Jumat, 05 April 2013
[FANFIC] The Sacrifice (part 4)
''Direktur?'' Jieun bertemu dengan Myungsoo saat ia sampai ke sebuah restoran.
''Jieun? Apa yang kau lakukan disini?'' tanya Myungsoo.
''Aku ada janji dengan presdir. Dia memintaku datang kesini.'' jawab Jieun, ''Kau sendiri?''
''Ya, Appa juga memintaku datang kemari. Dia bilang ada sesuatu yang harus diberitahukan padaku.''
Mereka berdua masuk ke sebuah ruangan yang sudah dipesan. Presdir sudah menunggu mereka disana.
''Ah, tak kusangka kalian datang bersama.'' kata presdir sambil tersenyum.
''Ada apa menyuruhku kemari?'' tanya Myungsoo lalu duduk di hadapan presdir, disamping Jieun.
''Nanti kau akan tahu saat eommamu datang dengan seseorang.'' jawab Presdir. ''Sekarang aku masih punya urusan dengan Jieun.''
''Ne presdir.'' Jieun mengangguk.
''Aku ingin berterima kasih padamu. Berkat kau Myungsoo bisa terbantu. Dan tentunya perusahaan ini juga terbantu, dengan semua prestasimu itu, kau membuatku tidak menyesal telah menerimamu diperusahaanku. Myungsoo bilang kau sangat cerdas, sampai aku sendiri ingin melihat secara langsung kerjamu, tapi kau tahu sendiri aku tak pernah sempat.''
Jieun melirik ke Myungsoo, tak menyangka Myungsoo menceritakannya pada Ayahnya. Myungsoo hanya tersenyum.
''Jadi mulai sekarang secara resmi dan langsung, aku minta kau untuk terus mendampingi Myungsoo sebagai direktur di direksinya. Mungkin sebentar lagi kerjamu akan lebih dari sekertaris Myungsoo, tapi jangan anggap kau kujadikan sekertarisnya, kau tetap manajer. Dan mungkin aku akan segera mempromosikanmu menjadi direktur di direksi itu menggantikan Myungsoo.'' Presdir tertawa.
Jieun juga tersenyum, ''Ne presdir algesumnida.''
''Jadi kalian berdua, tetaplah berkerja sama sebaik mungkin.'' tambah presdir.
''Jangan khawatir Appa.''
''Terima kasih sudah bersedia datang ke sini Lee Jieun-ssi. Aku masih ada urusan dengan Myungsoo. Baru Jieun beranjak dari kursinya, Ibu Myungsoo datang, dengan seorang gadis cantik.
''Krystal?'' Myungsoo mengenali gadis itu.
''Jadi, kita sudah siap membicarakan perjodohan ini?'' tanya Ibu Myungsoo.
Jieun dan Myungsoo seketika terbelalak, mereka saling pandang, berharap mereka salah dengar.
''Mianhaeyo, orang tuaku tak bisa datang hari ini, mereka masih berada di Jepang.'' kata gadis bernama Krystal itu.
Myungsoo menatap kedua orang tuanya dengan kesal. Sekilas ia melihat Jieun, seakan minta diselamatkan dari keadaan ini. Jieun pun tak bisa berbuat apa-apa, dia juga tak bisa berkata apa-apa. Selain memikirkan Jiyoung, hatinya sendiri seperti disayat.
''Silyehamnida.'' kata Jieun lalu meninggalkan ruangan itu secepat mungkin.
Ponselnya bergetar, ia menerima pesan dari Jiyoung:
Baiklah aku menyerah Jieun-ah.. Jika kau bilang kau memang bisa membantuku, bantu aku. Aku tak bisa berhenti memikirkannya, seperti katamu, mungkin aku sudah menyukainya.
Jieun memasukkan ponselnya dalam tas,tak ingin membaca pesan itu lagi. Entah mengapa ia tak bisa menahan air matanya, ia merasa kasihan pada Jiyoung yang baru saja mau mengakui perasaannya. Jiyoung gadis yang hampir sama dengannya, yang selama ini menutup hatinya, menyibukkan diri untuk menghidupi keluarganya, dan kini hatinya berhasil tergoyahkan oleh Myungsoo, lelaki yang juga menyukainya. Hingga Jieun tak bisa mengasihani dirinya sendiri. Jieun tak bisa lupa gambaran jelas kedekatan Jiyoung dan Myungsoo 6 bulan ini. Dia tak tahu lagi harus berbuat apa.
***
''Kau Kang Jiyoung?'' tanya seorang gadis berambut coklat tua, wajahnya begitu cantik. Dia terlihat sangat modis. Gadis itu menghampiri Jiyoung yang makan siang sendirian di kantin perusahaan.
''N...ne. Nuguseyo?'' tanya Jiyoung setelah cepat-cepat menelan makanannya.
''Park Gyuri imnida.'' gadis itu memperkenalkan dirinya, ''Kakak Myungsoo.''
Jiyoung terlihat heran.
''Kami saudara tiri. Apa kau tak pernah mendengar gosip tentangku disini?'' Gyuri duduk di hadapan Jiyoung.
''Ah.. Aku pernah mendengarnya sekali.'' jawab Jiyoung jujur.
''Maafkan aku jika aku akan terlihat tidak sopan, aku tak punya banyak waktu, jadi aku harus bicara pada poinnya saja.''
''Ne?'' Jiyoung masih tak mengerti.
''Kau menyukai Myungsoo?''
''Ne?'' Jiyoung terbelalak. ''A..aku..''
''Baiklah maaf aku benar-benar tak punya waktu untuk mendengar jawabanmu, tapi saat kau sudah menyukai Kim Myungsoo, pertahankan, lakukan apapun supaya kau bisa bertahan di sampingnya, membantunya, mendukungnya. Lakukan apa saja.'' Gyuri menggenggam tangan Jiyoung erat. ''Kang Jiyoung, berjanjilah padaku.''
''Aku...''
''Berjanjilah, tak ada yang tahu mungkin hanya kau yang bisa menolongnya.'' Gyuri lalu beranjak pergi, meninggalkan Jiyoung yang masih kebingungan untuk mencernanya.
Yang Jiyoung pikirkan sekarang hanya Jieun, ia ingin memberitahu Jieun soal ini. Namun seperti hari ini, sejak kemarin Jiyoung makan siang sendirian, tak ada Jieun yang menemaninya ataupun Myungsoo yang menganggunya. ''Sebenarnya kemana mereka?'' gumamnya.
Ponselnya sudah siap menelepon Jieun, Jiyoung segera berteriak setelah Jieun menjawab, ''Ya! Jieun-ah! akhirnya kau mengangkat ponselmu. Kemana saja kau dua hari ini? Kenapa kau tak masuk kerja? Ok bahkan aku tak melihat Direktur dua hari ini juga..'' Jiyoung benar-benar khawatir.
Terdengar Jieun tersenyum, berusaha menenangkan Jiyoung, namun dia juga baru tahu Myungsoo tak masuk kerja. ''Aku ada urusan di luar kota. Sebegitu sukanya kau pada direktur hingga mempertanyakan kepergiannya dua hari ini? Mana aku tahu.''
''Baiklah terserah.. Setidaknya kau tetangganya. Dan aku..''
''Waegeurae? Ada sesuatu?'' tanya Jieun menyadari perubahan di suara Jiyoung.
''Park Gyuri, kau tahu siapa dia?''
''Arayo.''
''Dia datang padaku, menyuruhku berjanji padanya untuk mempertahankan Myungsoo. Yang bahkan aku tak tahu dia menyukaiku atau tidak. Dan kenapa aku jadi terlibat dalam masalah aneh ini sekalinya aku berani menyukai seseorang? Apa yang harus kulakukan?'' Jiyoung sedikit putus asa.
Jieun tersenyum masam, ya dia mengerti benar masalah apa yang sedang dihadapi Jiyoung. Tapi dia sama sekali tak tahu harus berkata apa dan berbuat apa, dia sendiri saat ini sedang terbaring di rumah sakit, sakitnya semakin parah.
''Aku hanya bisa mendukung Park Gyuri-ssi. Kau sudah memutuskannya kan?''
''Tapi Jieun-ah..''
''Mianhae Jiyoung-ah, clienku datang, akan kuhubungi lagi kau nanti.'' Jieun memotong lalu segera mematikan ponselnya, dokter sudah masuk ke kamar rawat inapnya bersama dengan seorang suster.
''Jadi kankermu semakin parah, sudah kubilang kau sebaiknya lebih memperhatikannya.'' ucapan dokter itu membuat Jieun berpikir keras.
''Tak bisakah aku disembuhkan?'' tanya Jieun semangat hidupnya muncul begitu saja, dia ingin hidup lebih lama, dia butuh waktu lebih lama untuk membantu satu-satunya sahabat dan satu-satunya lelaki yang disukainya, hanya itu.
''Ada tentu, tapi kau harus meninggalkan hidupmu disini, kau harus ke Amerika dan mendapatkan perawatan intensif disana.'' jelas dokter.
''Berapa persen kemungkinan aku sembuh? Dan harus berapa lama aku disana?''
''50 persen, hanya itu yang bisa aku berikan, kau terlalu mengabaikan kesehatanmu akhir-akhir ini, penyakitmu semakin parah seiring berjalannya waktu. Dan kau harus berada disana sedikitnya 3 tahun.''
''Hanya sebesar itu kemungkinanku sembuh?''
''Sudah kubilang kau harus kurangi pekerjaanmu, tubuhmu sudah tak sekuat dulu lagi.''
''Ani.. Aku tak bisa pergi. itu terlalu lama, kalau begitu bantu aku bertahan disini, selama yang kau bisa. Lakukan apa saja padaku.'' pandangan Jieun kosong.
***
Gyuri menghampiri adiknya yang berbaring di sofanya, tak melakukan apa-apa. ''Apa hanya sebatas itu kemampuanmu?''
''Noona?'' Myungsoo terkejut melihat kakaknya yang tiba-tiba datang.
''Sebegitu mudahnya kau putus asa? Kau tak sekuat yang aku kira. Bahkan sepertinya kau belum memulai apa-apa dengan gadis itu.''
Myungsoo sadar kakaknya tahu apa yang sedang terjadi.
Gyuri duduk di samping Myungsoo yang sekarang juga sudah duduk. ''Aku sudah menemui Kang Jiyoung, aku yakin dia akan tetap mempertahankanmu, seperti apa yang kuminta. Dari yang aku lihat dia bukan gadis biasa, mungkin takdirmu bersamanya, satu-satunya gadis yang bisa bertahan dengan semua kerumitan hidupmu.''
''Noona..''
''Myungsoo-ah'' Gyuri menatap adik tirinya yang saat ini terlihat begitu lemah, seperti saat ia pertama kali bertemu dengannya, lelaki yang terlihat kuat di luar namun sebenarnya rapuh.
''Jangan sembunyikan lagi kerapuhanmu di hadapanku, kau tidak sebahagia dan sekuat itu kan dengan keluarga ini, dan bahkan denganku pun kau masih berusaha menerimaku.''
''Noona, aku sungguh-sungguh soal menerimamu. Kau memang sosok yang aku butuhkan di tengah keluarga yang egois ini.''
''Kau sudah pernah membantuku memberontak pada Appa, membatalkan perjodohanku. Kenapa sekarang untuk dirimu sendiri kau tak bisa?''
''Aku.. Aku merasa tak sanggup lagi. Aku bilang pada Appa waktu itu untuk menuruti satu-satunya permintaanku, membatalkan perjodohanmu. Dan sekarang aku tak bisa lagi, aku sudah tak berhak. Aku sudah lelah akan keluarga yang egois ini noona.''
Gyuri memeluk erat adiknya, berusaha menguatkan dan menenangkannya. ''Aku tak bisa lama-lama disini, aku harus kembali. Tapi jangan khawatir aku sudah bicara pada Appa, semoga dia bisa memikirkannya kembali.''
''Tak bisakah kau tinggal lebih lama? Setidaknya membantuku bertahan dengan keadaan ini?'' Myungsoo menatap Gyuri memohon.
''Aku ingin, tapi aku tak bisa. Sekarang semuanya bergantung padamu.''
Myungsoo hanya bisa mempererat pelukan Gyuri.
***
''Jiyoung gwenchana?'' tanya Jieun setelah melihat Jiyoung keluar dari restoran tempat Jieun bertemu dengan Ayah Myungsoo. Ya, Ayah Myungsoo baru saja bertemu dengan Jiyoung dan tentunya Myungsoo, Jieun sama sekali tak tahu apa yang mereka bicarakan di dalam sana, hingga membuat Jiyoung seputus asa ini.
''Jiyoung-ah?'' Tanya Jieun sekali lagi, gadis itu sama seki tak merespon. ''Jiyoung?''
''Aku tak bisa menjawab sekarang.'' Jiyoung segera memanggil taksi dan menghilang bersama dengan taksi yang dinaikinya.
Tak lama setelah itu Jieun melihat Ayah Myungsoo keluar bersama dengan bawahannya, tak menyadari keberadaan Jieun. Jieun tak tahu harus berbuat apa, dia yakin sesuatu pasti sudah terjadi di dalam sana.
Beberapa menit kemudian sosok Myungsoo muncul, sudah Jieun tebak, wajahnya tak mungkin seceria biasanya. Wajah itu memperlihatkan kerapuhan yang selama ini ditutupinya.
''Oppa?'' tanya Jieun, Myungsoo menatapnya, juga tak bisa berkata apa-apa namun meninggalkan Jieun dengan mobilnya. Jieun pun mengikutinya yang ternyata menuju ke sebuah bar. Jieun sesekali ke tempat ini, untuk menghilangkan stressnya yang sebenarnya tak pernah hilang, jadi dia sudah terbiasa dengan kebisingan yang ada.
Jieun menemukan Myungsoo duduk sendirian di salah satu meja dengan minuman di tangannya. Jieun menghampirinya yang sedang berusaha meminum sebanyak mungkin itu.
''Apa yang terjadi?''
Myungsoo tersenyum masam ke arah Jieun. ''Appa sudah tahu, dan Appa mengancamnya dengan segala cara agar tak mengangguku. Appa mengancamnya akan menghancurkan keluarga miskinnya.'' Myungsoo meminum segelas penuh, ''Dan dia... Dia bilang kami tak punya hubungan apa-apa lalu pergi begitu saja, dia tak mempertahankanku.''
Jieun mencegah Myungsoo minum lebih banyak, karena dia sudah mulai mabuk, ''Ani, dia mempertahankanmu, dia sudah membuat keputusan, tapi keluarganya adalah kelemahannya. Hanya keluarganya yang membuatnya bertahan hidup, dia tak akan membiarkan keluarganya disentuh sedikitpun meski dia mati, itu Kang Jiyoung yang ku kenal. Kau tak perlu khawatir.''
Myungsoo tertawa, ''Kau benar.. Aku belum mengenalnya.. Bahkan aku belum menyatakan perasaanki padanya tapi sudah menyeretnya ke masalah serumit ini. Aku jahat. Aku bahkan membuatmu percaya bahwa aku bahagia dengan keluarga tidak sempurnaku ini.''
''Ya, kau hanya pura-pura bahagia kan? Kau sama saja denganku kan? Kau hanya berusaha menghiburku. Untuk apa memikirkan orang lain saat kau sendiri punya masalah?''
''Aku butuh bantuanmu Jieun-ah.. Karena kau tahu aku tak sekuat kelihatannya.. Bantu aku menyelesaikan ini.'' Myungsoo menggenggam tangan Jieun dengan sangat memohon. Dia sudah mabuk berat.
''Ya, aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk membantumu dan Jiyoung.'' lalu dia meneruskan kalimatnya dalam batinnya, ''Aku akan berkorban untuk kalian berdua''
Jieun mengantar Myungsoo pulang. Dengan susah payah ia mencari kunci rumah Myungsoo dan membaringkannya di sofanya, karena ia tak sanggup membawa Myungsoo ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Jieun melepas jas dan sepatu Myungsoo lalu menyelimutinya. Dalam hening Jieun memperhatikan Myungsoo dengan wajah malaikatnya. Lelaki yang membuatnya menyukainya sejak pertama kali melihatnya. ''Aku akan membantu kalian. Aku janji.'' Jieun menatap Myungsoo lekat-lekat. Namun sedetik kemudian Jieun sudah mencium Myungsoo. Seketika dia terkejut dan menjauh dan menutup mulutnya sendiri, tak percaya dia bisa melakukan hal itu. ''Mian.'' katanya lalu cepat-cepat keluar dari rumah Myungsoo.
Myungsoo membuka matanya, dia masih sadar.
TO BE CONTINUED
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar