Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo (L)
Krystal Jung
Jatuh
cinta itu wajar, setiap orang berhak mengalaminya. Aku juga bisa jatuh
cinta,meski aku sendiri bahkan tak menyadarinya. Meskipun orang lain menganggap
itu hanya main-main atau tak punya arti. Tapi jauh di lubuk hatiku, aku bisa
merasakan cinta itu. Namun takdirku membuatku harus melalui tragedi jatuh cinta
itu dengan jalan yang berbeda. Aku bisa mendapat masalah sulit dan menyedihkan
karena jatuh cinta itu. Walaupun orang lain akan menganggapnya suatu
kebahagiaan.
Apalah
artinya jatuh cinta untuk gadis sepertiku? Gadis dengan kelainan batin yang tak
sama dengan gadis lainnya. Aku tak minta mendapat hidup seperti ini. Aku juga
tak minta aku jatuh cinta seperti ini. Lalu mengapa semuanya harus sesulit ini?
Aku
harus menerima cemoohan dari orang lain disaat aku harusnya bahagia karena
cintaku. Namun percuma saja jika aku iri dengan gadis normal lainnya, aku tetap
seperti ini. Takdirku takkan berubah bukan? Aku tetap gadis bekelainan yang tak
pantas jatuh cinta.
***
“Oppa!! Oppa!!” suara seorang gadis
memekakkan telinga terdengar begitu keras di subuh yang sunyi ini.
Seorang lelaki menggeliat di bawah
selimutnya mencoba melawan kenyataan ini sudah pagi, dan waktunya ia bangun. Ya
alarmnya sudah berbunyi. Suara gadis itu sudah seperti alarm pribadinya yang
akan membangunkannya saat fajar setiap hari. Seakan sudah diatur sedemikian
rupa dan takkan berubah sebelum rusak atau si pengatur mengubah jam bunyinya.
Dengan sedikit semangat lelaki itu
bangkit dari tempat tidurnya dan membuka pintu flatnya, rumah kecil sederhana
yang ia tinggali sekarang.
“Aku sudah bangun.” Jawab lelaki itu
dengan tersenyum seperti biasa pada gadis yang berteriak tadi.
Gadis itu tinggal di flat seberang.
Flat mereka berada di lantai teratas apartemen kumuh. Gedung apartemen mereka
bedekatan hanya berjarak 2 meter sehingga mereka dengan mudah dapat
berkomunikasi.
“Kalau begitu aku boleh dapat
sarapan?” teriak gadis itu senang.
Lelaki itu tersenyum mengiyakan
pertanyaan lelaki itu. Dengan segera gadis itu berlari melewati jembatan kayu
yang mereka buat sendiri untuk menghubungkan tempat tinggal mereka yang
sebenarnya cukup membahayakan.
“Aku benar-benar lapar oppa.” Gadis
itu tersenyum ceria.
“Kau benar-benar sudah mandi? Kau
tak membohongiku lagikan?” tanya lelaki itu ramah.
Gadis itu mengangguk semangat. “Aku
juga sudah menyikat gigiku.” Gadis itu menunjukkan gigi-giginya yang rapi.
“Gadis pintar.” Lelaki itu membelai
kepala si gadis dan mengajaknya masuk.
“Myungsoo oppa, semalam aku
bermimpi, Appa dan Eommaku datang.” Gadis itu bercerita dengan menggebu-gebu
pada lelaki yang bernama Kim Myungsoo itu.
Sambil menyiapkan sarapan Myungsoo
tersenyum mendengarnya, “Chincha Jiyoung-ah?”
Gadis bernama Jiyoung itu mengangguk
semangat sekali, “Chincha. Mereka tersenyum padaku. Pasti mereka senang karena
melihatku hidup ceria. Geurae?”
“Geurae. Kalau begitu makan dulu
ini.” Myungsoo menyajikan dua porsi mie instant dia meja kecil yang biasa
mereka gunakan sebagai meja makan.
Dengan duduk bersila, Jiyoung segera
melahap makannya. “Ini benar-benar enak. Aku heran kenapa setiap kali aku
membuatnya tak bisa seenak ini.”
Myungsoo tertawa, “Karena kau tak
sepintar aku.”
Jiyoung terdiam, “Ah, geurae. Aku
pabo.” Jiyoung tertawa.
Myungsoo menahan tawanya, “Ani..ani
jangan katakana itu lagi.”
Kali ini Jiyoung lebih fokus pada
mienya dan menghabiskannya hingga mangkuknya bersih.
Setelah selesai sarapan dan matahari
hanya menampakkan sedikit cahaya merahnya, Myungsoo beranjak pergi untuk
melakukan rutinitasnya setiap pagi mengantarkan susu ke setiap rumah pelanggan.
“Aku berangkat.” Kata Myungsoo
sambil mengacak-acak rambut Jiyoung.
“Ne, Hwaiting Kim Myungsoo oppa!”
Jiyoung menggenggamkan tanganya.
***
Kang Jiyoung adalah gadis dari
keluarga sederhana yang hidup menyedihkan. Sejak berumur 14 tahun, dia sudah
hidup sendiri di rumahnya. Dia bertahan hidup dari belas kasihan para
tetangganya. Saat ini umurnya sudah 20 tahun, namun tingkah lakunya masih
seperti anak kecil. Itu bukan kelainannya sejak lahir. Itu adalah akibat dari
goncangan keras yang ia alami 6 tahun lalu. 6 tahun lalu orang tuanya tewas
dalam sebuah kecelakaan. Bus yang mereka naikki untuk berangkat berkerja
tergelincir salju dan tepelosok ke jurang, membuat semua penumpangnya tak
terselamatkan.
Jiyoung tak pernah melihat mereka
lagi semenjak mereka berpamitan untuk kerja. Sejak saat itu ia mengalami shock
berat dan jiwanya tergoncang. Dengan kata lain, mentalnya terganggu. Semua
orang bilang dia tidak gila itu sudah untung. Tingkah lakunya kembali seperti
gadis berumur sepuluh tahunan. Namun tak bisa dipungkiri tubuhnya bertambah
besar, dan hidupnya juga dituntut dewasa. Hidupnya sangat berat sejak itu.
Dengan gangguan mentalnya, ia harus bertahan hidup sendiri di tengah kejamnya
perkotaan.
Dan Kim Myungsoo adalah lelaki penolongnya
yang datang 5 tahun lalu sebagai tetangga barunya. Dia lelaki berumur 22 tahun
yang kabur dari keluarganya yang kaya raya dan memutuskan tinggal sendiri
kerena menurutnya kehidupannya yang lalu hanyalah omong kosong. Appa dan
eommanya tak pernah mempedulikannya dan hanya berurusan dengan pekerjaan mereka
dan usaha mereka untuk memperhatankan kekayaan mereka. Sampai mereka tak
menyadari putra tunggal mereka merasa kesepian.
Myungsoo menjadi tetangga Jiyoung
dan merasa simpati padanya. Selama 5 tahun ini, bisa dibilang Myungsoolah yang
menghidupi Jiyoung. Kang Jiyoung sudah seperti adiknya sendiri. Myungsoo
mengajarinya hidup dengan lebih layak. Dan karena itu jugalah Myungsoo
memutuskan untuk tidak dulu menjadi mahasiswa di sebuah universitas setelah
kelulusannya tiga tahun yang lalu. Dia lebih memilih bekerja sekuatnya untuk
bisa bertahan hidup.
***
“Ah… kenapa aku tidak coba saja
berkerja bersama Myungsoo oppa?” gumam Jiyoung sambil menulis-nulis di
kertas-kertas yang berserakan di beranda flatnya. Ia sedang duduk di kursi kayu
tua milik Appanya yang masih berdiri tegar di sebelah dinding pembatas beranda
setinggi perut. Ia menulis di atas meja besi yang sudah berkarat. Itu adalah
tempat favoritnya sejak kecil.
Jiyoung selalu menulis apapun yang
ada di otak dan hatinya. Entah itu penting atau tidak, dia tetap menulisnya
walau akhirnya kertas itu hanya akan dibuang.
Jiyoung sedang menuliskan kata
“Sarang” saat bergumam, “Kalau aku ikut bekerja, pasti uangnya lebih banyak.”
Jiyoung lalu tersenyum. “Ah, geurae… mulai besok aku akan ikut oppa bekerja.”
Sedangkan Myungsoo yang sedang
mengantar susu di tempat yang cukup jauh dari rumahnya, sedang mengalami
sedikit kecelakaan.
“BRAAK.” Suara cukup kencang berasal
dari sepeda Myungsoo yang menabrak tembok sebuah gang karena menghindari
seorang gadis yang tengah berjalan sempoyongan.
Namun gadis itu tetap terjatuh
karena keranjang susu Myungsoo. Seketika itu Myungsoo langsung memarkir
sepedanya dan menghampiri gadis itu, “Gwe..gwenchanayo?” Myungsoo segera
membantu gadis itu berdiri. Myungsoo bisa melihat luka goresan di dahi gadis
yang berwajah cantik itu. “Jeongmal jwesonghamnida.”
Gadis itu dengan lemah mendongak dan
menatap wajah Myungsoo. “Gwenchanayo.” Gadis itu mencoba berdiri namun
tersungkur lagi, membuat Myungsoo menahan tubuhnya yang lemah itu.
“Sepertinya kau mabuk.” Kata
Myungsoo lalu menuntun gadis itu untuk duduk di pinggir toko dan membeli benda
yang bisa ia gunakan untuk mengobati gadis itu.
Setelah membasuh sedikit darah pada
luka gadis itu lalu membersihkannya, ia memasangkan plester di dahinya.
“Jeongmal jwesonghamnida, gara-gara aku kau jadi begini.”
Gadis berwajah cantik yang terlihat
kaya dari gayanya itu tersenyum pada Myungsoo yang berbuat begitu baik. “Apa
kau mengenalku sehingga kau harus berbuat baik seperti ini terhadapku?”
“Bukankah kau seperti ini karena
aku?” tanya Myungsoo.
Gadis itu tersenyum kecut, “Kalau
bukan karena kau, apa kau tetap akan melakukan ini?”
Myungsoo diam saja tak mengerti
maksudnya.
“Kau lihat sedniri tadi kan? Bukankah itu
salahku? Kau hampir menabrak gadis mabuk yang memang berjalan di tengah jalan.”
Gadis itu tersenyum kecut lagi.
“Ah, sebaiknya kau cepat pulang. Kau
terlihat seperti gadis yang tak pulang semalaman.” Myungsoo beranjak pergi.
Namun gadis itu menarikl lengan
Myungsoo, dia melirik kerangjang susu di atas sepeda Myungsoo, “Kau lelaki
tampan tapi hidup susah. Dan sepertinya kau bukan seperti pria kebanyakan.”
Myungsoo memandangnya penuh tanya.
Tiba-tiba gadis itu mengulurkan kartu
namanya, “Hubungi aku jika kau butuh seuatu. Anggap saja aku ingin membalas
kebaikanmu ini.” Lalu gadis itu pergi begitu saja.
Jung Krystal
Manager Pemasaran
Daesun Group
“Bukankah ini perusahaan mobil?”
gumam Myungsoo. “Semuda itu sudah menjadi manajer, pasti itu perusahaan milik
Appanya sendiri.” Myungsoo malah teringat dengan kedua orang tuanya namun
berusaha melupakannya saat dia mulai larut dalam kesedihan.
***
Myungsoo pulang dengan sedih,
kenyataannya dia di pecat dari pekerjaannya mengantar susu.
“Oppa!” Jiyoung berlari menyebrangi
jembatan kayu dan duduk di kursi kayu lebar yang ada di beranda flat Myungsoo.
“Aku akan ikut Oppa bekerja. Jadi oppa bisa dapat uang lebih banyak.” Wajahnya
begitu semangat.
Myungsoo tersenyum kecut, “Aninde.
Kau tak perlu melakukannya. Kau tak boleh melakukannya. Itu akan membuatmu
lelah.”
“Wae?” Jiyoung mulai kecewa.
“Lagipula aku takkan bekerja disitu
lagi. Mereka bilang pelanggan susu mereka semakin sedikit, jadi mereka harus
mengurangi pegawai mereka.” Jelas Myungsoo.
“Mwo? Apa itu yang namanya di pecat?
Bukankah kau sudah bekerja disana em..” Jiyoung mendongak sambil berpikir
keras, “Sudah 5 tahun?”
Myungsoo tersenyum lagi, “Geurae,
itu yang namanya dipecat. Jadi aku harus cari kerja lagi. Dan mungkin kali ini
lebih jauh. Jadi kau tak perlu ikut. Bisa berbahaya.” Myungsoo duduk di sebelah
Jiyoung.
Sekarang Myungsoo berpikir,
persediaan makannya sedang benar-benar habis sekarang. Dia takut Jiyoung tak
bisa makan malam.
“Oppa, bukankah ini waktunya makan malam?”
tanya Jiyoung sambil tersenyum.
Sambil berpikir Myungsoo menjawab,
“Tunggu sebentar.” Myungsoo turun ke bawah dan mengetuk pintu tetangganya yang
tinggal dua lantai di bawahnya.
“Nugu?” tanya si pemilik rumah
sambil membuka pintunya. “Oh kau. Ada
apa?”
“Ehm… Ajuma boleh aku meminjam
sedikit beras?” tanya Myungsoo memberanikan siri. Ini sudah kesekian kalinya
dia melakukannya meski dia sangat malu.
“Ah, pasti untuk Kang Jiyoung lagi
ya? Kau itu baik sekali mau menghidupinya. Bahkan kau bukan keluarganya. Semua
tetangga disini saja sudah sedikit bosan membantunya karena perilakunya yang
sering menyebalkan.” Cerca ajuma itu. “Tunggu sebentar.” Dia masuk ke dalam
rumahnya dan keluar dengan membawa sedikit beras. “ini ambilah. Kau tak perlu
mengembalikannya.”
“Ani, aku akan mengembalikannya.
Gomapseumnida.” Kata Myungsoo lalu membungkuk sedikit dan pergi.
“Mereka masih muda tapi kenapa hidup
mereka seperti itu? Anak itu kenapa bisa bertahan sampai selama ini?” gumam si
ajuma.
Jiyoung senang melihat Myungsoo
kembali, “Oppa bawa apa?”
“Sedikit beras.” Jawab Myungsoo lalu
menuju dapurnya.
Mereka akhirnya makan dengan menu
seadanya yang begitu sederhana. Bahkan Myungsoo mengurangi porsinya agar
Jiyoung bisa makan lebih banyak hingga membuat Jiyoung merasa bersalah.
Jiyoung meletakkan sumpitnya dan
menunduk, “Oppa… kenapa makan sedikit itu?”
Myungsoo tertawa melihat tingkah
Jiyoung. “Gwenchana.”
“Ani aku jadi benar-benar seperti
monster seperti yang mereka bilang.” Jiyoung memberikan sebagian nasinya untuk
Myungsoo.
“Siapa bilang kau itu monster?”
tanya Myungsoo.
“Mereka bahkan bilang aku akan
memakanmu kalau tak ada makanan lagi.” Jawab Jiyoung. “Oppa apa aku ini
menyeramkan?”
“Ani. Jangan pernah dengarkan
orang-orang yang bicara seperti itu. Bukankah kau cantik? Siapa yang berani
memanggilmu monster?”
Jiyoung tertawa, “Aku cantik? Kau
bohong!”
Myungsoo masih tertawa. “Kalau
begitu besok aku akan mencari pekerjaan baru. Perkerjaan yang lebih bagus
tentunya.”
“Kenapa oppa tak ajak aku? Aku juga
bisa cari pekerjaan.”
Myungsoo menggeleng. “Sudah kubilang
itu bisa membuatmu lelah. Kau tak perlu melakukannya.”
Jiyoung menunduk kecewa. Akhirnya
Jiyoung masih ada di situ hingga malam. Jiyoung mengamati Myungsoo yang sudah
tertidur sejak tadi. Jiyoung bisa melihat kelelah mendalan yang dirasakan
Myungsoo. Namun dia juga selalu melihat senyum dalam tidur Myungsoo.
Jiyoung tak sadar mengulurkan
tangannya dan membelai kepala Myungsoo, “Oppa pasti lelah.”
Tiba-tiba Myungsoo mengubah posisi
tidurnya, Lengan Myungsoo terkalung ke tubuh Jiyoung yang tergeletak karena
menghindarinya. Akhirnya itu membuat wajah Jiyoung dan Myungsoo berdekatan.
Jiyoung terbelalak memandang wajah di hadapannya itu. Tiba-tiba jantungnya
berdegup kencang hingga dia melemparkan lengan Myungsoo begitu saja dan berlari
menuju flatnya setelah menutup rapat pintu flat Myungsoo.
Jiyoung segera menidurkan tubuhnya.
“Kenapa seperti ini?” gumamnya sambil memegang dadanya dengan ekspresi sedikit
takut. Dia berusaha cepat tidur agar jangtungnya bisa lebih tenang.
***
Jung Krystal terbangun dari tidurnya dan tersenyum kecut,
“Kenapa lelaki miskin itu bisa ada dalam mimpiku?”
Krystal teringat wajah Myungsoo, setelah mabuknya hilang dia
bisa mengingat wajah Myungsoo dengan jelas dan teringat akan sesuatu.
“Kim Myungsoo?” gumamnya. “Pantas saja aku pernah melihat
wajah itu. Mana ada lelaki miskin semanis itu? Dia tetap memiliki wajah
kayanya.” Krystal tersenyum senang. Ternyata Krystal mengenali Myungsoo bahkan
tahu namanya.
Setelah melihat jam, Krystal
beranjak dari ranjangnya dan menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke
kantornya.
“Tapi bagaimana aku bisa bertemu
dengannya lagi?” gumam Krystal saat berada dalam mobilnya. “Apa dia bukan tipe
lelaki yang akan mengabaikan kartu nama seorang gadis sepertiku?”
***
“Jamkanman Oppa!” Jiyoung berteriak
sambil menyebrangi jembatan kayu menuju beranda flat Myungsoo.
Myungsoo menoleh dan menghentikan
langkahnya.
Jiyoung memakaikan sebuah topi di
kepala Myungsoo. “Ini milik Appa. Gunakan ini agar kau tak kepanasan nanti.”
Myungsoo menyentuh topi itu lalu
tersenyum, “Gomawo. Tunggu aku pulang.”
Jiyoung mengangguk semangat. “Semoga
Oppa bisa dapat pekerjaan yang bagus. Hwaiting!” Jiyoung menggenggam tangannya
memberi semangat Myungsoo yang lalu pergi.
Myungsoo mendatangi berbagai tempat.
Entah itu toko kecil dan besar ataupun tempat pencucian mobil.
Hingga tengah hari Myungsoo masih
tak memperoleh pekerjaan seperti saat di tempat pengisian bahan bakar ini.
“Mianhamnida. Tapi sudah tak ada
pekerjaan lagi disini. Kami baru mendapatkan karyawan baru kemarin.” Jelas
seorang staf di tempat itu.
Myungsoo tersenyum pahit,
“Algeseumnida.” Myungsoo menunduk sedikit memberi salam lalu pergi.
Dia terus berjalan menyusuri jalan
besar di kota
itu. Meskipun hawanya tak begitu panas, topi pemberian Jiyoung bisa
melindunginya dari silau cahaya matahari.
Karena sudah mulai merasa bosan
Myungsoo mulai malas berjalan dan menendang-nendang setiap benda yang ia
lewati. Entah itu kerikil atau kaleng bekas.
Hal yang mengejutkan terjadi setelah
Myungsoo menendang dengan keras sebuah kaleng bekas bir. Kelang itu tepat
mengenai sebuah mobil yang tengah parkir di depan salon.
Myungsoo terkajut sekaligus merasa
bersalah, ia bisa melihat goresan di cat putih mobil mewah itu.
“Kim Myungsoo kau benar-benar
bodoh!” gumamnya pada dirinya sendiri.
Tak lama di pemilik mobil keluar
dari salon. Pemilik mobil itu heran melihat seseorang mengamati mobilnya dengan
serius.
“Ada apa?” tanya pemilik mobil itu.
Myungsoo menoleh mendengar suara
seorang gadis dan terkejut karena mengenalinya, “Kau?”
Gadis itu Jung Krystal yang dengan
sama terkejutnya melihat Myungsoo ada di hadapannya. Tanpa ingin tahu masalah
apa yang sebernarnya terjadi, Krystal tersenyum senang melihat Myungsoo. “Kau?”
“Ah… Mianhae. Jeongmal mianhae. Aku
sudah melakukan sesuatu yang buruk.” Jelas Myungsoo membuat Krystal heran.
“Waegeurae?” Krystal mengamati
mobilnya dan menemukan goresan itu pada mobil mulusnya.
Seketika Krystal dilanda kemarahan,
namun kemarahan itu segera reda setelah sesuatu terlintas dipikirannya.
Sekarang ia tersenyum dan menoleh pada Myungsoo, “Kau yang melakukannya?”
“Itu benar.” Jawab Myungsoo merasa
bersalah. Entah berapa uang yang harus ia keluarkan untuk membenahinya.
“Disaat seperti ini aku bisa saja
marah dan minta ganti rugi. Atau bahkan aku menuntutmu. Kau ingin aku melakukan
yang mana?” tanya Krystal dengan
senyumnya yang mematikan karena terlalu manis.
“Ba..bagaimana bisa kau tanyakan hal
seperti itu padaku?” Myungsoo tak habis pikir dengan sikapnya.
“Terserah maumu. Kalau kau tak ingin
memilih, kau harus ikut aturan mainku.” Jawab Krystal. “Jika dihitung bisa
menghabiskan beratus-ratus ribu untuk membenahinya.”
“Ah.. geuraeso? Aku rasa aku tak
bisa melakukan itu, kecuali kau memberiku waktu yang cukup lama.”
“Kau tahu aku bukan pengangguran,
dan aku memang sangat sibuk sekarang ini. Aku tak punya waktu untuk itu.” Jelas
Krystal.
“Jadi? Apa yang harus kulakukan? Aku
bahkan tak punya pekerjaan untuk membayar semua itu sekarang ini.”
Krystal malah tersenyum, sepertinya
menemukan sesuatu yang pas. “Ehm… perusahaan kami membutuhkan pesuruh. Kau
sepertinya harus mengisi kekosongan itu untuk membayar hutangmu padaku. Apa kau
punya ijazah universitas?”
“Ijazah?” Myungsoo terrenyum, “Aku
bahkan belum menjadi mahasiswa.”
Krystal juga tersenyum, “Kalau
begitu kau hanya perlu membawa ijazah SMAmu. Telepon aku besok dan akan aku
beritahu semuanya yang harus kau lakukan. Sekarang aku harus pergi.” Krystal
melambai lalu memasuki mobilnya dan pergi dengan cepat.
Myungsoo tersenyum senang namun dia
sedikit bingung, “Kenapa berbuat bodoh malah dapat pekerjaan?” tiba-tiba
Myungsoo memikirkan sesuatu, “Apa perusahaan itu bukan relasi Hwaseong Group?”
***
Myungsoo berlari menyeberangi
jembatan kayu menuju beranda flat Jiyoung. Karena tak melihat Jiyoung disana,
ia segera memasuki flat Jiyoung sambil berteriak , “Jiyoung-ah!!!”
Didalam Jiyoung tengah tertidur
menunggu kepulangan Myungsoo. Mendengar suara Myungsoo memekakkan telinganya,
ia merasa terganggu, “Aish… apa yang Oppa lakukan?” Jiyoung mengucek matanya
sambil memperjelas penglihatannya terhadap Myungsoo yang berdiri di hadapannya.
“Tebak apa yang terjadi?”
“Mwo? Kenapa oppa main
tebak-tebakkan?” Jiyoung masih terlalu mengantuk.
“Aku mendapatkan pekerjaan! Aku
mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar.” Teriak Myungsoo.
Jiyoung mencerna perkataan Myungsoo
cukup lama hingga akhirnya dia memahaminya dan ikut berteriak, “Mwo? Aaaaaa!!!!
Kau mendapatkannya! Oppa mendapatkannya!!!”
Myungsoo tersenyum melihat Jiyoung
yang seketika bangun dari tidurnya dan melompat-lompat kegirangan. Myungsoo
berhambur memeluk Jiyoung karena terlalu senang.
Jiyoung langsung terperanjat
mendapatkan pelukan tiba-tiba itu. Jantungnya kembali berdetak sangat cepat. Jiyoung
segera mengindari pelukan Myungsoo sambil memeganggi dadanya. Seakan ia takut
jantungnya akan melompat keluar.
“Waegeurae?” Myungsoo bertanya
dengan ekspresi khawatirnya. “Apa kau sakit?”
Jiyoung segera menggeleng. Dia
sendiri bahkan tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi padanya.
“Jamkanman Jiyoung-ah.” Myungsoo
duduk di tempat Jiyoung tadi tidur lalu mengeluarkan dompet dan ponselnya.
“Waegeurae? Oppa mau menelepon
siapa?” tanya Jiyoung heran karena selama ini Myungsoo tak pernah menelepon
seorangpun.
“Aku harus melakukan ini untuk
mendapat pekerjaan itu.” Jelas Myungsoo lalu mengeluarkan kartu nama Krystal
dari dompetnya. “Untung saja aku belum membuangnya.”
“Oh, apa itu?”
“Ini kartu nama. Ini milik orang
yang memberiku pekerjaan.”
“Jung Krystal.” Jiyoung membacanya
selagi Myungsoo menghubungi nomor yang tertera. “Perempuan?”
Myungsoo mengangguk sambil menunggu
jawaban dari Krystal.
“Yeoboseyo?” suara Krystal akhirnya
menjawab.
“Yeobeseyo. A…aku lelaki yang
merusak cat mobilmu tadi.” Jelas Myungsoo.
Jiyoung memperhatikan lekat-lekat
yang dilakukan Myungsoo.
“Kau? Si..siapa namamu?” tanya
Krystal.
“Myungsoo. Kim Myungsoo.”
“Jamkamman, biar aku mencatatnya.”
&nbrp; “Kenapa aku tak membuat data diriku
sendiri?”
“Jawab saja pertanyaanku!” Kata
Krystal dengan nada sedikit kesal tapi terdengar senang, “Umur?”
“22 tahun.” Jawab Myungsoo, dia bisa
mendengar Krystal tersenyum. “Kenapa kau tersenyum.
“Apa itu urusanmu?” tanya Krystal
balik. “Tanggal lahirmu?”
“13 Maret 1990.”
“Sebutkan alamat lengkapmu.”
Setelah mereka selesai dengan urusan
data diri Myungsoo, Krystal mengakhiri pembicaraan mereka dengan berkata,
“Besok datanglah ke kantor dengan hanya membawa ijazah SMAmu. Alamatnya akan ku
kirim pesan nanti. Anyeong!” Krystal tersenyum senang setelah menutup
teleponnya. Dia merasa berhasil dengan rencananya.
Sedangkan Myungsoo merasa sedikit
aneh dengan semua kemudahan ini. “Gadis itu baik sekali atau punya maksud
lain?” gumamnya.
“Waegeurae oppa?” tanya Jiyoung yang
sedari tadi mengamati.
“Gwenchana.” Myungsoo membelai
kepala Jiyoung. “Apa kau sudah makan malam?”
Jiyoung mengangguk semangat seperti
biasanya, “Aku berhasil membuat mie instantku.”
Myungsoo tertawa senang, “Geurae?”
“Kenapa oppa tertawa?”
“Aku senang kau berhasil akhirnya.”
Jawab Myungsoo dengan tertawa akan hal konyol itu. Namun semua itu tak terlihat
konyol lagi setelah tahu Jiyoung yang melakukannya.
Jiyoung tersenyum senang, “Aku
pintarkan? Aku selalu memperhatikan oppa.”
Kali ini Myungsoo mengacak-acak
rambut Jiyoung. “Kerja bagus! Sekarang tidurlah.” Myungsoo merapikan kembali
tempat Jiyoung tidur. Lalu menyelimuti Jiyoung yang berbaring bersiap tidur
kembali.
Jiyoung bisa melihat tatapan
Myungsoo yang begitu hangat membuatnya aman. Namun jantungnya berdegup kencang
lagi hingga berbalik dan memejamkan mata serapat mungkin berusaha cepat tidur,
“Aku mengantuk Oppa! Pergilah!”
“Araso. Kau tak perlu berteriak
seperti itu.” Myungsoo tersenyum heran lalu pergi.
***
Hari Jiyoung berniat menghabiskan
harinya lagi dengan menulis sembarang di kertas yang ia temukan sambil menunggu
Myungsoo pulang.
Dia sudah menulis banyak kata dan
huruf tadi. Bahkan dia menggambar hal hal aneh.
Sarang
Eomma
Appa
Onje?
Aku
Oppa
Kim Myungsoo
KIM MYUNGSOO
Jiyoung menyobek-nyobek kertas terakhirnya tadi setelah sadar
apa yang ia tulis.
“Kapan oppa pulang?” gumam Jiyoung.
Sedangkan Myungsoo sedang bingung. Sampai sesiang ini dia
belum bertemu Krystal, tapi dia sudah bekerja begitu saja di perusahaan besar,
Daesun Group itu.
Myungsoo sudah mengenakan seragam kerjanya. Saat ini ada
rapat dadakan para cleaning service dan para Office boy.
“Kim Myungsoo adalah pegawai baru kita. Manajer Krystal
berpesan agar kita bisa membantunya disini bukan malah menjatuhkannya.” Jelas
seorang atasan.
Myungsoo di suruh berdiri di depan semua staf itu dan
memperkenalkan diri.
Disana-sini banyak yang berbisik.
“Dia tampan sekali..” bisik seorang cleaning service
perempuan pada temannya.
“Ah, Apa manajer Krystal menyukainya hingga dia bisa semudah
itu kerja disini?” bisik pegawai laki-laki lainnya.
Myungsoo bisa mendengar sedikit bisik-bisik. Dia memang
merasa malu dan harga dirinya terinjak, namun dia memilih tak menghiraukannya.
Dia hanya berpikir saat ini dirinya sedang membayar hutang. Dia akan cari cara
agar dia bisa bekerja lebih lama disitu setelah hutangnya terlunasi.
Saat jam makan siang, barulah Krystal menghampiri Myungsoo di
kafe kantor.
“Kau terlihat senang?” tanya Krystal sambil mengumbar senyum
manisnya.
“Kenapa kau tak memanggilku dengan sebutan yang lebih tua?”
tanya Myungsoo saat Krystal duduk di hadapanya sambil meminum kopinya.
“Ah, geurae, kau 2 tahun lebih tua dariku.” Krsytal tersenyum
lagi. “Mianhae oppa.”
“Kau masih 20 tahun?”
Krystal mengangguk sambil menegak kopinya.
“Bagaimana kau sudah menjadi manajer sekarang? Ini perusahaan
Appamu kan?”
“Oppa kira aku mengandalkan relasi walau aku hanya lulusan
SMA?” Krystal tertawa kecut, “SMPku 2 tahun, SMAku 2 tahun. Dan aku baru saja
lulus tahun ini dari universitasku. Aku baru dua bulan bekerja disini. Mereka
bahkan mengadakan tet khusus untukku, tapi apa boleh buat, kemampuanku
memadai.” Jelas Krystal bangga.
Myungsoo terkagum, “Kau sangat pintar.”
“Tak sepintar itu aku rasa.” Krystal tersenyum sambil menatap
wajah tampan Myungsoo.
“Tapi… kau benar-benar membuatku tak habis pikir.”
“Wae?”
“Aku hanya curiga karena semua ini terlalu mudah. Entah kau
memang baik hati atau kau punya rencana lain.” Jelas Myungsoo jujur.
Ekspresi wajah Krystal agak berubah, “Oppa takut aku menyukai
oppa?”
“Semua pegawai disini mengira aku memanfaatkanmu untuk bisa
berkerja disini. Dan itu memang terlihat masuk akal.” Myungsoo melihat
sekeliling. “Dan jika mereka sering melihat adegan ini, mereka akan yakin
dengan presepsi mereka.”
“Kalau aku tak keberatan bagaimana?” tanya Krystal menggoda.
“Lagipula hanya kita yang tahu kebenaranya. Untuk apa menghiraukan mereka?”
“Kau tak takut Appamu akan melakukan sesuatu yang tak kau
inginkan?”
Kali ini ekspresi Krystal benar-benar berubah. Dia seakan
semakin yakin Myungsoo adalah orang yang dikenalnya. “Oppa menasehatiku seperti
ini seakan oppa sudah sangat berpengalaman dalam hal ini?”
Myungsoo tersenyum, “Hal seperti ini? Bagaimana bisa? Ini
sangat berbeda jauh dengan kehidupanku.”
“Tak ada yang tahu isi hati orang lain.” Celetuk Krystal.
“Geurae.” Myungsoo menyetujuinya. “Tak ada yang tahu.”
***
Myungsoo tak menyangka dia harus pulang selarut ini di hari
pertamanya berkerja. Setelah membuka pintu flatnya, ia menemukan Jiyoung
tertidur di lantai dengan mie instant yang sudah mengembang di sampingnya.
Myungsoo melihat iba Jiyoung yang tergeletak itu. Pasti
Jiyoung menunggunya pulang hingga tertidur disini. Dan bahkan Jiyoung
membuatkannya makan malam ini.
Myungsoo meraih mie instant itu dan tak sengaja membangunkan
Jiyoung, “Oppa? Opp` sudah pulang?”
Myungsoo tersenyum iba, “Ne, aku sudah pulang. Kau
menungguku?”
Jiyoung mengangguk dan melihat mie instant di tangan
Myungsoo, “Itu untuk oppa. Aku yang membuatnya.”
“Ah gomawo. Aku memang belum makan malam.” Myungsoo langsung
melahap mie instant itu. Tak peduli sudah mengembang ataupun perutnya sudah
penuh setelah makan malam sebelum pulang tadi.
Jiyoung tersenyum senang, “Untung saja aku membuatkannya
untuk oppa! Aku pintar kan?”
Myungsoo mengangguk sambil menghabiskan mie itu dan tersenyum,
“Geuraeyo. Geuraeyo. Gomawo.” Myungsoo mengacak-acak rambut Jiyoung seperti
biasa.
“Oh ya Oppa.” Jiyoung mengambil topi pemberiannya di rak
Myungsoo. “Kenapa oppa tak pakai ini tadi?”
Myungsoo mengambilnya dari tangan Jiyoung dan memakainya. “Ah
mianhae.. aku lupa. Mulai besok aku akan terus memakainya saat bekerja.”
“Geurae. Itu pelindung oppa. Biar Appaku melindungimu.”
Jiyoung tersenyum cerah.
Myungsoo mengangguk sambil menghisap sisa akhir mie
instantnya.
“Kalau begitu aku pulang dulu oppa! Jaljayo!” Jiyoung
melambai lalu keluar dari flat Myungsoo.
***
Pagi ini Myungso merasa lebih semangat dari sebelumnya. Dia
membersihkan semua tempat semampunya tanpa diperintah. Dia bahkan dengan senang
hati mengantar kopi untuk para karyawan di perusahaan itu. Berkali-kali dia
menyentuh topi yang ia pakai. Meski sudah tua dan kelabu, topi itu seakan
memberinya kekuatan penuh.
Banyak pegawai lain yang mencemooh topi itu, namun Myungsoo
hanya tersenyum. Seperti halnya Krystal yang terlihat sangat aneh melihat topi
itu.
“Apa oppa berencana akan memakai topi itu terus?” tanya
Krystal saat bertemu di jam makan siang.
“Apa kau keberatan jika aku melakukannya? Apa itu akan
berpengaruh pada hutangku?”
Krystal menggeleng samil tersenyum dibuat-buat. “Ani, tapi..
aku hanya merasa itu bukan gayamu.”
“Apa kau sangat mengenalku hingga begitu tahu gayaku?
Bukankah kita baru kenal beberapa hari?”
Krystal hanya tersenyum. Dalam pikirannya, dia punya
alasan-alasan lain karena dia memang mengenal Myungsoo.
***
Krystal memasuki gerbang sebuah rumah mewah. Setelah seorang
pelayan memarkikan mobilnya, Krystal dengan sopan masuk ke dalam ruang tamunya.
Pelayan lain menyuruhnya untuk menunggu sebentar. Krystal
mengangguk lembut lalu duduk di salah satu sofa. Krystal bisa melihat sebuah
figura besar terpampang di diding di hadapannya. Figura itu berisi potret dari
keluarga pemilik rumah mewah itu. Krystal tersenyum melihatnya. Karena dia juga
bisa melihat foto putra tunggal keluarga itu.
“Krytal?” seorang wanita paruh baya keluar dengan wajah
senang setelah mengetahui kedatangan Krystal. Dia duduk di sofa lain dekat
Krystal.
“Ajuma, mianhamnida. Aku tak membuat janji terlebih dahulu.”
Kata Krsytal.
“Aigo, gwenchanayo.” Jawab wanita itu. Wajahnya terlihat
begitu cantik meski sudah tak muda lagi. “Kau hampir tak pernah datang kesini
sekarang. Apa yang membuatmu datang kali ini?”
“Aku..” Krystal seakan tercekat. “Aku punya kabar untuk
Ajuma.”
“Kabar? Apa itu baik?”
Krystal mengangguk matanya berkaca-kaca, “Aku menemukan putra
ajuma yang lama pergi.”
“Pu…putra?” wanita itu seakan tak percaya dengan apa yang di
dengarnya. “Apa maksudmu Krystal?”
“Geuraeyo, Aku menemukan Myungsoo Oppa.” Jawab Krystal.
“Myungsoo? Uri Myungsoo?” Wanita itu mulai menangis. Ia
melirik figura besar di sampingya.
Krystal mengangguk mantap.
“Eodi? Dimana dia sekarang? Katakan dimana dia sekarang
Krystal.”
“Dia bekerja di perusahaan Appa. Aku yang membuatnya bekerja
disana agar kita bisa membawanya kembali.”
“Aigo… kalian memang jodoh. Bahkan yang menemukannya bukan
kami orang tuanya tapi kau.” Wanita itu larut dalam tangis sedih sekaligus
bahagianya.
“Karena kami memang tak pernah bertemu, Myungsoo oppa tak
mengenalku. Aku sudah buat rencana untuk membuatnya kembali ke sini. Ke rumah
ini bersama keluarganya yang sesungguhnya.” Jelas Krystal. “Hanya Ajuma
sekarang yang bisa membantuku.”
Eomma Myungsoo langsung memeluk Krystal, “Panggil aku Eomonim,
Krystal. Kau akan benar-benar menjadi menantu kami. Dan aku akan melakukan
apapun untuk membantumu.”
Krystal tersenyum senang dalam pelukan Eomma Myungsoo, “Ne
Eomonim.”
***
“Kim Myungsoo, kau bersihkan ruang rapat sekarang. Ruangan
itu akan dipakai sebentar lagi. Palihae!” perintah seorang senior Myungsoo.
“Itu rapat penting antar relasi.”
Myungsoo mengangguk semangat, “Algeseumnida.” Dia segera
menuju ruang rapat di lantai 5. Sesegera mungkin ia membersihkan semua inci
ruangan itu hingga dengan cepat dia bisa selesai. Setelah itu ia segera
meninggalkan ruangan itu.
Saat melewati koridor, Ia sangat terkejut melihat beberapa
orang yang keluar dari lift. Myungsoo mengenali salah satunya. “Appa?”
Ya, itu adalah Appanya. Myungsoo segera menurunkan topi yang
ia pakai agar wajahnya tak begitu terlihat. Dengan cepat ia melesat menuju
tangga dan menuruninya hingga ia sampai di kafe kantor.
Ia melepas topinya dan menggenggamnya erat, seakan berharap
masih bisa mendapat kekuatan dari benda itu. “Sudah kuduga.” Gumamnya.
“Oppa? Apa ini sudah jam makan siang?” tanya Krystal. Wajah
Krystal tak terlihat secerah biasanya.
“Krystal?” Myungsoo sedikit terkejut.
“Sepertinya kita sedang sama-sama punya masalah. Tempat ini
memang cukup baik untuk menghilangkan penat. Kita bisa makan mengalihkan
perhatian. Geurae?” Krystal duduk di depan Myungsoo. “Waegeurae Oppa?”
“Aku… sampai kapan aku akan berkerja disini?” tanya Myungsoo.
Krystal mulai khawatir, “Sampai hutangmu lunas tentu saja.”
“Geurae, kapan itu tepatnya?”
“Ehm… Karena aku baik, aku hanya akan menjadikannya 1 minggu
lagi. Oppa puas?”
Myungsoo terdiam. Niatnya untuk berkerja lebih lama di tempat
itu sudah lenyap. Ia ingin segera pergi. Sekarang dia akan berusaha bertahan
hingga 1 minggu.
“A..apa yang terjadi denganmu?” tanya Myungsoo mencoba
mengalihkan pikirannya sendiri dari masalahnya.
Krystal tersenyum kecut, “Appaku sepertinya akan merusak rencanaku
sendiri.” Jawab Krystal jujur.
“Wae?”
“Dia akan menjodohkanku dengan lelaki lain.” Jawab Krystal
sambil memandang kosong keluar jendela.
“Apa sekarang kau punya lelaki pilihanmu sendiri hingga
menolak rencana Appamu?”
“Ah, Ani.” Krystal segera menggeleng. “Aku benar-benar
kosong. Maka dari itu aku sering kesepian. Semua lelaki yang mendekatiku hanya
tertarik dengan warisanku.”
Myungsoo tersenyum simpati seperti mengerti benar apa yang
sedang dibicarakan.
“Baru kau oppa, orang yang bisa aku ajak bicara akhir-akhir
ini. Jujur, aku tak punya teman.”
“Tentu saja. Kau terlalu muda untuk teman-teman sekolahmu kan?”
“Karena itu aku muak menjadi sepintar yang orang-orang
katakan.” Krystal tersenyum kecut.
“Araso.” Jawab Myungsoo menenangkan.
Krystal tersenyum mengamati Myungsoo saat Myungsoo melihat ke
arah lain. “Karena kita sepertinya dalam situasi yang sama. Oppa harus
menemaniku sepulang kerja nanti.”
“Mwo? Eodi?”
“Oppa hanya perlu menemaniku.”
“Tapi…” Myungsoo teringat Jiyoung.
“Ini bagian dari hutangmu.” Jawab Krystal singkat lalu pergi
begitu saja.
Myungsoo sama sekali tak bisa berkutik jika sudah menyangkut
hutangnya pada Krystal.
***
Jiyoung sudah merasa bosan dengan
kertas-kertasnya hingga dia membuat berandanya berantakan dengan kertas-kertas
dan sobekannya berserakan.
“Oppa pulang malam lagi?” gumam
Jiyoung. “Tapi… Oppa pakai topi Appa.” Jiyoung tersenyum lega, “Appa, lindungi
oppa ya.” Jiyoung berlarian di berandanya dan di beranda Myungsoo untuk
mengusir kebosanan. “Apa ini sudah larut malam?” gumamnya sambil melihat langit
gelap diatasnya yang tak berbintang.
Sedangkan Myungsoo terpaksa harus
mengikuti Krystal kemanapun ia pergi.
“Oppa, kita usir beban di otak kita
ini.” Krystal menarik lengan Myungsoo, menariknya memasuki sebuah bar.
Suara musik berdentuman di seluruh
pelosok ruang. Myungsoo benar-benar terpaksa melakukannya. Padahal ia sama
sekali tak suka pergi ke tempat yang banyak orang seperti itu.
Krystal memesan sebotol bir untuk
dia habiskan bersama Myungsoo. Sekilas Krystal tersenyum melihat wajah tak
bersalah Myungsoo yang tengah mengamati sekeliling.
“Oppa, temani aku minum.” Krystal
menegak habis satu gelas pertamanya.
“Aninde, aku tak biasa ke tempat
seperti ini dan minum.” Tolak Myungsoo.
“Kau serius?” Tanya Krystal sambil tertawa
konyol. “Kalau begitu kita kesana.” Kali ini Krystal menarik Myungsoo ke lantai
dansa yang penuh orang itu.
Krystal mulai menggerakkan tubuhnya
sebebas mungkin mengikuti alunan musik yang berisik itu. “Ayo Oppa! Jangan
bilang kau tak bisa bergoyang! Kau tak perlu pandai menari disini.” Krystal
tertawa lega. Dia menarik-narik tubuh Myungsoo agar menari bersamanya.
Namun Myungsoo benar-benar
menolaknya, “Jika kau terus seperti ini, lebih baik aku pulang. Lagipula ini
bukan hal yang tepat untuk menghibur diri.” Myungsoo menepi menuju meja bar.
“Oppa?” Krystal menyusulnya lagi.
Dia berusaha bersikap sebaik mungkin. “Baiklah kita pulang. Oppa antarkan aku.”
“Wae?”
“Oppa lihat tadi aku minum? Aku tak
bisa menyetir.” Krystal tersenyum seperti anak kecil yang baru memecahkan kaca.
Myungsoo juga tersenyum. “Baiklah.
Itu memang berbahaya.”
Akhirnya mereka keluar dari bar itu
menuju tempat parkir. Namun tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Mereka
berlari dengan cepat ke tempat parkir. Myungsoo menggunakan jaketnya sebagai
payung untuk mereka berdua. Itu membuat jantung Krystal berdegup kencang.
Benar, dia semakin menyukai Myungsoo.
Jiyoung yang ada dalam flatnya terkejut saat
melihat ke luar jendela, “Hujan?” Dia berpikir keras. “Topi Appa tak bisa melindungi
oppa dari hujan.”
Jiyoung bergegas mengambil payung di
pojokkan ruangannya dan berlari menurui gedung apartemen itu menuju ke luar
gang dan berniat menunggu Myungsoo pulang.
“Oppa mana?” gumam Jiyoung lagi. Dan
ternyata payung yang ia gunakan sudah rusak. Banyak lubang disana-sini. Membuat
banyak air dengan mudah tetap membasahi pakaiannya. Namun Jiyoung sama sekali
tak mempedulikannya, dia hanya fokus untuk menunggu Myungsoo pulang dan membuat
Myungsoo tak kehujanan.
Krytal tersenyum setelah sampai di
depan rumahnya, “Gomawo oppa.”
“Sama sama. Ku hargai niatmu
menghiburku, walau tidak tepat guna.” Myungsoo juga tersenyum.
“Lalu bagaimana kau pulang? Hujannya
deras sekali.” Krystal melihat sekeliling. “Apa perlu ku suruh sopir untuk
mengantarmu?”
Myungsoo langsung menggeleng, “Ani.
Aku bisa pulang sendiri.” Myungsoo segera keluar dari mobil Krystal.
“Oppa, jamkanman.” Krystal
mengulurkan payungnya yang terdapat dalam bagasi mobilnya. “Pakai ini.” Krystal
tersenyum manis. “Jeongmal gomawoyo.”
Myungsoo tersenyum singkat lalu
pergi.
Sesampainya di depan gang
apartemennya Myungsoo terkejut melihat Jiyoung berdiri dengan pakaian basah
kuyup. Myungsoo bisa melihat payung rusak itu, sangat berbanding terbalik
dengan payung mahal yang ia pakai sekarang. “Jiyoung-ah?”
“Oppa?” Jiyoung terlihat semangat
melihat Myungsoo datang dan tidak kehujanan.
Myungsoo langsung membuang payung
rusak Jiyoung an menarik Jiyoung ke bawah payungnya. “Apa yang kau lakukan
disini?”
“Aku menunggu oppa pulang. Aku baru
ingat topi Appa itu tak bisa melindungimu dari hujan.” Jelas Jiyoung dengan
gemetar. Bibirnya sudah membiru karena kedinginan.
Myungsoo tak tega melihat Jiyoung
seperti itu, “Berapa lama kau berdiri disini?”
Jiyoung mengangkat bahunya,
“Mollayo. Tadi aku lihat toko itu belum tutup.” Jiyoung menunjuk sebuah toko
yang cukup jauh di depannya. Itu berarti sangat lama.
Myungsoo langsung memeluk Jiyoung,
membuat jantung Jiyoung berdegup kencong. “Kang Jiyoung.. terkadang kau bisa
sangat pintar, dan kau bisa sebodoh ini.” Kata Myungsoo pelan.
“A..aku tidak bodoh.” Kata Jiyoung
sudah sangat gemetar.
Myungsoo segera membawa Jiyoung
flatnya. Menyuruhnya berganti pakaian dan memberinya teh hangat. Bahkan
memberikan selimutnya untuk Jiyoung malam ini.
“Oppa, kenapa aku jadi pusing?”
“Kau kedinginan. Lain kali kau tak
perlu melakukan hal seperti ini. Ingatlah aku bisa berteduh sendiri.” Myungsoo
berkata sambil terus membelai kepala Jiyoung. “Aku akan mintakan obat pada
ajuma.” Myungsoo beranjak pergi.
Namun Jiyoung menarik lengannya
menahannya pergi, “Tidak usah Oppa. Aku tidak sakit. Lihat aku hanya
mengantuk.” Jiyoung membuat gerakan menguap yang dibuat-buat.
Myungsoo tersenyum pahit, “Baiklah.
Tidurlah sekarang.” Semalaman Myungsoo menjaga Jiyoung yang tertidur pulas.
Mengamati wajah malaikatnya yang tanpa dosa.
Myungsoo teringat lagi, Bahkan
masalah yang dialami Jiyoung lebih sulit darinya. Dan menghibur diri di bar
memanglah bukan jalan keluar yang baik.
Myungsoo menyentuh dahi Jiyoung yang
ternyata panas. Ia segera mengompresnya. Tak peduli meski dia tak tidur
semalaman.
TO BE CONTINUED....

just found this blog.. n i love it..
BalasHapusar u kamilia? esp jjing's fans?
most of your fanfic is all bout jjing ...
i love this FF..the story is interesting..
update soon please..thank u^^
Thank you for love it. I'm kamilia.... and my bias are Jiyoung and Gyuri.... kkk I will update soon....
Hapusupdate soon please^^
BalasHapus