung-ah!!!”
            Didalam Jiyoung tengah tertidur menunggu kepulangan Myungsoo. Mendengar suara Myungsoo memekakkan telinganya, ia merasa terganggu, “Aish… apa yang Oppa lakukan?” Jiyoung mengucek matanya sambil memperjelas penglihatannya terhadap Myungsoo yang berdiri di hadapannya.
            “Tebak apa yang terjadi?”
            “Mwo? Kenapa oppa main tebak-tebakkan?” Jiyoung masih terlalu mengantuk.
            “Aku mendapatkan pekerjaan! Aku mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar.” Teriak Myungsoo.
            Jiyoung mencerna perkataan Myungsoo cukup lama hingga akhirnya dia memahaminya dan ikut berteriak, “Mwo? Aaaaaa!!!! Kau mendapatkannya! Oppa mendapatkannya!!!”
            Myungsoo tersenyum melihat Jiyoung yang seketika bangun dari tidurnya dan melompat-lompat kegirangan. Myungsoo berhambur memeluk Jiyoung karena terlalu senang.
            Jiyoung langsung terperanjat mendapatkan pelukan tiba-tiba itu. Jantungnya kembali berdetak sangat cepat. Jiyoung segera mengindari pelukan Myungsoo sambil memeganggi dadanya. Seakan ia takut jantungnya akan melompat keluar.
            “Waegeurae?” Myungsoo bertanya dengan ekspresi khawatirnya. “Apa kau sakit?”
            Jiyoung segera menggeleng. Dia sendiri bahkan tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi padanya.
            “Jamkanman Jiyoung-ah.” Myungsoo duduk di tempat Jiyoung tadi tidur lalu mengeluarkan dompet dan ponselnya.
            “Waegeurae? Oppa mau menelepon siapa?” tanya Jiyoung heran karena selama ini Myungsoo tak pernah menelepon seorangpun.
            “Aku harus melakukan ini untuk mendapat pekerjaan itu.” Jelas Myungsoo lalu mengeluarkan kartu nama Krystal dari dompetnya. “Untung saja aku belum membuangnya.”
            “Oh, apa itu?”
            “Ini kartu nama. Ini milik orang yang memberiku pekerjaan.”
            “Jung Krystal.” Jiyoung membacanya selagi Myungsoo menghubungi nomor yang tertera. “Perempuan?”
            Myungsoo mengangguk sambil menunggu jawaban dari Krystal.
            “Yeoboseyo?” suara Krystal akhirnya menjawab.
            “Yeobeseyo. A…aku lelaki yang merusak cat mobilmu tadi.” Jelas Myungsoo.
            Jiyoung memperhatikan lekat-lekat yang dilakukan Myungsoo.
            “Kau? Si..siapa namamu?” tanya Krystal.
            “Myungsoo. Kim Myungsoo.”
            “Jamkamman, biar aku mencatatnya.”
&nbrp;           “Kenapa aku tak membuat data diriku sendiri?”
            “Jawab saja pertanyaanku!” Kata Krystal dengan nada sedikit kesal tapi terdengar senang, “Umur?”
            “22 tahun.” Jawab Myungsoo, dia bisa mendengar Krystal tersenyum. “Kenapa kau tersenyum.
            “Apa itu urusanmu?” tanya Krystal balik. “Tanggal lahirmu?”
            “13 Maret 1990.”
            “Sebutkan alamat lengkapmu.”
            Setelah mereka selesai dengan urusan data diri Myungsoo, Krystal mengakhiri pembicaraan mereka dengan berkata, “Besok datanglah ke kantor dengan hanya membawa ijazah SMAmu. Alamatnya akan ku kirim pesan nanti. Anyeong!” Krystal tersenyum senang setelah menutup teleponnya. Dia merasa berhasil dengan rencananya.
            Sedangkan Myungsoo merasa sedikit aneh dengan semua kemudahan ini. “Gadis itu baik sekali atau punya maksud lain?” gumamnya.
            “Waegeurae oppa?” tanya Jiyoung yang sedari tadi mengamati.
            “Gwenchana.” Myungsoo membelai kepala Jiyoung. “Apa kau sudah makan malam?”
            Jiyoung mengangguk semangat seperti biasanya, “Aku berhasil membuat mie instantku.”
            Myungsoo tertawa senang, “Geurae?”
            “Kenapa oppa tertawa?”
            “Aku senang kau berhasil akhirnya.” Jawab Myungsoo dengan tertawa akan hal konyol itu. Namun semua itu tak terlihat konyol lagi setelah tahu Jiyoung yang melakukannya.
            Jiyoung tersenyum senang, “Aku pintarkan? Aku selalu memperhatikan oppa.”
            Kali ini Myungsoo mengacak-acak rambut Jiyoung. “Kerja bagus! Sekarang tidurlah.” Myungsoo merapikan kembali tempat Jiyoung tidur. Lalu menyelimuti Jiyoung yang berbaring bersiap tidur kembali.
            Jiyoung bisa melihat tatapan Myungsoo yang begitu hangat membuatnya aman. Namun jantungnya berdegup kencang lagi hingga berbalik dan memejamkan mata serapat mungkin berusaha cepat tidur, “Aku mengantuk Oppa! Pergilah!”
            “Araso. Kau tak perlu berteriak seperti itu.” Myungsoo tersenyum heran lalu pergi.
***

            Hari Jiyoung berniat menghabiskan harinya lagi dengan menulis sembarang di kertas yang ia temukan sambil menunggu Myungsoo pulang.
            Dia sudah menulis banyak kata dan huruf tadi. Bahkan dia menggambar hal hal aneh.
            Sarang
            Eomma
Appa
Onje?
Aku
Oppa
Kim Myungsoo
KIM MYUNGSOO

Jiyoung menyobek-nyobek kertas terakhirnya tadi setelah sadar apa yang ia tulis.
“Kapan oppa pulang?” gumam Jiyoung.
Sedangkan Myungsoo sedang bingung. Sampai sesiang ini dia belum bertemu Krystal, tapi dia sudah bekerja begitu saja di perusahaan besar, Daesun Group itu.
Myungsoo sudah mengenakan seragam kerjanya. Saat ini ada rapat dadakan para cleaning service dan para Office boy.
“Kim Myungsoo adalah pegawai baru kita. Manajer Krystal berpesan agar kita bisa membantunya disini bukan malah menjatuhkannya.” Jelas seorang atasan.
Myungsoo di suruh berdiri di depan semua staf itu dan memperkenalkan diri.
Disana-sini banyak yang berbisik.
“Dia tampan sekali..” bisik seorang cleaning service perempuan pada temannya.
“Ah, Apa manajer Krystal menyukainya hingga dia bisa semudah itu kerja disini?” bisik pegawai laki-laki lainnya.
Myungsoo bisa mendengar sedikit bisik-bisik. Dia memang merasa malu dan harga dirinya terinjak, namun dia memilih tak menghiraukannya. Dia hanya berpikir saat ini dirinya sedang membayar hutang. Dia akan cari cara agar dia bisa bekerja lebih lama disitu setelah hutangnya terlunasi.
Saat jam makan siang, barulah Krystal menghampiri Myungsoo di kafe kantor.
“Kau terlihat senang?” tanya Krystal sambil mengumbar senyum manisnya.
“Kenapa kau tak memanggilku dengan sebutan yang lebih tua?” tanya Myungsoo saat Krystal duduk di hadapanya sambil meminum kopinya.
“Ah, geurae, kau 2 tahun lebih tua dariku.” Krsytal tersenyum lagi. “Mianhae oppa.”
“Kau masih 20 tahun?”
Krystal mengangguk sambil menegak kopinya.
“Bagaimana kau sudah menjadi manajer sekarang? Ini perusahaan Appamu kan?”
“Oppa kira aku mengandalkan relasi walau aku hanya lulusan SMA?” Krystal tertawa kecut, “SMPku 2 tahun, SMAku 2 tahun. Dan aku baru saja lulus tahun ini dari universitasku. Aku baru dua bulan bekerja disini. Mereka bahkan mengadakan tet khusus untukku, tapi apa boleh buat, kemampuanku memadai.” Jelas Krystal bangga.
Myungsoo terkagum, “Kau sangat pintar.”
“Tak sepintar itu aku rasa.” Krystal tersenyum sambil menatap wajah tampan Myungsoo.
“Tapi… kau benar-benar membuatku tak habis pikir.”
“Wae?”
“Aku hanya curiga karena semua ini terlalu mudah. Entah kau memang baik hati atau kau punya rencana lain.” Jelas Myungsoo jujur.
Ekspresi wajah Krystal agak berubah, “Oppa takut aku menyukai oppa?”
“Semua pegawai disini mengira aku memanfaatkanmu untuk bisa berkerja disini. Dan itu memang terlihat masuk akal.” Myungsoo melihat sekeliling. “Dan jika mereka sering melihat adegan ini, mereka akan yakin dengan presepsi mereka.”
“Kalau aku tak keberatan bagaimana?” tanya Krystal menggoda. “Lagipula hanya kita yang tahu kebenaranya. Untuk apa menghiraukan mereka?”
“Kau tak takut Appamu akan melakukan sesuatu yang tak kau inginkan?”
Kali ini ekspresi Krystal benar-benar berubah. Dia seakan semakin yakin Myungsoo adalah orang yang dikenalnya. “Oppa menasehatiku seperti ini seakan oppa sudah sangat berpengalaman dalam hal ini?”
Myungsoo tersenyum, “Hal seperti ini? Bagaimana bisa? Ini sangat berbeda jauh dengan kehidupanku.”
“Tak ada yang tahu isi hati orang lain.” Celetuk Krystal.
“Geurae.” Myungsoo menyetujuinya. “Tak ada yang tahu.”
***

Myungsoo tak menyangka dia harus pulang selarut ini di hari pertamanya berkerja. Setelah membuka pintu flatnya, ia menemukan Jiyoung tertidur di lantai dengan mie instant yang sudah mengembang di sampingnya.
Myungsoo melihat iba Jiyoung yang tergeletak itu. Pasti Jiyoung menunggunya pulang hingga tertidur disini. Dan bahkan Jiyoung membuatkannya makan malam ini.
Myungsoo meraih mie instant itu dan tak sengaja membangunkan Jiyoung, “Oppa? Opp` sudah pulang?”
Myungsoo tersenyum iba, “Ne, aku sudah pulang. Kau menungguku?”
Jiyoung mengangguk dan melihat mie instant di tangan Myungsoo, “Itu untuk oppa. Aku yang membuatnya.”
“Ah gomawo. Aku memang belum makan malam.” Myungsoo langsung melahap mie instant itu. Tak peduli sudah mengembang ataupun perutnya sudah penuh setelah makan malam sebelum pulang tadi.
Jiyoung tersenyum senang, “Untung saja aku membuatkannya untuk oppa! Aku pintar kan?”
Myungsoo mengangguk sambil menghabiskan mie itu dan tersenyum, “Geuraeyo. Geuraeyo. Gomawo.” Myungsoo mengacak-acak rambut Jiyoung seperti biasa.
“Oh ya Oppa.” Jiyoung mengambil topi pemberiannya di rak Myungsoo. “Kenapa oppa tak pakai ini tadi?”
Myungsoo mengambilnya dari tangan Jiyoung dan memakainya. “Ah mianhae.. aku lupa. Mulai besok aku akan terus memakainya saat bekerja.”
“Geurae. Itu pelindung oppa. Biar Appaku melindungimu.” Jiyoung tersenyum cerah.
Myungsoo mengangguk sambil menghisap sisa akhir mie instantnya.
“Kalau begitu aku pulang dulu oppa! Jaljayo!” Jiyoung melambai lalu keluar dari flat Myungsoo.
***

Pagi ini Myungso merasa lebih semangat dari sebelumnya. Dia membersihkan semua tempat semampunya tanpa diperintah. Dia bahkan dengan senang hati mengantar kopi untuk para karyawan di perusahaan itu. Berkali-kali dia menyentuh topi yang ia pakai. Meski sudah tua dan kelabu, topi itu seakan memberinya kekuatan penuh.
Banyak pegawai lain yang mencemooh topi itu, namun Myungsoo hanya tersenyum. Seperti halnya Krystal yang terlihat sangat aneh melihat topi itu.
“Apa oppa berencana akan memakai topi itu terus?” tanya Krystal saat bertemu di jam makan siang.
“Apa kau keberatan jika aku melakukannya? Apa itu akan berpengaruh pada hutangku?”
Krystal menggeleng samil tersenyum dibuat-buat. “Ani, tapi.. aku hanya merasa itu bukan gayamu.”
“Apa kau sangat mengenalku hingga begitu tahu gayaku? Bukankah kita baru kenal beberapa hari?”
Krystal hanya tersenyum. Dalam pikirannya, dia punya alasan-alasan lain karena dia memang mengenal Myungsoo.
***

Krystal memasuki gerbang sebuah rumah mewah. Setelah seorang pelayan memarkikan mobilnya, Krystal dengan sopan masuk ke dalam ruang tamunya.
Pelayan lain menyuruhnya untuk menunggu sebentar. Krystal mengangguk lembut lalu duduk di salah satu sofa. Krystal bisa melihat sebuah figura besar terpampang di diding di hadapannya. Figura itu berisi potret dari keluarga pemilik rumah mewah itu. Krystal tersenyum melihatnya. Karena dia juga bisa melihat foto putra tunggal keluarga itu.
“Krytal?” seorang wanita paruh baya keluar dengan wajah senang setelah mengetahui kedatangan Krystal. Dia duduk di sofa lain dekat Krystal.
“Ajuma, mianhamnida. Aku tak membuat janji terlebih dahulu.” Kata Krsytal.
“Aigo, gwenchanayo.” Jawab wanita itu. Wajahnya terlihat begitu cantik meski sudah tak muda lagi. “Kau hampir tak pernah datang kesini sekarang. Apa yang membuatmu datang kali ini?”
“Aku..” Krystal seakan tercekat. “Aku punya kabar untuk Ajuma.”
“Kabar? Apa itu baik?”
Krystal mengangguk matanya berkaca-kaca, “Aku menemukan putra ajuma yang lama pergi.”
“Pu…putra?” wanita itu seakan tak percaya dengan apa yang di dengarnya. “Apa maksudmu Krystal?”
“Geuraeyo, Aku menemukan Myungsoo Oppa.” Jawab Krystal.
“Myungsoo? Uri Myungsoo?” Wanita itu mulai menangis. Ia melirik figura besar di sampingya.
Krystal mengangguk mantap.
“Eodi? Dimana dia sekarang? Katakan dimana dia sekarang Krystal.”
“Dia bekerja di perusahaan Appa. Aku yang membuatnya bekerja disana agar kita bisa membawanya kembali.”
“Aigo… kalian memang jodoh. Bahkan yang menemukannya bukan kami orang tuanya tapi kau.” Wanita itu larut dalam tangis sedih sekaligus bahagianya.
“Karena kami memang tak pernah bertemu, Myungsoo oppa tak mengenalku. Aku sudah buat rencana untuk membuatnya kembali ke sini. Ke rumah ini bersama keluarganya yang sesungguhnya.” Jelas Krystal. “Hanya Ajuma sekarang yang bisa membantuku.”
Eomma Myungsoo langsung memeluk Krystal, “Panggil aku Eomonim, Krystal. Kau akan benar-benar menjadi menantu kami. Dan aku akan melakukan apapun untuk membantumu.”
Krystal tersenyum senang dalam pelukan Eomma Myungsoo, “Ne Eomonim.”
***

“Kim Myungsoo, kau bersihkan ruang rapat sekarang. Ruangan itu akan dipakai sebentar lagi. Palihae!” perintah seorang senior Myungsoo. “Itu rapat penting antar relasi.”
Myungsoo mengangguk semangat, “Algeseumnida.” Dia segera menuju ruang rapat di lantai 5. Sesegera mungkin ia membersihkan semua inci ruangan itu hingga dengan cepat dia bisa selesai. Setelah itu ia segera meninggalkan ruangan itu.
Saat melewati koridor, Ia sangat terkejut melihat beberapa orang yang keluar dari lift. Myungsoo mengenali salah satunya. “Appa?”
Ya, itu adalah Appanya. Myungsoo segera menurunkan topi yang ia pakai agar wajahnya tak begitu terlihat. Dengan cepat ia melesat menuju tangga dan menuruninya hingga ia sampai di kafe kantor.
Ia melepas topinya dan menggenggamnya erat, seakan berharap masih bisa mendapat kekuatan dari benda itu. “Sudah kuduga.” Gumamnya.
“Oppa? Apa ini sudah jam makan siang?” tanya Krystal. Wajah Krystal tak terlihat secerah biasanya.
“Krystal?” Myungsoo sedikit terkejut.
“Sepertinya kita sedang sama-sama punya masalah. Tempat ini memang cukup baik untuk menghilangkan penat. Kita bisa makan mengalihkan perhatian. Geurae?” Krystal duduk di depan Myungsoo. “Waegeurae Oppa?”
“Aku… sampai kapan aku akan berkerja disini?” tanya Myungsoo.
Krystal mulai khawatir, “Sampai hutangmu lunas tentu saja.”
“Geurae, kapan itu tepatnya?”
“Ehm… Karena aku baik, aku hanya akan menjadikannya 1 minggu lagi. Oppa puas?”
Myungsoo terdiam. Niatnya untuk berkerja lebih lama di tempat itu sudah lenyap. Ia ingin segera pergi. Sekarang dia akan berusaha bertahan hingga 1 minggu.
“A..apa yang terjadi denganmu?” tanya Myungsoo mencoba mengalihkan pikirannya sendiri dari masalahnya.
Krystal tersenyum kecut, “Appaku sepertinya akan merusak rencanaku sendiri.” Jawab Krystal jujur.
“Wae?”
“Dia akan menjodohkanku dengan lelaki lain.” Jawab Krystal sambil memandang kosong keluar jendela.
“Apa sekarang kau punya lelaki pilihanmu sendiri hingga menolak rencana Appamu?”
“Ah, Ani.” Krystal segera menggeleng. “Aku benar-benar kosong. Maka dari itu aku sering kesepian. Semua lelaki yang mendekatiku hanya tertarik dengan warisanku.”
Myungsoo tersenyum simpati seperti mengerti benar apa yang sedang dibicarakan.
“Baru kau oppa, orang yang bisa aku ajak bicara akhir-akhir ini. Jujur, aku tak punya teman.”
“Tentu saja. Kau terlalu muda untuk teman-teman sekolahmu kan?”
“Karena itu aku muak menjadi sepintar yang orang-orang katakan.” Krystal tersenyum kecut.
“Araso.” Jawab Myungsoo menenangkan.
Krystal tersenyum mengamati Myungsoo saat Myungsoo melihat ke arah lain. “Karena kita sepertinya dalam situasi yang sama. Oppa harus menemaniku sepulang kerja nanti.”
“Mwo? Eodi?”
“Oppa hanya perlu menemaniku.”
“Tapi…” Myungsoo teringat Jiyoung.
“Ini bagian dari hutangmu.” Jawab Krystal singkat lalu pergi begitu saja.
Myungsoo sama sekali tak bisa berkutik jika sudah menyangkut hutangnya pada Krystal.
***

            Jiyoung sudah merasa bosan dengan kertas-kertasnya hingga dia membuat berandanya berantakan dengan kertas-kertas dan sobekannya berserakan.
           “Oppa pulang malam lagi?” gumam Jiyoung. “Tapi… Oppa pakai topi Appa.” Jiyoung tersenyum lega, “Appa, lindungi oppa ya.” Jiyoung berlarian di berandanya dan di beranda Myungsoo untuk mengusir kebosanan. “Apa ini sudah larut malam?” gumamnya sambil melihat langit gelap diatasnya yang tak berbintang.
            Sedangkan Myungsoo terpaksa harus mengikuti Krystal kemanapun ia pergi.
           “Oppa, kita usir beban di otak kita ini.” Krystal menarik lengan Myungsoo, menariknya memasuki sebuah bar.
            Suara musik berdentuman di seluruh pelosok ruang. Myungsoo benar-benar terpaksa melakukannya. Padahal ia sama sekali tak suka pergi ke tempat yang banyak orang seperti itu.
            Krystal memesan sebotol bir untuk dia habiskan bersama Myungsoo. Sekilas Krystal tersenyum melihat wajah tak bersalah Myungsoo yang tengah mengamati sekeliling.
            “Oppa, temani aku minum.” Krystal menegak habis satu gelas pertamanya.
            “Aninde, aku tak biasa ke tempat seperti ini dan minum.” Tolak Myungsoo.
            “Kau serius?” Tanya Krystal sambil tertawa konyol. “Kalau begitu kita kesana.” Kali ini Krystal menarik Myungsoo ke lantai dansa yang penuh orang itu.
            Krystal mulai menggerakkan tubuhnya sebebas mungkin mengikuti alunan musik yang berisik itu. “Ayo Oppa! Jangan bilang kau tak bisa bergoyang! Kau tak perlu pandai menari disini.” Krystal tertawa lega. Dia menarik-narik tubuh Myungsoo agar menari bersamanya.
            Namun Myungsoo benar-benar menolaknya, “Jika kau terus seperti ini, lebih baik aku pulang. Lagipula ini bukan hal yang tepat untuk menghibur diri.” Myungsoo menepi menuju meja bar.  
            “Oppa?” Krystal menyusulnya lagi. Dia berusaha bersikap sebaik mungkin. “Baiklah kita pulang. Oppa antarkan aku.”
            “Wae?”
            “Oppa lihat tadi aku minum? Aku tak bisa menyetir.” Krystal tersenyum seperti anak kecil yang baru memecahkan kaca.
            Myungsoo juga tersenyum. “Baiklah. Itu memang berbahaya.”
            Akhirnya mereka keluar dari bar itu menuju tempat parkir. Namun tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Mereka berlari dengan cepat ke tempat parkir. Myungsoo menggunakan jaketnya sebagai payung untuk mereka berdua. Itu membuat jantung Krystal berdegup kencang. Benar, dia semakin menyukai Myungsoo.
             Jiyoung yang ada dalam flatnya terkejut saat melihat ke luar jendela, “Hujan?” Dia berpikir keras. “Topi Appa tak bisa melindungi oppa dari hujan.”
            Jiyoung bergegas mengambil payung di pojokkan ruangannya dan berlari menurui gedung apartemen itu menuju ke luar gang dan berniat menunggu Myungsoo pulang.
            “Oppa mana?” gumam Jiyoung lagi. Dan ternyata payung yang ia gunakan sudah rusak. Banyak lubang disana-sini. Membuat banyak air dengan mudah tetap membasahi pakaiannya. Namun Jiyoung sama sekali tak mempedulikannya, dia hanya fokus untuk menunggu Myungsoo pulang dan membuat Myungsoo tak kehujanan.
            Krytal tersenyum setelah sampai di depan rumahnya, “Gomawo oppa.”
            “Sama sama. Ku hargai niatmu menghiburku, walau tidak tepat guna.” Myungsoo juga tersenyum.
            “Lalu bagaimana kau pulang? Hujannya deras sekali.” Krystal melihat sekeliling. “Apa perlu ku suruh sopir untuk mengantarmu?”
           Myungsoo langsung menggeleng, “Ani. Aku bisa pulang sendiri.” Myungsoo segera keluar dari mobil Krystal.
            “Oppa, jamkanman.” Krystal mengulurkan payungnya yang terdapat dalam bagasi mobilnya. “Pakai ini.” Krystal tersenyum manis. “Jeongmal gomawoyo.”
            Myungsoo tersenyum singkat lalu pergi.
            Sesampainya di depan gang apartemennya Myungsoo terkejut melihat Jiyoung berdiri dengan pakaian basah kuyup. Myungsoo bisa melihat payung rusak itu, sangat berbanding terbalik dengan payung mahal yang ia pakai sekarang. “Jiyoung-ah?”
            “Oppa?” Jiyoung terlihat semangat melihat Myungsoo datang dan tidak kehujanan.
            Myungsoo langsung membuang payung rusak Jiyoung an menarik Jiyoung ke bawah payungnya. “Apa yang kau lakukan disini?”
            “Aku menunggu oppa pulang. Aku baru ingat topi Appa itu tak bisa melindungimu dari hujan.” Jelas Jiyoung dengan gemetar. Bibirnya sudah membiru karena kedinginan.
            Myungsoo tak tega melihat Jiyoung seperti itu, “Berapa lama kau berdiri disini?”
            Jiyoung mengangkat bahunya, “Mollayo. Tadi aku lihat toko itu belum tutup.” Jiyoung menunjuk sebuah toko yang cukup jauh di depannya. Itu berarti sangat lama.
            Myungsoo langsung memeluk Jiyoung, membuat jantung Jiyoung berdegup kencong. “Kang Jiyoung.. terkadang kau bisa sangat pintar, dan kau bisa sebodoh ini.” Kata Myungsoo pelan.
            “A..aku tidak bodoh.” Kata Jiyoung sudah sangat gemetar.
            Myungsoo segera membawa Jiyoung flatnya. Menyuruhnya berganti pakaian dan memberinya teh hangat. Bahkan memberikan selimutnya untuk Jiyoung malam ini.
            “Oppa, kenapa aku jadi pusing?”
            “Kau kedinginan. Lain kali kau tak perlu melakukan hal seperti ini. Ingatlah aku bisa berteduh sendiri.” Myungsoo berkata sambil terus membelai kepala Jiyoung. “Aku akan mintakan obat pada ajuma.” Myungsoo beranjak pergi.
            Namun Jiyoung menarik lengannya menahannya pergi, “Tidak usah Oppa. Aku tidak sakit. Lihat aku hanya mengantuk.” Jiyoung membuat gerakan menguap yang dibuat-buat.
            Myungsoo tersenyum pahit, “Baiklah. Tidurlah sekarang.” Semalaman Myungsoo menjaga Jiyoung yang tertidur pulas. Mengamati wajah malaikatnya yang tanpa dosa.
            Myungsoo teringat lagi, Bahkan masalah yang dialami Jiyoung lebih sulit darinya. Dan menghibur diri di bar memanglah bukan jalan keluar yang baik.
            Myungsoo menyentuh dahi Jiyoung yang ternyata panas. Ia segera mengompresnya. Tak peduli meski dia tak tidur semalaman.

TO BE CONTINUED....

3 komentar:

  1. just found this blog.. n i love it..
    ar u kamilia? esp jjing's fans?
    most of your fanfic is all bout jjing ...
    i love this FF..the story is interesting..
    update soon please..thank u^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you for love it. I'm kamilia.... and my bias are Jiyoung and Gyuri.... kkk I will update soon....

      Hapus