Halaman

Sabtu, 21 Juli 2012

[FANFIC] Enemy (last part)

Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo
Lee Jieun
Byun Baekhyun
Luhan

[FANFIC] Enemy (part 3)

Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo
Lee Jieun
Byun Baekhyun
Luhan

Cameo:
Park Minyoung
Hong Yukyung

[FANFIC] Enemy (part 2)

Cast:
Kag Jiyoung
Kim Myungsoo
Lee Jieun
Luhan
Byun Baekhyun

Cameo:
Lee Jangwoo
Park Minyoung

[FANFIC] Enemy (part 1)

Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo
Luhan
Lee Jieun

Cameo:
Leeteuk
Jung Krystal
Park Jiyeon


[JUST FOR FUN] Kpop Idol who faced similar

I found some kpop idol who look like each other.
1. Bi Rain and Junho (2PM)

Kamis, 19 Juli 2012

[FANFIC] High School Love (last part)

Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo

[FANFIC] High School Love (part5)

Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo


[FANFIC] High School Love (part4)

Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo

[FANFIC] High School Love (part3)

Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo



Jieun POV
            Hari ini kami berencana mendiskusikan lagi materi yang sudah kami dapatkan. Sampai hari diskusi terakhir, aku masih sulit mengemukakan pendapatku. Meskipun berkali-kali Jiyoung menyuruhku untuk tak sepasif itu, tapi aku tetap tak bisa. Aku makin tak bisa lagi saat aku menyadari keberadaan Myungsoo.
            Aku yang paling pertama datang ke kedai dekat rumah Jiyoung. Bahkan aku belum melihat Jiyoung sama sekali. Kemana yang lain? Apa aku yang terlalu awal? Tapi kurasa tidak, aku lihat sudah lebih 5 menit dari yang dijanjikan.
            “Kau sudah lama?” tanya seseorang dibelakangku. Seketika aku tersentak kaget sekaligus gugup, karena aku kenal betul pemilik suara itu.
            “A..ani.” jawabku sebisa mungkin. Sebenarnya aku sangat sulit berbicara di saat seperti ini.
            “Kalau begitu duduklah. Tunggu apa lagi?” dia mengajakku duduk di salah satu meja kedai yang biasa kami gunakan untuk diskusi.
            “An..ani, aku akan menunggu mereka datang di pintu saja.” Jawabku lalu melangkah ke pintu masuk kedai. Aku benar-benar harus menjauhinya jika tak ingin mempermalukan diri.
            Tiba-tiba seseorang menarik lenganku, ya Myungsoo menarik lenganku dan menyuruhku duduk di hadapannya. “Kenapa kau selalu bertingkah aneh?” tanyanya.
           Aku benar-benar mati kutu. Tak ada yang bisa aku lakukan. Tak kusangka dia bisa bersikap seperti ini padaku. Pada gadis sepertiku ini.
            Hajima Lee Jieun, jangan berkhayal terlalu tinggi, dia tak mungkin menyukaimu. Kim Myungsoo tak mungkin menyukaiku, ini hanya perlakukan untuk teman, sebatas itu saja. Aku hanya teman kelasnya.
            “Kau yakin akan hidup seperti itu selamanya?” tanyanya dengan wajah dinginnya, kenapa dia tak pernah mengubah itu?
            “Aku?..mwo?” aku benar-benar tak tahu harus bicara apa. Ini pengalman terlangkaku.
            Myungsoo tersenyum kecut, namun wajahnya masih dingin, dia lebih terlihat seperti mengejekku. Apapun itu namanya. Aku tak bisa mencernanya dengan baik. “Lihatlah kau begitu tertutup.”
            Aku tak menjawab apa-apa. Aku hanya tersenyum pahit, lebih tepatnya menjelekkan diriku sendiri.
            Tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah minuman kaleng dari sakunya yang besar, “Tadi kubeli di luar. Untukmu.” Dia memberikan satu untukku, dan meminum yang lain.
            Aku meraih kaleng itu dengan ragu. Kaleng ini… ini dari Kim Myungsoo untukku, ini seperti mimpi. Kim Myungsoo yang selama ini dingin, tiba-tiba bicara padaku, dia juga memberiku minuman kaleng yang sebenarnya favoritku ini.
            “Minumlah, aku tak mencoba meracunimu.” Katanya sambil menegak miliknya.
            “Go..Gomawoyo.” jawabku lirih. Aku membuka tutup kalengnya dan meminumnya. Entah kenapa terasa berbeda saat diminum bersama Myungsoo.
            Tak lama kemudian, Jiyoung datang. Spontan aku langsung menghentikan aktivitasku, seakan aku merasa bersalah sudah meminum pemberian Myungsoo dan orang lain mengetahuinya.
            “Mianhae.. aku terlambat. Aku ketiduran tadi. Yang lain mana?” tanyanya. Dia terlihat segar, walaupun penampilannya sedikit berantakan karena terlalu tergesa-gesa.
            “Itu mereka.”
            Entah bagaimana, Seungho dan Soyou datang bersama.
            “Mian. Aku terlambat.” Kata Seungho ramah.
            “Aku takkan minta maaf, aku sama sekali tidak terlambat. Bahkan aku berangkat lebih awal dari kalian, tapi siapa suruh taksi yang aku naikki mogok di tengah jalan?” Soyou menjelaskan dengan nada sombongnya.
            “ah.. gwenchana..” kata Jiyoung dengan senyumnya, itu terlihat dipaksakan hanya untuk meredam emosi Soyou yang meluap-luap.
            “Dan yang terpenting, aku juga harus pulang terlebih dahulu hari ini. Jangan larang aku! Aku sudah berusaha datang lebih awal.” Kata Soyou lagi.
            “Kita mulai saja sekarang?” tanya Seungho.
            “Ne.” Jiyoung mengangguk cepat.

Suzy POV
            Hari ini kami selesai mendiskusikan materi yang tepat, materi yang di setujui Byun Baekhyun. Kami lebih memilih meneliti kehidupan para pedagang di pasar pinggir kota.
            Aku bersiap untuk pulang. Aku lihat Hyunseong mengantar Eunji pulang. Sudah bisa dipastikan Kyungsoo yang teremukkan hatinya. Siapa suruh dia tak berani mengunggkapkannya pada Eunji? Aku lihat dia pulang sendiri dengan bus.
            Sedangkan aku masih berjalan di pinggir jalan. Aku belum berniat memanggil taksi. Ku biarkan dulu mataku menyegarkan diri dengan melihat pemandangan malam yang cukup menyejukkan hati ini.
            Tak lama aku berjalan, aku memang belum kenal daerah itu, tapi aku melihat Baekhyun masuk ke dalam suatu rumah. Rumah itu terlihat begitu sederhana. Apa itu rumahnya?
            Ah, sudahlah, aku harus pulang… tapi.. entah kenapa aku ingin melihat ke dalam, dan melihat kehidupan Baekhyun yang sebenarnya. Bukankah dia lelaki yang cukup aneh, terkadang dia terlihat ceria, kadang cerewet, dia juga bisa bersikap dingin seperti Myungsoo atau Jongin. Dan tempo hari, aku lihat dia begitu lemah dan rapuh. Sebenarnya yang mana kepribadiannya.
            Tak sadar, aku melangkahkan kakiku di depan rumah Baekhyun. Tak terlihat apa-apa. Jendelanya buram dari sini. Aku hanya diam, mengamatinya. Aku berancana segera pulang. Mana mungkin Bae Suzy melakukan hal tak penting seperti ini?
            “Kau mau jadi penguntit?” tanya Baekhyun seraya membuka pintu rumahnya.
            Aku benar-benar tersentak kaget, “Ya! Kau mengagetkanku!”
            Dia tersenyum kecut, “Apa yang kau lakukan disini? Sedari tadi mengamati rumahku. Apa kau juga akan mengadakan penelitian tentangku?”
            “Bagaimana kau bisa tahu aku disini?” tanyaku.
            “Kau terlihat jelas dari dalam sini.” Jawabnya santai. Bisa ku pastikan jenis jendela rumah baekhyun itu.
            “Jadi.. benar ini rumahmu?” tanyaku.
            Baekhyun mengangguk.
            “Araso.” Aku juga mengangguk lalu pergi, aku rasa benar- benar tak ada gunanya aku disini.
            “Kau pergi begitu saja?” tanyanya.
            Aku hanya mengangguk sambil terus berjalan.
            Dia diam, tak bicara lagi, kalau begitu aku harus cepat pulang dan menghindari hal gila ini.

Sehun POV
            Aku lihat Gongchan sudah datang menjemput Naeun. Mereka selalu tersenyum seperti itu saat bertemu. Sepertinya menyenangkan bisa tersenyum seleluasa itu. Aku lebih menyalahkan diriku sendiri dalam hal ini. Entah kenapa aku hidup seperti ini. Appa bilang itu karena aku terlalu dekat dengan Eomma yang menginginkan anak perempuan. Jadi dia secara tak sadar mendidikku seperti anak perempuan. Terkadang aku marah dengan hal itu, tapi lama-kelamaan aku menyadarinya, kemungkinan itu sangat besar. Dan sekarang aku dalam masa perubahan diri. Aku akan berusaha mencobanya, meski itu sangat sulit.
            “Hwa..Hwayoung-ah!” aku memberanikan diri memanggil Hwayoung yang tengah berdiri begitu saja di pinggir jalan.
            “ah, Sehun-ah. Wae?” tanyanya.
            “Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku.
           “Aku menunggu Hyoyoung. Tempatnya diskusi lebih jauh, jadi dia yang harus menjemputku.” Dia tersenyum. Senyum itu sangat sering aku lihat. Terkadang aku berpikir, apa tersenyum di setiap perkataannya itu perlu?
            “Ka..kalau begitu pulanglah denganku. Biar sopirku mengantarkan kalian.” Tawarku.
            Hwayoung mengedipkan matanya. Dia menatapku dalam. Hei, ini membuatku bisa mati beku. Apa yang sebenarnya dia lakukan?
            “Kau benar Oh Sehun?” tanyanya.
            Aku mengangguk ragu, “W..wae?”
            “Ani…” dia melangkah di sekelilingku, seperti sedang mengamatiku lekat-lekat,  dan memang itu yang dia lakukan. “Oh Sehun yang ku kenal tak mungkinmengajak seorang gadis pulang bersamanya. Biar gadis itu adalah teman dekatnya sekalipun.”
            Aku tertawa getir, “Geuraeyo? Itu terdengar sadis.”
            Hwayoung tertawa terbahak. “Kau benar-benar lucu Sehun-ah…”
            Dia terbahak, tak berhenti-berhenti. Tawanya begitu lepas. Wajah cantik itu tertawa. Sudah sering aku melihat tawa Hwayoung, tapi aku belum pernah melihat yang selepas ini, apalagi dihadapanku. Dia terlihat begitu bahagia, dan senang rasanya mengetahui itu karena aku.
            “K..kau sudah puas tertawa?” tanyaku.
            Dia memegangi perutnya yang pasti sakit, “Puas..puas sekali. Tak pernah aku sangka kau bisa sekonyol ini. Sudah.. sudah..” dia mencoba meredakan tawanya, tapi setiap melihatku, dia tertawa lagi. Itu.. itu membuatku ikut tertawa.
            Tiba-tiba Hwayoung berhenti tertawa, membuatku spontan juga menghentikan tawaku, “Sehun-ah, apa kau sungguh-sungguh soal akan merubah dirimu itu?”
            Aku mengangguk.
            “Sepertinya kau berhasil.” Dia tertawa lagi. “Dasar Oh Sehun aneh!!!”
            Entah kenapa, aku lebih suka seperti ini, melihatnya tertawa karena aku. Aku benar-benar suka itu. Sepertinya yang baru saja dikatakan Hwayoung adalah suatu kebenaran. Aku memang sedikit berhasil. Aku menyukainya.
            “Hwayoung-ah!!!! Sehun-ah!!!” teriak Hyoyoung yang sudah tiba, dia baru turun dari taksi.
            “Hyoyoung-ah!” sapa Hwayoung. Dia masih tertawa.
            “Wae, ada hal lucu apa? Ceritakan padaku!” Hyoyoung juga penasaran.
            Hwayoung menceritakan detilnya pada Hyoyoung, dia juga tertawa, sama lepasnya dengan Hwayoung, tapi entah kenapa, aku lebih suka tawa Hwayoung.
            “Jadi, kalian jadi pulang bersamaku?” tanyaku akhirnya. Kalau aku menunggu mereka selesai tertawa, mungkin harus menginap disini.
            “Ne..ne.ne. kami pulang bersamamu.” Jawab mereka bersamaan.
            “Itu sopirku sudah datang.” Aku menunjuk sebuah mobil yang melaju ke arahku.
            “Untuk merayakan keberhasilan usaha Sehun, kita harus menuruti tawarannya.” Kata Hwayoung.
            “Harus menurutinya!!!” tambah Hyoyoung. Aku tersenyum, aku selalu kagum dengan kekompakkan mereka.

***

Sulli POV
            Kemarin aku melihat Krystal diantar pulang lagi oleh Jongin. Sebenarnya seperti apa hubungan mereka? Apa mereka sepasang kekasih? Atau hanya sebatas sahabat yang terjalin karena persahabatan orang tua. Meskipun berkali-kali aku berusaha tak menghiraukan hal ini, aku semakin ingin tahu. Aku ingin tahu apa yang terjadi antara mereka, apa yang dipikirkan Krystal, apa yang dipikirkan Jongin dan apa yang ada di hati Jongin.
            Aku melihat Jongin keluar dari kelas, dan aku melihat Krystal sengaja mengikutinya. Kenapa ini? Kenapa mereka terlihat berbeda? Kenapa mereka terlihat lebih canggung? Apa..apa mereka berciuman semalam?
            Ani! Andwe Choi Sulli! Apa yang sedang kau pikirkan? Ini gila, tak seharusnya aku berpikiran seperti itu.
            Aku turuti kata hatiku untuk melangkahkan kakiku mengikuti mereka berdua. Mereka menyusuri koridor, sepertinya sekarang Jongin sudah tahu kalau Krystal mengikutinya.
            Akhirnya mereka berhenti di koridor sepi dekat gudang penyimpanan alat olahraga. Aku bersebunyi di belokan koridor. Aku berusaha mendengar apa yang mereka katakan.
            “Jangan larang aku untuk mengikutimu! Ini semua harus dijelaskan. Aku sudah tak tahan lagi.” Kata Krystal. Dia seperti Menahan sesuatu. Aku belum pernah mendengar Krystal bicara dengan cara seperti itu. Itu adalah karakter tersembunyi Krystal.
            “Aku rasa tak ada yang bisa dibicarakan lagi.” Jawab Jongin.
            “Ani, aku harus tahu alasannya.” Krystal mulai berkaca-kaca. “Kau tahu seberapa lama orang tua kita merencanakan perjodohan kita?”
            Mwo? Apa aku tidak salah dengar? Mereka… mereka dijodohkan? Aku segera menutup mulutku rapat-rapat dengan kedua tanganku agar tak mengeluarkan suara.
            “Aku tahu, bahkan aku mengetahuinya sebelum kau tahu.”
            “Mwo? Kau bahkan sudah mengetahuinya lebih awal?”
            Jongin mengangguk, “Aku tahu, dan aku sudah berencana menolaknya sejak awal. Dan semalam sudah jelas kan? Aku menolaknya.”
            Krystal tertawa pahit, itu terdengar menyeramkan, “Semudah itu kau jelaskan padaku. Tega sekali kau bicara begitu padaku? Tak tahukah kau apa yang selama ini aku lakukan? Tak tahukah kau hidupku begitu sulit karena kau?” Krystal meledak, wajahnya begitu merah menahan amarah, tangisnya juga begitu deras. Jadi, Jongin sudah menolak perjodohan itu?
            “Mianhae. Aku tak menyangka kau akan menyetujui perjodohan itu.” Kata Jongin sungguh-sungguh.
            “Katakan alasannya! Kenapa kau menolak dijodohkan denganku?” tanya Krystal.
            “Aku..” jawaban Jongin terpotong.
            “Kau menyukai Kang Jiyoung kan?” tanya Krystal.”Selama ini kau menyukainya kan?”
            Aku terperanjat, rasanya ternggorokanku tiba-tiba tercekat. Aku tak bisa percaya ini.
            Jongin tak menjawab, dia hanya diam, tapi ekspresi di matanya berubah, dia seakan ingin mengiyakan pertanyaan itu, tapi dia tak sanggup.
            Krystal tersenyum pahit lagi, “Kau Kim Jongin! Bagaimana kau bisa membuatku terkalahkan oleh gadis seperti Kang Jiyoung?” Krystal mendorong keras tubuh jongin lalu pergi.
            Aku juga segera pergi ke toilet. Aku lihat diriku di cermin. Bagaimana bisa aku menangis? Kenapa aku menangis mendengarnya. Bukan soal perjodohan mereka tapi soal Jiyoung, sepertinya aku tertusuk dari belakang.

Kyungsoo POV
            Lagi-lagi mereka bersama. Dekat sekali mereka. Sebenarnya sedekat apa hubungan mereka? Baru saja Eunji pergi ke bangku Hyunseong, entah apa yang mereka bicarakan sampai seasyik itu. Bisa saja Hyunseong bicara sampai membuat eunji tertawa semanis itu.
            Jung Eunji, apa dia tak melihat tulisan itu? Kalau memang itu buku catatannya, harusnya dia hafal benar setiap coretan yang ada disana. Apa memang tak terlihat? Tapi bukankah aku selamat jika seperti itu? Ah Mollaso!
            “ya, Kyungsoo-ah. Kau lihat dimana Baekhyun? Myungsoo atau Taemin?” tanya Chanyeol tiba-tiba membuyarkan lamunanku.
            Aku segera menggeleng.
            “Ah kau ini, selalu saja tak tahu apa-apa. Apa gunamu hidup di dunia ini?” katanya sambil memukul kepalaku pelan. Orang ini benar-benar, apa mentang-mentang dia tinggi jadi bisa seenaknya?
            “Benar kau tidak tahu?” tanyanya lagi.
            “Aku benar-benar tidak tahu.” Jawabku, menegaskan setiap kata yang aku ucapkan.
            “Aish… Jincha!” umpatnya.
            “Chanyeol-ah! Kau sudah kerjakan yang aku suruh kemarin?” teriak Jiyeon dari bangkunya.
            “Ah, chagi… kau memanggilku?” Chanyeol dengan cepat menghampiri Jiyeon. Orang itu, bagaimana bisa dengan mudahnya menggoda gadis seperti itu. Sedangkan aku, aku menyedihkan seperti ini. Ku lihat lagi Eunji, dia masih tertawa bersama Hyunseong.

Jiyoung POV
            “Hei, kalian tahu dimana Myungsoo?” tanyaku pada Seungho dan Hyunseong yang sedang berbincang dengan Eunji.
            “Ya! Jiyoung-ah, aku juga sedang mencarinya.” Sahut Chanyeol yang tengah berbincang dengan Jiyeon.
            “Molla.” Jawab Hyunseong.
            “Kau? Tahu dimana dia?” aku menunjuk Seungho.
            “Dia ke perpustakaan.” Jawabnya. Mwo? Aku baru saja dari sana, dan aku tak melihatnya.
            “Ya! Kenapa kau tak bilang dari tadi?” protes Chanyeol yang mendengar jawaban Seungho.
            “Apa aku tahu kau mencarinya?” Seungho tertawa.
            “Sudah cepat kerjakan ini terlebih dahulu! kau mencarinya hanya untuk kau ajak main game saja kan?” Jiyeon berkomentar.
            Chanyeol seraya tersenyum, “Ah.. chagi.. kau tahu saja tentang aku…”
            “Berhenti memanggilku seperti itu!” teriak Jiyeon.
            Aku segera pergi ke perpustakaan lagi. Sesampainya disana, aku berkeliling. Apa benar Myungsoo kesini? Aku benar-benar tak melihatnya masuk tadi.
            Dan benar saja, akhirnya aku menemukan Myungsoo di balik rak buku paling besar di perpustakaan sekolah. Dan tebak apa yang dia lakukan? Dia tertidur disana. Earphone terpasang di telinganya. Baru tahu aku Myungsoo punya kebiasaan aneh seperti ini. bukankah aku juga sering kesini, tapi aku tak pernah melihatnya. Tapi…. Memang baru sekarang aku berurusan dengannya.
            Aku berniat membangunkannya, tapi, aku amlah terpaku melihat wajahnya yang seperti malaikat itu. Hah.. coba saja dia tak memasang wajah dinginnya setiap saat, pasti banyak yang menyukai wajah malaikatnya itu.
            “Myungsoo-ah..” bisikku. Sangat disayangkan harus membangunkannya. Tapi urusanku tak kalah penting.
            Dia tak bangun, ah jelas saja dia tak mendengarku, pasti musiknya keras. Akhirnya aku membuat diriku lebih dekat dengannya untuk menjangkau earphonenya. Em, earphonenya sama seperti milikku.
            Tiba-tiba Myungsoo membuka matanya dan berkata, “Mulai tertarik denganku?”
            Aku tersentak dan spontan mundur hingga kepalaku terbentuk rak buku yang super besar itu. “Aigo!!” aku segera mengelus bagian kepalaku yang sakit.
            Myungsoo bangkit dari posisinya, dia juga membantuku bangun.
            “Mian, aku mengganggu tidur siangmu yang nyenyak itu.” Kataku cepat-cepat.
            “Kau kira aku tidur?” tanyanya.
            Sambil masih memeganggi kepalaku, “Mwo? Kau tidak tidur?”
            “Kau lihat sendiri kan? Aku mendengarkan musik.” Jawabnya santai. “Dan aku bukan siswa yang akan menyalahgunakan sarana sekolah.”
            Aku mengangguk saja. Apalah orang ini… bagaimana bisa dia tidak tidur? Dia mendengarkan musik saja? “Jadi dari tadi kau tahu aku datang?”
            Dia mengangguk.
            Aish… ini memalukan, apa yang ada dalam pikirkannya nanti, jika dia tahu apa yang aku pikirkan saat melihatnya tadi?
            “Lalu?”
            “Ah… aku jadi lupa..” aku duduk di bangku membaca di sampingnya. “Bagaimana? Mereka menyerahkan tugas dokumentasi pada kita berdua. Kau atau aku yang menyediakan kameranya?” aduh.. kepalaku ini sakit sekali. Aku mengelusnya berkali-kali. Pasti sudah bengkak.
            “Aku tak ada. Kau saja.” Jawabnya singkat.
            “Ah.. baiklah. Ya sudah, aku pergi dulu.” Kataku lalu beranjak pergi.
            “Kang Jiyoung!” Myungsoo memanggilku.
            “Ne?” aku menoleh.
            “Kau mencariku hanya untuk itu?” tanyanya. Hah.. apa dia marah? apa dia merasa aku mempermainkannya karena hanya bicara seperti ini setelah menggagu waktu santainya? Aigoo eotokhe?
            Myungsoo menghampiriku. Aku benar-benar gugup. Apa dia akan meledak marah? Tuhan.. aku belum kenal betul lelaki ini.
            Tiba-tiba Myungsoo menyentuh kepalaku di bagian yang sakit, “Usap saja terus. Itu bisa mencegahnya membengkak.” Katanya lalu tersenyum.
            Tunggu sebentar, apa ini nyata? Kim Myungsoo tersenyum padaku?  Jadi dia tidak hanya berwajah dingin? Setahuku dia seperti ini hanya dengan teman-temannya saja. Apa ini karakter aslinya? Atau dia hanya berakting saja? Aish molla….. aku pergi saja.
            Aku berjalan menuju kelas dengan kepalaku penuh dengan senyum Myungsoo tadi. Ah.. aku tak bisa menghilangkannya dari pikiranku. Aku harus mengalihkan perhatianku. Harus!
            “Sulli-ah!” aku segera memanggil Sulli setelah melihatnya di koridor. Jarak kami masih jauh, jadi aku berlari menghampirinya.
            Sulli menatapku setelah mendengarku, tapi… mana senyumnya? Dia tak tersenyum seperti biasanya. Sekarang dia malah tetap berjalan dan tak menghiraukanku. Dia kenapa? Ada apa dengannya? Tak biasanya dia seperti ini. pasti sesuatu yang buruk sudah terjadi.

Suzy POV
            Aku sedang duduk di pinggiran koridor sekarang, baru saja keluar dari perpustakaan. Aku lelah sekali, itu benar. Kenapa aku harus selalu mengetahui itu semua? Masalah-masalah mereka yang tak pernting itu? Lalu harus kuapakan? Apa aku harus jadi ibu peri untuk mereka? Kenapa aku selalu seperti itu? Tanpa sengaja mengerti semua masalah mereka dan akhirnya hanya akan membuat kepalaku pusing.
            Di perpustakaan barusan, sebuah adegan aku lihat mulai menampakkan benih-benih cinta baru di kelas kami. Geurae, Kang Jiyoung dan Kim Myungsoo, mereka sudah terlibat satu sama lain, tinggal tunggu waktunya saja. Dan sebelum itu, aku sedang berada di gudang penyimpanan alat olahraga karena Jang seongsaenim menyuruhku mengembalikan bola-bola basket yang abru saja di pakainya untuk mengajar. Saat itu juga aku terpaksa mendengar drama Krystal dan Jongin. Bahkan aku juga sempat melihat Sulli di seberang koridor, bersembunyi mendengar itu semua. Berarti itu alasannya kenapa Sulli tak menghiraukan sapaan Jiyoung barusan.
            Benar-benar rumit mereka ini. kalau mereka dihubungkan dengan tali berdasarkan permasalahan mereka itu, pasti sudah sangat rumit tali itu. Belum lagi kalau Jieun melihat adegan di perpustakaan barusan. Aku berkali-kali berusaha untuk tidak ikut campur dengan itu semua. Tapi rasanya seperti aku sudah memainkan puzle, dan akan selalu mengganjal jika aku tak menyelesaikan puzle itu. Tapi kenapa aku? Gadis sepertiku bukankah tidak cocok untuk hal seperti itu? Hah… aku bisa benar-benar gila sekarang. Biarlah.. biarlah… mereka menghadapi masalah mereka sendiri. Memangnya aku tak punya masalah?
            Tiba-tiba seseorang berdiri di hadapanku, aku bisa melihat kakinya. Siapa dia? Aku bahkan tak menyadarinya berjalan ke arahku. Aku mendongakkan kepalaku dan melihat wajahnya. Kenapa orang ini?
            “Bae Suzy, aku ingin tanya satu hal.” Baekhyun bicara dengan nada datar. Sepertinya dia sedang memasang karakter dingin. Dasar pribadi ganda!
            Aku tak bicara apa-apa, aku hanya mengangkat alisku tanda ingin tahu.
            “Kenapa? Kau berdiri di depan rumahku dan mengamati seperti itu, kenapa?” tanyanya. Hah… dia ingin tahu masalah tak penting seperti ini. tapi jika dipikir-pikir memang sedikit aneh aku melakukannya.
            “Ani, tak ada alasan khusus.” Jawabku santai.
            Dia masih menundukkan kepalanya untuk bicara padaku, membuatku juga harus terus mendongak. “Kau yakin? Tak ada motif lain?”
            Aku mengangguk.
            Lalu dia tersenyum kecut. Apa? Apa maksudnya? Kenapa dia harus tersenyum seperti itu?
            “Wae? Kau takut sesuatu tentangmu terbongkar?” tanyaku. Aku tak tahan lagi.
            Ekspresinya berubah, sepertinya dia sedikit khawatir. “Terbongkar?”
            Aku mengangkat alisku lagi.
            Dia tersenyum kecut lagi, “Apa ada sesuatu yang aku sembunyikan hingga harus terbongkar?”
            “Molla. Jujur saja, aku tak begitu mengenalmu.” Jawabku lalu berdiri.
            Dia melempar pandang benci padaku. Hei apa dia mengajak perang? Dia pergi begitu saja. Apa yang sebenarnya dia pikirkan? Kenapa harus berekspresi seperti itu? Molla. Lebih baik aku kembali ke kelas.
            Aku sudah duduk di bangkuku sekarang. Kelas tengah ramai dengan suara Baro dan Sandeul yang menyanyi entah apa itu. Aku juga mendengar tawa Taemin dan Seungho karena ulah mereka.
            Huft… aku tak bisa menghindar, otakku masih memikirkan ekspresi Baekhyun. Jujur, dari semua teman sekelasku ini, hanya dia yang sulit dimengerti. Wae? Kenapa dia seperti itu?
            Aku berpikir… terus berpikir… aku bahkan meletakkan kepalaku di atas bangku dan memejamkan mata.
            Ah! Geurae, araso… dia marah padaku. Benar, jelas dia mengiraku menyelidiki tentangnya yang dia sembunyikan selama ini. Dia mungkin juga berpikiran aku akan menyebarkannya dan mempermalukannya. Semua orang mengira kan aku membenci orang-orang di dunia ini. geurae… aku tampar diriku sendiri jika tebakanku ini salah.
TO BE CONTINUED…..


[FANFIC] High School Love (part 2)



Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji

Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo



“Aaaaaaaaaaargh!!!!” aku mendengar jeritan dari arah belakangku. Omo! Siapa gadis yang bisa-bisanya menjerit sebarbar itu di tempat seperti ini?
            Aku menoleh ke belakang, aku menyukainya karena kau bisa melihat Jongin tanpa kesulitan. Tapi di belakang aku melihat Soyou yang baru saja berteriak. Ada apa dengannya? Apa dia tak bisa berkelakukan berkelas sebentar saja?
            “Baro!!!! Sandeul!!!! Kalian mati! Kalian harus mati!!!” Soyou masih berteriak dengan nada sombongnya. Kenapa dia selalu begitu?
            Aku melihat noda-noda merah di seragam Soyou. Itu apa? Tak tahulah. Aku tak peduli. Sedangkan Baro dan Sandeul tertawa terbahak-bahak dengan bebasnya. Mungkin mereka baru mengerjai Soyou. Aku segera berbalik lagi. Bukankah itu tak ada hubungannya denganku?

Suzy POV
            “Aaaaaaaaaaargh!!!!” tak salah lagi itu jeritan Soyou. Jeritannya yang memekakkan telinga ini benar-benar membekas di hati, takkan mudah dilupakan. Aish… kenapa dia suka sekali melakukan hal yang berlebihan seperti ini?
            Tunggu sebentar, aku melihat nona darah di seragam Soyou. Dia kenapa? Apa yang dilakukan si bodoh Baro Sandeul? Apa mereka gila?
            “Ya jamkanman. Apa kalian kira kami melukainya?” kata Baro sambil menahan tawanya.
           Sandeul lambai-lambaikan tangannya di depan wajahnya. “Ani, kami tidak melakukan hal kriminal seperti itu.
            Sekarang Soyou dengan marahnya mengambil sesuatu di meja Baro. Lalu ia menumpahkannya di segaram baro dan Sandeul. Aku bisa menebak, itu hanya tinta merah. Dasar manusia aneh!
            Baro dan Sandeul berhenti tertawa, mereka meratapi nasib seragam mereka yang lebih parah dari Soyou.
            “Ah.. eommaku bisa marah.” teriak Sandeul lalu mengajak Baro pergi ke toilet.
            “Dasar kaki tangan iblis! Bagaimana bisa mereka menodai seragamku dengan tangan kotor mereka?” Soyou berteriak kesal.
            Hah… apa ini? Bukankah ini bukan hal yang penting? Kenapa mereka heboh sekali? Akhirnya aku beranjak dari bangkuku dan keluar dari kelas. aku muak dengan mereka.
            Aku menuju perpustakaan, tempat paling sepi di sekolah ini. Aku mengambil buku sembarangan. Sebenarnya tak ada niat membaca sedikitpun aku hanya perlu penyamaran untuk bisa menggunakan ruang sepi ini.
            Ku letakkan buku yang baru saja aku ambil di atas meja dengan posisi berdiri terbuka, dan aku tinggal tidur di baliknya. Kuletakkan kepalaku di atas meja menghadap ke kanan dan mulai memjamkan mata.
            Tunggu sebenar, apa yang ku lihat barusan? Byun Baekhyun ada di sebelahku, kenapa aku tak menyadari sebelumnya? Ini sama saja bunuh diri. Dia itu mengganggu sekali. Tak kusangka orang sepertinya bisa menghabiskan waktu di tempat seperti ini. Aku membuka mataku lagi, kali ini Baekhyun sudah menatapku.
            “Ya! Kau kira ini motel? Kau tak bisa baca tulisan di depan? Ini perpustakaan.” Dia mulai cerewet.
            Aku mengangguk saja. Anggap saja aku tak bisa membaca dan bodoh di hadapan orang ini. Aku kembali memjamkan mataku. Semoga orang itu cepat berlalu.
            Tiba-tiba Baekhyun menarik telingaku, “Cepat pergi!” katanya. Orang ini benar-benar. Aish…
            “Apa masalahmu?” tanyaku.
            “Ini perpustakaan dan ini bukan tempat tidur.” Katanya. Dia benar-benar lelaki cerewet.
            “Aku tahu ini perpustakaan. Aku tahu ini bukan tempat tidur atau motel. Kau kira aku bodoh? Tak bisakah kau berhenti menjadi eomma-eomma? Dasar alien!” aku pun beranjak pergi. Sial aku terbawa emosi olehnya. Harusnya aku menghadapi semua ini dengan santai. Mana Bae Suzy yang biasa? Dia memang alien menjengkelkan, takkan ada yang tahan dengannya.
            Semoga tak ada waktu atau kesempatan lain aku bertemu dengannya. Anggap saja dia tak sekelas denganku.

Jiyeon POV
            Suzy menabrakku saat dia keluar dari perpustakaan. Dia kenapa? Sepertinya dia sedang marah. siapa yang berani menyulut Apinya Suzy. Apa dia sudah bosan hidup.
           Aku kembali ke kelas. aku lihat Sulli masih merasa kesal karena Jiyoung waktu itu. Dia jadi tak banyak bicara. Atau mungkin dia memang sangat kecewa karena Jongin lebih dekat dengan Krystal? Ya mungkin begitu. Memang sulit menyukai seseorang yang tidak menyukaimu.
            Aku duduk di bangkuku, ku dengar Soyou mengomel. Aku tak begitu bisa mendengar jelas apa yang dia bicarakan. Hari ini aku tak tertarik dengan masalahnya. Aku hanya capek karena terlalu lama belajar semalam. Dan hasilnya pun tak memuaskan. Terbuat dari apa otakku sebenarnya?
            “Jiyeon-ah, ini tugasnya sudah selesai. Kau saja yang kumpulkan.” Jongin memberikan tugas bahasa Inggris yang sudah selesai padaku. Wah aku lihat Krystal pintar sekali mengerjakannya.
            “Ah iya. Gomawo Krystal-ah.” Aku bicara pada Krystal sepelan mungkin semoga Sulli tak mendengarnya.
            “Anyeong chagi…” seseorang menghampiriku, aku sangat hafal suaranya. Dia selalu begitu, menggodaku tanpa kenal ampun, aku sampai kuwalahan menghadapinya.
            “Chanyeol-ah, bisa kau berhenti memanggilku seperti itu?” tanyaku.
            Chanyeol tersenyum, “Kau mau ku panggil manis? Atau cantik?”
            “Apalagi itu.” Aku menggeleng. “Panggil Jiyeon saja. Ya?”
            “Ah kau ini polos sekali.” Dia malah menyentuh daguku.
            “Terus! Terus saja menggoda begitu. Hahaha” Taemin malah tertawa di belakangku. “Kalian memang cocok.”
            “Ah begitu? Aku cocok dengannya.” Chanyeol mendekatkan wajahnya denganku, seakan akan berpose di foto box.
            Aku segera menjauh darinya, “Chanyeol-ah..”
            Taemin tertawa lagi, “Ne, kalian memang cocok. Goda saja dia terus, dia pasti akhirnya menyukaimu meski sulit Chanyeol-ah.”
            “Kau mendukung atau mengejek?” Tanya Chanyeol sinis.
            “Bisakah kalian berhenti?” tanyaku lalu mengeluarkan buku bermaksud membacanya.
            “Ah andwe! Dia sudah mengeluarkan bukunya. Auranya berubah menjadi siswa teladan. Aku harus pergi.” Kata Chanyeol lalu menjauh. Ah ternyata cara ini masih ampuh.
***

Author POV
            Hari ini meta pelajaran mereka diisi dengan bermain bola lempar. Jang Woohyuk Seongsaenim, guru olah raga mereka hanya dengan santai menjadi wasit mereka.
            “Kalian buat tim campuran saja.” Jawab Jang Seongsaenim saat ditanyai tentang permainannya.
            Akhirnya Jiyoung, Jongin, Baro, Eunji dan Hyoyoung satu tim melawan tim Sehun, Kyungsoo, Luna, Naeun, dan Jiyeon. Siswa yang lain hanya jadi pernonton di tepi lapangan.
            Mereka mulai bermain. Bola sedang ada pada Baro, kali ini dia mencari sasaran empuk, dia melihat peluang pada Kyungsoo, sebenarnya dia tahu Sehun payah dalam permainan ini, tapi saat ini Kyungsoo sedang sedikit melamun, dia sepertinya sibuk dengan pikirannya sendiri.
            Kyungsoo memang sedang sibuk memikirkan Eunji, “Dia tak melihat tulisan itu kan? Dia sudah membacanya, atau dia tak membacanya, atau dia bahkan belum membuka bukunya? Tenang… tenang saja.. bukankah sikapnya sejauh ini biasa saja? Belum, aku belum terlihat bodoh. Ani, aku tak terlihat bodoh saat ini.” Batinnya.
            Dengan mantap Baro melempar bolanya pada Kyungsoo. Sangat mudah, terlalu mudah malah, Kyungsoo tumbang, dia tak melihat bola berarah padanya. Dia baru sadar saat mendengar teriakan teman-temannya, dan pada saat itu bola sudah di depan wajahnya.
            “Ah? Kyungsoo? Bagaimana kau bisa begitu?” Sehun khawatir. Tinggal dia lelaki di tim itu. “Apa yang harus aku lakukan?”
            Jang seongsaenim meniup peluit. Bola ada pada Sehun sekarang. Dia benar-benar bingung harus melempar kemana.
            “Ayo lempar saja. Cepat!” teriak teman-temannya yang lain.
            “Bola itu untuk dilempar Sehun-ah, bukan untuk dipandangi seperti itu.” Celetuk Hwayoung.
            “Geurae, untuk dilempar Sehun-ah.” Tambah Hyoyoung.
            “Kau mau kita semua bermalam disini hanya untuk bermain bola lempar?” tanya Baro.
            “Ayo cepat!” teriak yang lain lagi.
            Akhirnya dengan sekuat tenaga Sehun melemparkannya. Tak ada yang tahu kemana arahnya.
            Akhirnya dengan sangat cepat bola itu menghantam Jiyoung dengan sangat kuat hingga Jiyoung pingsan.
            Semua terkejut dan kaget melihat keadaan Jiyoung dan perbuatan Sehun itu.
            “Ya! Sehun-ah kau mau jadi pembunuh?” tanya Sandeul.
            Tiba-tiba seseorang menghampiri Jiyoung dan menggendongnya menuju klinik sekolah, dia Kim Myunsgoo.
            Siswa lain agak tercengang melihat adegan yang tak biasa ini. Mereka tak menyangkan Myungsoo bisa melakukan hal seperti itu.

Jongin POV
            Aku melihat bola itu menghantam Jiyoung dengan kuat. Gila! Aku tak ingin membayangkan yang akan terjadi pada Jiyoung selanjutnya.
            Dan benar saja, Jiyoung tergeletak lemas di lapangan. Semua terlihat menyalahkan sehun, dan memang benar, itu salahnya. Bagaimana dia bisa melakukan hal sebodoh itu?
            Aku tak tahan lagi melihatnya, aku mulai melangkahkan kakiku untuk menggendong Jiyoung ke klinik, tapi langkahku seketika terhenti saat melihat Myungsoo menyeberangi lapangan dan melakukan hal yang ingin aku lakukan itu.
            Hah… apa ini? Aku terlihat bodoh. Lagi-lagi aku bertindak bodoh hanya karena gadis bernama Jiyoung itu.

Krystal POV
            Pertandingan itu sama sekali tak menarik, jadi sedari tadi aku hanya melihat dan memperhatikan Jongin. Hanya itu yang bisa membuatku betah berada disini walaupun cuaca sepanas ini.
            Aku masih seperti itu saat tiba-tiba Jiyoung terhantam bola yang entah darimana datangnya. Aku melihatnya pingsan. Tapi karena merasa tak ada kaitannya denganku, aku kembali melihat Jongin, dan aku melihat dia melangkahkan kakinya. Andwe, dia berniat menolong Jiyoung. Sejak kapan Jongin peduli pada gadis lain?
            Dan yang paling tak aku sukai adalah ekspresi Jongin ketika Myungsoo yang datang mendahuluinya. Aku bisa mengerti, itu terlihat jelas, dia kecewa. Kenapa seperti itu? Ini gila.

Jieun POV
            Aku hanya melihat pertandingannya sesekali. Sebenarnya aku ingin ikut. Tapi aku mengurungkan niatku. Sebaiknya aku tetap disini, duduk di tepi lapangan. Menjauh dari perhatian.
            Bodohnya aku, daripada pertandingan itu aku malah lebih tertarik memperhatikan Myungsoo. Aku tak bisa menahan diriku tak mencuri pandang darinya. Siapa suruh dia duduk di samping kananku?
            Ah sudalah Lee Jieun. Aku ini tak pantas melakukan hal macam itu pada Myungsoo. Sudah… hentikan ini sekarang juga. Aku bukan siapa-siapa.
            Namun tiba-tiba Myungsoo beranjak dari tempatnya setelah Jiyoung pingsan terhantam bola dari Sehun. Apa dia akan menolong Jiyoung? Ya, itu benar. Dia membawa Jiyoung ke klinik sekolah. Baru kali ini aku melihat Myungsoo mau terlibat suatu masalah dengan seorang gadis.
            Lihat Lee Jieun, kau bodoh lagi. Bagaimana bisa aku mengetahui tentang Myungsoo sampai sejauh itu? Bukankah ini bukan urusanku? Bahkan ini tak pantas menjadi urusanku.

***

Author POV
            “Ingat mulai minggu depan, kalian sudah ada jam tambahan. Jangan sia-siakan waktu tahun terakhir kalian di sekolah ini. Araso?” Jo Hyunjae Seongsaenim memberitahu para siswa di kelas itu, meskipun ada beberapa yang tak memperhatikannya.
            “Apa akan ada jam malam Seongsaenim?” tanya baro.
            Jo Seongsaenim tersenyum, “Jawabannya pasti tidak kalian sukai.”
            “Itu berarti ada jam malam.” Gerutu Baro. Seketika banyak terdengar dengungan dari siswa-siswa yang tak menyukai hal itu.
            Namun ada beberapa siswa yang terlihat menginginkannya, mereka pikir itu sangat perlu karena mereka masih belum siap menghadapi ujian nanti.
            “Ah.. kalian jangan terpuruk dulu.. nikmati saja itu. Dan sekarang, jangan pikirkan itu lagi. Sekolah mewajibkan kalian semua siswa mengerjakan tugas akhir.” Jelas Jo Seongsaenim, berusaha menenangkan mereka.
            Semua menatap Jo seongsaenim ingin tahu tugas apa itu.
            “Kalian harus mengadakan penelitian di sekitar kalian, yang bersifat sosial. Dan kalian harus berikan laporannya paling lambat 2 bulan setelah ini. Tapi jangn kawatir untuk pusing. Kalian akan berkelompok.” Jelasnya masih sambil tersenyum.
            “Apa kelompoknya ditentukan?” tanya Eunji.
            Jo Seongsaenim mengangguk, “Geurae. Aku akan menentukannya sebagai wali kelas kalian. Jangan banyak sanggahan tentang itu, ok? Anggaplah ini untuk lebih mengakrabkan kalian di tahun terakhir kalian. Jadi jangan protes jika kalian tak merasa nyaman dengan teman sekolompok kalian. Jajahi saja mereka, terima saja..”
            Banyak terdengar keluhan tak suka akan hal itu, namun Jo Seongsaenim hanya tersenyum pada mereka.
            “Baiklah akan aku bagi.” Jo Seongsaenim mengambil jurnalnya. “Kalau begitu dibagi dalam lima kelompok.” Dia menatap muridnya sejenak lalu melanjutkan bicaranya, “Kelompok I yaitu Soyou, Yoo Seungho, Kang Jiyoung, Kim Myungsoo dan… Lee Jieun.”
            Terdengar beberapa keluhan lagi atau kata-kata senang dari yang lain.
            “Ha.. untung saja aku tak sekelompok dengan Myungsoo…” gumam Baro.
            “Mwo? Kenapa aku harus berkelompok dengan orang-orang itu?” Soyou sangat kesal.
            “Selanjutnya Kelompok II yaitu Bae Suzy, Hyunseong, Jung Eunji, Do Kyungsoo dan Byun Baekhyun.”
            Suzy tak begitu mendengarkannya. Terserah dia mau sekelompok dengan siapa saja. Dia sama sekali tak tertarik dengan ini.
            Sedangkan Kyungsoo langsung memasang wajah was-wasnya.
            “Eunji-ah.. untung aku sekelompok denganmu… aku tertolong. Benar-benar tertolong.” Kata Baekhyun pada Eunji. Dan eunji hanya tertawa melihatnya.
            “Kelompok III yaitu, Son Naeun, Ryu Hwayoung, Oh Sehun, Lee Taemin dan Lee Hyun woo.”
            “Ah.. kita berpisah Hyoyoung-ah..” Hwayoung membuat ekspresi seakan sedang menangis sambil memeluk Hyoyoung.
Dan itu juga dikalukan Hyoyoung. “Kita Berpisah…”
“Sudah saatnya kalian dipisah supaya dunia ini tenang.” Celetuk Suzy dari belakang mereka yang tak sengaja mendengar.
“Kau bisa saja Suzy-ah..” kata Hwayoung sambil mendorong pelan tubuh Suzy.
Hyoyoung menduplikatnya, “Geurae, kau bisa saja…”
“Kalau begitu tinggal dua kelompok. Kelompok IV yaitu Park Chanyeol, Park Jiyeon, Ryu Hyoyoung, Sandeul dan Luna. Jadi sisanya Choi Sulli, Jung Krystal, Kim Jongin, Gong Chansik dan Baro adalah kelompok V.” Jo seongsaenim mengakhiri penjelasannya. “Kalau begitu cukup sampai disini pertemuan kita. Jangan lupa untuk segera mengerjakannya ya. Dua bulan itu bukan waktu yang lama untuk tugas seperti itu. Anyeong haseyo.”
“Anyeong haseyo songsaenim.” Jawab para siswa.
“Chagi, kita sekelompok!” kata Chanyeol pada Jiyeon yang hanya tersenyum geli melihat tingkah seperti itu. “Kita ini memang jodoh dan sudah ditakdirkan. Marga kita sama-sama Park, kita satu kelompok, dan kita tinggal satu kompleks. Benar-benar terlahirkan untuk menjadi satu.” Chanyeol tertawa senang dan bangga akan kata-katanya sendiri yang cukup tinggi itu.
“Ya! Park Chanyeol! Bisakah kau diam dan berhenti melakukan hal itu? Aku seperti orang gila berada di tengah-tengah kalian.” Teriak Soyou dengan kesombongannya yang biasa.
Jiyeon menjulurkan lidahnya dengan singkat ke arah Chanyeol. Membuat Chanyeol malah tersenyum kegirangan.
“Andwe Jiyoung-ah… na eotokhe??” Sulli benar-benar bingung meratapi nasibnya saat ini.
“Hwaiting Sulli-ah! Kau hanya perlu fokus dan tak melakukan kesalahan. Aku mendukungmu dengan doa.” Kata Jiyoung.
“Ya.. apa yang kau pikirkan?” tanya Sulli dia tak berani mengeraskan suaranya.
“Kau khawatir Kai Jongin itu menyadarinya kan?” tanya Jiyoung.
“Pabo!!!” Sulli memukul kepala Jiyoung pelan. “Sudah kubilang jangan bicarakan itu lagi! Aku ini tidak menyukainya.”
Jiyoung mengangguk-angguk sambil menahan senyum ,”Ara… ara..”
“Ya.. aku sungguh-sungguh.”
Jiyoung mengangguk-angguk lagi, “Kalau begitu apa yang kau khawatirkan?”
“Aku ini sekelompok dengan Krystal, si tuan putri yang mungkin saja tak mau bicara denganku yang rakyat jelata ini.”
Jiyoung terbahak, “Kau apa?”
“Ya! Bukan waktunya tertawa. Aku serius.”
“Ah geurae..geurae.. sudahlah, kalau kau takut atau apapun itu pada Krystal. Kau berlindung saja pada KaiJongin itu.” Jiyoung mengangkat alisnya menggoda Sulli.
“Sudah kubilang jangan bicarakan dia Jiyoung-ah.. ah sudahlah kau sama sekali tidak membantu.”
“Apa? Apalagi yang kalian ributkan?” tanya Baro. “Aku ini tidak sekelompok dengan Myungsoo malah sekelompok dengan Kai. Ckckck. Nasibku benar-benar sial..”
Jiyoung tertawa, “Apa sialnya? Hanya seperti itu? Kau punya masalah dengan mereka berdua?”
Baro menatap Jiyoung, berpikir, “Molla, entah aku punya masalah atau tidak dengan mereka, aku hanya tak suka dengan gaya mereka yang sok misterius itu.”
Jiyoung tertawa lagi. “Misterius? Apa tidak ada kata lain yang pas untuk menyebut mereka?”
Sulli lebih memilih tak mendengarkan mereka dan meletakkan kepalanya di atas mejanya.
***

Jiyoung POV
            Kami sedang mendiskusikan waktu yang tepat untuk mengerjakan tugas terakhir itu. Tapi sepertinya kami belum menemukan jalan keluar.
            “Jadi kalian ingin kita berkumpul jam berapa besok dan dimana?” tanyaku. Aku agak canggung di kelompok ini, karena aku tak begitu akrab dengan mereka. Tapi tanpa sadar aku selalu memperhatikan Myungsoo, karena Sulli bilang dia yang dengan sigap membawaku ke klinik setelah terkena bola Sehun. Tapi… apa itu benar? Orang seperti itu bisa melakukannya?
            “Ya! Kang Jiyoung, kau ini bertanya tapi malah melamun saat orang menjawabnya.” Kata Soyou ketus.
            “Ah mianhae…” aku tertawa semerasa bersalah mungkin. “Mungkin aku sudah terlalu lapar.”
            “Baiklah. Kita mulai jam 6 malam saja karena Soyou tak bisa terlalu malam.” Kata Seungho akhirnya.
            “Ah baiklah kalau begitu. Kita bertemu di kedai dekat rumahku karena disana sepi dan cocok untuk berdiskusi, tapi aku jamin tempatnya nyaman.” Jelasku. Aku tersenyum tapi entah yang bicara sedari tadi hanya Aku, Soyou dan Seungho saja. Myungsoo hanya menyeletuk sedikit dan bahkan Jieun hanya mengangguk-angguk saja.

***

Hyunwoo POV
            Sebenarnya agak kecewa berada di kelompok ini. Tapi aku tidak seharusnya menolak kelompok ini. Ya, aku memang lebih tertarik sekelompok dengan Jieun. Ya, aku ingin melindunginya. Bukankah dia sekelompok dengan Myungsoo, akan sangat berat untuknya. Tapi untung saja di kelompok itu tak ada gadis yang juga menyukai Myungsoo, atau gadis yang mungkin disukai Myungsoo. Myungsoo bukan tipe lelaki yang suka mengurusi hal-hal seperti itu kan? Aku benar kan?
            “Ya! Hyunwoo-ah, kau melamun? Kau tidak mau bekerja sama dengan kami?” tanya taemin tiba-tiba membuatku terkejut, seakan dia bisa membaca pikiranku.
            “A..ani.” jawabku gugup, seperti takut bahwa Taemin benar-benar bisa membaca pikiranku.
            “Ah sudahlah, ayo kita lanjutkan lagi.” Kata Naeun dengan kalusnya.
            “Ah, bukankah kau juga kecewa karena tidak sekelompok dengan Gongchan?” Taemin bertanya dengan tertawa. Naeun juga tersenyum.
            “Tapi yang jelas, Kelompok kita ini kelompok tersepi.” Celetuk Hwayoung.
            “Geurae hanya kau saja yang ramai.” Kata Naeun, masih dengan nada kelembutannya.
            “Aku? Ramai? Tidak ada Hyoyoung disini bagaimana aku bisa ramai?” tanya Hwayoung.
            “Dasar si kembar.” Kata Taemin.
            “Se..Sehun-ah, kenapa kau diam saja?” tanyaku, dia sedari tadi tak mengeluarkan satu suarapun.
            Sehun menggeleng, “A..ani, Gwenchana.”
            Lalu Hwayoung mengalungkan lengannya di pundak Sehun dan berkata, “Gwenchana Sehunie, kau tak perlu takut berada disini, ada aku yang akan melindungimu.”
            Sehun terlihat terkejut, “K..kau kira aku takut.”
            “Ani. Kau kira aku menganggapmu penakut?”  tanya Hwayoung.
            “Ya.. baiklah, terserah kau.” Sehun melepaskan diri dari Hwayoung.
            “Kita lanjutkan ini?” tanya Naeun.
            “Ah, geurae.. daripada kita membicarakan hal tak penting. Kita lanjutkan saja.” Kataku.
***

Jiyeon POV
            “Kau yakin kita akan gunakan itu?” tanyaku pada yang lain. Kami sedang sibuk berpikir untuk materi penelitian.
            “Wae? Itu bagus kan? Kau tak setuju?” tanya Sandeul sinis.
            “Ya! Ya! Ya! Memangnya kenapa kalau Jiyeon tak setuju? Kau mau marah?” tanya Chanyeol.
            “Aku tidak salah kan? Itu memang bagus untuk dijadikan materi. Mengamati kehidupan wanita malam? Aku yakin tak akan ada yang menggunakan itu.” Jelas Sandeul.
            “Tapi, kita kan masih SMA? Bagaimana bisa kita masuk ke lingkungan mereka? Kita ini masih dianggap di bawah umur. Lagipula, kita bisa disangka seperti itu juga.” Jelasku. Bukankah memang sedikit berbahay meneliti hal seperti itu? Kita tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam dunia itu.
            “Geurae, Jiyeon benar. Jangan bicarakan ini lagi.” Tambah Chanyeol. Aduh orang ini, dia bisa membuat Sandeul marah.
            “Molla. Terserah kalian. Aku ikut kalian saja.” Kata Sandeul akhirnya. Dia sebenarnya terlihat kecewa.
            “Ya! Kau Ryu Hyoyoung! Kenapa tak mengeluarkan suara sedikitpun?” tanya Chanyeol padanya.
            Hyoyoung hanya menggeleng.
            “Apa karena kembaranmu tak ada disini jadi kau tak punya seseorang untuk diulangi perkataannya?” Chanyeol tertawa.
            “Chanyeol-ah. Sudahlah jangan ledek semua teman-temanmu begitu. Kita kembali ke topik Jiyeon-ah.” Kata Luna.
            Aku mengangguk, “Jangan hiraukan Chanyeol lagi, dia memang seperti itu.”
            “Ah, Chagi… kau benar-benar memahamiku ya?” kata Chanyeol sambil mengalungkan lengannya di pundakku. Aku segera membuat gerakan muntah dan membuat yang lain tertawa, kecuali Chanyeol.
***

Krystal POV
            Aku tak begitu memperhatikan apa yang sedang mereka diskusikan. Aku sangat senang sekelompok dengan Jongin. Benar-benar senang, tapi aku sama sekali tak bisa melupakan sikapnya terhadap Jiyoung yang pingsan temo hari. Apa maksudnya itu?
            “Jadi kita sepakat meneliti itu?” tanya Gongchan.
            “Ne, geurae. Aku rasa itu yang terbaik.” Jawab Baro, “Bagaimana menurut kalian?”
            Jongin mengangguk. Aku melihat Sulli sekarang, kenapa gadis itu? Dia juga melamun hampir sepertiku, karena dia begitu mempehatikan setiap gerak-gerik Jongin. Jangan bilang dia menyukai Jongin? Andwe! Itu tak bisa terjadi. Jongin hanya untukku. Belum labi masalah Jiyoung, kenapa Sulli ini ikut-ikutan. Ada apa sebenarnya dengan gadis-gadis ini? Mereka benar-benar mengesalkan.

Sulli POV
            Ah, aku bodoh! Sedari tadi aku memperhatikan Jongin saja. Itu memalukan, bagaimana kalau ada yang menyadarinya? Aku bisa mati berdiri.
            Sekarang aku malah melihat Krystal yang semakin mempersempit jarak duduknya dengan Jongin. Aku memang bodoh, tapi aku tak suka hal ini. Entah kenapa itu menjengkelkan, apalagi harus melihat Krystal sedekat itu dengan Jongin. Tapi daritadi aku perhatikan, Jongin memang paling akrab dengan Krystal. Wae? Aku tak punya kesempatan seperti itu? Dengan sekelompok seperti ini? Apa aku tak punya kesempatan dengannya?
            “Sulli? Bagaimana menurutmu?” Jongin bertanya padaku. Untuk pertama kalinya. Dia bicara padaku. Aku bisa melihat siratan tak suka di wajah Krystal.
            “Ya! Ku lihat dari tadi kau melamun. Kau sakit atau lapar?” tanya Baro.
            Aku segera menggeleng, “Ani gwenchana. Aku setuju.”
            “Baiklah, kita lanjutkan itu besok. Ini sudah terlalu malam.” Kata Gongchan. “Lagipula aku harus menjemput Naeun di rumah Taemin.” Dia melirik jam tangannya. “Sepertinya mereka sudah pulang sekarang.
            “Ah, dasar kekasih baru! Baiklah, kita pulang. Ingat setelah menjemputnya, kalian harus langsung pulang. Jangan buat orang tua kalian khawatir.” Jelas Baro.
            Gongchan tertawa, “Sejak kapan kau jadi seperti Eomma-eomma begini?”
            Baro juga tertawa, “Ya, itu memang terdengar aneh jika aku yang mengatakannya. Tapi aku serius.”
            Akhirnya kami beranjak pulang. Tiba-tiba aku mendengar Krystal bicara, “Jongin-ah, aku pulang bersamamu ya.. aku sudah terlanjur bialang pada Appa kalau aku pergi bersamamu. Kalau aku tak bilang begitu, pasti aku tak boleh pulang semalam ini.”
            Dengan ekspresi datar, Jongin menjawab, “Baiklah.”
            Aku sedikit marah. aku tak suka hal itu. Kenapa mereka seakrab itu? Kenapa Appa Krystal percaya jika Krystal bersama Jongin? Apa mereka punya hubungan lebih?
***

Suzy POV
            Apalah ini? Diskusi ini lebih banyak terasa canggungnya. Mereka itu kenapa? Bukankah mereka itu teman sekelas. Dan aku? Lebih baik aku diam saja. Sedari tadi aku sangat risih melihat Kyungsoo yang begitu gugup harus sekelompok dengan Eunji. Apa dengan begitu dia bisa menutupi perasaannya yang sangat terlihat pada Eunji?
            Mereka ini buang-buang waktuku saja. Seharusnya kan aku bisa bersantai di rumah, tapi gara-gara ini aku harus terpaksa pergi ke kafe seperti ini. Awas saja kalau mereka tak dapat apa-apa dari diskusi ini.
            “Jadi?” tanya Baekhyun. Orang ini, hanya bertanya, apa sedari tadi dia ikut berpikir?
            “Ah, bagaimana kalau kita ulas kehidupan anak-anak yatim di panti asuhan?” tanya Eunji. Menurutku itu cukup bagus, meskipun itu agak biasa.
            Belum aku menjawab setuju, Baekhyun malah lebih dulu menjawab, “Bisakah kita ulas yang lain?” kenapa dia? Ekspresinya berubah sama sekali, dari lelaki ceria dan menjengkelkan, jadi selemah itu. Ada apa dengan panti asuhan dengannya. Jangan bilang dia juga termasuk dari anak-anak itu.
            “Wae?” tanya Hyunseong, sepertinya dia mendukung usulan Eunji.
            Daripada melihat mereka yang seperti itu, aku membuang waktu dengan kembali mengikat rambutku yang sebenarnya sudah ku ikat dan tidak kendur sama sekali.
            Tapi tiba-tiba Baekhyun bicara, “Kau, Suzy-ah tak punya usul lain? Kenapa dari tadi kau diam saja?”
            “Aku? Kau bicara padaku?” tanyaku, sedikit tak percaya dia bicara padaku dengan ekspresi seperti itu. Dia masih terlihat lemah dan rapuh.
            “Siapa lagi?” tanyanya.
            “Aku tak punya ide.” Jawabku datar.
            “Ada apa dengan ide Eunji? Bukankah itu bagus?” tanya Hyunseong.
            “Kyungsoo-ah, bagaimana denganmu?” sekarang Baekhyun bertanya pada Kyungsoo yang masih sangat gugup itu.
            “Ah, aku… aku rasa ide itu sudah baik.” Jawabnya, itu dipaksakan.
            “Wae? Ada apa dengan ide itu Baekhyun-ah?” tanya Hyunseong.
            “Apa tak ada yang lain Eunji-ah?” tanya Baekhyun akhirnya.
            “Ah, kita bisa pikirkan yang lain jika kau memang tak setuju.” Jawab Eunji ramah.
            Ya, kenapa aku jadi memperhatikan Baekhyun begini? Perubahan karakternya yang mendadak itu memang mengagetkan. Aku saja sampai terbawa olehnya.
            “Baiklah, kita cari yang lain.” Kata Hyunseong akhirnya.
TO BE CONTINUED...........

[FANFIC] High School Love (part 1)


Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
 Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo




Teng…teng…teng…teng

Author POV
            Setelah mendengar bel masuk, para siswa segera memasuki kelas mereka masing-masing. Tak semua dari siswa-siswa itu yang bersemangat untuk hari ini, beberapa diantara malah bersiap tidur ataupun lebih tertarik berbincang dengan teman-teman mereka yang lain. Tapi siswa teladan yang idam-idamkan masih bisa ditemukan tengah mempersiapkan buku-buku yang dibutuhkan.
            “Ani Jiyoung-ah…. Jangan bicarakan itu lagi. Dia bisa mendengarnya. Aku bisa disangka gadis murahan.” Keluh Sulli pada Jiyoung yang terus saja tertawa.
            “Tapi aku benarkan? Kau memang menyukai si Kai itu.” Jiyoung memegangi perutnya yang mulai sakit karena terlalu lama tertawa.
            “Ssstt!” Sulli berdiri untuk menutup mulut Jiyoung yang duduk di depannya.
            “Bisakah kalian tidak berisik?” tanya Baro sambil menutup kepalanya dengan buku. Dia duduk si samping Sulli.
            Akhirnya Jiyoung yang duduk di bangku paling depan itu segera menghadap ke depan setelah guru mereka, Lee Jang Woo seongsanenim masuk.
            “Anyeong haseyo.” Sapa Lee seongsaenim.
            Siswa di kelas itu segera diam dan duduk dengan posisi semestinya. Walaupun masih ada satu murid, Sandeul, yang masih tidur.
            Setelah bicara panjang lebar tentang sejarah, Lee seongsaenim memberikan satu pertanyaan yang cukup sulit, ia menunjuk seorang gadis yang duduk di bangku paling belakang di pojok kiri. “Lee Jieun, jawab pertanyaannya.”
            Jieun tersentak, ia sama sekali tak bisa menjawabnya, memang benar jika dia memperhatikan semua yang gurunya jelaskan itu, namun sepenuh apapun usahanya untuk mengerti, ia tak pernah bisa.
            Jieun menundukkan kepalanya lalu menggeleng.
            Teman-temannya selalu menertawakannya di saat seperti ini. Jieun sudah sangat bosan dengan keadaan itu. Meski ia tak suka, ia tak bisa berbuat apa-apa. Dia termasuk dalam siswa yang lemah dan sema sekali tak menonjol.
            “Tahun 1090.” Jawab Myungsoo tiba-tiba. Hanya dia dan sandeul yang tertidur saja yang tidak menertawakan Jieun.
            Jieun kenal betul suara yang menjawab itu. Suara yang selalu menghentikan tawa di seluruh kelas saat dia terpuruk. Memang ampuh benar suara itu untuk meredakan tawa.
            Lee seongsaenim berdecak kagum, siswa yang satu itu memang ahli dalam pelajarannya. “kenapa harus selalu Kim Myungsoo?” tanyanya sambil tertawa.
            “Bukan karena yang lain bodoh Seongsaenim, tapi kami mengalah pada Myungsoo.” Celetuk Baekhyun dan membuat seisi kelas tertawa lagi kecuali Jieun dan Sandeul.
            “Baiklah, Byun Baekhyun. Kalau begitu bangunkan teman di belakangmu itu.” Kata Lee Seongsaenim.
            Baekhyun menoleh kebelakangnya dan dengan santai menarik sejumput rambut Sandeul.
            “Aaaaaww!!” pekik Sandeul seketika terbangun. “Bisa pakai cara lain?”
            Baekhyun menggeleng santai, “Hanya itu cara yang ampuh.”
            Jieun melirik Myungsoo yang duduk tiga bangku di kirinya, lalu menggumam, “Kenapa harus selalu dia?”
***

Jiyoung POV
“Benar dia menyukai Jongin ?” tanya Jiyeon setelah bergabung denganku dan Sulli di kantin.
            Sulli terkejut mendengarnya, ia segera melempar pandangan kesal padaku. Aku jadi sedikit merasa bersalah. Ya dia pantas marah, karena aku, Jiyeon jadi tahu hal itu.
            “Jangan khawatir, aku takkan membocorkannya.” Jiyeon tersenyum manis pada Sulli.
            “Ini semua karena kau Jiyoung-ah!” teriak Sulli kesal.
            “Tapi aku benar kan? Kau memang menyukainya.” Jawabku. Bukankah semua itu terlihat dari sikapnya sendiri?
            “Siapa bilang? Aku tak pernah mengatakannya.” Sulli menegak minumannya dengan kesal.
            “Walau tidak bicara sudah terlihat.” Kataku lalu menoleh ke Jiyeon, “Geurae Jiyeon-ah?”
            Jiyeon mengangguk setuju, “Yang seperti itu bisa terlihat jelas oleh orang sekitarmu.”
            “Anyeong!!” sapa Hwayoung dan Hyoyoung bersamaan. Tiba-tiba mereka muncul begitu saja dari belakangku.
            “Bisa tidak kalian datang dengan permisi?” tanyaku kesal, mereka selalu saja mengagetkan seperti ini.
            “Itu kelebihan kami.” Kata Hwayoung.
            “Benar, itu kelebihan kami.” Sambung Hyoyoung.
            “Kenapa juga kau selalu mengulangi perkataannya Hyoyoung-ah?” tanya Sulli kesal bukan main. Sepertinya suasana ahtinya makin buruk dengan kedatangan si kembar.
            “Kau kenapa?” tanya Hwayoung dan Hyoyoung bersamaan. Lalu dengan cepat mereka sudah duduk mengapit Sulli, membuatku harus bergeser dengan paksa. Dasar si kembar aneh. Untung saja mereka itu cantik.
            “Ini pasti masalah cinta.” Kata Hwayoung.
            “Benar ini pasti masalah cinta.” Ulang Hyoyoung seperti biasa.
            “Kalian jangan sok tahu!” bentak Sulli lalu memakan makanannya tanpa ampun. Kasian sekali makanan itu jadi sasaran kekesalannya.
            “Tapi itu memang benar kan?” tanya Hwayoung.
            “Jelas benar.” Kata Hyoyoung.
            “Ah! Itu dia! Itu dia!” bisik Jiyeon. Dia menunjuk Jongin yang berjalan memasuki kantin bersama Taemin dan Sehun.
            Aku bisa melihat wajah Sulli memerah. Kali ini dia takkan bisa mengelak, lihat saja, dia begitu salah tingkah. Kena kau Choi Sulli.
            “Jongin-ah! Taemin-ah! Sehun-ah!” dengan cepat aku melambaikan tanganku pada mereka.
            Jongin tetap saja berwajah datar, sedangkan Taemin dan Sehun tersenyum melihatku. Dasar Kai! Dia selalu begitu.
            “Bergabunglah!” ajakku. Aku memang sengaja melakukannya.  Itu membuat Sulli malah beranjak pergi, namun Hwayoung dan Hyoyoung memeganginya.
            Untung saja mereka tak menolak bergabung, jadi aku tak terlihat bodoh.
            “Kalian mau aku pesankan makanan?” tanyaku sok ramah. Sedari tadi aku memperhatikan gerak-gerik aneh Sulli. Aku benar-benar suka mengerjai temanku satu ini.
            “Ani. Biar aku saja.” Kata Taemin lalu pergi. Baiklah, pergi saja. Aku tak sepenuhnya mau dan ingin memesankan makanan untuk mereka.
            “Jongin-ah, kau sudah mengerjakan tugas Bahasa Inggrisnya?” tanya Jiyeon.
            “Ah, benar kalian satu tim kan?” tanyaku, aku baru ingat. “Jika kalian ada kesulitan, kalian bisa minta bantuan Sulli, dia cukup pintar dalam bahasa Inggris.”
            “Tak usah, aku bahkan sudah meminta Krystal mengerjakannya.” Jawab Jongin datar.
            Setelah mendengar itu Sulli malah terdiam. Apa dia kecewa? Ah… aku jadi menyesal mengatakan itu. Aku berkali-kali melirik Sulli.
            Untung saja Hwayoung mencairkan suasana. “Sehun-ah Appaku bilang, Appamu pergi ke Bangkok, apa itu benar?”
            Sehun terlihat terkejut karena tiba-tiba pembicaraan beralih padanya, “Ah, geu..geurae. Dia baru… berangkat pagi tadi.” Jawab Sehun kikuk. Dia itu... pemalu sekali.
            “Ya… jangan bilang Appa kalian saling kenal.” Kataku setelah menyadari perbincangan mereka.
            “Memang saling kenal.” Jawab Hyoyoung mantab.

Sulli POV
            Aku hampir tak bisa berkonsentrasi dengan permbicaraan Sehun dan si kembar yang tak penting itu. Kenapa aku sekecewa ini? Ini semua gara-gara Jiyoung! Kenapa harus dia mengajak Jongin bergabung. Ini membuatku bisa mati di tempat.
            Aku berkali-kali mencuri pandang pada Jongin. Wajah itu, kenapa datar sekali? Bagaimana aku bisa mengenalnya lebih dekat jika dia menakutkan untuk di ajak bicara? Dasar Kim Jongin! Kenapa aku harus suka padamu?
            Tak lama, Taemin datang dengan makanannya. Jongin juga mengambil satu. Aku tak bisa berhenti memperhatikan cara makannya. Semoga saja Jiyoung dan Jiyeon tak menyadarinya. Aku benar-benar terlihat bodoh disini. Aku benar-benar ingin pergi, kalau saja si kembar tak mengapitku seperti ini. Akan terlihat lebih bodoh jika aku pergi dengan paksaan seperti itu.
            “Sulli-ah? Kenapa kau melamun?” tanya Taemin tiba-tiba. Dia memang manis dan penuh perhatian. Tapi disaat seperti ini aku sungguh tak mengharapkan perhatiannya.
            Aku menggeleng saja, “A..ani. gwenchana.”
            Aku bisa melihat Jiyoung menahan tawanya. Sepertinya dia senang sekali membuatku dalam posisi serba salah seperti ini.
            “Bagaimana Appa kalian bisa saling kenal?” tanya Jiyeon pada si kembar dan Sehun. Itu sedikit menyelamatkanku. Topik teralihkan.
            “Appaku, dan Appanya berteman sejak kecil.” Jelas Hwayoung.
            “Mereka sahabat kecil.” Tambah Hyoyoung.
            Jiyeong tersenyum, “Ah, Geurae? Jadi kalian juga sudah mengenal sejak kecil?”
            Si kembar dan Sehun mengangguk bersamaan.
            “Itu manis sekali.” Celetukku. Aku jadi lupa kalau Jongin ada disini. Seharusnya aku diam saja.
            “Geurae geurae. Itu memang manis.” Jiyoung tersenyum. “Kalian juga jadi teman kecil kan?”
            Mereka bertiga mengangguk bersama lagi sambil menikmati makanannya.

Jongin POV
            Aku dengan terpaksa duduk disini. Rasa laparku sebenarnya sudah hilang. Aku memakan itu semua agar aku punya sesuatu untuk mengalihkan perhatianku dari gadis itu. Bahkan sampai sekarang aku tak bisa melupakan caranya malambai padaku, Taemin dan Sehun tadi. Kenapa gadis itu selalu saja berputar di kepalaku? Ini benar-benar merepotkan.
            “Baiklah, aku harus ke perpustakaan. Aku pergi dulu.” Jiyeon beranjak dari sampingku.
            “Perpustakaan? Aku ikut. A..aku juga harus kesana.” Sulli berdiri dengan cepat lalu mengikuti Jiyeon pergi.
            “Anyeong!!” Hwayoung dan Hyoyoung melambaikan tangannya pada mereka yang pergi.
            Aku lihat ekspresi Jiyoung yang sedikit kecewa. Ada apa dengannya? Apa dia juga ingin pergi? Iblis di dalan tubuhku melarangnya pergi, entah kenapa akan lebih baik dia disini, di hadapanku.
***

Jieun POV
            Aku menatap wajahku di cermin, aku sedang berada di toilet sekolah. Kenapa aku harus semenyedihkan ini? Ponselku berbunyi, aku lihat itu pesan dari Eomma. Lagi-lagi dia berpamitan akan menginap di luar kota. Pasti dengan Ajushi kaya itu lagi. Berarti seminggu ini aku harus menghidupi Adikku, Sungmin.
            Appa, maafkan perbuatan Eomma. Mungkin dia hanya kesepian. Aku mendongak dan menutup mata berusaha mengingat wajah Appaku yang mungkin terlupakan. Ya aku hanya bisa melihat wajahnya di foto. Dia meninggal saat aku masih berumur 3 tahun. Aku tak begitu mengingat wajahnya.
            Aku melangkah keluar dari toilet menuju koridor sekolah. Seseorang dengan wajah dinginnya berjalan berlawanan arah denganku. Kim Myungsoo, tak bisakah dia tersenyum seperti saat bersama dengan teman-temannya. Disaat dia sendiri seperti ini dia selalu menampakkan wajah dinginnya. Jika bukan ketampanannya, aku takkan betah melihatnya.
            Dia lelaki yang cukup sempurna di kelas, pintar, tampan. Dan aku jatuh hati padanya. Itu yang membuatku semakin menyedihkan. Bahkan aku menangis saat aku menyadari aku jatuh cinta padanya.
            Tapi beginilah nasibku, tak ada orang yang memperhatikan aku. Aku hanya dianggap angin lalu. aku sama sekali bukan murid menonjol disini.
            Saat tepat berada di hadapanku, Myungsoo menatapku. Jantungku seakan berhenti mendadak. Namun dia segera melanjutkan langkahnya. Aku segera berpikir, mungkin dia sedang berpikir keras, sepertinya dia mengenali wajahku, atau sepertinya dia pernah melihatku di duatu tempat. Dia takkan memperhatikan hal itu. Bahkan mungkin dia tak mengingatku. Dia hanya menatapku karena aku terus saja menatapnya. Dia pasti merasa aku ini gadis aneh.
            Aku melewati kantin yang sedang ramai itu. Aku sama sekali tak tertairk pergi kesana. Lebih baik aku menjauhi kerumunan. Sulli teman sekelasku sedikit menabrakku, “Ah, Mian.” Katanya cepat. Sepertinya dia terburu-buru mengikuti Jiyeon yang berjalan menuju ke perpustakaan.
            Aku terus berjalan menuju halaman belakang sekolah. Aku duduk di tempat favoritku di bawah pohon besar paling rindang di sekolah ini. Dengan duduk di situ agak sulit orang melihatku, tapi aku dengan mudah bisa mengamati sekitarku.
            Angina berhembus lembut menerbangkan daun-daun yang mulai berguguran. Aku berharap jam sekolah segera berakhir agar aku bisa segera pergi ke tempat kerja paruh waktuku.
            Tak lama aku melihat Naeun teman sekelasku berjalan melewatiku. Dia tersenyum saat mendengar namanya dipanggil, “Naeun-ah!”
            Seperti yang dilakukan Naeun, Aku juga melihat orang yang memanggilnya. Itu Gongchan, teman sekelas kami juga.
            Gongchan melangkah mendekati Naeun dengan sedikit canggung. Entah mengapa dia begitu. Bukankah dia cukup akrab dengan Naeun?
            Tiba-tiba Gongchan memegang tangan kanan Naeun. Naeun terlihat sedikit terkejut. Namun aku bisa melihat wajahnya memerah.
            Gongchan memberikan sesuatu pada Naeun. Itu kalung. Kalung yang indah. Yang pastinya sangat cocok dikenakan oleh si cantik Naeun.
            Pertanyan Gongchan selanjutnya malah membuat Naeun terkejut setengah mati, aku bisa melihat badannya bergetar karena terlalu gugup, “Maukah kau menjadi yeojaku?”
            Naeun terdiam sesaat. Aku yakin dia juga menyukainya, namun dia terlalu malu untuk menjawab.
            Tiba-tiba suara berisik datang dari Baro dan Sandeul yang ternyata sedari tadi mengintip mereka dari balik pilar sekolah. Sekarang mereka muncul sambil berteriak, membuat Naeun semakin gugup dan malu.
            “Terima! Terima! Terima!” teriak mereka berdua dengan semangatnya.
            Gongchan hanya tersenyum lembut melihat tingkah konyol mereka berdua, dia fokus pada Naeun yang sebentar lagi memberi jawaban.
            Naeun menutup matanya lalu berbicara sekuat mungkin, “Ne, aku mau jadi Yeojamu.”
            Gongchan tersenyum senang. Dia membuat gerakan seakan dia tak mempercayai apa yang baru saja dia dengar. “Jinchayo?”
            Naeun mengangguk. Dengan cepat Gongchan memeluk Naeung erat, mengutarakan perasaannya yang puas bukan main.
            Sekarang pikiranku melayang pada diriku sendiri, bukankah aku terlihat semakin menyedihkan dalam diam melihat adegan ini? Aku beranjak pergi. Mereka yang terlalu sibuk dengan masalah Naeun dan Gongchan itu bahkan tak menyadari aku teman sekelas mereka baru saja melewati mereka. Aku pustuskan untuk kembali ke kelas saja.

Suzy POV
            Aku mengantuk sekali siang ini. Benar-benar tak ada niat untuk memperhatikan pelajaran setelah bel masuk nanti. Aku menggeletakkan kepalaku di mejaku. Kulihat Jieun melewatiku. Dia terlihat begitu sedih. Tapi dia memang selalu seperti itu, selalu menyedihkan. Bahkan dia bertingkah semendihkan mungkin. Mungkin dia rasa hanya dia gadis paling menyedihkan di kelas ini.
            Aku coba memejamkan mataku. Namun sontak saja mataku terbuka lagi saat Baro dan Sandeul si perusak suasana masuk ke dalam kelas dengan suara nyaring besar mereka.
            “Mereka sepasang kekasih sekarang!” teriak mereka bersama. Aku lihat Gongchan dan Naeun berjalan di belakang mereka dengan muka merah. Aku sudah menduga hal ini.
            Sebenarnya hal ini lebih lambat dari dugaanku, bukankah mereka memang saling menyukai? Kenapa tak dari dulu saja? Tapi anak-anak lain sangat terkejut mendengar ini.
            Aku bangun dari posisiku di atas meja. Aku bisa mengira dan kenyataannya memang begitu, hanya Jieun yang tak bersemangat dengan itu. Dia pasti meratapi nasibnya yang menyedihkan karena menyukai si dingin Myungsoo. Ckckck. Aku tak habis pikir dengan mereka ini, selalu saja di siksa oleh masalah tak penting mereka sendiri.
            Aku bisa melihat Myungsoo tertawa dengan Hyunseong dan Seungho. Aku rasa dia hanya ikut-ikutan saja tertawa seperti itu. Bisa dilihat Jieun mengagumi tawa langka itu. Ah.. lihat saja Jieun menyedihkan lagi.
            “Jeongmal?” tanya Luna senang, sedangkan Krystal di belakangnya hanya tersenyum simpul.
            Naeun mengangguk singkat dari bangkunya. Aku bisa melihat pipi merah Naeun yang sama sekali tak menghilang.
            “Ya! Dengar mereka sudah jadian!” teriak Luna sambil melihat ke luar kelas. Aku lihat Jiyeon dan Sulli masuk. Sepertinya bel masuk sudah berbunyi, aku tak mendengarnya.
            “Jinchayo?” tanya Jiyeon, dia berbunga-bunga dan tersenyum manis. Senyum yang didambakan setiap lelaki, Itu hartanya.
            Sulli terlihat masam, dia sama sekali tak menghiraukan hal itu, dia sepertinya sibuk dengan pikirannya sendiri.
            Tak lama, Jiyoung dan si kembar juga masuk ke dalam kelas, diikuti Jongin, Taemin dan Sehun.
            “Mereka jadian.” Jieyon menunjuk Naeun dan Gongchan yang duduk di bangku masing-masing.
            “Geurae?” Jiyoung agak terkejut, “Ya… kalian harus traktir kami untuk merayakan ini.”
            Taemin mendorong pelan tubuh Gongchan, “Tak kusangka secepat ini kau mengutarakannya.”
            Mwo? Secepat itu? Bukankah ini terlalu lambat? Ckckck.
            Gongchan hanya tersenyum, anak itu siput sekali, lambat dan lembut maksudku.
            Mereka segera duduk di bangku mereka masing-masing. Park Gahee Seongsaenim, guru matematika kami, masuk dengan gayanya yang sangat disiplin itu. Dia memang termasuk Seongsaenim yang menyeramkan. Dan sayangnya saat ini aku sangat mengantuk, bisa-bisa aku terkena semburan apinya. Kali ini aku mengalihkan perhatianku dari masalah-masalah tak penting teman-temanku, aku berusaha tidak tertidur untuk menghindari semburan apinya yang menghebohkan.
***
Eunji POV
            “Ne, anyeong Soyou-ah.” Aku melambai pada Soyou. Dia membatalkan janjinya denganku hari ini karena dia beralasan harus pergi ke suatu tempat dan itu sangat penting. Tadi dia juga menjelaskan bahwa jadwalnya berubah total, jadi dia harus meninggalkan aku.
            Saat Soyou belum jauh aku lihat dia berpapasan dengan Hyunseong. Dia melempar pendangan sombongnya seperti biasa, tak peduli itu teman sekelas, dia memang begitu.
            Tapi.. apa yang Hyunseong lakukan disini? Dia melangkah ke arahku. Apa dia menghampiriku? Ada perlu apa?
            “Eunji-ah.” Panggilnya.
            “Hyungseong-ah? Ada apa?” tanyaku. Tak biasanya dia bicara denganku sepulang sekolah seperti ini.
            Tiba-tiba Hyunseong mengulurukan buku catatanku. Aku segera meraihnya, “Ah, ini milikku yang aku sangka hilang. Bagaimana bisa ada padamu?”
            “Aku juga tak tahu. Tadinya ini ada pada Kyungsoo. Dia menyuruhku memberikannya padamu.” Jelas Hyunseong.
            “Ah anak itu, bukankah dia duduk di depanku, bukankah dia lebih dekat? Dasar!” gerutuku. Dia memang aneh.
            “Bukankah dia memang aneh?” Hyunseong tersenyum, manis. Itu senyumnya yang manis. Ya dia memang selalu menyenangkan sepengetahuanku, meskinpun aku tak begitu akrab dengannya.
            “Gomawoyo.” Kataku.
            “Jangan sungkan.” Katanya.
            “Kalau begitu aku pergi dulu.” Kataku lalu melambai dan berlalu dari hadapannya.

Kyungsoo POV
            Aku ini bodoh atau apa? Kenapa aku tak berikan sendiri saja buku Jieun yang sudah berhari-hari ada padaku itu? Kalau saja aku yang mengembalikannya, bukankah aku juga akan mendapat senyum manis itu dari Eunji. Ya aku memang bodoh. Sudahlah.. aku akui itu..
            Aku berjalan menuju halte bus terdekat dari sekolahku. Aku masih bisa melihat Eunji menunggu taksi di seberang jalan. Dia mau kemana? Kenapa sendirian? Kemana Soyou atau Naeun yang biasa menemaninya itu?
            Pikiranku masih melayang ke buku cacatan Eunji. Buku catatan itu mungkin sudah berbau kamarku sekarang. Sudah cukup lama buku itu ada padaku, tapi aku rasa pencarian waktu yang tepat untuk mengembalikannya terlalu lama. Maka dari itu aku menyuruh Hyunseong.
            Buku…buku… Omo! Andwe!! Aku teringat satu hal bodoh yang sudah aku lakukan. Aku sudah menulis sesuatu di buku itu. Aku tak ingat jelasnya aku menulis apa, tapi yang jelas tentang Eunji di pikiranku. Itu gila. Bagaimana jika Eunji mengetahuinya? Aku akan terlihat sangat bodoh dan memalukan, sama sekali bukan pria jentel.
            Ah, aku baru ingat juga, bukankah Hyunseong yang memberikannya. Mana mungkin Hyungseong banyak bicara dan menceritakan asal buku itu pada Eunji? Tidak kan? Itu tidak mungkin. Hyunseong bukan tipe orang yang akan banyak bicara pada teman yang tidak akrab. Geurae… sebaiknya aku berpikiran seperti itu. Eunji tidak tahu. Dia takkan tahu. Lagipula aku menulisnya dengan tinta pena yang sudah hampir habis, tak akan terbaca olehnya. Aku sudah menulisnya sekecil mungkin yang bisa aku baca. Aku harus bersikap biasa saja berarti. Ok.

***


Krystal POV
            Aku senang. Aku senang bukan main saat Jongin memintaku membantunya mengerjakan tugas bahasa Inggris. Tapi, aku tak boleh memperlihatkannya atau aku akan jadi gadis murahan. Kim Jongin banyak-banyaklah bicara padaku!
            Entah kenapa akhir-akhir ini dia sering mengajakku bicara, entah itu masalah penting ataupun masalah yang tak begitu penting, dia sudah biasa bicara padaku. Aku rasa gadis di sekolah ini yang paling dekat dengannya hanya aku. Aku bisa menduga itu.
            Ah, aku ingat bunkankah akan ada makan malam bersama keluarga Jongin nanti malam? Aku harus berdandan secantik mungkin, aku tak boleh kelihatan murahan dimata mereka.
            “Ya! Krystal! Kau melamun lagi?” tanya Luna yang tiba-tiba saja duduk di depan bangkuku.
            Aku hanya mendongak dan tersenyum manis padanya. Selembut yang aku bisa.
            “Akhir-akhir ini kau memang seperti ini ya? Kenapa kau jadi sering melamun?” tanya Luna.
            Aku menggeleng namun masih tersenyum.
            “Apa kau memikirkan perjodohanmu lagi?” tanya Luna.
            Dia benar, itu benar sekali, tapi aku tak boleh menampakkan hal itu. Itu akan terlihat konyol.
            “Aninde, aku hanya memikirkan tugas-tugas yang menumpuk itu.” Jawabku.
            “Ah, kau ini.” Luna tersenyum licik. “Aku ini temanmu, kau tak bisa bohongi aku. Terlihat jelas di wajahmu kau itu sedang memikirkan perjodoha.”
            Aku hanya tersenyum lagi. Lalu aku lihat Jongin masuk ke dalam kelas dan duduk di bangku belakangku, itu memang tempatnya.
            Aku ingin sekali menyapanya atau bicara lebih dulu padanya, tapi itu terlihat murahan. Aku takkan melakukannya. Aku harus punya harga diri. Aku hanya perlu melakukan hal-hal yang membuatnya menyukaiku. Aku tersenyum sendiri sekarang. Mungkin Luna sudah mengiraku gila kali ini. Tapi aku tak peduli dengan itu.
            “Aaaaaaaaaaargh!!!!” aku mendengar jeritan dari arah belakangku. Omo! Siapa gadis yang bisa-bisanya menjerit sebarbar itu di tempat seperti ini?


TO BE CONTINUED........