Halaman

Jumat, 05 April 2013

[FANFIC] The Sacrifice (part 5)


Jiyoung mematikan ponselnya dengan berat, sedari tadi Myungsoo menghubunginya. Namun langkahnya terhenti di depan pintu rumahnya, suara Myungsoo terdengar, ''Jiyoung!''

Jiyoung menggelengkan kepalanya, berharap suara itu hilang dari kepalanya. Dia rasa dia terlalu menyukai Myungsoo hingga tak bisa berhenti memikirkannya. Namun suara itu terdengar lagi, kini semakin nyata. Jiyoung menutup matanya. Tangannya sudah siap membuka pintu rumahnya namun ada yang menahan lengannya dan suara itu benar-benar nyata, ''Jiyoung jebal..''
Jiyoung terbelalak saat berbalik dan melihat Myungsoo benar-benar ada di hadapannya. ''Oppa?''
''Kita harus bicara.''
''Mianhae.. Aku..'' Jiyoung berusaha menghindar. Dia sedang berada dalam kebimbangannya yang paling besar.
''Kau tahu, aku tak bisa tinggal diam. Aku bisa mengerti perasaanmu yang sesungguhnya. Aku hanya memohon kau untuk tetap di sampingku, bertahanlah untukku.''
Jiyoung hanya menatapnya.
''Tak bisa dipungkiri lagi aku mencintaimu Jiyoung-ah.. Jeongmal saranghaeyo Jiyoung-ah..''
Jieun baru sampai, dia turun dari mobilnya, dia berniat mendorong Jiyoung untuk tetap bertahan, karena dia yakin dia tak punya banyak waktu lagi. Seketika Jieun menghentikan langkahnya setelah melihat Myungsoo sudah ada di sana, bersama Jiyoung dan memegang kedua tangan Jiyoung.
''Oppa.. Aku..'' Jiyoung menahan air matanya.
''Aku tahu ini gila, ini menyulitkanmu tapi aku mohon..''
''Kau berhasil, kau berhasil membuatku menyukaimu. Kau berhasil..'' Jiyoung tak kuasa membendungnya lagi. ''Apa kau pikir aku tak ingin mempertahankanmu? Satu-satunya orang yang bisa menggetarkan hatiku? Aku sangat ingin melakukannya.. Tapi aku tak bisa memilih salah satu dari kalian, oppa atau keluargaku, aku tak bisa.. Jadi apa yang harus kulakukan oppa? Apa yang harus kulakukan?'' kini Jiyoung sudah menangis.
Jieun menepi, menyembunyikan dirinya di balik mobil Myungsoo namun masih bisa mendengar pembicaraan mereka dengan jelas.
''Kita lindungi keluargamu. Jadi bertahanlah di sisiku dan kita lakukan semuanya bersama.''
''Tapi bagaimana dengan keluargamu?''
''Kita semua keluarga.. Kita pasti bisa menemukan caranya. Kumohon jangan sia-siakan pengorbanan Gyuri noona, dia sudah diusir dari keluarga hanya demi aku. Demi kita. Jika Gyuri noona bisa, kenapa kita tidak? Eomma sudah mulai goyah dengan kepergian noona, kita akan terbantu. Aku yakin. Percayalah.''
Jiyoung menangis dalam pelukan Myungsoo, ''Jiyoung berjajilah kau akan selalu bertahan.''
''Aku berjanji oppa, karena aku mencintaimu.'' jawab Jiyoung dalam tangisnya.
Yang Jieun lihat selanjutnya adalah Myungsoo sudah mencium Jiyoung. Dada Jieun seakan tertusuk tombak, nafasnya seakan mendadak berhenti. Dia tak tahan dengan semua ini, dia tak tahan. Jieun berlari menuju mobilnya.
Sesampainya Jieun di rumahnya, pandangannya terasa buram, ia tak bisa berpikir jernih. Lampu kamar yang baru saja ia hidupkan terlihat tak terang, semuanya bercampur aduk dalam hati dan otak Jieun. Jieun melihat dirinya di cermin, pipinya semakin cekung, rambutnya memang menipis. ''Kenapa seperti ini?'' bisiknya. Dan bisikan itu lalu berubah menjadi teriakan, ''Kenapa harus seperti ini?''
Jieun sudah menjatuhkan barang-barang di mejanya. Tangannya menyapu bersih dan kasar benda-benda yang seharusnya tertata rapi di atas meja riasnya, namun sekarang semua sudah berantakan. Jieun menendang-nendang ranjangnya. Ia bahkan tak merasakan sakit di kakinya yang sekarang sudah terkena pecahan kaca dari barang-barang yang berantakan tadi.
''Kenapa harus aku yang berkorban?? Kenapa harus aku yang sakit? Kenapa harus aku yang merasakan ini semua?'' jeritnya, air matanya sudah membanjir. Ia merasakan sesak dan sakit di dadanya. Ia tak kuat lagi menahan semuanya. ''Kenapa aku harus mencintainya?? Wae??? Wae??'' Jieun melemas, tubuhnya terbaring sembarangan di lantai kamarnya yang sudah berantakan, hingga ia menutup matanya, Jieun tertidur.
Pagi harinya ia terbangun, badannya masih terasa lemas, namun dalam pikirannya dia sudah memutuskan sesuatu. Jieun segera mengambil ponselnya dan menghubungi koleganya dari perusahaan lain, tak ada yang tahu apa yang telah  dipikirkannya.
***
Jiyoung menemui Myungsoo yang sudah menunggunya di lobi kantor lantai satu. Namun Myungsoo agak heran dengan wajah khawatir Jiyoung, ''Jiyoung-ah?''
''Kau tahu apa yang terjadi pada Jieun? Ponselnya sama sekali tak bisa dihubungi. Sampai hari ini sudah 4 hari dia tidak masuk kerja.'' Jiyoung terlihat benar-benar khawatir, Myungsoo heran mengapa Jiyoung bersikap seperti itu. Saat memikirkan Jieun, terlintas sesuatu dipikiran Myungsoo.
''Aku... Juga tak mendengar apa-apa darinya. Dia tak menghubungiku.'' Myungsoo kali ini menatap Jiyoung lekat-lekat, ''Jadi, kau siap?''
Jiyoung mengerti maksud Myungsoo. Dia tidak begitu siap, tapi dia takkan pernah bisa siap kapanpun, jadi sebelum semuanya terlambat, Jiyoung harus bersiap diri untuk ini. Untuk keputusan yang telah ia dan Myungsoo ambil bersama, yaitu menemui Ayah Myungsoo, bicara padanya sejujurnya, berusaha membatalkan perjodohan Myungsoo dan bersiap menerima apapun hasilnya.
Jiyoung mengangguk, Myungsoo memegang tangannya erat, berusaha menguatkannya. Mereka menuju ruangan Ayah Myungsoo.
''Jwesonghamnida direktur, Appa anda akan ada janji sebentar lagi, dia tidak menerima tamu lain.'' Sekertaris ayahnya melarangnya masuk.
''Tapi ini penting, katakan padanya aku harus bicara sesuatu yang penting.'' desak Myungsoo, ''Memangnya sepenting apa janjinya ini? Ada janji dengan siapa dia sekarang?''
''Denganku.'' Jieun muncul di belakang mereka, memantapkan tekadnya. Melewati Jiyoung dan Myungsoo tanpa banyak bicara lagi. ''Aku harap kau tak keberatan.'' katanya lalu masuk begitu saja ke dalam ruangan Ayah Myungsoo. Membuat Myungsoo dan Jiyoung terkejut.
***
''Ada apa sebenarnya Lee Jieun-ssi hingga kau harus membuat janji denganku sekarang ini?'' tanya presdir heran.
''Ini masalah perusahaan tentunya. Karena aku bagian dari perusahaan ini tentu aku melindunginya dari segala bahaya yang aku tahu. Aku jelas tak bisa tinggal diam saja.''
''Jadi intinya?''
''Presdir akan menjodohkan direktur Myungsoo dengan putri tunggal Presdir dari Taesun grup kan?''
''Kau memang ada disana kan saat aku memberi tahu Myungsoo, aku harap itu tak menyebar terlalu cepat.''
''Walaupun bukan dari saya, berita macam itu tentu akan cepat tersebar. Tapi saat perjodohan itu membawa kabar gembira seperti kerjasama sukses antara perusahaan ini dan Taesun grup semuanya tak apa. Tapi sayangnya Presdir sudah mengambil langkah yang salah. Jadi sebelum menyebar atau bahkan terjadi, Presdir pikirkan kembali keputusan presdir melakukan perjodohan bisnis ini.''
''Apa maksudmu?'' Presdir agak tersinggung. ''Kau pikir aku melakukan kesalahan dengan memutuskan ini? Presdir Taesung Grup sudah kukenal sejak lama. Myungsoo dan Jung Krystal teman sejak kecil.''
''Tapi Presdir tidak mengenal Presdir Taesun grup sedalam mungkin kan?''
''Apa sebenarnya yang akan kau sampaikan padaku?''
Jieun menyerahkan sebuah amplop besar dengan beberapa berkas didalamnya, ''Ini berasal dari sumber yang terpercaya, manajer di Taesun grup sendiri.''
Ayah Myungsoo terkejut membaca semua berkas itu.
''Taesung tak sebersih kelihatannya, jika Presdir tidak tahu soal hal itu, sudah pasti. Karena Taesun takkan mau kehilangan partner kerja sama yang bagus. Jadi intinya, Taesun banyak melakukan hal ilegal untuk memperluas bisnisnya, dan jika hal itu bocor, pasti akan berakibat buruk pasa Taesung dan entah apa yang juga akan terjadi pada perusahaan ini, perusahaan yang berkerja sama hingga melakukan perjodohan bisnis itu.''
Ayah Myungsoo masih sangat terkejut, ''Tapi ini terlalu mendadak.''
''Anda tinggal membatalkan perjodohan bisnis itu saja. Anda tak perlu terlibat lebih jauh.''
''Kau kira semudah itu? Lagipula kita bisa ikut melindungi hal itu supaya tidak bocor.''
Jieun tersenyum. ''Jadi anda tidak segan melakukan bisnis kotor juga? Hanya demi mengembangkan perusahaan anda? Tanpa sepengetahuan para pemilik saham?''
''Lee Jieun, inilah bisnis. Kau harus mulai belajar. Kau masih terlalu muda.''
''Kalau begitu aku sendiri yang akan membocorkannya.'' kata Jieun mantab.
Ayah Myungsoo kembali terkejut, ''Jadi kau mau membahayakan posisimu hanya gara-gara ini?''
Jieun tersenyum lagi, ''Bukan.. Nukan karena bisnis kotor ini dan aku berlaku sok suci, tapi karena perjodohan bisnis itu.''
''Maksudmu?''
''Batalkan perjodohan itu presdir. Anda sudah tahu perjodohan itu tak menguntungkan perusahaan ini dan malah membahayakan. Dan Direktur Kim Myungsoo sendiri menolak mentah-mentah perjodohan itu. Maaf bila saya lancang, jadi membatalkan perjodohan itu sama dengan menyelamatkan perusahaan dan keluarga anda yang sudah hampir tak utuh lagi.''
Ayah Myungsoo terbelalak. Dia tak mengira Jieun akan berkata seperti ini. ''Apa alasanmu melakukan ini? Lalu apa yang kau dapat setelah aku membatalkan perjodohan itu?''
''Tak ada, aku tak dapat apa-apa, tapi setidaknya aku bisa melihat sahabat-sahabatku bahagia. Kang Jiyoung dan Kim Myungsoo, mereka sahabat saya. Satu-satunya yang saya punyai, setidaknya sampai detik ini. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk mereka, mungkin untuk terakhir kalinya. Kamsa hamnida.'' Jieun pun pergi setelah membungkuk memberi salam.
Myungsoo dan Jiyoung melihat Jieun keluar dengan heran. Mereka menatap Jieun penuh tanya, namun Jieun hanya berlalu dengan senyumnya yang dipaksakan.

TO BE CONTINUED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar