Cast:
Byun Baekhyun
Lee Jieun
Jung Ilwoo
Song Joongki
Jieun berkali-kali berusaha menurunkan roknya yang ia rasa terlalu pendek itu. Dia sebenarnya sangat tak nyaman dengan penampilannya ini. “Ini semua untuk apa?” Tanya Jieun dengan Ilwoo.
“Tentu saja untuk menunjang karirmu.” Jawab Ilwoo sambil melirik Baekhyun.
“Jadi, Bagaimana menurutmu Baekhyun-ah? Dia akan menjadi penyanyi sukses kan?” Tanya Joongki.
“Kemana kacamatanya?” itu kata yang keluar dari mulutnya. Membuat kakak-kakaknya tertawa puas.
“Mereka menggantinya dengan softlens.” Jawab Jieun polos.
“Baiklah, kita siap pergi! Kajja!” Ilwoo menggandeng lengan Jieun dan membawa pergi.
***
Jieun datang ke universitas seperti biasanya, ia mengendarai sepedanya seperti biasa, dan memarkirnya seperti biasa, yang tak biasa adalah cara orang-orang lain melihatnya, mereka tak merendahkan atau mengejek lagi, mereka benar-benar dibuat terkejut sekaligus terpesona oleh penampilan baru Jieun.
“Mwo? Itu bebek jelek?” Tanya seorang gadis saat bicara dengan pacarnya.
“Kau yakin? Kau pasti salah orang, dia cantik sekali.” Jawab pacar gadis itu yang di balas lirikan tajam oleh si gadis.
Jieun mengabaikan perubahan situasi ini, di segera menuju kelasnya karena takut terlambat lagi, ya itulah kebiasaannya, kesiangan.
Baekhyun yang tidak terkejut lagi melihat kedatangan Jieun hanya memperhatikan Jieun seperti biasa, tak lebih tak kurang. “Sepertinya dia tak menjadi sombong ataupun merasa cantik.” Gumamnya. “Dia tak berubah.”
Di tengah pelajaran, Baekhyun memutuskan untuk bicara pada Jieun yang berada di sebelahnya itu, “Bagaimana hasilnya kemarin?” bisik Baekhyun.
“Aku pikir kau tak ingin tahu.” Jieun juga berbisik namun masih tetap fokus pada bukunya.
Baekhyun hanya tersenyum kecut, terdengar seperti mendengus.
“Apa hyungmu tak memberutahumu?” Tanya Jieun.
“Ani, dia malah menyuruhku Tanya sendiri padamu.”
Kali ini Jieun menatap Baekhyun yang merespon dengan agak terkejut akan tatapan tiba-tiba Jieun, “Sepertinya kau sangat ingin tahu ya? Kami berhasil.”
“Mwo? Kau mengatakan itu dengan nada itu saja?” Tanya Baekhyun tak habis pikir.
“Apa aku harus berteriak sekarang? Kemarin aku sudah puas berteriak. Sudahlah, ucapkan saja selamat padaku atau hyungmu sebagai manajerku.”
“Kau sangat berharap aku mengucapkannya? Sepertinya kau mulai normal.” Kata Baekhyun.
Terdengar pengajar mereka di depan memukul meja dengan spidolnya tiga kali lalu menatap Baekhyun tajam agar diam.
Baekhyun langsung diam dan merasa kesal dan tak terima, pengajar itu memperlakukannya seperti itu.
“Ani, aku sama sekali mengharapkannya. Tak apa jika kau tak mau mengatakannya.” Bisik Jieun menjawab Baekhyun.
Baekhyun kembali pada bukunya dengan kesal, dia menyesal telah bertanya.
***
Baekhyun berniat pergi ke perpustakaan untuk bersembunyi seperti biasa, namun kali ini ada yang berhasil mengejarnya terlebih dulu.
“Baekhyun-ssi, sekali saja, kali ini saja bisakah kau datang di acara kami? Kami sedang berkumpul di lapangan basket sekarang. Bisakah kau bernyanyi disana? Jebal.. kali ini saja. Bukankah kau sudah tidak datang di acara waktu itu?”
Belum sempat Baekhyun menjawab, salah satu dari beberapa gadis itu menarik lengan Baekhyun membawanya ke lapangan basket. Baekhyun terpaksa terbawa arus mereka, karena mereka bukan sedikit, tapi sangat memaksa.
Entah perkumpulan apa itu, Baekhyun tak ingin tahu. Lapangan basket hanya terisi setengahnya. Diantara mereka lebih dominant gadis-gadis. Mungkin karena ada berita Baekhyun akan menjadi tamu di acara itu.
Baekhyun langsung di seret ke tengah lapangan dan disodori mic. Dia tak tahu harus berbuat apa. Dia sudah sangat lama tak bernyanyi, mungkin beberapa bulan lalu di pernikahan pamannya. Baekhyun tak menyangka berita bahwa dia bisa bernyanyi sampai di telinga gadis-gadis itu.
“Lagu apa yang akan kau nyanyikan Baekhyun-ssi?” Tanya seorang gadis.
Dengan sangat terpaksa dan tak ada pilihan lain, Baekhyun menyebutkan sebuah judul lagu, dan si pemain musik mulai memainkan musiknya. Padahal Baekhyun tak yakin dia ingat liriknya atau tidak.
Saat musiknya mulai, tiba-tiba Lee Jieun muncul mengambil mic lain dan mulai bernyanyi. Membuat semua orang terkejut. Disela-sela nyanyiannya dia berbisik pada Baekhyun “Lihat bibirku.”
Tanpa sadar Baekhyun ikut bernyanyi. Mereka akhirnya berduet, dengan manis dan merdunya, begitu sempurna. Membuat siapa saja yang mendengar dan melihatnya begitu tersihir. Baekhyun juga menjadi lancer terhadap liriknya karena dia terus membaca gerak bibir Jieun, sesuai bisikkan Jieun tadi.
Semua orang yang awalnya terkejut kini begitu menikmati penampilan mereka. Benar-benar penampilan yang mengagumkan. Ini seperti melihat sebuah konser penyanyi papan atas.
Mereka bernyanyi hingga akhir lagu dengan lancer. Riuh sorak penonton membahana di lapangan basket itu. Mereka benar-benar kagus dengan dua orang yang ada di tengah itu. Banyak diantara mereka yang tak menyadari bahwa gadis itu adalah Jieun, dan tak sedikit pula yang begitu cemburu dan iri melihat penampilan mereka yang begitu kompak.
***
“Apa maksudmu membantuku tadi? Kau sudah mulai normal?” Tanya Baekhyun pada Jieun saat mereka ada di halaman universitas, tepatnya tengah duduk bersandar di pohon favorit Jieun untuk membuat lagu. Kali ini Jieun juga sedang membuat lagu.
“Aku hanya membantumu sedikit untuk menyelamatkan reputasimu. Hyungmu memintaku membantumu sedikit-sedikit. Mereka sangat khawatir padamu.”
“Ilwoo hyung?” Tanya Baekhyun tak percaya.
“Dua-duanya.” Jawab Jieun santai.
“Pasti bukan karena itu, pasti kau sengaja untuk membuatku merasa berhutang budi padamu.” Celoteh Baekhyun.
“Bukankah seharusnya kau berterima kasih?” Tanya Jieun.
“Untuk apa?”
“Ya sudah kalau tidak. Jangan mengangguku.” Jieun malah beranjak pergi.
Baekhyun berubah pikiran, entah mengapa dia sekali lagi tak ingin Jieun pergi, “Baiklah, gomawo.”
“Ne.” jawab Jieun sambil lalu namun tetap berjalan pergi.
“Ya! Lee Jieun!” teriak Baekhyun.
Jieun tak menghiraukannya dan tetap pergi.
Namun Baekhyun tetap mengikutinya bahkan sampai ke perpustakaan.
Jieun tetap tak menghiraukannya sama sekali. Bahkan hamper semua orang di perpustakaan memperhatikan sikap Baekhyun yang tak biasa itu.
“Kenapa responmu hanya seperti itu? Aku benar-benar berterimakasih. Jeongmal gomawoyo.” Kata Baekhyun, dia tak sadar ada banyak mata menatapnya.
Setelah beberapa menit, Baekhyun cukup membuat perpustakaan gaduh, Baekhyun tak mau berhenti bicara sampai Jieun meresponnya.
Akhirnya Jieun bertindak, dia membungkam mulut Baekhyun dengan tangannya dan menariknya duduk disebelahnya lalu berbisik, “Sekalipun kau mau mempermalukan dirimu, jangan disini, ok?”
Baekhyun membeku, kali ini detak jantungnya yang mendominasi telinganya, begitu cepat hingga Baekhyun merasa tak sadarkan diri. Dia merasa mulai sedikit gila, karena dia sadar, ada kemungkinan dia mulai menyukai Jieun, meski dia harus menolak hal itu.
Jieun melepas tangannya dan kembali pada notes-notesnya. Namun Baeknyun masih dalam posisinya, benar-benar membeku.
“Apa yang terjadi?” gumam Baekhyun.
“Sudah jangan ganggu.” Akhirnya Jieun pergi lagi. Dan kali ini Baekhyun tak sanggup mengejarnya.
***
“Baekhyun-ah, kau sering melamun akhir-akhir ini. Apa kau sedang jatuh cinta?” Tanya Ilwoo melihat Baekhyun melamun di teras belakang rumah mereka.
“Apa si bebek itu?” Tanya Joongki yang baru bergabung.
“Dia sudah tidak dijuluki itu sekarang, namanya berganti menjadi angsa.” Jawab Baekhyun datar, dia masih melamun.
“Ah, itu karena aku kan. Kerjaku bagus sekali.” Kata Ilwoo senang.
“Jadi benar dia?” Tanya Joongki.
“Maldo Andwe!” jawab Baekhyun tak terima.
“Itu mungkin saja Baekhyun-ah.” Jawab Ilwoo.
“Kalau begitu tidak boleh.” Jawab Baekhyun.
“Bagaimana kau bisa melawan atau menahannya jika kau memang menyukainya?” Tanya Illwoo lagi, sekarang dia duduk di sebelah Baekhyun merangkulnya.
“Ya, jadi… dia cinta pertamamu?” Tanya Joongki.
“Sudah kubilang. Itu tak boleh. Jangan dia.” Jawab Baekhyun membuat dua kakaknya tertawa.
“Kau terlalu polos Baekhyun-ah.” Ilwoo terbahak.
“Kau yang bisa memutuskan. Tapi kuharap keputusanmu tak membuatmu menyesal.” Kata Joongki.
“Bisakah kalian berhenti membicarakan Jieun bebek jelek itu? Aku punya banyak tugas yang harus aku selesaikan, dan kalian selalu menganggu.” Teriak Baekhyun lalu pergi ke kamarnya. Membuat dua kakaknya saling pandang dan menahan tawa.
***
Sampai hari ini ternyata Baekhyun tak bisa menahan perasaannya. Dia selalu saja ingin dekat dengan Jieun, bahkan sekarang dia sudah tak peduli lagi dengan orang lain yang melihatnya.
Saat ini Jieun sedang berlatih bernyanyi di ruang bahasa yang sedang kosong itu. Dia bernyanyi begitu serius, dia tahu sedang mempersiapkan debutnya sebagai penyanyi, dia harus sungguh-sungguh melakukan semua itu. Karena ia tak bisa berlatih di rumahnya, karena takut Ayahnya akan melarangnya debut, akhirnya dia latihan di tempat itu.
Baekhyun tahu Jieun sudah beberapa kali berlatih disana, dia juga hampir selalu melihatnya diam-diam. Tapi kali ini dia berniat memberitahukan keberadaannya.
“Sepertinya saat ini kau ketakutan? Kau tak sesantai biasanya.” Celetuk Baekhyun santai, dia agak heran karena Jieun tak terkejut sama sekali. “Jangan bilang kau tak mendengarku datang.” Baekhyun mencibir.
“Sudah kubilang jangan ganggu aku. Kau merusak latihanku. Sudah baik kau diam saja di luar seperti biasanya.” Jawab Jieun masih serius memegangi perutnya, untuk belajar nafas perut.
“Mwo? Baekhyun terkejut, “Jadi selama ini kau tahu? Bagaimana kau bisa diam saja dan tak terganggu sama sekali?”
“Asal kau diam, aku aman.” Jawab Jieun singkat lalu kembali bernyanyi.
Baekhyun tertegun melihat gadis itu, bagaimana bisa dia tak terguyahkan oleh si bungsu grup Daesun sama sekali? Dia terus saja mempehatikan Jieun yang sedang bernyanyi, lagi-lagi tersihir. Dia begitu menikmati nyanyian itu.
“Bisakah kau pedulikan aku dan paling tidak terima ucapan terimakasihku waktu itu?” Baekhyun tak tahan lagi untuk tak bicara setelah Jieun selesai bernyanyi.
Jieun kali ini menatap Baekhyun, membuat Baekhyun sedikit terkejut, “Baiklah, aku terimah ucapan terima kasihmu itu. Dan sekarang pergilah. Kau tak punya urusan lagi denganku. Jangan ikuti aku lagi.” Kata Jieun lalu melangkah pergi.
Baekhyun menghalanginya lagi dengan menarik lengannya, “Wae? Bisa kau jelaskan padaku?”
“Mworago?”
“Ah, ani… lupakan.” Baekhyun tak bisa bertanya bagaimana bisa Jieun tak tergoyahkan olehnya.
“Baiklah.” Jieun mencoba melangkah pergi lagi.
Baekhyun tentu saja menahannya lagi, “K..kau mau kemana?”
“Kenapa harus bertanya? Apa urusanmu?” Tanya Jieun datar.
Baekhyun lagi-lagi tak bisa menjawab, dia sama sekali tak punya pemikiran untuk menjawabnya.
“Sudahlah.” Jieun melepas genggaman Baekhyun lalu berjalan secepat mungkin.
Baekhyun melihatnya pergi. Namun tiba-tiba Jieun terjatuh disana. Itu membuat Baekhyun segera berlari. “Jieun-ah gwenchana?”
“Aaaw.” Jieun memegangi pergelangan kakinya.
“Waegeurae? Kau tak bisa berdiri?” Tanya Baekhyun khawatir.
Jieun kembali datar, dia beranjak berdiri namun terjatuh lagi, tenyata benar, dia tak bisa berjalan atau bahkan berdiri, pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Entah bagaimana bisa sampai seperti ini. Dia berpikir apa ada yang salah dengan cara jalannya?
“Jangan banyak bergerak!” Baekhyun memegang pergelangan kaki kanan Jieun dan mencoba memijatnya dengan pelan, sehalus mungkin agar Jieun tak kesatikan.
“Mianhae, aku tak bisa menyembuhkannya. Sebaiknya kuantar kau ke klinik.” Baekhyun akhirnya melengankan lengan Jieun di lehernya dan bermaksud memapahnya.
Jieun menolak, “Ani, kau tak perlu lakukan itu.” Jieun sadar tak sedikit mata yang melihat mereka. “Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Bagaimana bisa?” Baekhyun tetap memapahnya. Membawanya dengan penuh hati-hati ke klinik.
Setelah sampai di klinik dan dokter disana selesai memeriksanya, Baekhyun yang sedari tadi menungguinya, angkat bicara, “Jadi?” dia berpikir apa Jieun masih tak bisa tergoyahkan olehnya.
“Wae?” Tanya Jieun.
“Kau tak berterima kasih? Ucapkan saja atu kata, go-ma-wo.” Kata Baekhyun.
Jieun diam saja lalu pergi begitu saja. Membuat Baekhyun kesal.
***
Berhari-hari, yang dilakukan Baekhyun hanyalah menemui dan mengikuti Jieun dimana saja. Dia memang terlihat bodoh dan melupakan kesombongannya, tapi dia tak sadar hal itu.
“Jieun-ah! Cepat ambilkan itu.” Perintah Baekhyun pada Jieun untuk mengambilkan sapu tangannya yang baru saja sengaja ia jatuhkan di dekat Jieun.
Jieun melirik sebentar sapu tangan itu, lalu mengabaikannya.
“Aish.. gadis gila.” Gumamnya. “Dasar Bebek jelek!” kali ini dia bicara keras. Membuat beberapa teman di kelasnya menatapnya heran.
“Geumanhae.” Kata Jieun sambil melirik sekilas Baekhyun.
“Mwo? Aku tak mendengarmu.” Kata Baekhyun.
“Berhentilah.” Kata Jieun. Lalu kembali mengabaikan Baekhyun dan berbagai reaksinya.
“Apa yang aku lakukan? Kenapa aku harus berhenti? Aku tak melakukan apa-apa.” Celoteh Baekhyun.
Akhirnya sekali lagi, Jieun meninggalkan tempat itu. Kali ini Baekhyun terpaksa pulang dan tak mengikuti Jieun lagi.
***
Baekhyun tersenyum melihat Jieun berjalan di depannya. Seperti biasa banyak orang yang memperhatikan itu. Namun bukan tak memperhatikannya, Baekhyun hanya tak menyadarinya.
Tiba-tiba Jieun berhenti, “Kau berhentilah. Kau bisa membuat orang-orang mengira kau menyukaiku.”
Baekhyun tertawa, “Mwo? Aku menyukaimu?” dia terbahak.
“Maka dari itu, berhentilah.” Kata Jieun mempercepat langkahnya.
Jieun tak melihat ada sekelompok orang tengah bermain basket yang ia lewati, bahkan sebuah bola sudah siap melayang dan mendarat tepat di kepala Jieun. Namun dengan cepat Baekhyun menarik Jieun agar terselamatkan dari bola itu. Merekapun tersungkur bersama ke tanah, namun lagi-lagi Baekhyun berusaha melindungi Jieun dengan terjatuh lebih dulu dan menjadi alas pendaratan yang empuk bagi Jieun.
Beberapa menit kemudian mereka sudah menyendiri di pohon tempat favorit Jieun. Jieun tengah membasuh luka di siku Baekhyun. Lengan Baekhyun sedikit memar dan terdapat beberapa goresan.
Jieun terlihat khawatir dan merasa bersalah. Belum pernah Baekhyun melihat ekspresi Jieun yang seperti ini. Baekhyun terus tersenyum tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat reaksi Jieun itu.
“Wae? Kenapa kau tersenyum? Bibirmu tidak pergal?” Tanya Jieun, masih focus dengan luka Baekhyun.
“Kau tahu? Aku rasa kau benar. Dan aku rasa orang-orang itu benar..” kata Baekhyun, dia juga masih fokus dengan wajah Jieun.
Sekarang Jieun mendongak menatap Baekhyun heran, “Mworago? Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan?”
“Tentang orang-orang yang mengira aku menyukaimu.” Jawab Baekhyun.
Seperti sudah mengerti Jieun malah kembali fokus ke luka Baekhyun.
Baekhyun tertawa, “Kau sudah mengerti?”
Jieun sekarang malah beranjak pergi.
“Jieun-ah!” panggil Baekhyun.
Jieun menghentikan langkahnya.
“Aku tahu ini gila, dan aku juga sudah gila. Saranghae Jieun-ah.. Aku tunggu kau disini sepulang kuliah nanti. Aku tunggu jawabanmu disini.” Jelas Baekhyun akhirnya, perang di batinnya akhirnya berakhir seperti itu.
“Semudah itukah kau jatuh untukku?” Tanya Jieun lalu pergi lagi.
“Geurae.” Gumam Baekhyun.
***
Baekhyun melihat jam tangannya sekali lagi. Ini sudah terlalu sore, perlahan-lahan langitnya menggelap. Dia agak putus asa, karena dia mengira Jieun jelas takkan kesini. Jieun sama sekali gadis yang berbeda dengan yang lain. Gadis yang takkan dengan mudah jatuh hati padanya, si bungsu Daesun grup.
Tiba-tiba perut Baekhyun berbunyi, ternyata dia sangat lapar. Bahkan dia lupa dia belum memakan apapun dari tadi. Tapi karena dia masih ingin menunggu, dia menahan laparnya dan melihat jam tangannya sekali lagi.
Tiba-tiba sebuah roti sudah sampai di mulut Baekhyun. Baekhyun terbelalak dan melihat Jieun ada di sampinya sekarang.
“Jadi sebodoh ini si bungsu Daesun grup? Menunggu seorang gadis sampai kelaparan? Bagaimana nasib perusahaanmu nanti?”
“Jieun?” Baekhyun terbelalak senang. Dia juga memakan roti itu tapi lalu meletakkannya di tanah tempatnya duduk tadi. “Kau datang?”
“Kau tak suka? Kalau begitu aku pergi saja.” Goda Jieun lalu melangkah pergi.
Tanpa menunggu lagi Baekhyun segera memeluk Jieun dari belakang. “Ini memang gila. Aku sudah gila. Tapi kegilaan ini sangat menyenangkan.”
“Mana kesombonganmu yang biasanya?” Tanya Jieun.
“Aku akui, aku tak berkutik di hadapanmu.” Jawab Baekhyun. “Tapi kenapa kau biarkan aku menunggu selama ini? Tak tahukah kau mendepatkanmu itu sangat sulit? Kenapa kau tak menyukaiku dari awal saja?”
“Kau kira aku tak menderita? Sudah kubilang kau harus berhenti, itu agar aku tak menyukaimu seperti gadis lainnya. Siapa suruh kau selalu mengikutiku dan menggangguku. Salahmu jika aku menyukaimu.” Jelas Jieun kesal.
Baekhyun tersenyum, “Kau memang berbeda dari yang lain. Sekarang aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku ini. Aku akan disisimu selamanya, apapun yang terjadi.”
Jieun menahan tawa.
“Wae? Apanya yang lucu?” Tanya Baekhyun.
“Ini sama sekali bukan seperti si bungsu Daesun grup.”
“Apapun itu.” Baekhyun memeluk Jieun lagi.
To Be Continued......
Byun Baekhyun
Lee Jieun
Jung Ilwoo
Song Joongki
Jieun berkali-kali berusaha menurunkan roknya yang ia rasa terlalu pendek itu. Dia sebenarnya sangat tak nyaman dengan penampilannya ini. “Ini semua untuk apa?” Tanya Jieun dengan Ilwoo.
“Tentu saja untuk menunjang karirmu.” Jawab Ilwoo sambil melirik Baekhyun.
“Jadi, Bagaimana menurutmu Baekhyun-ah? Dia akan menjadi penyanyi sukses kan?” Tanya Joongki.
“Kemana kacamatanya?” itu kata yang keluar dari mulutnya. Membuat kakak-kakaknya tertawa puas.
“Mereka menggantinya dengan softlens.” Jawab Jieun polos.
“Baiklah, kita siap pergi! Kajja!” Ilwoo menggandeng lengan Jieun dan membawa pergi.
***
Jieun datang ke universitas seperti biasanya, ia mengendarai sepedanya seperti biasa, dan memarkirnya seperti biasa, yang tak biasa adalah cara orang-orang lain melihatnya, mereka tak merendahkan atau mengejek lagi, mereka benar-benar dibuat terkejut sekaligus terpesona oleh penampilan baru Jieun.
“Mwo? Itu bebek jelek?” Tanya seorang gadis saat bicara dengan pacarnya.
“Kau yakin? Kau pasti salah orang, dia cantik sekali.” Jawab pacar gadis itu yang di balas lirikan tajam oleh si gadis.
Jieun mengabaikan perubahan situasi ini, di segera menuju kelasnya karena takut terlambat lagi, ya itulah kebiasaannya, kesiangan.
Baekhyun yang tidak terkejut lagi melihat kedatangan Jieun hanya memperhatikan Jieun seperti biasa, tak lebih tak kurang. “Sepertinya dia tak menjadi sombong ataupun merasa cantik.” Gumamnya. “Dia tak berubah.”
Di tengah pelajaran, Baekhyun memutuskan untuk bicara pada Jieun yang berada di sebelahnya itu, “Bagaimana hasilnya kemarin?” bisik Baekhyun.
“Aku pikir kau tak ingin tahu.” Jieun juga berbisik namun masih tetap fokus pada bukunya.
Baekhyun hanya tersenyum kecut, terdengar seperti mendengus.
“Apa hyungmu tak memberutahumu?” Tanya Jieun.
“Ani, dia malah menyuruhku Tanya sendiri padamu.”
Kali ini Jieun menatap Baekhyun yang merespon dengan agak terkejut akan tatapan tiba-tiba Jieun, “Sepertinya kau sangat ingin tahu ya? Kami berhasil.”
“Mwo? Kau mengatakan itu dengan nada itu saja?” Tanya Baekhyun tak habis pikir.
“Apa aku harus berteriak sekarang? Kemarin aku sudah puas berteriak. Sudahlah, ucapkan saja selamat padaku atau hyungmu sebagai manajerku.”
“Kau sangat berharap aku mengucapkannya? Sepertinya kau mulai normal.” Kata Baekhyun.
Terdengar pengajar mereka di depan memukul meja dengan spidolnya tiga kali lalu menatap Baekhyun tajam agar diam.
Baekhyun langsung diam dan merasa kesal dan tak terima, pengajar itu memperlakukannya seperti itu.
“Ani, aku sama sekali mengharapkannya. Tak apa jika kau tak mau mengatakannya.” Bisik Jieun menjawab Baekhyun.
Baekhyun kembali pada bukunya dengan kesal, dia menyesal telah bertanya.
***
Baekhyun berniat pergi ke perpustakaan untuk bersembunyi seperti biasa, namun kali ini ada yang berhasil mengejarnya terlebih dulu.
“Baekhyun-ssi, sekali saja, kali ini saja bisakah kau datang di acara kami? Kami sedang berkumpul di lapangan basket sekarang. Bisakah kau bernyanyi disana? Jebal.. kali ini saja. Bukankah kau sudah tidak datang di acara waktu itu?”
Belum sempat Baekhyun menjawab, salah satu dari beberapa gadis itu menarik lengan Baekhyun membawanya ke lapangan basket. Baekhyun terpaksa terbawa arus mereka, karena mereka bukan sedikit, tapi sangat memaksa.
Entah perkumpulan apa itu, Baekhyun tak ingin tahu. Lapangan basket hanya terisi setengahnya. Diantara mereka lebih dominant gadis-gadis. Mungkin karena ada berita Baekhyun akan menjadi tamu di acara itu.
Baekhyun langsung di seret ke tengah lapangan dan disodori mic. Dia tak tahu harus berbuat apa. Dia sudah sangat lama tak bernyanyi, mungkin beberapa bulan lalu di pernikahan pamannya. Baekhyun tak menyangka berita bahwa dia bisa bernyanyi sampai di telinga gadis-gadis itu.
“Lagu apa yang akan kau nyanyikan Baekhyun-ssi?” Tanya seorang gadis.
Dengan sangat terpaksa dan tak ada pilihan lain, Baekhyun menyebutkan sebuah judul lagu, dan si pemain musik mulai memainkan musiknya. Padahal Baekhyun tak yakin dia ingat liriknya atau tidak.
Saat musiknya mulai, tiba-tiba Lee Jieun muncul mengambil mic lain dan mulai bernyanyi. Membuat semua orang terkejut. Disela-sela nyanyiannya dia berbisik pada Baekhyun “Lihat bibirku.”
Tanpa sadar Baekhyun ikut bernyanyi. Mereka akhirnya berduet, dengan manis dan merdunya, begitu sempurna. Membuat siapa saja yang mendengar dan melihatnya begitu tersihir. Baekhyun juga menjadi lancer terhadap liriknya karena dia terus membaca gerak bibir Jieun, sesuai bisikkan Jieun tadi.
Semua orang yang awalnya terkejut kini begitu menikmati penampilan mereka. Benar-benar penampilan yang mengagumkan. Ini seperti melihat sebuah konser penyanyi papan atas.
Mereka bernyanyi hingga akhir lagu dengan lancer. Riuh sorak penonton membahana di lapangan basket itu. Mereka benar-benar kagus dengan dua orang yang ada di tengah itu. Banyak diantara mereka yang tak menyadari bahwa gadis itu adalah Jieun, dan tak sedikit pula yang begitu cemburu dan iri melihat penampilan mereka yang begitu kompak.
***
“Apa maksudmu membantuku tadi? Kau sudah mulai normal?” Tanya Baekhyun pada Jieun saat mereka ada di halaman universitas, tepatnya tengah duduk bersandar di pohon favorit Jieun untuk membuat lagu. Kali ini Jieun juga sedang membuat lagu.
“Aku hanya membantumu sedikit untuk menyelamatkan reputasimu. Hyungmu memintaku membantumu sedikit-sedikit. Mereka sangat khawatir padamu.”
“Ilwoo hyung?” Tanya Baekhyun tak percaya.
“Dua-duanya.” Jawab Jieun santai.
“Pasti bukan karena itu, pasti kau sengaja untuk membuatku merasa berhutang budi padamu.” Celoteh Baekhyun.
“Bukankah seharusnya kau berterima kasih?” Tanya Jieun.
“Untuk apa?”
“Ya sudah kalau tidak. Jangan mengangguku.” Jieun malah beranjak pergi.
Baekhyun berubah pikiran, entah mengapa dia sekali lagi tak ingin Jieun pergi, “Baiklah, gomawo.”
“Ne.” jawab Jieun sambil lalu namun tetap berjalan pergi.
“Ya! Lee Jieun!” teriak Baekhyun.
Jieun tak menghiraukannya dan tetap pergi.
Namun Baekhyun tetap mengikutinya bahkan sampai ke perpustakaan.
Jieun tetap tak menghiraukannya sama sekali. Bahkan hamper semua orang di perpustakaan memperhatikan sikap Baekhyun yang tak biasa itu.
“Kenapa responmu hanya seperti itu? Aku benar-benar berterimakasih. Jeongmal gomawoyo.” Kata Baekhyun, dia tak sadar ada banyak mata menatapnya.
Setelah beberapa menit, Baekhyun cukup membuat perpustakaan gaduh, Baekhyun tak mau berhenti bicara sampai Jieun meresponnya.
Akhirnya Jieun bertindak, dia membungkam mulut Baekhyun dengan tangannya dan menariknya duduk disebelahnya lalu berbisik, “Sekalipun kau mau mempermalukan dirimu, jangan disini, ok?”
Baekhyun membeku, kali ini detak jantungnya yang mendominasi telinganya, begitu cepat hingga Baekhyun merasa tak sadarkan diri. Dia merasa mulai sedikit gila, karena dia sadar, ada kemungkinan dia mulai menyukai Jieun, meski dia harus menolak hal itu.
Jieun melepas tangannya dan kembali pada notes-notesnya. Namun Baeknyun masih dalam posisinya, benar-benar membeku.
“Apa yang terjadi?” gumam Baekhyun.
“Sudah jangan ganggu.” Akhirnya Jieun pergi lagi. Dan kali ini Baekhyun tak sanggup mengejarnya.
***
“Baekhyun-ah, kau sering melamun akhir-akhir ini. Apa kau sedang jatuh cinta?” Tanya Ilwoo melihat Baekhyun melamun di teras belakang rumah mereka.
“Apa si bebek itu?” Tanya Joongki yang baru bergabung.
“Dia sudah tidak dijuluki itu sekarang, namanya berganti menjadi angsa.” Jawab Baekhyun datar, dia masih melamun.
“Ah, itu karena aku kan. Kerjaku bagus sekali.” Kata Ilwoo senang.
“Jadi benar dia?” Tanya Joongki.
“Maldo Andwe!” jawab Baekhyun tak terima.
“Itu mungkin saja Baekhyun-ah.” Jawab Ilwoo.
“Kalau begitu tidak boleh.” Jawab Baekhyun.
“Bagaimana kau bisa melawan atau menahannya jika kau memang menyukainya?” Tanya Illwoo lagi, sekarang dia duduk di sebelah Baekhyun merangkulnya.
“Ya, jadi… dia cinta pertamamu?” Tanya Joongki.
“Sudah kubilang. Itu tak boleh. Jangan dia.” Jawab Baekhyun membuat dua kakaknya tertawa.
“Kau terlalu polos Baekhyun-ah.” Ilwoo terbahak.
“Kau yang bisa memutuskan. Tapi kuharap keputusanmu tak membuatmu menyesal.” Kata Joongki.
“Bisakah kalian berhenti membicarakan Jieun bebek jelek itu? Aku punya banyak tugas yang harus aku selesaikan, dan kalian selalu menganggu.” Teriak Baekhyun lalu pergi ke kamarnya. Membuat dua kakaknya saling pandang dan menahan tawa.
***
Sampai hari ini ternyata Baekhyun tak bisa menahan perasaannya. Dia selalu saja ingin dekat dengan Jieun, bahkan sekarang dia sudah tak peduli lagi dengan orang lain yang melihatnya.
Saat ini Jieun sedang berlatih bernyanyi di ruang bahasa yang sedang kosong itu. Dia bernyanyi begitu serius, dia tahu sedang mempersiapkan debutnya sebagai penyanyi, dia harus sungguh-sungguh melakukan semua itu. Karena ia tak bisa berlatih di rumahnya, karena takut Ayahnya akan melarangnya debut, akhirnya dia latihan di tempat itu.
Baekhyun tahu Jieun sudah beberapa kali berlatih disana, dia juga hampir selalu melihatnya diam-diam. Tapi kali ini dia berniat memberitahukan keberadaannya.
“Sepertinya saat ini kau ketakutan? Kau tak sesantai biasanya.” Celetuk Baekhyun santai, dia agak heran karena Jieun tak terkejut sama sekali. “Jangan bilang kau tak mendengarku datang.” Baekhyun mencibir.
“Sudah kubilang jangan ganggu aku. Kau merusak latihanku. Sudah baik kau diam saja di luar seperti biasanya.” Jawab Jieun masih serius memegangi perutnya, untuk belajar nafas perut.
“Mwo? Baekhyun terkejut, “Jadi selama ini kau tahu? Bagaimana kau bisa diam saja dan tak terganggu sama sekali?”
“Asal kau diam, aku aman.” Jawab Jieun singkat lalu kembali bernyanyi.
Baekhyun tertegun melihat gadis itu, bagaimana bisa dia tak terguyahkan oleh si bungsu grup Daesun sama sekali? Dia terus saja mempehatikan Jieun yang sedang bernyanyi, lagi-lagi tersihir. Dia begitu menikmati nyanyian itu.
“Bisakah kau pedulikan aku dan paling tidak terima ucapan terimakasihku waktu itu?” Baekhyun tak tahan lagi untuk tak bicara setelah Jieun selesai bernyanyi.
Jieun kali ini menatap Baekhyun, membuat Baekhyun sedikit terkejut, “Baiklah, aku terimah ucapan terima kasihmu itu. Dan sekarang pergilah. Kau tak punya urusan lagi denganku. Jangan ikuti aku lagi.” Kata Jieun lalu melangkah pergi.
Baekhyun menghalanginya lagi dengan menarik lengannya, “Wae? Bisa kau jelaskan padaku?”
“Mworago?”
“Ah, ani… lupakan.” Baekhyun tak bisa bertanya bagaimana bisa Jieun tak tergoyahkan olehnya.
“Baiklah.” Jieun mencoba melangkah pergi lagi.
Baekhyun tentu saja menahannya lagi, “K..kau mau kemana?”
“Kenapa harus bertanya? Apa urusanmu?” Tanya Jieun datar.
Baekhyun lagi-lagi tak bisa menjawab, dia sama sekali tak punya pemikiran untuk menjawabnya.
“Sudahlah.” Jieun melepas genggaman Baekhyun lalu berjalan secepat mungkin.
Baekhyun melihatnya pergi. Namun tiba-tiba Jieun terjatuh disana. Itu membuat Baekhyun segera berlari. “Jieun-ah gwenchana?”
“Aaaw.” Jieun memegangi pergelangan kakinya.
“Waegeurae? Kau tak bisa berdiri?” Tanya Baekhyun khawatir.
Jieun kembali datar, dia beranjak berdiri namun terjatuh lagi, tenyata benar, dia tak bisa berjalan atau bahkan berdiri, pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Entah bagaimana bisa sampai seperti ini. Dia berpikir apa ada yang salah dengan cara jalannya?
“Jangan banyak bergerak!” Baekhyun memegang pergelangan kaki kanan Jieun dan mencoba memijatnya dengan pelan, sehalus mungkin agar Jieun tak kesatikan.
“Mianhae, aku tak bisa menyembuhkannya. Sebaiknya kuantar kau ke klinik.” Baekhyun akhirnya melengankan lengan Jieun di lehernya dan bermaksud memapahnya.
Jieun menolak, “Ani, kau tak perlu lakukan itu.” Jieun sadar tak sedikit mata yang melihat mereka. “Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Bagaimana bisa?” Baekhyun tetap memapahnya. Membawanya dengan penuh hati-hati ke klinik.
Setelah sampai di klinik dan dokter disana selesai memeriksanya, Baekhyun yang sedari tadi menungguinya, angkat bicara, “Jadi?” dia berpikir apa Jieun masih tak bisa tergoyahkan olehnya.
“Wae?” Tanya Jieun.
“Kau tak berterima kasih? Ucapkan saja atu kata, go-ma-wo.” Kata Baekhyun.
Jieun diam saja lalu pergi begitu saja. Membuat Baekhyun kesal.
***
Berhari-hari, yang dilakukan Baekhyun hanyalah menemui dan mengikuti Jieun dimana saja. Dia memang terlihat bodoh dan melupakan kesombongannya, tapi dia tak sadar hal itu.
“Jieun-ah! Cepat ambilkan itu.” Perintah Baekhyun pada Jieun untuk mengambilkan sapu tangannya yang baru saja sengaja ia jatuhkan di dekat Jieun.
Jieun melirik sebentar sapu tangan itu, lalu mengabaikannya.
“Aish.. gadis gila.” Gumamnya. “Dasar Bebek jelek!” kali ini dia bicara keras. Membuat beberapa teman di kelasnya menatapnya heran.
“Geumanhae.” Kata Jieun sambil melirik sekilas Baekhyun.
“Mwo? Aku tak mendengarmu.” Kata Baekhyun.
“Berhentilah.” Kata Jieun. Lalu kembali mengabaikan Baekhyun dan berbagai reaksinya.
“Apa yang aku lakukan? Kenapa aku harus berhenti? Aku tak melakukan apa-apa.” Celoteh Baekhyun.
Akhirnya sekali lagi, Jieun meninggalkan tempat itu. Kali ini Baekhyun terpaksa pulang dan tak mengikuti Jieun lagi.
***
Baekhyun tersenyum melihat Jieun berjalan di depannya. Seperti biasa banyak orang yang memperhatikan itu. Namun bukan tak memperhatikannya, Baekhyun hanya tak menyadarinya.
Tiba-tiba Jieun berhenti, “Kau berhentilah. Kau bisa membuat orang-orang mengira kau menyukaiku.”
Baekhyun tertawa, “Mwo? Aku menyukaimu?” dia terbahak.
“Maka dari itu, berhentilah.” Kata Jieun mempercepat langkahnya.
Jieun tak melihat ada sekelompok orang tengah bermain basket yang ia lewati, bahkan sebuah bola sudah siap melayang dan mendarat tepat di kepala Jieun. Namun dengan cepat Baekhyun menarik Jieun agar terselamatkan dari bola itu. Merekapun tersungkur bersama ke tanah, namun lagi-lagi Baekhyun berusaha melindungi Jieun dengan terjatuh lebih dulu dan menjadi alas pendaratan yang empuk bagi Jieun.
Beberapa menit kemudian mereka sudah menyendiri di pohon tempat favorit Jieun. Jieun tengah membasuh luka di siku Baekhyun. Lengan Baekhyun sedikit memar dan terdapat beberapa goresan.
Jieun terlihat khawatir dan merasa bersalah. Belum pernah Baekhyun melihat ekspresi Jieun yang seperti ini. Baekhyun terus tersenyum tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat reaksi Jieun itu.
“Wae? Kenapa kau tersenyum? Bibirmu tidak pergal?” Tanya Jieun, masih focus dengan luka Baekhyun.
“Kau tahu? Aku rasa kau benar. Dan aku rasa orang-orang itu benar..” kata Baekhyun, dia juga masih fokus dengan wajah Jieun.
Sekarang Jieun mendongak menatap Baekhyun heran, “Mworago? Apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan?”
“Tentang orang-orang yang mengira aku menyukaimu.” Jawab Baekhyun.
Seperti sudah mengerti Jieun malah kembali fokus ke luka Baekhyun.
Baekhyun tertawa, “Kau sudah mengerti?”
Jieun sekarang malah beranjak pergi.
“Jieun-ah!” panggil Baekhyun.
Jieun menghentikan langkahnya.
“Aku tahu ini gila, dan aku juga sudah gila. Saranghae Jieun-ah.. Aku tunggu kau disini sepulang kuliah nanti. Aku tunggu jawabanmu disini.” Jelas Baekhyun akhirnya, perang di batinnya akhirnya berakhir seperti itu.
“Semudah itukah kau jatuh untukku?” Tanya Jieun lalu pergi lagi.
“Geurae.” Gumam Baekhyun.
***
Baekhyun melihat jam tangannya sekali lagi. Ini sudah terlalu sore, perlahan-lahan langitnya menggelap. Dia agak putus asa, karena dia mengira Jieun jelas takkan kesini. Jieun sama sekali gadis yang berbeda dengan yang lain. Gadis yang takkan dengan mudah jatuh hati padanya, si bungsu Daesun grup.
Tiba-tiba perut Baekhyun berbunyi, ternyata dia sangat lapar. Bahkan dia lupa dia belum memakan apapun dari tadi. Tapi karena dia masih ingin menunggu, dia menahan laparnya dan melihat jam tangannya sekali lagi.
Tiba-tiba sebuah roti sudah sampai di mulut Baekhyun. Baekhyun terbelalak dan melihat Jieun ada di sampinya sekarang.
“Jadi sebodoh ini si bungsu Daesun grup? Menunggu seorang gadis sampai kelaparan? Bagaimana nasib perusahaanmu nanti?”
“Jieun?” Baekhyun terbelalak senang. Dia juga memakan roti itu tapi lalu meletakkannya di tanah tempatnya duduk tadi. “Kau datang?”
“Kau tak suka? Kalau begitu aku pergi saja.” Goda Jieun lalu melangkah pergi.
Tanpa menunggu lagi Baekhyun segera memeluk Jieun dari belakang. “Ini memang gila. Aku sudah gila. Tapi kegilaan ini sangat menyenangkan.”
“Mana kesombonganmu yang biasanya?” Tanya Jieun.
“Aku akui, aku tak berkutik di hadapanmu.” Jawab Baekhyun. “Tapi kenapa kau biarkan aku menunggu selama ini? Tak tahukah kau mendepatkanmu itu sangat sulit? Kenapa kau tak menyukaiku dari awal saja?”
“Kau kira aku tak menderita? Sudah kubilang kau harus berhenti, itu agar aku tak menyukaimu seperti gadis lainnya. Siapa suruh kau selalu mengikutiku dan menggangguku. Salahmu jika aku menyukaimu.” Jelas Jieun kesal.
Baekhyun tersenyum, “Kau memang berbeda dari yang lain. Sekarang aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku ini. Aku akan disisimu selamanya, apapun yang terjadi.”
Jieun menahan tawa.
“Wae? Apanya yang lucu?” Tanya Baekhyun.
“Ini sama sekali bukan seperti si bungsu Daesun grup.”
“Apapun itu.” Baekhyun memeluk Jieun lagi.
To Be Continued......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar