Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo
Jieun POV
Aku mungkin tak akan bisa konsentrasi di diskusi kali ini. Aku harus meninggalkan adikku sendirian lebih malam dari biasanya. Bahkan aku tak bisa pergi ke tempat kerja paruh waktuku. Jam tambahan sudah dimulai. Aku pulang sekolah lebih sore. Jadi diskusinya juga lebih malam. Entah aku kuat untuk tidak sakit atau tidak.
Sudah lebih dari seminggu ini Eomma tak memberi kabar. Apa dia akan tinggal disana bersama ajushi itu selamanya dan tak kembali lagi? Molla. Aku tak bisa membayangkan jika harus hidup dengan Sungmin saja dan juga membiayai sekolahnya. Mungkin aku takkan bisa kuliah. Eomma, cepatlah pulang.
Aku datang lebih awal lagi di kedai dekat rumah Jiyoung. Kali ini aku sudah melihat Myungsoo disana. Kenapa dia niat sekali datang ke diskusi ini? apa dia sangat menyukainya?
“A..anyeong.” aku memberanikan diri untuk menyapanya lalu duduk di hadapannya seperti biasa.
“Ah, kau sudah datang? Aku rasa hanya kita yang paling niat dengan diskusi ini.” katanya.
Aku tersenyum kecut. Sebenarnya tak tahu harus merespon apa.
“Kau terlihat lebih muram dari biasanya.” Katanya.
Aku terkejut, dia memperhatikanku?
“Kau bisa lupakan sejenak masalah dirumahmu dengan diskusi ini.” katanya lalu mengulurkan minuman kaleng lagi. Itu minuman kelang favoritku lagi.
“Go..gomawo.” kataku. Mungkin aku sudah terhanyut terlalu jauh. Ani.. aku tak boleh begini.
Tak lama Jiyoung datang, earphone terpasang di telinganya. Sepertinya dia sedang mendengarkan musik. Ah, earphone itu sama dengan earphone yang ada di leher Myungsoo sekarang.
“Anyeong!” kata Jiyoung ceria.
Baro POV
Apa-apaan ini? bukankah sebaiknya aku pulang? Sedari tadi aku perhatikan mereka aneh. Seharusnya ini waktu untuk berpikir, sebaiknya kelompok ini harus bagaimana, tapi kenapa mereka malah seperti itu?
Gongchan berkali-kali aku lihat sibuk berbalas pesan dengan Naeun, bahkan dia senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Belum lagi dengan tiga orang yang lain itu, Krystal, Jongin dan Sulli. Mereka mematung. Terlihat jelas mereka sangat canggung. Rasanya sangat janggal. Apa yang terjadi antara mereka? Sedari tadi mereka sama sekali tak bicara.
Ayolah ini sudah malam. Aku bisa ketinggalan melihat pertandingan bola di tv. Apa-apaan mereka ini. aku menundukkan kepalaku, aku tak tahan lagi. Akhirnya aku angkat bicara, “Haruskah kita akhiri diskusinya?”
Gongchan menatapku, “Ah, wae? teruskan saja.”
“Apa yang harus diteruskan? Kau sendiri enak-enakan berbalas pesan dengan Naeun. Apa kau pikir kau tak menganggunya disana?” tanyaku tak sabar lagi. “Dan kalian bertiga, ada apa dengan kalian bertiga? Kalian seperti mayat hidup.”
“Kalau memang begitu, kita akhiri saja hari ini.” akhirnya Jongin bicara.
“Geurae. Lebih baik kita pulang ke rumah masing-masing sekarang.” Kataku lalu beranjak pergi. Gongchan terlihat senang. Yang lain juga beranjak pergi dengan santai mengikutiku. Hah.. aku rasa aku berada di kelompok yang salah. Bisa-bisa tugas itu tak bisa selesai.
Aish… molla, aku pulang saja.
Luna POV
“Ah, Hyoyoung-ah, sekarang kau makin dekat dengan Sehun ya?” tanyaku di tengah-tengah diskusi.
Hyoyoung hanya tersenyum.
“Geurae, sedari tadi aku melihat, dia terus berbalas pesan dengan Sehun.” Tambah Jiyeon.
Hyoyoung tersenyum lagi.
“Sejak kapan kalian sedekat itu?” tanyaku.
“Lima hari yang lalu.” jawab Hyoyoung.
Aku dan Jiyeon tersenyum. Mereka manis sekali. “Pasti senang sekali bisa berbalas pesan dengan orang yang kita sukai.” Kataku.
Hyoyoung hanya tersenyum lagi.
“Geurae. Aku sudah beberapa kali mengirim pesan ke Choi Minho oppa. Tapi dia belum membalasnya.” Kata Jiyeon iri.
“Jinchayo Choi Minho mantan kakak kelas kita?” tanyaku.
Jiyeon mengangguk.
“Sekali pun tak pernah?” tanyaku lagi.
“Dulu pernah hanya sekali. Kau bisa bayangkan betapa senangnya aku saat itu.” Jelasnya.
Chanyeol yang sedari tadi mengantuk, tiba-tiba berubah ekspresi. “Jadi kau menyukainya?” nada bicaranya tinggi sekali.
Aku, Jiyeon, Hyoyoung dan bahkan Sandeul yang sama sekali tak memperhatikan dari tadi terkejut bukan main.
“Wae?” tanya Jiyeon. Dia cukup Shock.
Chanyeol tertawa getir. “Kau yakin kau menyukainya?”
Jiyeon mengangguk mantab, “Gurae, aku menyukainya. Kau hanya tak tahu, bahkan aku menyukainya sejak tahun pertama di sekolah.”
“Kau menjelaskannya segampang itu.” Chanyeol tersenyum getir lagi. “Lalu kau pikir aku ini apa?”
Jiyeon mengerutkan alisnya. Dia tak paham. Aku juga tak paham. Semua pandangan tertuju pada Jiyeon dan Chanyeol.
“Kau kira aku main-main denganmu?” tanya Chanyeol.
“Mwo?” tanya Jiyeon. “Apa maksudmu?”
“Aku pergi.” Chanyeol keluar berniat pergi.
Jiyeon mengejarnya keluar.
Jiyeon POV
“Aku pergi.” Kata Chanyeol lalu pergi. Kenapa dia? Kenapa seperti ini? kenapa dia malah mengacaukan diskusinya?
“Chanyeol-ah!” aku memanggilnya. Tapi dia tak mau mendengarku.
Aku berlari kecil lalu menarik lengannya, “Kau ini kenapa? Kenapa kau mengacaukan diskusinya?”
Chanyeol menatapku, matanya memancarkan kesungguhan. Dia menatapku dalam. Kekonyolannya yang biasa hilang begitu saja. Aku seperti melihat sisi lain dari Chanyeol.
“Apa selama ini kau mengira aku hanya berakting soal perasaanku padamu?” tanyanya. Dengan cepat dia melepas genggamanku di lengannya lalu pergi.
Aku terpaku. Aku melihat punggungnya yang terus menjauh. Jadi…. Jadi selama ini dia sungguh-sungguh? Dia benar-benar menyukaiku? Atau bahkan dia mencintaiku?
Aku kira selama ini dia hanya main-main dan bersenang-senang untuk mengusir penat di kelas. karena aku juga mengiranya hanya lelaki playboy yang akan dengan mudah melakukan itu dengan gadis manapun. Tapi… ini benar-benar berbeda. Dia sungguh-sungguh……
Luna POV
“Ah, kalau begitu aku aku juga pergi. Aku akan menjemput Hwayoung.” Kata Hyoyoung lalu beranjak pergi. Mungkin sebenarnya dia ingin bertemu Sehun, bukankah mereka sekelompok
“Geurae, aku juga harus menjemput Naeun.” tambah Gongchan juga.
Mereka berdua juga beranjak pergi. Aku dan Sandeul saling menatap. “Mereka itu apa-apaan?” tanya Sandeul.
Aku mengangkat kedua bahuku tanda tak mengerti.
“Lalu apa yang kita berdua lakukan disini?” tanyanya.
“Kita?” tanyaku. “Na ddo Molla.”
“Kalau begitu kita juga harus pulang.” Katanya lalu beranjak pergi. Aku terpikirkan sesuatu.
“Sandeul-ah!”
“Wae?”
“Kita pergi karaoke. Eotae?”
“Karaoke?” dia mengankat kedua alisnya.
“Ku dengar kau pandai bernyanyi.”
“Kau ingin kita berduel?” tanyanya.
“Duet.” Aku membenarkannya.
“Entah mengapa itu lebih cocok di sebut duel, kau dan aku bernyanyi?” katanya.
“Kau banyak bicara. Kau mau tidak?” tanyaku tak sabar.
“Kau yang meneraktir?” tanyanya senang.
Aku mengangguk, “Baiklah, aku yang traktir.”
Sandeul tertawa, “Kenapa kau tak katakan ini dari tadi?” dia menarik lenganku dan dengan cepat kami pergi tempat karaoke.
Taemin POV
Kami sudah bersiap pulang selesai diskusi ini. diskusi tadi sangat menyenangkan, karena kami sudah menemukan jalan keluar untuk masalah yang kami hadapi. Tapi, ini sudah malam. Gara-gara jam tambahan sudah dimulai, diskusi kami juga harus lebih malam.
Aku lihat Gongchan dan Hyoyoung datang bersama. Aku rasa kelompok mereka selesai diskusi lebih dulu. Aku lihat ekspresi Naeun saat Gongchan datang, tidak sesenang biasanya. Itu tadi karena kami sedikit memarahinya karena terlalu sering berbalas pesan dengan Gongchan saat diskusi. Naeun bilang Gongchan yang selalu mengiriminya pesan tak penting, hingga menganggunya seperti itu.
“Taemin-ah, aku duluan!” kata Hyunwoo. Dia menaiki sepedanya. Tapi kenapa dia mau ke arah sana? Bukankah rumahnya di arah sebaliknya? Kemarin-kemarin aku juga melihatnya kesana.
“Ya! Hyunwoo-ah, ku perhatikan kau sering kearah sana? Kau mau kemana? Bukankah rumahmu di arah sebaliknya?” tanyaku.
“Ah, ne aku harus ke suatu tempat dulu. Anyeong!” dia melambaikan tangannya. Dia terlihat tergesa-gesa.
Ah, aku juga melihat Sehun bicara akrab dengan si kembar. Akhirnya Sehunmau berubah. Dia terlihat lebih berani dari biasanya. Tapi daritadi aku juga melihat, sebenarnya Sehun berbalas pesan dengan Hyoyoung. Apa mereka dekat? Molla. Jadi mungkin Sehun sudah menetapkan pilihannya dari si kembar, dia lebih menyukai Hyoyoung. Untung saja kalau bisa memilih, bagaimana kalau tertukar, karena Sehun tidak memilih sama sekali.
“Ah, kalian berbalas pesan ya? Kalian dekat ya? Aigo… kenapa tak bilang padaku kalau kalian saling suka?” goda Hwayoung yang mengetahui hal itu.
Hyoyoung hanya tertawa, sedangkan sehun terlihat malu dan begitu kikuk.
“Sehun-ah, aku restui kau dengan saudaraku ini. Ok? Kau masuk dalam kriterianya. Itu sudah cukup.” Jelas Hwayoung sambil menepuk bahu sehun. Membuatnya lebih kikuk lagi. Tapi sedari tadi Hyoyoung malah tertawa saja.
“Naeun-ah?” Gongchan terlihat khawatir. “Kau marah? kenapa kau marah? jangan marah ya… jebal.”
Naeun terus menekuk wajahnya.
“Jelaskan padaku, apa aku sudah berbuat salah?” tanyanya.
“Jadi kau tak merasa? Kau itu membuatku ditegur teman-teman. Kenapa kau harus terus mengirim pesan padaku? Bahkan saat diskusi.” Jelas Naeun kesal.
“Ah, mianhae Naeun-ah.” Jawab Gongchan.
“Molla!” Naeun masih kesal lalu pergi mencari taksi, dia tak bersedia diantar Gongchan.
Aku turut prihatin melihatnya. Tapi aku juga ingin tertawa, bukankah mereka itu pasangan yang polos?
“Ah, lihat itu Sehun-ah.” Hwayoung menunjuk Gongchan yang mengejar-ngejar naeun yang kesal. “Nanti, jangan sampai kau buat Hyoyoung kesal seperti itu. Atau kau akan berurusan denganku. Dan akan ku beritahu Appamu bahwa kau itu, Nappeun Namja!”
Sehun hanya tersenyum kecut. Sedangkan Hyoyoung malah tertawa lagi.
Suzy POV
Aku lihat Baekhyun pulang terlebih dulu. Begitu juga Eunji. Tapi entah apa yang akan dilakukan Hyunseong pada Kyungsoo.
Hyungseong tersenyum, “Kau menyukainya kan?”
“M..mwo? suka? Nugu?” tanya Kyungsoo. Ah, mereka membicarakan Eunji.
“Jangan berakting lagi seperti kau itu lelaki polos yang pemalu.” Kata Hyunseong. Wah, kata-katanya cukup tajam.
Kyungsoo gelagapan, “Apa maksudmu?”
“Kau menyukai Eunji kan? Jujur saja? Kenapa kau jadi semakin pengecut seperti itu? Selalu bersembunyi di balik Eunji tapi mencintainya diam-diam seperti pengecut.”
“Kenapa kau bicara seperti itu?” tanya Kyungsoo. Alah… kenapa dia pengecut sekali? Atau dia itu bodoh?
“Kalau kau tetap pengecut seperti itu aku akan mendahuluimu. Ok? Kau kira sudah sejauh mana aku dengannya? Kau hanya tak cukup mengenalnya. Dia bukan seperti gadis biasa lainnya. Pantas sekali orang sepertimu menyukainya.” Wah bagus sekali acting Hyunseong. Jelas-jelas dia sedang memancing Kyungsoo. Tapi Kyungsoo setakut itu. Sepertinya dia benar-benar bodoh.
“Apa maksudmu?”
“Dia gadis murahan.” Jawab Hyunseong dengan senyum evilnya. Wow, tak kusangka dia melangkah sejauh ini.
“Mwo? Kau bilang apa?” emosi Kyungsoo mulai terpancing.
“Aku sudah dengan mudah menciumnya.” Hyunseong menyentuh bibirnya. “Tepat disininya.”
Kyungsoo terbelalak. Dia terpancing dengan sukses. Hyunseong memasang wajah bad boynya.
“Dan jika kau mendapatkannya sekalipun, dia sudah bekasku.” Jelas Hyunseong. “Dan jika kau mendapatkannya, itu pantas sekali, lelaki pengecut sepertimu mendapat gadis sepertinya.”
Tiba-tiba tinju Kyungsoo melayang ke rahang Hyunseong dan membuatnya tersungkur di tanah. Dengan cepat aku menghampiri mereka. Reaksi Kyungsoo agak diluar perkiraan. Tapi berarti itu bagus. Dia mulai tergerak, dan Hyunseong benar-benar berhasil.
“Katakan itu sekali lagi atau kau berakhir di rumah sakit.” Kata Kyungsoo lalu pergi dengan bersungut-sungut.
Hyunseong mengusap tepi bibirnya yang berdarah dambil tersenyum. Aku membantunya berdiri. “Aktingmu bagus sekali. Chukae.” Kataku santai.
Hyunseong tersenyum, “Siapa suruh dia sepengecut itu? Kalau tidak seperti ini. dia tak akan sadar.”
“Jangan bilang sebenarnya Eunji sudah mengetahui perasaannya.” Tebakku.
“Kau pintar juga bisa menebak ini semua.” Katanya.
Aku tersenyum, “Dan kau, sebenarnya juga menyukai Eunji. Kau melakukan ini karena kau tahu, Eunji juga mulai menyukai Kyungsoo.”
Ekspresinya agak berubah, namun dia menguatkan diri untuk tidak terlihat konyol. “Kau genius.” Lalu mengacak-acak rambutku.
“Perlu ku antar ke rumah sakit?” tanyaku sambil merapikan rambutku lagi.
Dia menggeleng. “Tak perlu.”
Akhirnya aku memberikan sapu tanganku untuk lukanya itu.
“Gomawo.” Katanya lalu pergi.
Aku juga pergi tapi berlawanan arah dengannya. Aku berjalan menuju jalan raya untuk mencari taksi.
“Jangan bilang kau berniat mengamatiku lagi.” Tiba-tiba aku mendengar suara Baekhyun. Ku lihat dia sedang duduk di depan sebuah toko kecil sambil menikmati minuman kalengnya.
Aku tersenyum kecut. Benar-benar konyol. Apa maksudnya ini? dia menungguku? Dengan begini, terlihat jelas dia sama sekali tak marah padaku.
Dia berdiri lalu menghampiriku. “Apa itu hobimu, atau memang pekerjaanmu? Mendikuti dan menyelidiki orang lain untuk dijadikan bahan lelucon?”
“Kalau itu benar, kau mau apa? Bukankah rahasiamu sudah ada di tanganku? Dengan tindakkan kecil saja, reputasimu hancur. Kau takut?” Aku berkata dengan santai lalu beranjak pergi. Aku benar-benar tak semangat meladeni semua orang-orang ini.
“Geurae, aku takut. Anggap saja itu alasanku berada disini sekarang. Dan anggap saja sekarang kau pemegang kartu matiku.”
Aku menghentikan langkahku. Bisa terasa kesungguhannya dari suaranya. Kenapa ini? dia bertekuk lutut di hadapanku?
“Dan karena hanya kau yang aku rasa mengetahuinya, meski aku tak tahu apa yang kau ketahui, aku memohonmu untuk tetap menutup mulut. Jangan minta aku melakukan hal sesuai keinginanmu untuk ini, karena aku tak akan, dan tak bisa melakukan apa-apa.”
Aku berbalik lalu tersnyum kecut lagi, “Kau sudah gila?”
Dia diam saja. Kali ini aku lihat lagi dirinya yang rapuh dam lemah.
“Jadi benar kau anak yatim piatu dan hidup serba kekurangan di rumah jelek itu? Dan kau tak ingin semua orang di sekolah mengetahuinya? Karena itu rahasia kelam bagimu? Hanya itu kan?” aku tak tahan lagi dengan orang ini. dia sungguh sulit dipahami. Setelah aku mengira, aku sudah memahaminya, apa yang akan dia lakukan selanjutnya, aku sama sekali tak bisa menebaknya.
“Geurae. Jadi kau mengetahui semuanya.”
“Apa itu masalah besar yang harus menjadi rahasiamu sampai mati?” tanyaku tak habis pikir.
“Apa kau pernah melihat kau yang seperti ini?” tanyanya. “Tidakkan? Aku benar-benar tak suka orang lain mengetahui diriku yang sebenarnya. Dan kau menjadi salah satu orang yang tak aku inginkan keberadaannya.”
Orang ini, kenapa dia hidup dengan aneh seperti itu hingga tercipta pribadi aneh seperti ini? “Lalu kau ingin aku melakukan apa? Bukankah aku hanya perlu menutup mulut?”
“Apa kau terlihat seperti orang yang tidak akan membocorkan rahasia seseorang dengan tingkahmu yang selalu bicara seenaknya itu?” dia menghampiriku lebih dekat. Dia berdiri di hadapanku sekarang.
“Apa kau pernah melihat atau mendengarku sengan bergosip dengan teman-teman gadisku? Apa kau pernah tahu aku punya teman?” tanyaku akhirnya. Hah.. dia membuatku malah menguak jati diriku sendiri.
Ekspresinya berubah.
“Jangan khawatir, aku bukan orang yang tertarik pada hal-hal seperti itu. Dan masalah seperti ini bukan tipe masalahku. Masalah seperti ini sama sekali tak pantas menjadi masalahku.” Aku berkata lalu pergi. Aku sempat melihat ekspresinya yang berbeda. Entah ekspresi apa itu. Aku tak bisa membacanya.
Jiyoung POV
Ah, earphoneku? Kenapa begini? Aku melihat earphoneku yang sedikit berbeda. Bukankah milikku, sudah aku beri nama? Kenapa namanya hilang?
Aku baru saja mau membuka pintu rumahku. Lalu melihat earphoneku yang aneh. Ah geurae! Ini milik Myungsoo. Pasti tertukar saat diskusi tadi. Ya, benar, aku dan Myungsoo sempat menaruh earphone kami di atas meja. Aku segera kembali ke kedai. Ku harap dia masih disana. Aku berlari secepat mungkin.
Ya, aku melihat Jieun. “Jieun-ah!” panggilku, dia sudah berjalan.
Jieun menoleh, “Ji..Jiyoung?”
“Kau lihat Myungsoo?” tanyaku sambil menghelas nafas. “Apa dia sudah pulang?”
“Ne, dia baru saja pergi.” Jawabnya.
“Kemana? kearah mana dia pergi?” tanyaku.
“Kesana.” Jawabnya sambil menunjuk arah kananku.
“Ah, gomawo.” Kataku lalu dengan cepat aku berlari menyusul Myungsoo.
Aku berlari. Berlari secepat mungkin. Dan benar, aku melihat punggungnya di kejauhan. Untung jalannya santai sekali. Aku menambah kecepatan lariku.
Aku lihat sekarang dia berkelok ke kanan. Wah aku terus mengikutinya, tapi sepertinya dia menambah kecepatannya setelah melihat jam tangannya. Aku jadi harus terus berlari. Mau kemana sebenarnya dia? Kenapa jauh sekali.
“Kim Myungsoo!” aku coba memanggilnya, tapi dia tak mendengarku. Sepertinya dia sedang mendengarkan musik.
Aku sudah kehilangan nafas. Aku benar-benar lelah, saat akhirnya Myungsoo masuk ke sebuah tempat. Tempat apa itu? Kelihatannya bukan sebuah rumah.
Akhirnya aku sampai di depan tempat itu. Ada huruf dari lampu di depannya. Aku membacanya. Bar? Dia pergi ke bar? Wae? Apa dia lelaki macam itu?
Akhirnya aku masuk ke dalam bar itu. Ini pertama kalinya aku datang ke tempat seperti ini. aku heran sekali saat masuk, orang-orang sampai berhimpitan karena terlalu penuh. Setahuku di drama, bar tak seramai ini. ini lebih mirip sebuah konser. Dan benar saja, seseorang aku lihat naik ke atas panggung yang ada di bagian belakang bar itu.
Orang itu memainkan gitarnya dan mulai bernyanyi.
“Myungsoo?” setelah dengan jelas aku melihatnya aku benar-benar terkejut. Bahkan dia bernyanyi dengan seorang gadis yang terlihat cantik dengan suara uniknya. Seluruh isi bar berteriak senang dan meneriakkan nama Myungsoo, kecuali aku. Terutama para gadisnya. Mereka terlihat iri pada gadis yang berduet dengan Myungsoo.
Aku ingin tertawa, benar-benar ingin. Bukankah ini lucu? Seorang Myungsoo ternyata seperti ini? tapi… aku tak bisa tertawa, sisi lain dari Myungsoo terlihat lagi. Dia benar-benar terlihat beda di atas panggung itu. Sepertinya itulah jiwa aslinya. Dia sungguh menikmati penampilan dan lagu yang ia nyanyikan.
Dari seluruh presepsi di otakku, kesimpulannya adalah dia keren. Benar-benar keren!
Sekarang semua orang bertepuk tangan dan berteriak riuh meramaikan suasana. Lagunya sudah berakhir. Ah… aku seperti terhipnotis dengan penampilannya tadi.
Aku melihatnya turun dari panggun dan menuju ke belakang panggung. Ah, aku ingat tujuanku menyusulnya. Aku segera menghampiri Myungsoo, dengan bersusah payah menembus kerumunan yang menggila itu.
“M..Myungsoo-ah.” Kataku ragu. Entah kenapa aku agak takut sebenarnya.
Myungsoo berbalik dan melihatku. Matanya membulat. Dia terkejut, aku yakin itu. “Jiyoung?”
Aku mengangkat earphonenya dengan tangan kananku. “Yang ada padamu itu milikku.”
Myungsoo melihat earphone yang terkalung di lehernya. Tapi dia malah dengan cepat menarik lenganku dengan kasar dan membawaku keluar dari tempat itu.
“Kau kesini hanya karena ini?” Myungsoo melepas earphoneku.
Aigo… lenganku sakit. “Geurae.” Jawabku kesal.
Dia tersenyum kecut, “Apa kau tak punya otak? Bukankah kita bisa bertemu di sekolah besok pagi?” tanyanya. Dia terlihat marah. Tapi benar juga, kenapa aku bisa menyusulnya seperti ini? bukankah ini sudah malam? Bukankah aku sudah melakukan hal yang bodoh?
“Aku benar-benar tak menyangka kau sebodoh ini.” dia mengulurkan earphoneku dan mengambil miliknya dari tanganku.
“Ke..kenapa kau bilang aku bodoh? Kau tak perlu mengatakan itu.” Kataku, aku sedikit tak terima. Kenapa dia harus bersikap sekasar itu.
“Apa kau sengaja mengikutiku? Atau kau malah sengaja menukar earphone kita yang sama agar ada alasan mengikutiku?” tanyanya marah. dia benar-benar terlihat marah. ada apa dengannya? Kenapa dia harus seperti itu?
“Kau kira aku gila? Kau kira aku fansmu?” tanyaku, aku meninggikan nada bicaraku.
“Seperti halnya yang kau lakukan di perpustakaan. Hanya untuk hal sepele seperti itu kau mencariku dan menggangguku.”
Aku kali ini yang tersenyum kecut, “Mian jika kau kira aku mengganggumu. Tapi kau harus ingat. Aku sama sekali tak bermaksud seperti itu. Kau ini kenapa? Kenapa harus semarah itu? Aku memang bodoh malam ini. entah kenapa aku mengikutimu sampai sejauh ini.” jelasku jujur. “Apa kau takut rahasiamu ini terbongkar?”
“Rahasiaku?” dia tersenyum pahit.
“Rahasia kegiatan malammu yang sebenarnya. Artis jalanan?” ah… aku terbawa emosi. Aku menyesal mengatakannya.
Ekspresinya terlihat begitu terluka mendengar perkataanku. Benar, bukankah aku sedang menginjak-injak mimpinya?
Dia hanya tersenyum kecut lalu memalingkan wajah. Sekarang dia pergi begitu saja. Membuatku bingung harus berbuat apa.
TO BE CONTINUED………
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo
Jieun POV
Aku mungkin tak akan bisa konsentrasi di diskusi kali ini. Aku harus meninggalkan adikku sendirian lebih malam dari biasanya. Bahkan aku tak bisa pergi ke tempat kerja paruh waktuku. Jam tambahan sudah dimulai. Aku pulang sekolah lebih sore. Jadi diskusinya juga lebih malam. Entah aku kuat untuk tidak sakit atau tidak.
Sudah lebih dari seminggu ini Eomma tak memberi kabar. Apa dia akan tinggal disana bersama ajushi itu selamanya dan tak kembali lagi? Molla. Aku tak bisa membayangkan jika harus hidup dengan Sungmin saja dan juga membiayai sekolahnya. Mungkin aku takkan bisa kuliah. Eomma, cepatlah pulang.
Aku datang lebih awal lagi di kedai dekat rumah Jiyoung. Kali ini aku sudah melihat Myungsoo disana. Kenapa dia niat sekali datang ke diskusi ini? apa dia sangat menyukainya?
“A..anyeong.” aku memberanikan diri untuk menyapanya lalu duduk di hadapannya seperti biasa.
“Ah, kau sudah datang? Aku rasa hanya kita yang paling niat dengan diskusi ini.” katanya.
Aku tersenyum kecut. Sebenarnya tak tahu harus merespon apa.
“Kau terlihat lebih muram dari biasanya.” Katanya.
Aku terkejut, dia memperhatikanku?
“Kau bisa lupakan sejenak masalah dirumahmu dengan diskusi ini.” katanya lalu mengulurkan minuman kaleng lagi. Itu minuman kelang favoritku lagi.
“Go..gomawo.” kataku. Mungkin aku sudah terhanyut terlalu jauh. Ani.. aku tak boleh begini.
Tak lama Jiyoung datang, earphone terpasang di telinganya. Sepertinya dia sedang mendengarkan musik. Ah, earphone itu sama dengan earphone yang ada di leher Myungsoo sekarang.
“Anyeong!” kata Jiyoung ceria.
Baro POV
Apa-apaan ini? bukankah sebaiknya aku pulang? Sedari tadi aku perhatikan mereka aneh. Seharusnya ini waktu untuk berpikir, sebaiknya kelompok ini harus bagaimana, tapi kenapa mereka malah seperti itu?
Gongchan berkali-kali aku lihat sibuk berbalas pesan dengan Naeun, bahkan dia senyum-senyum sendiri seperti orang gila. Belum lagi dengan tiga orang yang lain itu, Krystal, Jongin dan Sulli. Mereka mematung. Terlihat jelas mereka sangat canggung. Rasanya sangat janggal. Apa yang terjadi antara mereka? Sedari tadi mereka sama sekali tak bicara.
Ayolah ini sudah malam. Aku bisa ketinggalan melihat pertandingan bola di tv. Apa-apaan mereka ini. aku menundukkan kepalaku, aku tak tahan lagi. Akhirnya aku angkat bicara, “Haruskah kita akhiri diskusinya?”
Gongchan menatapku, “Ah, wae? teruskan saja.”
“Apa yang harus diteruskan? Kau sendiri enak-enakan berbalas pesan dengan Naeun. Apa kau pikir kau tak menganggunya disana?” tanyaku tak sabar lagi. “Dan kalian bertiga, ada apa dengan kalian bertiga? Kalian seperti mayat hidup.”
“Kalau memang begitu, kita akhiri saja hari ini.” akhirnya Jongin bicara.
“Geurae. Lebih baik kita pulang ke rumah masing-masing sekarang.” Kataku lalu beranjak pergi. Gongchan terlihat senang. Yang lain juga beranjak pergi dengan santai mengikutiku. Hah.. aku rasa aku berada di kelompok yang salah. Bisa-bisa tugas itu tak bisa selesai.
Aish… molla, aku pulang saja.
Luna POV
“Ah, Hyoyoung-ah, sekarang kau makin dekat dengan Sehun ya?” tanyaku di tengah-tengah diskusi.
Hyoyoung hanya tersenyum.
“Geurae, sedari tadi aku melihat, dia terus berbalas pesan dengan Sehun.” Tambah Jiyeon.
Hyoyoung tersenyum lagi.
“Sejak kapan kalian sedekat itu?” tanyaku.
“Lima hari yang lalu.” jawab Hyoyoung.
Aku dan Jiyeon tersenyum. Mereka manis sekali. “Pasti senang sekali bisa berbalas pesan dengan orang yang kita sukai.” Kataku.
Hyoyoung hanya tersenyum lagi.
“Geurae. Aku sudah beberapa kali mengirim pesan ke Choi Minho oppa. Tapi dia belum membalasnya.” Kata Jiyeon iri.
“Jinchayo Choi Minho mantan kakak kelas kita?” tanyaku.
Jiyeon mengangguk.
“Sekali pun tak pernah?” tanyaku lagi.
“Dulu pernah hanya sekali. Kau bisa bayangkan betapa senangnya aku saat itu.” Jelasnya.
Chanyeol yang sedari tadi mengantuk, tiba-tiba berubah ekspresi. “Jadi kau menyukainya?” nada bicaranya tinggi sekali.
Aku, Jiyeon, Hyoyoung dan bahkan Sandeul yang sama sekali tak memperhatikan dari tadi terkejut bukan main.
“Wae?” tanya Jiyeon. Dia cukup Shock.
Chanyeol tertawa getir. “Kau yakin kau menyukainya?”
Jiyeon mengangguk mantab, “Gurae, aku menyukainya. Kau hanya tak tahu, bahkan aku menyukainya sejak tahun pertama di sekolah.”
“Kau menjelaskannya segampang itu.” Chanyeol tersenyum getir lagi. “Lalu kau pikir aku ini apa?”
Jiyeon mengerutkan alisnya. Dia tak paham. Aku juga tak paham. Semua pandangan tertuju pada Jiyeon dan Chanyeol.
“Kau kira aku main-main denganmu?” tanya Chanyeol.
“Mwo?” tanya Jiyeon. “Apa maksudmu?”
“Aku pergi.” Chanyeol keluar berniat pergi.
Jiyeon mengejarnya keluar.
Jiyeon POV
“Aku pergi.” Kata Chanyeol lalu pergi. Kenapa dia? Kenapa seperti ini? kenapa dia malah mengacaukan diskusinya?
“Chanyeol-ah!” aku memanggilnya. Tapi dia tak mau mendengarku.
Aku berlari kecil lalu menarik lengannya, “Kau ini kenapa? Kenapa kau mengacaukan diskusinya?”
Chanyeol menatapku, matanya memancarkan kesungguhan. Dia menatapku dalam. Kekonyolannya yang biasa hilang begitu saja. Aku seperti melihat sisi lain dari Chanyeol.
“Apa selama ini kau mengira aku hanya berakting soal perasaanku padamu?” tanyanya. Dengan cepat dia melepas genggamanku di lengannya lalu pergi.
Aku terpaku. Aku melihat punggungnya yang terus menjauh. Jadi…. Jadi selama ini dia sungguh-sungguh? Dia benar-benar menyukaiku? Atau bahkan dia mencintaiku?
Aku kira selama ini dia hanya main-main dan bersenang-senang untuk mengusir penat di kelas. karena aku juga mengiranya hanya lelaki playboy yang akan dengan mudah melakukan itu dengan gadis manapun. Tapi… ini benar-benar berbeda. Dia sungguh-sungguh……
Luna POV
“Ah, kalau begitu aku aku juga pergi. Aku akan menjemput Hwayoung.” Kata Hyoyoung lalu beranjak pergi. Mungkin sebenarnya dia ingin bertemu Sehun, bukankah mereka sekelompok
“Geurae, aku juga harus menjemput Naeun.” tambah Gongchan juga.
Mereka berdua juga beranjak pergi. Aku dan Sandeul saling menatap. “Mereka itu apa-apaan?” tanya Sandeul.
Aku mengangkat kedua bahuku tanda tak mengerti.
“Lalu apa yang kita berdua lakukan disini?” tanyanya.
“Kita?” tanyaku. “Na ddo Molla.”
“Kalau begitu kita juga harus pulang.” Katanya lalu beranjak pergi. Aku terpikirkan sesuatu.
“Sandeul-ah!”
“Wae?”
“Kita pergi karaoke. Eotae?”
“Karaoke?” dia mengankat kedua alisnya.
“Ku dengar kau pandai bernyanyi.”
“Kau ingin kita berduel?” tanyanya.
“Duet.” Aku membenarkannya.
“Entah mengapa itu lebih cocok di sebut duel, kau dan aku bernyanyi?” katanya.
“Kau banyak bicara. Kau mau tidak?” tanyaku tak sabar.
“Kau yang meneraktir?” tanyanya senang.
Aku mengangguk, “Baiklah, aku yang traktir.”
Sandeul tertawa, “Kenapa kau tak katakan ini dari tadi?” dia menarik lenganku dan dengan cepat kami pergi tempat karaoke.
Taemin POV
Kami sudah bersiap pulang selesai diskusi ini. diskusi tadi sangat menyenangkan, karena kami sudah menemukan jalan keluar untuk masalah yang kami hadapi. Tapi, ini sudah malam. Gara-gara jam tambahan sudah dimulai, diskusi kami juga harus lebih malam.
Aku lihat Gongchan dan Hyoyoung datang bersama. Aku rasa kelompok mereka selesai diskusi lebih dulu. Aku lihat ekspresi Naeun saat Gongchan datang, tidak sesenang biasanya. Itu tadi karena kami sedikit memarahinya karena terlalu sering berbalas pesan dengan Gongchan saat diskusi. Naeun bilang Gongchan yang selalu mengiriminya pesan tak penting, hingga menganggunya seperti itu.
“Taemin-ah, aku duluan!” kata Hyunwoo. Dia menaiki sepedanya. Tapi kenapa dia mau ke arah sana? Bukankah rumahnya di arah sebaliknya? Kemarin-kemarin aku juga melihatnya kesana.
“Ya! Hyunwoo-ah, ku perhatikan kau sering kearah sana? Kau mau kemana? Bukankah rumahmu di arah sebaliknya?” tanyaku.
“Ah, ne aku harus ke suatu tempat dulu. Anyeong!” dia melambaikan tangannya. Dia terlihat tergesa-gesa.
Ah, aku juga melihat Sehun bicara akrab dengan si kembar. Akhirnya Sehunmau berubah. Dia terlihat lebih berani dari biasanya. Tapi daritadi aku juga melihat, sebenarnya Sehun berbalas pesan dengan Hyoyoung. Apa mereka dekat? Molla. Jadi mungkin Sehun sudah menetapkan pilihannya dari si kembar, dia lebih menyukai Hyoyoung. Untung saja kalau bisa memilih, bagaimana kalau tertukar, karena Sehun tidak memilih sama sekali.
“Ah, kalian berbalas pesan ya? Kalian dekat ya? Aigo… kenapa tak bilang padaku kalau kalian saling suka?” goda Hwayoung yang mengetahui hal itu.
Hyoyoung hanya tertawa, sedangkan sehun terlihat malu dan begitu kikuk.
“Sehun-ah, aku restui kau dengan saudaraku ini. Ok? Kau masuk dalam kriterianya. Itu sudah cukup.” Jelas Hwayoung sambil menepuk bahu sehun. Membuatnya lebih kikuk lagi. Tapi sedari tadi Hyoyoung malah tertawa saja.
“Naeun-ah?” Gongchan terlihat khawatir. “Kau marah? kenapa kau marah? jangan marah ya… jebal.”
Naeun terus menekuk wajahnya.
“Jelaskan padaku, apa aku sudah berbuat salah?” tanyanya.
“Jadi kau tak merasa? Kau itu membuatku ditegur teman-teman. Kenapa kau harus terus mengirim pesan padaku? Bahkan saat diskusi.” Jelas Naeun kesal.
“Ah, mianhae Naeun-ah.” Jawab Gongchan.
“Molla!” Naeun masih kesal lalu pergi mencari taksi, dia tak bersedia diantar Gongchan.
Aku turut prihatin melihatnya. Tapi aku juga ingin tertawa, bukankah mereka itu pasangan yang polos?
“Ah, lihat itu Sehun-ah.” Hwayoung menunjuk Gongchan yang mengejar-ngejar naeun yang kesal. “Nanti, jangan sampai kau buat Hyoyoung kesal seperti itu. Atau kau akan berurusan denganku. Dan akan ku beritahu Appamu bahwa kau itu, Nappeun Namja!”
Sehun hanya tersenyum kecut. Sedangkan Hyoyoung malah tertawa lagi.
Suzy POV
Aku lihat Baekhyun pulang terlebih dulu. Begitu juga Eunji. Tapi entah apa yang akan dilakukan Hyunseong pada Kyungsoo.
Hyungseong tersenyum, “Kau menyukainya kan?”
“M..mwo? suka? Nugu?” tanya Kyungsoo. Ah, mereka membicarakan Eunji.
“Jangan berakting lagi seperti kau itu lelaki polos yang pemalu.” Kata Hyunseong. Wah, kata-katanya cukup tajam.
Kyungsoo gelagapan, “Apa maksudmu?”
“Kau menyukai Eunji kan? Jujur saja? Kenapa kau jadi semakin pengecut seperti itu? Selalu bersembunyi di balik Eunji tapi mencintainya diam-diam seperti pengecut.”
“Kenapa kau bicara seperti itu?” tanya Kyungsoo. Alah… kenapa dia pengecut sekali? Atau dia itu bodoh?
“Kalau kau tetap pengecut seperti itu aku akan mendahuluimu. Ok? Kau kira sudah sejauh mana aku dengannya? Kau hanya tak cukup mengenalnya. Dia bukan seperti gadis biasa lainnya. Pantas sekali orang sepertimu menyukainya.” Wah bagus sekali acting Hyunseong. Jelas-jelas dia sedang memancing Kyungsoo. Tapi Kyungsoo setakut itu. Sepertinya dia benar-benar bodoh.
“Apa maksudmu?”
“Dia gadis murahan.” Jawab Hyunseong dengan senyum evilnya. Wow, tak kusangka dia melangkah sejauh ini.
“Mwo? Kau bilang apa?” emosi Kyungsoo mulai terpancing.
“Aku sudah dengan mudah menciumnya.” Hyunseong menyentuh bibirnya. “Tepat disininya.”
Kyungsoo terbelalak. Dia terpancing dengan sukses. Hyunseong memasang wajah bad boynya.
“Dan jika kau mendapatkannya sekalipun, dia sudah bekasku.” Jelas Hyunseong. “Dan jika kau mendapatkannya, itu pantas sekali, lelaki pengecut sepertimu mendapat gadis sepertinya.”
Tiba-tiba tinju Kyungsoo melayang ke rahang Hyunseong dan membuatnya tersungkur di tanah. Dengan cepat aku menghampiri mereka. Reaksi Kyungsoo agak diluar perkiraan. Tapi berarti itu bagus. Dia mulai tergerak, dan Hyunseong benar-benar berhasil.
“Katakan itu sekali lagi atau kau berakhir di rumah sakit.” Kata Kyungsoo lalu pergi dengan bersungut-sungut.
Hyunseong mengusap tepi bibirnya yang berdarah dambil tersenyum. Aku membantunya berdiri. “Aktingmu bagus sekali. Chukae.” Kataku santai.
Hyunseong tersenyum, “Siapa suruh dia sepengecut itu? Kalau tidak seperti ini. dia tak akan sadar.”
“Jangan bilang sebenarnya Eunji sudah mengetahui perasaannya.” Tebakku.
“Kau pintar juga bisa menebak ini semua.” Katanya.
Aku tersenyum, “Dan kau, sebenarnya juga menyukai Eunji. Kau melakukan ini karena kau tahu, Eunji juga mulai menyukai Kyungsoo.”
Ekspresinya agak berubah, namun dia menguatkan diri untuk tidak terlihat konyol. “Kau genius.” Lalu mengacak-acak rambutku.
“Perlu ku antar ke rumah sakit?” tanyaku sambil merapikan rambutku lagi.
Dia menggeleng. “Tak perlu.”
Akhirnya aku memberikan sapu tanganku untuk lukanya itu.
“Gomawo.” Katanya lalu pergi.
Aku juga pergi tapi berlawanan arah dengannya. Aku berjalan menuju jalan raya untuk mencari taksi.
“Jangan bilang kau berniat mengamatiku lagi.” Tiba-tiba aku mendengar suara Baekhyun. Ku lihat dia sedang duduk di depan sebuah toko kecil sambil menikmati minuman kalengnya.
Aku tersenyum kecut. Benar-benar konyol. Apa maksudnya ini? dia menungguku? Dengan begini, terlihat jelas dia sama sekali tak marah padaku.
Dia berdiri lalu menghampiriku. “Apa itu hobimu, atau memang pekerjaanmu? Mendikuti dan menyelidiki orang lain untuk dijadikan bahan lelucon?”
“Kalau itu benar, kau mau apa? Bukankah rahasiamu sudah ada di tanganku? Dengan tindakkan kecil saja, reputasimu hancur. Kau takut?” Aku berkata dengan santai lalu beranjak pergi. Aku benar-benar tak semangat meladeni semua orang-orang ini.
“Geurae, aku takut. Anggap saja itu alasanku berada disini sekarang. Dan anggap saja sekarang kau pemegang kartu matiku.”
Aku menghentikan langkahku. Bisa terasa kesungguhannya dari suaranya. Kenapa ini? dia bertekuk lutut di hadapanku?
“Dan karena hanya kau yang aku rasa mengetahuinya, meski aku tak tahu apa yang kau ketahui, aku memohonmu untuk tetap menutup mulut. Jangan minta aku melakukan hal sesuai keinginanmu untuk ini, karena aku tak akan, dan tak bisa melakukan apa-apa.”
Aku berbalik lalu tersnyum kecut lagi, “Kau sudah gila?”
Dia diam saja. Kali ini aku lihat lagi dirinya yang rapuh dam lemah.
“Jadi benar kau anak yatim piatu dan hidup serba kekurangan di rumah jelek itu? Dan kau tak ingin semua orang di sekolah mengetahuinya? Karena itu rahasia kelam bagimu? Hanya itu kan?” aku tak tahan lagi dengan orang ini. dia sungguh sulit dipahami. Setelah aku mengira, aku sudah memahaminya, apa yang akan dia lakukan selanjutnya, aku sama sekali tak bisa menebaknya.
“Geurae. Jadi kau mengetahui semuanya.”
“Apa itu masalah besar yang harus menjadi rahasiamu sampai mati?” tanyaku tak habis pikir.
“Apa kau pernah melihat kau yang seperti ini?” tanyanya. “Tidakkan? Aku benar-benar tak suka orang lain mengetahui diriku yang sebenarnya. Dan kau menjadi salah satu orang yang tak aku inginkan keberadaannya.”
Orang ini, kenapa dia hidup dengan aneh seperti itu hingga tercipta pribadi aneh seperti ini? “Lalu kau ingin aku melakukan apa? Bukankah aku hanya perlu menutup mulut?”
“Apa kau terlihat seperti orang yang tidak akan membocorkan rahasia seseorang dengan tingkahmu yang selalu bicara seenaknya itu?” dia menghampiriku lebih dekat. Dia berdiri di hadapanku sekarang.
“Apa kau pernah melihat atau mendengarku sengan bergosip dengan teman-teman gadisku? Apa kau pernah tahu aku punya teman?” tanyaku akhirnya. Hah.. dia membuatku malah menguak jati diriku sendiri.
Ekspresinya berubah.
“Jangan khawatir, aku bukan orang yang tertarik pada hal-hal seperti itu. Dan masalah seperti ini bukan tipe masalahku. Masalah seperti ini sama sekali tak pantas menjadi masalahku.” Aku berkata lalu pergi. Aku sempat melihat ekspresinya yang berbeda. Entah ekspresi apa itu. Aku tak bisa membacanya.
Jiyoung POV
Ah, earphoneku? Kenapa begini? Aku melihat earphoneku yang sedikit berbeda. Bukankah milikku, sudah aku beri nama? Kenapa namanya hilang?
Aku baru saja mau membuka pintu rumahku. Lalu melihat earphoneku yang aneh. Ah geurae! Ini milik Myungsoo. Pasti tertukar saat diskusi tadi. Ya, benar, aku dan Myungsoo sempat menaruh earphone kami di atas meja. Aku segera kembali ke kedai. Ku harap dia masih disana. Aku berlari secepat mungkin.
Ya, aku melihat Jieun. “Jieun-ah!” panggilku, dia sudah berjalan.
Jieun menoleh, “Ji..Jiyoung?”
“Kau lihat Myungsoo?” tanyaku sambil menghelas nafas. “Apa dia sudah pulang?”
“Ne, dia baru saja pergi.” Jawabnya.
“Kemana? kearah mana dia pergi?” tanyaku.
“Kesana.” Jawabnya sambil menunjuk arah kananku.
“Ah, gomawo.” Kataku lalu dengan cepat aku berlari menyusul Myungsoo.
Aku berlari. Berlari secepat mungkin. Dan benar, aku melihat punggungnya di kejauhan. Untung jalannya santai sekali. Aku menambah kecepatan lariku.
Aku lihat sekarang dia berkelok ke kanan. Wah aku terus mengikutinya, tapi sepertinya dia menambah kecepatannya setelah melihat jam tangannya. Aku jadi harus terus berlari. Mau kemana sebenarnya dia? Kenapa jauh sekali.
“Kim Myungsoo!” aku coba memanggilnya, tapi dia tak mendengarku. Sepertinya dia sedang mendengarkan musik.
Aku sudah kehilangan nafas. Aku benar-benar lelah, saat akhirnya Myungsoo masuk ke sebuah tempat. Tempat apa itu? Kelihatannya bukan sebuah rumah.
Akhirnya aku sampai di depan tempat itu. Ada huruf dari lampu di depannya. Aku membacanya. Bar? Dia pergi ke bar? Wae? Apa dia lelaki macam itu?
Akhirnya aku masuk ke dalam bar itu. Ini pertama kalinya aku datang ke tempat seperti ini. aku heran sekali saat masuk, orang-orang sampai berhimpitan karena terlalu penuh. Setahuku di drama, bar tak seramai ini. ini lebih mirip sebuah konser. Dan benar saja, seseorang aku lihat naik ke atas panggung yang ada di bagian belakang bar itu.
Orang itu memainkan gitarnya dan mulai bernyanyi.
“Myungsoo?” setelah dengan jelas aku melihatnya aku benar-benar terkejut. Bahkan dia bernyanyi dengan seorang gadis yang terlihat cantik dengan suara uniknya. Seluruh isi bar berteriak senang dan meneriakkan nama Myungsoo, kecuali aku. Terutama para gadisnya. Mereka terlihat iri pada gadis yang berduet dengan Myungsoo.
Aku ingin tertawa, benar-benar ingin. Bukankah ini lucu? Seorang Myungsoo ternyata seperti ini? tapi… aku tak bisa tertawa, sisi lain dari Myungsoo terlihat lagi. Dia benar-benar terlihat beda di atas panggung itu. Sepertinya itulah jiwa aslinya. Dia sungguh menikmati penampilan dan lagu yang ia nyanyikan.
Dari seluruh presepsi di otakku, kesimpulannya adalah dia keren. Benar-benar keren!
Sekarang semua orang bertepuk tangan dan berteriak riuh meramaikan suasana. Lagunya sudah berakhir. Ah… aku seperti terhipnotis dengan penampilannya tadi.
Aku melihatnya turun dari panggun dan menuju ke belakang panggung. Ah, aku ingat tujuanku menyusulnya. Aku segera menghampiri Myungsoo, dengan bersusah payah menembus kerumunan yang menggila itu.
“M..Myungsoo-ah.” Kataku ragu. Entah kenapa aku agak takut sebenarnya.
Myungsoo berbalik dan melihatku. Matanya membulat. Dia terkejut, aku yakin itu. “Jiyoung?”
Aku mengangkat earphonenya dengan tangan kananku. “Yang ada padamu itu milikku.”
Myungsoo melihat earphone yang terkalung di lehernya. Tapi dia malah dengan cepat menarik lenganku dengan kasar dan membawaku keluar dari tempat itu.
“Kau kesini hanya karena ini?” Myungsoo melepas earphoneku.
Aigo… lenganku sakit. “Geurae.” Jawabku kesal.
Dia tersenyum kecut, “Apa kau tak punya otak? Bukankah kita bisa bertemu di sekolah besok pagi?” tanyanya. Dia terlihat marah. Tapi benar juga, kenapa aku bisa menyusulnya seperti ini? bukankah ini sudah malam? Bukankah aku sudah melakukan hal yang bodoh?
“Aku benar-benar tak menyangka kau sebodoh ini.” dia mengulurkan earphoneku dan mengambil miliknya dari tanganku.
“Ke..kenapa kau bilang aku bodoh? Kau tak perlu mengatakan itu.” Kataku, aku sedikit tak terima. Kenapa dia harus bersikap sekasar itu.
“Apa kau sengaja mengikutiku? Atau kau malah sengaja menukar earphone kita yang sama agar ada alasan mengikutiku?” tanyanya marah. dia benar-benar terlihat marah. ada apa dengannya? Kenapa dia harus seperti itu?
“Kau kira aku gila? Kau kira aku fansmu?” tanyaku, aku meninggikan nada bicaraku.
“Seperti halnya yang kau lakukan di perpustakaan. Hanya untuk hal sepele seperti itu kau mencariku dan menggangguku.”
Aku kali ini yang tersenyum kecut, “Mian jika kau kira aku mengganggumu. Tapi kau harus ingat. Aku sama sekali tak bermaksud seperti itu. Kau ini kenapa? Kenapa harus semarah itu? Aku memang bodoh malam ini. entah kenapa aku mengikutimu sampai sejauh ini.” jelasku jujur. “Apa kau takut rahasiamu ini terbongkar?”
“Rahasiaku?” dia tersenyum pahit.
“Rahasia kegiatan malammu yang sebenarnya. Artis jalanan?” ah… aku terbawa emosi. Aku menyesal mengatakannya.
Ekspresinya terlihat begitu terluka mendengar perkataanku. Benar, bukankah aku sedang menginjak-injak mimpinya?
Dia hanya tersenyum kecut lalu memalingkan wajah. Sekarang dia pergi begitu saja. Membuatku bingung harus berbuat apa.
TO BE CONTINUED………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar