Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo
Lee Jieun
Byun Baekhyun
Luhan
Myungsoo mebuka matanya lebar-lebar. Wajah itu, wajah gadis dalam foto itu tak salah lagi, itu Lee Jieun yang ia kenal, “Lee Jieun?”
“Wae?” tanya Jiyoung heran melihat ekspresi Myungsoo yang sulit dijelaskan itu.
“Apa aku memang sebodoh itu?” gumam Myungsoo.
Jiyoung mulai memikirkan sesuatu. “Jangan bilang kau mengenalnya..”
Myungsoo tak menjawab, wajahnya memerah karena menahan emosi, entah apa itu, dalam hatinya. Dia bahkan telihat sedang menahan tangis. Melihat reaksi Myungsoo yang seperti itu, Jiyoung yakin tebakannya benar.
“Apa dia gadis yang kau sukai?” tanya Jiyoung. Entah, seperti ada sebuah batu besar menindih hati Jiyoung, jika dia melihat anggukan Myungsoo. Ada sesuatu dalam hatinya yang ingin Myungsoo tidak mengatakan iya.
***
Jieun melangkah memasuki kafe favoritnya dan Myungsoo, tentu saja dengan berat hati. Tapi Myungsoo yang memintanya datang. Perasaan takut menderanya setelah mendengar suara Myungsoo di telepon kemarin.
Jieun melihat Myungsoo duduk ditempat favoritnya, tapi dia tak sendiri, ada seseorang bersamanya, dia seorang gadis. Hanya nama Kang Jiyoung yang dipikirkan Jieun setelah melihat gadis itu. Dia sangat cocok dengan deskripsi yang pernah dijelaskan Myungsoo. Sisi-sisi jahat Jieun malah muncul saat melihat gadis itu.
Jieun duduk dalam diam di hadapan Myungsoo, menunggu Myungsoo bicara terlebih dahulu.
Myungsoo seperti kehabisan kata-kata, di sisi lain Myungsoo merasa kecewa pada Jieun, namun dia juga merasa sangat bodoh sama sekali tak bisa menyadari ini semua sejak awal.
Jieun dan Myungsoo terus bertatapan. Sedangkan Jiyoung yang sudah duduk di tempat yang agak jauh hanya mengamati mereka dengan penasaran. Dia sendiri tadi yang meminta ikut dan memaksa Myungsoo agar diperbolehkan.
Jiyoung mulai dibuat bingung sebenarnya, mengapa mereka sama sekali belum bicara hingga sekarang. Mereka seakan sudah bicara dengan tatapan mereka itu. Itulah yang membuat mereka terlihat sangat dekat. Mereka punya dunia sendiri yang tak mungkin Jiyoung masuki. Saat itulah Jiyoung merasa bodoh sekaligus tersisihkan, entah untuk apa dia tak mengerti. Namun itulah yang ia rasakan saat ini.
Semakin lama Jieun semakin yakin, dia sudah ketahuan. Semuanya sudah diketahui Myungsoo. Jieun memutuskan mulai sekarang dia akan berperan sebagai musuh Myungsoo, seperti yang seharusnya dia lakukan sejak dulu. Setidaknya dia harus bersikap jahat pada Myungsoo.
“Wae?” tanya Myungsoo akhirnya.
Jieun diam saja seperti biasa. Dia menguatkan diri agar tak menangis di hadapan Myungsoo. Meminta maaf adalah satu-satunya hal yang Jieun ingin lakukan pada satu-satunya temannya itu. Dan juga satu-satunya lelaki yang ia cintai itu. Namun dia merasa tak pantas menerima atau bahkan meminta maaf dari Myungsoo. Pengkhianatan yang telah ia lakukan pada Myungsoo, dirinya sendiri, tak bisa mengampuninya.
“Kita tak perlu bicara banyak lagi, aku rasa aku sudah mengetahui semuanya. Semua yang kau sembunyikan dariku.”
Jieun menggenggam tangannya sendiri, menahan sakit hatinya dan rasa menyesalnya. Juga sekuat mungkin menahan tangisnya.
“Kematian orang tuaku, Appamulah penyebabnya. Dan kau sudah tahu itu semua sejak awal!” Nada bicara Myungsoo meninggi. Membuat hati Jieun sedikit tergetar.
Jieun tersenyum, benar-benar pahit. Namun sebisa mungkin terlihat licik. “Karena kau sudah tahu, kita tak perlu bersandiwara lagi.” Dia berusaha terlihat jahat.
“Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu melakukan itu semua.” Kata Myungsoo, dia agak kecewa melihat reaksi Jieun yang seperti itu.
“Hambar.” Jawab Jieun singkat.
“Kau senang kau berhasil membodohiku?” tanya Myungsoo. Dia juga mulai menahan tangisnya.
“Tak perlu, karena kau terlalu mudah.” Jawab Jieun setelah mencari kata-kata yang paling kejam. Jieun menggenggam tangannya semakin erat.
Myungsoo tiba-tiba bangkit dari duduknya dan menghampiri Jieun merenggut krahnya dan meneriakinya hingga pengunjung lain menoleh, “Dan kau senang sekarang menjadi pewaris tunggal dari perusahaan nomor satu di negara ini?”
Dengan sigap Jiyoung berhambur kea rah mereka, menahan tangan Myungsoo yang sepertinya mau mencekik Jieun itu. “Kim Myungsoo, aku tahu ini berat, aku mohon kendalikan dirimu.”
Jieun melihat itu. Kedetakan mereka yang tak tampak dari luar namun terasa dari dalam. Dia tersenyum kecut, “Rasanya tak seberapa karena kau memang terlalu mudah.” Jieun melepas kedua tangan Myungsoo dari kerahnya. “Dan sepertinya kau mulai mendapatkan teman sekarang. Dan sepertinya aku benar, kau terlalu menganggapnya musuh, Karena kau menyukainya.” Jieun benar-benar menyadarinya,
Myungsoo dan Jiyoung terkejut mendengarnya. Myungsoo hanya tak habis pikir, bagaimana bisa dia mengatakan hal itu di saat seperti ini, sedangkan Jiyoung, perkataan itu berhasil membuatnya melambung sesaat, meski dia kembali sadar saat Jieun kembali bicara.
“Kau anggap dia musuh?” tanya Jieun sambil tersenyum merendahkan. Dia melirik dirinya sendiri sekilas lalu melanjutkan, “Seperti inilah yang disebut musuh. Akulah musuhmu yang sebenarnya.” Jieun berbalik dengan menahan semua perasaan yang bercampur aduk di hatinya itu. Dia mulai berjalan keluar.
“Minta maaf.” Perkataan Myungsoo itu membuat Jieun berhenti. “Minta maaflah padaku. Hanya itu…” Myungsoo benar-benar ingin meledak, namun dia kembali luluh saat melihat Jieun pergi.
Jieun hanya melirik sedikit kebelakang, lalu tersenyum, senyum yang sangat sulit dijelaskan, dan melanjutkan langkahnya. Inilah akhir pertemanannya dengan lelaki yang sangat ia sukai itu.
***
Luhan menatap halus Jiyoung yang duduk di hadapannya. Ia tahu, ia takkanmendapat jawaban yang ia inginkan. Namun secercah harapan itu tentu masih ada. Berharap Jiyoung menerima perasaannya, atau bahkan mempunyai perasaan yang sama, meski ia telah mengetahui sesuatu yang lain.
“Kau yakin akan membantunya?” tanya Luhan.
Jiyoung mengangguk mantab.
“Meski kau tahu segala resikonya? Bahkan kau bisa berbahaya atau bahkan mati dalam kasus seperti itu?” Luhan benar-benar khawatir.
“Ne, aku sudah memutuskan itu.” Jawab Jiyoung.
“Sepertinya tebakanku selama ini benar, kau menyukainya, Kim Myungsoo itu.” Luhan bicara dengan berat hati.
Jiyoung menutup matanya sejenak dan memantabkan hati, “Geurae, aku memang menyukainya. Aku akan melakukan apa saja untuk membantunya. Aku tak peduli bagaimana perasaannya terhadapku.”
Luhan tersenyum, meski memaksa. “Dan bagaimana denganku?”
Jiyoung memegang erat kedua tangan Luhan, “Dengar, kau membuatku gila belakangan ini. semua pengakuanmu itu tidak membuatku biasa saja. Aku benar-benar selalu memikirkanmu dan perasaanmu padaku. Bahkan kau sempat membuat hatiku bergetar sebelum kedatang Kim Myungsoo dalam hidupku. Tapi karena aku sudah sangat lama bersahabat denganmu, dan aku sudah belajar banyak darimu, aku tak ingin menjadi egois. Kau boleh membenciku, atau mengutukku.”
Luhan tersenyum, lebih menertawakan dirinya sendiri sebenarnya. “Kau sudah semakin dewasa sejak kita bertemu.” Luhan melepas genggaman Jiyoung, “Tentang perasaanku, aku bisa menerimanya. Tapi aku benar-benar tak bisa membiarkanmu terlibat dalam kasus Myungsoo. Kau bisa terluka atau apapun itu.”
Jiyoung beranjak dan berjalan menuju pintu lalu bicara dengan mantap, “Mian, untuk yang satu itu aku tak bisa dicegah lagi. Jangan khawatirkan aku. Aku harap kau bisa dengan mudah menghibur dirimu. Mianhae.” kata Jiyoung menutup pintu dibelakangnya.
Luhan menertawakan dirinya lagi. “Ini konyol, aku benar-benar konyol. Kedekatan selama itu takkan menjamin semua ini mulus.”
***
Jieun pergi ke panti asuhan. Dia memberi sumbangan sebanyak yang ia bisa. Dia juga membagikan banyak boneka pada anak-anak. Bahkan banyak mobil mainan untuk anak-anak lelaki. Jieun tersenyum senang melihat mereka tertawa lepas dan terlihat bahagia melihat ini semua.
“Kau benar-benar peri kami!!” seru gadis kecil yang waktu itu bicara padanya. Sedangkan gadis yang tak suka pada Jieun itu hanya melihat dari jauh, sepertinya sedang berkutat dengan gengsinya.
“Aku bukan peri. Panggil saja aku Jieun eonni. Seperti Baekhyun oppa bagi kalian. Itu saja sudah cukup. Kali harus hidup dengan baik dan selalu berada di jalan yang benar.” Jieun membelai gadis kecil itu dengan lembut.
Setelah itu Jieun menghampiri gadis yang membencinya itu dan memberinya sebuah boneka yang sepertinya dia inginkan sedari tadi. Jieun tersenyum, “Kau tak perlu, khawatir. Aku takkan merebut Baekhyun oppa darimu atau dari anak-anak ini. meskipun aku ingin, aku tak bisa.”
“Apa maksudmu eonni?”
“Jangan sia-siakan orang baik seperti Baekhyun oppamu itu. Jangan pernah bohongi dia atau kecewakan dia.”
“Kau bicara seperti itu seperti mau mati saja.” Gadis itu mencibir namun sebenarnya dia tersentuh oleh ucapan Jieun.
Jieun tersenyum, “Anggap saja begitu.”
“Jieun-ah! Lee Jieun!” tiba-tiba Baekhyun datang dengan tergesa-gesa.
Jieun tersenyum polos padanya. Itu membuat Baekhyun sedikit terkejut sebenarnya, itu sama sekali bukan Jieun, seakan Jieun datang dengan pribadi yang lain.
“Darimana kau tahu aku disini?” tanya Jieun.
“Dia yang memberitahuku.” Baekhyun menunjuk gadis itu, yang lalu pergi meninggalkan mereka berdua saja.
“Wae?” tanya Baekhyun setelah mereka duduk di kursi taman seperti waktu itu.
Jieun diam saja. Pribadi aslinya sedikit kembali.
“Kau melakukan ini semua ada apa? Apa kau akan pergi? Apa kau akan melakukan seuatu?” tanya Baekhyun khawatir.
“Semuanya sudah berakhir. Dia sudah tahu semuanya. Aku tinggal menjalani peranku yang seharusnya.” Jelas Jieun.
Baekhyun terdiam. Dia terus menatap Jieun, lekat-lekat seperti takut kehilangan kesmpatan memandangnya per inci.
“Gomawo, atas semuanya.” Kata Jieun pada Baekhyun. Dia sudah sepenuhnya kembali pada Jieun yang biasa. “Aku harus pergi.” Jieun beranjak pergi.
Namun Baekhyun menahannya, meraih lengannya, “Apapun yang akan kau lakukan setelah ini, aku mohon jangan. Jebal…”
Entah apa yang menyerang otak Jieun, tiba-tiba dia malah memeluk Baekhyun ,erat sekali. “Setelah ini anggap kau tak pernah mengenal gadis bernama Lee Jieun.”
Baekhyun terkejut, benar-benar terkjut. Dia tak bisa membohongi perasannya bahwa mulai tumbuh cinta dalam hatinya untuk Jieun. Tapi bagaimana bisa dia menyelamatkan Jieun jika keadaannya seperti ini. dia sadar dia bukan siapa-siapa.
***
“Kita bawa ini semua ke Jaksa Kim. Aku yakin kali ini dia akan benar-benar bisa membantumu.” Kata Jiyoung saat berada di rumah Myungsoo yang sedang gundah itu.
“Cukup. Kali ini cukup.” Jawab Myungsoo.
“Mwo? Apa maksudmu?” tanya Jiyoung heran.
“Kau tidak perlu membantuku lagi. Aku berterima kasih atas semua yang telah kau lakukan.” Jelas Myungsoo, sebenarnya dia mulai merasa khawatir.
“Mana bisa begitu?”
“Setelah ini aku akan berjuang sendiri. Kau tak perlu membantuku lagi Kang Jiyoung.”
“Wae? Bukankah kita sudah sepakat mengungkap kasus ini bersama?” tanya Jiyoung.
“Sudahlah, kau pulang saja. Lupakan semua kasus ini. ini semua tanggung jawabku. Tak seharusnya kau berusaha terlalu keras seperti itu.”
“Wae? Kau kira aku akan menyrah begitu saja? Asal kau tahu, aku bukan gadis seperti itu.” Jelas Jiyoung, nadanya agak meninggi. Dia cukup merasa kecewa, mendengar Myungsoo mengusirnya.
“Aku tak bisa Jiyoung.” Myungsoo menundukkan kepalanya, seakan tak berani menatap mata Jiyoung yang berkobar itu.
“Wae?” Teriak Jiyoung.
“Karena dulu aku menyukai Jieun, sangat menyukainya, sebelum kau datang ke kehidupanku. Dan aku tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Aku tak bisa.” Jelas Myungsoo akhirnya. Dia berkaca-kaca kali ini.
Tubuh Jiyoung bergetar. Sulit percaya dengan apa yang baru saja di dengar. Ini adalah kenyataan Jiyoung tak bertepuk sebelah tangan, namun ini justru membuat semuanya menjadi sulit. Tak akan ada yang tega membiarkan orang yang mereka cintai masuk dalam bahaya.
Mereka terdiam cukup lama, hanya saling menatap, persis yang dilakukan oleh Myungsoo dan Jieun waktu itu.
“Ara….” Kata Jiyoung tiba-tiba. Dia mulai beranjak dan melangkah keluar.
Mendengar dan melihat itu, hati Myungsoo mencelos. Kenyataan bahwa dia dan Jiyoung takkan bisa bersatu menghantamnya. Dia melihat punggung Jiyoung yang berjalan pelan itu. Semakin lama semakin menjauh darinya. Tidak, dia tak bisa melakukan yang satu ini juga.
Tiba-tiba Myungsoo menahan Jiyoung dan menciumnya.
Myungsoo tak bisa sendirian lagi dalam dunia ini. meski dengan begini Jiyoung sangat beresiko mengalami bahaya, dia akan menjaganya sepenuh hati dan sekuat tenaganya. Karena dia hanya memerlukan seseorang untuk menemaninya dan mendukungnya, dan dia sangat membutuhkan Jiyoung.
***
Luhan berniat menjemput Jiyoung dari kantornya, seperti biasa. Namun kali ini dia memang tak memberitahu Jiyoung kedatangannya. Dia tak takut kecewa, taka pa jika nanti dia melihat Jiyoung dijemput oleh orang lain. Itu taka pa baginya.
Dia baru memberhentikan mobilnya dan melihat sekilas ke kantor Jiyoung. Namun seketika itu juga dia melihat Jiyoung, sedang berjalan menuju halte. Tapi sebuah mobil menepi dan beberapa tangan keluar dari pintunya yang terbuka, mereka meraih tubuh Jiyoung dan membawa Jiyoung pergi dengan cepat.
Luhan terperanjat dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dengan segera dia mengikuti mobil itu. Cukup lama namun dia kehilangan jejak mobil itu setelah mobil itu berbelok mendadak.
Luhan cukup panic dengan hal ini. Yang teringat dalam otaknya hanyalah nama Lee Jieun. Gadis yang sudah diceritakan Jiyoung. Gadis yang berurusan dengan Myungsoo itu.
***
Jieun sedang berjalan kaki menuju rumahnya yang sekarang beberapa meter lagi. Hari ini dia tak mengizinkan sopirnya mengantarnya. Disaat itu juga, sebuah mobil menepi dan membunyikan klaksonnya cukup keras.
“Lee Jieun, kau Lee Jieun kan?” dia Luhan yang sedang panik, namun Jieun sama sekali tak mengenalnya. Dengan cepat Luhan turun dari mobilnya, “Apa yang kau lakukan? Kemana kau bawa Kang Jiyoung? Apa dia pantas dilibatkan dalam masalah ini?” tanya Luhan kesal.
Jieun ingat nama itu. Kang Jiyoung, dia takkan bisa lupa dengan gadis yang menggantikan posisinya. Dia mulai sadar, satu-satunya alasan lelaki yang tak dikenalnya ini melakukan hal seperti ini padanya adalah Appanya sudah memulai semuanya, tanpa sepengetahuannya.
Jieun segera berlari menuju rumahnya mengabaikan Luhan yang meneriakinya, “Hei! Lee Jieun, jangan pergi! Dengarkan aku!”
Jieun sampai di rumahnya, dia segera menghampiri Appanya di ruang kerjanya. Ternyata disana, para anak buahnya termasuk Eomma Jieun juga berkumpul.
“Appa apa yang telah kau lakukan?” teriak Jieun.
Appanya melihat ketidak sopannan anaknya itu dan balik berteriak, “Kau pikir kau sendiri, apa yang sudah telah kau lakukan selama ini? pagi ini Jaksa Kim datang menanyakan semua itu. Kau pikir kita akan dengan mudah selamat? Apa kau gila membahayakan seluruh keluargamu?”
“Kenapa kau juga menyentuh gadis itu?” tanya Jieun.
“Dia, semua orang tahu,” Appa Jieun menunjuk para anak buahnya. “Dia satu-satunya orang yang membantu Kim Myungsoo selama ini.”
“Lalu Appa apakan dia?” tanya Jieun panik.
“Tentu saja aku akan memusnahkan keduanya sebelum semuanya terlambat. Ku pikir kau bisa kupercaya.”
“Sudah kubilang jangan sentuh Kim Myungsoo! Dia sudah menjadi urusanku!” teriak Jieun lagi. Dia sudah tak bisa mengontrol diri.
“Kau kira aku ini bodoh? Apa kau kira aku tidak tahu kau menyukainya dank au ingin menyelamatkannya? Apa kau pikir dia akan terus menjadi temanmu setelah mengetahui semua ini?”
“Dia sudah tahu, dan dia hanya memintaku meminta maaf.” Jieun berkata lirih sekarang.
“Kalau kau tak mau melakukannya sendiri, biar aku yang lakukan itu untukmu.” Kata Appa Jieun.
Jieun menunduk lalu berkata dengan mantab, “Baiklah. Serahkan padaku. Aku akan melakukannya sekarang juga.” Jieun mengulurkan tangannya. Dia berpikir, Myungsoo tak boleh mati ditangan orang lain.
Appanya tersenyum senang, “Bagaimanapun juga kau pewaris tunggal JS grup, dank au satu-satunya putriku. Kau pikir aku tak inginkau hidup tenang dan bahagia?” Appanya memerikan pistol yang sedari tadi ia pegang.
“Jieun-ah…” Eomma Jieun memeluk putrinya itu.
***
Jieun berada di sebuah ruangan sendirian. Di ruang itu terdapat kaca yang memperlihatkan sebuah gudang luas berisi banyak tumpukan onderdil rusak dan beberapa mobil yang juga sudah rusak. Jieun terus menggenggam pistol ditangannya.
Yang lain sedang menunggu Jieun di gudang itu. Menunggu Jieun keluar dan menembakkan pelurunya pada dua orang yang sedang disekap disana. Jieun bisa melihat Myungsoo dan Jiyoung terduduk lemah dengan luka dimana-mana. Mereka diikat dengan kuat dan mata mereka ditutup kain gelap.
Miris, Jieun sebenarnya tak kuat melihat ini. melihat orang yang ia cintai tersiksa sedemikian rupa. Dia sama sekali tak sanggup melihat itu semua.
“Jieun!” tiba-tiba Baekhyun masuk dari pintu sebelah belakang ruangan itu.
“Baekhyun?” Jieun terkejut. “Bagaimana kau ada disini?”
“Sopirmu yang menjemput dan mengantarkanku padamu. Sepertinya dia setuju denganku.” Jelas Baekhyun.
“Sepertinya kau salah datang kesini. Lebih baik kau pergi sekarang. Jika maksudmu kau ingin menghalangiku, aku tetap tak bisa.” Kata Jieun.
“Jieun-ah? Aku yakin kau bukan orang seperti ini.”
“Maka dari itu aku harus mengakhiri ini semua sampai disini.” Jieun lalu menjabut gantungan ponselnya dari ponselnya disakunya dan memberikannya Baekhyun. “Pulanglah.” Jieun masuk ke dalam gudang itu, Baekhyun mengikutinya.
Saat itu kain di mata Jiyoung dan Myungsoo sudah dilepas. Mereka bisa melihat jelas Jieun datang dengan pistolnya.
Sedangkan Baekhyun langsung diamankan oleh dua anak buah Appa Jieun. “Jieun. Hajima!” teriak Baekhyun.
“Siapa lagi ini? kenapa banyak sekali tokoh di drama ini?” tanya Appa Jieun. “Jieun-ah, kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang. Kita tak punya banyak waktu sayang.”
Jiyoung dan Myungsoo dibuat berdiri oleh anak buah Appa Jieun yang lain. Mereka terlihat begitu lemah.
“Lee Jieun-ssi, jebal hajima…” kata Jiyoung sekuat tenaga.
Sedangkan Myungsoo dan Jieun hanya diam, mereka saling menatap lagi. Seakan bicara hanya dengan itu semua.
“Cepat Jieun-ah!” kata Appanya.
Jieun mulai mengarahkan pistolnya pada Myungsoo. Dan sekarang dia menarik pelatuknya.
“Jieun! Jebal hajima!!” teriak Baekhyun sambil terus meronta.
“Lee Jieun-ssi.” Jiyoung menggeleng-geleng.
“Jieun.” Appa Jieun terus bicara.
Saat itu juga Myungsoo melihat Jieun mengucapkan sesuatu, tapi tanpa suara, dan hanya Myungsoo saja yang dapat melihatnya.
Tiba-tiba, dengan cepat Jieun mengalihkan sasaran tembaknya, dia menembakkan peluru itu tepat ke otaknya.
“Jieun ANDWE!!!!!!” Appa Jieun berteriak histeris. Dia tak menyangkan putrinya akan melakukan hal itu. Membuat dirinya sendiri musnah dari dunia ini untuk menyelesaikan masalah ini. Appa Jieun dengan cepat menghampiri tubuh putrinya yang tergeletak ditanah dan sudah tak bernyawa itu. “Jieun, kenapa begini?”
Lutut Baekhyun melemas, dia berdiri dengan lututnya sekarang. Dia sama sekali tak mengharap melihat itu, kematian naas Jieun dengan mata kepalanya sendiri. Dia sama sekali tak bisa mempercayai apa yang baru dilihatnya. Begitu juga dengan Myungsoo dan Jiyoung yang melemas.
***
Jiyoung mengantarkan Luhan ke bandara. Luhan akan kembali ke Amerika. Kali ini dia tak terlambat lagi. Dia benar-benar memanfaatkan waktu dengan baik sekarang.
“Kau harus baik-baik saja disana.” Kata Jiyoung.
Luhan tersenyum. “Kau tenang saja.” Dia tertawa kecil sekarang. “Kau tahu apa alasanku kembali dari Amerika itu?”
“Mworago?”
“Kau, alasannya adalah kau. Bagaimana aku bisa hidup tenang di Amerika jika hati dan pikiranku terus melayang kesini?”
Jiyoung tersenyum.
“Ingat, jika dia membuatmu sakit hati atau semacamnya. Hubungi aku. Aku akan dengan cepat terbang kisini lagi.” Jelas Luhan.
“Gomawo.” Jawab Jiyoung lalu mereka berpelukan sebagai tanda perpisahan.
“Selamat tinggal..” kata Luhan sambil menyeret kopernya.
“Sampai jumpa!!” Jiyoung melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya.
Hari ini mereka sama-sama mengenakan syal berwarna biru tua itu.
***
Baekhyun sedang memandangi langit malam yang indah itu. Entah kenapa bintang-bintangnya terlihat sangat indah malam ini. seakan sengaja menemani Baekhyun disitu. Baekhyun sedang duduk di kursi taman dipanti asuhan.
“Oppa, aku ingin tanya sesuatu.” Tiba-tiba gadis kecil yang biasa menyebut Jieun peri menghampiri Baekhyun.
“Mwo?” tanya Baekhyun ramah.
“Kenapa Eonni peri tak pernah datang lagi?” tanyanya. Itu menyayat hati Baekhyun, meski sulit dia tetap tertsenyum.
“Dia sudah tenang di tempat lain. Tempat yang lebih tepat untuknya.”
“Benarkah?” tanya gadis itu sambil mengucek matanya.
“Geurae, Aku yakin sekali itu. Ini sudah malam. Kau tidurlah..”
Gadisi itu mengangguk lalu berlalu.
Baekhyun mengeluarkan benda dari dalam sakunya. Benda itu, benda yang dapat membuatnya selalu ingat pada Jieun. Gantungan ponsel milik Jieun yang diberikan padanya. Baekhyun menggenggamnya erat-erat.
“Lee Jieun. Gadis yang tiba-tiba datang ke kehidupanku dan pergi dengan cepat.” Bisik Baekhyun.
***
Myungsoo memarkirkan mobilnya di tempat parkir pemakaman itu. Keluar dari mobilnya lalu membukan pintu untuk Jiyoung yang membawa banyak bunga. Mereka berjalan menuju salah satu makam dan tersenyum setelah sampai disana.
Jiyoung menaruh bunga-bunga itu di makam itu. Berdoa bersama Myungsoo lalu berdiri bersebelahan.
“Lee Jieun. Mianhamnida, gomapseumnida.” Kata Jiyoung.
Myungsoo tersenyum, “Lee Jieun, gadis yang sempat menggetarkan hatiku, bahkan mengecewakanku sebegitu dalamnya.”
“Kau bilang dia mengucapkan sesuatu saat itu.” Kata Jiyoung.
“Mianhae. Dia mengucapkan itu padaku sebelum ia pergi.” Jawab Myungsoo.
“Kalian sama sekali bukan musuh.” Kata Jiyoung.
“Geurae, kami sama sekali bukan musuh.” Ulang Myungsoo.
Lalu mereka berjalan pulang sambil bergandengan tangan, sangat erat.
“Kim Myungsoo, aku takkan membiarkanmu sendirian lagi.” Kata Jiyoung.
“Gomawo. Aku juga akan selalu menjagamu. Kita juga bukan musuh sama sekali.”
Jiyoung tersenyum, disambung senyum Myungsoo.
Permusuhan hanya akan membawamu pada kesengsaraan tanpa kebahagiaan………….
THE END
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo
Lee Jieun
Byun Baekhyun
Luhan
Myungsoo mebuka matanya lebar-lebar. Wajah itu, wajah gadis dalam foto itu tak salah lagi, itu Lee Jieun yang ia kenal, “Lee Jieun?”
“Wae?” tanya Jiyoung heran melihat ekspresi Myungsoo yang sulit dijelaskan itu.
“Apa aku memang sebodoh itu?” gumam Myungsoo.
Jiyoung mulai memikirkan sesuatu. “Jangan bilang kau mengenalnya..”
Myungsoo tak menjawab, wajahnya memerah karena menahan emosi, entah apa itu, dalam hatinya. Dia bahkan telihat sedang menahan tangis. Melihat reaksi Myungsoo yang seperti itu, Jiyoung yakin tebakannya benar.
“Apa dia gadis yang kau sukai?” tanya Jiyoung. Entah, seperti ada sebuah batu besar menindih hati Jiyoung, jika dia melihat anggukan Myungsoo. Ada sesuatu dalam hatinya yang ingin Myungsoo tidak mengatakan iya.
***
Jieun melangkah memasuki kafe favoritnya dan Myungsoo, tentu saja dengan berat hati. Tapi Myungsoo yang memintanya datang. Perasaan takut menderanya setelah mendengar suara Myungsoo di telepon kemarin.
Jieun melihat Myungsoo duduk ditempat favoritnya, tapi dia tak sendiri, ada seseorang bersamanya, dia seorang gadis. Hanya nama Kang Jiyoung yang dipikirkan Jieun setelah melihat gadis itu. Dia sangat cocok dengan deskripsi yang pernah dijelaskan Myungsoo. Sisi-sisi jahat Jieun malah muncul saat melihat gadis itu.
Jieun duduk dalam diam di hadapan Myungsoo, menunggu Myungsoo bicara terlebih dahulu.
Myungsoo seperti kehabisan kata-kata, di sisi lain Myungsoo merasa kecewa pada Jieun, namun dia juga merasa sangat bodoh sama sekali tak bisa menyadari ini semua sejak awal.
Jieun dan Myungsoo terus bertatapan. Sedangkan Jiyoung yang sudah duduk di tempat yang agak jauh hanya mengamati mereka dengan penasaran. Dia sendiri tadi yang meminta ikut dan memaksa Myungsoo agar diperbolehkan.
Jiyoung mulai dibuat bingung sebenarnya, mengapa mereka sama sekali belum bicara hingga sekarang. Mereka seakan sudah bicara dengan tatapan mereka itu. Itulah yang membuat mereka terlihat sangat dekat. Mereka punya dunia sendiri yang tak mungkin Jiyoung masuki. Saat itulah Jiyoung merasa bodoh sekaligus tersisihkan, entah untuk apa dia tak mengerti. Namun itulah yang ia rasakan saat ini.
Semakin lama Jieun semakin yakin, dia sudah ketahuan. Semuanya sudah diketahui Myungsoo. Jieun memutuskan mulai sekarang dia akan berperan sebagai musuh Myungsoo, seperti yang seharusnya dia lakukan sejak dulu. Setidaknya dia harus bersikap jahat pada Myungsoo.
“Wae?” tanya Myungsoo akhirnya.
Jieun diam saja seperti biasa. Dia menguatkan diri agar tak menangis di hadapan Myungsoo. Meminta maaf adalah satu-satunya hal yang Jieun ingin lakukan pada satu-satunya temannya itu. Dan juga satu-satunya lelaki yang ia cintai itu. Namun dia merasa tak pantas menerima atau bahkan meminta maaf dari Myungsoo. Pengkhianatan yang telah ia lakukan pada Myungsoo, dirinya sendiri, tak bisa mengampuninya.
“Kita tak perlu bicara banyak lagi, aku rasa aku sudah mengetahui semuanya. Semua yang kau sembunyikan dariku.”
Jieun menggenggam tangannya sendiri, menahan sakit hatinya dan rasa menyesalnya. Juga sekuat mungkin menahan tangisnya.
“Kematian orang tuaku, Appamulah penyebabnya. Dan kau sudah tahu itu semua sejak awal!” Nada bicara Myungsoo meninggi. Membuat hati Jieun sedikit tergetar.
Jieun tersenyum, benar-benar pahit. Namun sebisa mungkin terlihat licik. “Karena kau sudah tahu, kita tak perlu bersandiwara lagi.” Dia berusaha terlihat jahat.
“Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu melakukan itu semua.” Kata Myungsoo, dia agak kecewa melihat reaksi Jieun yang seperti itu.
“Hambar.” Jawab Jieun singkat.
“Kau senang kau berhasil membodohiku?” tanya Myungsoo. Dia juga mulai menahan tangisnya.
“Tak perlu, karena kau terlalu mudah.” Jawab Jieun setelah mencari kata-kata yang paling kejam. Jieun menggenggam tangannya semakin erat.
Myungsoo tiba-tiba bangkit dari duduknya dan menghampiri Jieun merenggut krahnya dan meneriakinya hingga pengunjung lain menoleh, “Dan kau senang sekarang menjadi pewaris tunggal dari perusahaan nomor satu di negara ini?”
Dengan sigap Jiyoung berhambur kea rah mereka, menahan tangan Myungsoo yang sepertinya mau mencekik Jieun itu. “Kim Myungsoo, aku tahu ini berat, aku mohon kendalikan dirimu.”
Jieun melihat itu. Kedetakan mereka yang tak tampak dari luar namun terasa dari dalam. Dia tersenyum kecut, “Rasanya tak seberapa karena kau memang terlalu mudah.” Jieun melepas kedua tangan Myungsoo dari kerahnya. “Dan sepertinya kau mulai mendapatkan teman sekarang. Dan sepertinya aku benar, kau terlalu menganggapnya musuh, Karena kau menyukainya.” Jieun benar-benar menyadarinya,
Myungsoo dan Jiyoung terkejut mendengarnya. Myungsoo hanya tak habis pikir, bagaimana bisa dia mengatakan hal itu di saat seperti ini, sedangkan Jiyoung, perkataan itu berhasil membuatnya melambung sesaat, meski dia kembali sadar saat Jieun kembali bicara.
“Kau anggap dia musuh?” tanya Jieun sambil tersenyum merendahkan. Dia melirik dirinya sendiri sekilas lalu melanjutkan, “Seperti inilah yang disebut musuh. Akulah musuhmu yang sebenarnya.” Jieun berbalik dengan menahan semua perasaan yang bercampur aduk di hatinya itu. Dia mulai berjalan keluar.
“Minta maaf.” Perkataan Myungsoo itu membuat Jieun berhenti. “Minta maaflah padaku. Hanya itu…” Myungsoo benar-benar ingin meledak, namun dia kembali luluh saat melihat Jieun pergi.
Jieun hanya melirik sedikit kebelakang, lalu tersenyum, senyum yang sangat sulit dijelaskan, dan melanjutkan langkahnya. Inilah akhir pertemanannya dengan lelaki yang sangat ia sukai itu.
***
Luhan menatap halus Jiyoung yang duduk di hadapannya. Ia tahu, ia takkanmendapat jawaban yang ia inginkan. Namun secercah harapan itu tentu masih ada. Berharap Jiyoung menerima perasaannya, atau bahkan mempunyai perasaan yang sama, meski ia telah mengetahui sesuatu yang lain.
“Kau yakin akan membantunya?” tanya Luhan.
Jiyoung mengangguk mantab.
“Meski kau tahu segala resikonya? Bahkan kau bisa berbahaya atau bahkan mati dalam kasus seperti itu?” Luhan benar-benar khawatir.
“Ne, aku sudah memutuskan itu.” Jawab Jiyoung.
“Sepertinya tebakanku selama ini benar, kau menyukainya, Kim Myungsoo itu.” Luhan bicara dengan berat hati.
Jiyoung menutup matanya sejenak dan memantabkan hati, “Geurae, aku memang menyukainya. Aku akan melakukan apa saja untuk membantunya. Aku tak peduli bagaimana perasaannya terhadapku.”
Luhan tersenyum, meski memaksa. “Dan bagaimana denganku?”
Jiyoung memegang erat kedua tangan Luhan, “Dengar, kau membuatku gila belakangan ini. semua pengakuanmu itu tidak membuatku biasa saja. Aku benar-benar selalu memikirkanmu dan perasaanmu padaku. Bahkan kau sempat membuat hatiku bergetar sebelum kedatang Kim Myungsoo dalam hidupku. Tapi karena aku sudah sangat lama bersahabat denganmu, dan aku sudah belajar banyak darimu, aku tak ingin menjadi egois. Kau boleh membenciku, atau mengutukku.”
Luhan tersenyum, lebih menertawakan dirinya sendiri sebenarnya. “Kau sudah semakin dewasa sejak kita bertemu.” Luhan melepas genggaman Jiyoung, “Tentang perasaanku, aku bisa menerimanya. Tapi aku benar-benar tak bisa membiarkanmu terlibat dalam kasus Myungsoo. Kau bisa terluka atau apapun itu.”
Jiyoung beranjak dan berjalan menuju pintu lalu bicara dengan mantap, “Mian, untuk yang satu itu aku tak bisa dicegah lagi. Jangan khawatirkan aku. Aku harap kau bisa dengan mudah menghibur dirimu. Mianhae.” kata Jiyoung menutup pintu dibelakangnya.
Luhan menertawakan dirinya lagi. “Ini konyol, aku benar-benar konyol. Kedekatan selama itu takkan menjamin semua ini mulus.”
***
Jieun pergi ke panti asuhan. Dia memberi sumbangan sebanyak yang ia bisa. Dia juga membagikan banyak boneka pada anak-anak. Bahkan banyak mobil mainan untuk anak-anak lelaki. Jieun tersenyum senang melihat mereka tertawa lepas dan terlihat bahagia melihat ini semua.
“Kau benar-benar peri kami!!” seru gadis kecil yang waktu itu bicara padanya. Sedangkan gadis yang tak suka pada Jieun itu hanya melihat dari jauh, sepertinya sedang berkutat dengan gengsinya.
“Aku bukan peri. Panggil saja aku Jieun eonni. Seperti Baekhyun oppa bagi kalian. Itu saja sudah cukup. Kali harus hidup dengan baik dan selalu berada di jalan yang benar.” Jieun membelai gadis kecil itu dengan lembut.
Setelah itu Jieun menghampiri gadis yang membencinya itu dan memberinya sebuah boneka yang sepertinya dia inginkan sedari tadi. Jieun tersenyum, “Kau tak perlu, khawatir. Aku takkan merebut Baekhyun oppa darimu atau dari anak-anak ini. meskipun aku ingin, aku tak bisa.”
“Apa maksudmu eonni?”
“Jangan sia-siakan orang baik seperti Baekhyun oppamu itu. Jangan pernah bohongi dia atau kecewakan dia.”
“Kau bicara seperti itu seperti mau mati saja.” Gadis itu mencibir namun sebenarnya dia tersentuh oleh ucapan Jieun.
Jieun tersenyum, “Anggap saja begitu.”
“Jieun-ah! Lee Jieun!” tiba-tiba Baekhyun datang dengan tergesa-gesa.
Jieun tersenyum polos padanya. Itu membuat Baekhyun sedikit terkejut sebenarnya, itu sama sekali bukan Jieun, seakan Jieun datang dengan pribadi yang lain.
“Darimana kau tahu aku disini?” tanya Jieun.
“Dia yang memberitahuku.” Baekhyun menunjuk gadis itu, yang lalu pergi meninggalkan mereka berdua saja.
“Wae?” tanya Baekhyun setelah mereka duduk di kursi taman seperti waktu itu.
Jieun diam saja. Pribadi aslinya sedikit kembali.
“Kau melakukan ini semua ada apa? Apa kau akan pergi? Apa kau akan melakukan seuatu?” tanya Baekhyun khawatir.
“Semuanya sudah berakhir. Dia sudah tahu semuanya. Aku tinggal menjalani peranku yang seharusnya.” Jelas Jieun.
Baekhyun terdiam. Dia terus menatap Jieun, lekat-lekat seperti takut kehilangan kesmpatan memandangnya per inci.
“Gomawo, atas semuanya.” Kata Jieun pada Baekhyun. Dia sudah sepenuhnya kembali pada Jieun yang biasa. “Aku harus pergi.” Jieun beranjak pergi.
Namun Baekhyun menahannya, meraih lengannya, “Apapun yang akan kau lakukan setelah ini, aku mohon jangan. Jebal…”
Entah apa yang menyerang otak Jieun, tiba-tiba dia malah memeluk Baekhyun ,erat sekali. “Setelah ini anggap kau tak pernah mengenal gadis bernama Lee Jieun.”
Baekhyun terkejut, benar-benar terkjut. Dia tak bisa membohongi perasannya bahwa mulai tumbuh cinta dalam hatinya untuk Jieun. Tapi bagaimana bisa dia menyelamatkan Jieun jika keadaannya seperti ini. dia sadar dia bukan siapa-siapa.
***
“Kita bawa ini semua ke Jaksa Kim. Aku yakin kali ini dia akan benar-benar bisa membantumu.” Kata Jiyoung saat berada di rumah Myungsoo yang sedang gundah itu.
“Cukup. Kali ini cukup.” Jawab Myungsoo.
“Mwo? Apa maksudmu?” tanya Jiyoung heran.
“Kau tidak perlu membantuku lagi. Aku berterima kasih atas semua yang telah kau lakukan.” Jelas Myungsoo, sebenarnya dia mulai merasa khawatir.
“Mana bisa begitu?”
“Setelah ini aku akan berjuang sendiri. Kau tak perlu membantuku lagi Kang Jiyoung.”
“Wae? Bukankah kita sudah sepakat mengungkap kasus ini bersama?” tanya Jiyoung.
“Sudahlah, kau pulang saja. Lupakan semua kasus ini. ini semua tanggung jawabku. Tak seharusnya kau berusaha terlalu keras seperti itu.”
“Wae? Kau kira aku akan menyrah begitu saja? Asal kau tahu, aku bukan gadis seperti itu.” Jelas Jiyoung, nadanya agak meninggi. Dia cukup merasa kecewa, mendengar Myungsoo mengusirnya.
“Aku tak bisa Jiyoung.” Myungsoo menundukkan kepalanya, seakan tak berani menatap mata Jiyoung yang berkobar itu.
“Wae?” Teriak Jiyoung.
“Karena dulu aku menyukai Jieun, sangat menyukainya, sebelum kau datang ke kehidupanku. Dan aku tak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Aku tak bisa.” Jelas Myungsoo akhirnya. Dia berkaca-kaca kali ini.
Tubuh Jiyoung bergetar. Sulit percaya dengan apa yang baru saja di dengar. Ini adalah kenyataan Jiyoung tak bertepuk sebelah tangan, namun ini justru membuat semuanya menjadi sulit. Tak akan ada yang tega membiarkan orang yang mereka cintai masuk dalam bahaya.
Mereka terdiam cukup lama, hanya saling menatap, persis yang dilakukan oleh Myungsoo dan Jieun waktu itu.
“Ara….” Kata Jiyoung tiba-tiba. Dia mulai beranjak dan melangkah keluar.
Mendengar dan melihat itu, hati Myungsoo mencelos. Kenyataan bahwa dia dan Jiyoung takkan bisa bersatu menghantamnya. Dia melihat punggung Jiyoung yang berjalan pelan itu. Semakin lama semakin menjauh darinya. Tidak, dia tak bisa melakukan yang satu ini juga.
Tiba-tiba Myungsoo menahan Jiyoung dan menciumnya.
Myungsoo tak bisa sendirian lagi dalam dunia ini. meski dengan begini Jiyoung sangat beresiko mengalami bahaya, dia akan menjaganya sepenuh hati dan sekuat tenaganya. Karena dia hanya memerlukan seseorang untuk menemaninya dan mendukungnya, dan dia sangat membutuhkan Jiyoung.
***
Luhan berniat menjemput Jiyoung dari kantornya, seperti biasa. Namun kali ini dia memang tak memberitahu Jiyoung kedatangannya. Dia tak takut kecewa, taka pa jika nanti dia melihat Jiyoung dijemput oleh orang lain. Itu taka pa baginya.
Dia baru memberhentikan mobilnya dan melihat sekilas ke kantor Jiyoung. Namun seketika itu juga dia melihat Jiyoung, sedang berjalan menuju halte. Tapi sebuah mobil menepi dan beberapa tangan keluar dari pintunya yang terbuka, mereka meraih tubuh Jiyoung dan membawa Jiyoung pergi dengan cepat.
Luhan terperanjat dengan apa yang baru saja dilihatnya. Dengan segera dia mengikuti mobil itu. Cukup lama namun dia kehilangan jejak mobil itu setelah mobil itu berbelok mendadak.
Luhan cukup panic dengan hal ini. Yang teringat dalam otaknya hanyalah nama Lee Jieun. Gadis yang sudah diceritakan Jiyoung. Gadis yang berurusan dengan Myungsoo itu.
***
Jieun sedang berjalan kaki menuju rumahnya yang sekarang beberapa meter lagi. Hari ini dia tak mengizinkan sopirnya mengantarnya. Disaat itu juga, sebuah mobil menepi dan membunyikan klaksonnya cukup keras.
“Lee Jieun, kau Lee Jieun kan?” dia Luhan yang sedang panik, namun Jieun sama sekali tak mengenalnya. Dengan cepat Luhan turun dari mobilnya, “Apa yang kau lakukan? Kemana kau bawa Kang Jiyoung? Apa dia pantas dilibatkan dalam masalah ini?” tanya Luhan kesal.
Jieun ingat nama itu. Kang Jiyoung, dia takkan bisa lupa dengan gadis yang menggantikan posisinya. Dia mulai sadar, satu-satunya alasan lelaki yang tak dikenalnya ini melakukan hal seperti ini padanya adalah Appanya sudah memulai semuanya, tanpa sepengetahuannya.
Jieun segera berlari menuju rumahnya mengabaikan Luhan yang meneriakinya, “Hei! Lee Jieun, jangan pergi! Dengarkan aku!”
Jieun sampai di rumahnya, dia segera menghampiri Appanya di ruang kerjanya. Ternyata disana, para anak buahnya termasuk Eomma Jieun juga berkumpul.
“Appa apa yang telah kau lakukan?” teriak Jieun.
Appanya melihat ketidak sopannan anaknya itu dan balik berteriak, “Kau pikir kau sendiri, apa yang sudah telah kau lakukan selama ini? pagi ini Jaksa Kim datang menanyakan semua itu. Kau pikir kita akan dengan mudah selamat? Apa kau gila membahayakan seluruh keluargamu?”
“Kenapa kau juga menyentuh gadis itu?” tanya Jieun.
“Dia, semua orang tahu,” Appa Jieun menunjuk para anak buahnya. “Dia satu-satunya orang yang membantu Kim Myungsoo selama ini.”
“Lalu Appa apakan dia?” tanya Jieun panik.
“Tentu saja aku akan memusnahkan keduanya sebelum semuanya terlambat. Ku pikir kau bisa kupercaya.”
“Sudah kubilang jangan sentuh Kim Myungsoo! Dia sudah menjadi urusanku!” teriak Jieun lagi. Dia sudah tak bisa mengontrol diri.
“Kau kira aku ini bodoh? Apa kau kira aku tidak tahu kau menyukainya dank au ingin menyelamatkannya? Apa kau pikir dia akan terus menjadi temanmu setelah mengetahui semua ini?”
“Dia sudah tahu, dan dia hanya memintaku meminta maaf.” Jieun berkata lirih sekarang.
“Kalau kau tak mau melakukannya sendiri, biar aku yang lakukan itu untukmu.” Kata Appa Jieun.
Jieun menunduk lalu berkata dengan mantab, “Baiklah. Serahkan padaku. Aku akan melakukannya sekarang juga.” Jieun mengulurkan tangannya. Dia berpikir, Myungsoo tak boleh mati ditangan orang lain.
Appanya tersenyum senang, “Bagaimanapun juga kau pewaris tunggal JS grup, dank au satu-satunya putriku. Kau pikir aku tak inginkau hidup tenang dan bahagia?” Appanya memerikan pistol yang sedari tadi ia pegang.
“Jieun-ah…” Eomma Jieun memeluk putrinya itu.
***
Jieun berada di sebuah ruangan sendirian. Di ruang itu terdapat kaca yang memperlihatkan sebuah gudang luas berisi banyak tumpukan onderdil rusak dan beberapa mobil yang juga sudah rusak. Jieun terus menggenggam pistol ditangannya.
Yang lain sedang menunggu Jieun di gudang itu. Menunggu Jieun keluar dan menembakkan pelurunya pada dua orang yang sedang disekap disana. Jieun bisa melihat Myungsoo dan Jiyoung terduduk lemah dengan luka dimana-mana. Mereka diikat dengan kuat dan mata mereka ditutup kain gelap.
Miris, Jieun sebenarnya tak kuat melihat ini. melihat orang yang ia cintai tersiksa sedemikian rupa. Dia sama sekali tak sanggup melihat itu semua.
“Jieun!” tiba-tiba Baekhyun masuk dari pintu sebelah belakang ruangan itu.
“Baekhyun?” Jieun terkejut. “Bagaimana kau ada disini?”
“Sopirmu yang menjemput dan mengantarkanku padamu. Sepertinya dia setuju denganku.” Jelas Baekhyun.
“Sepertinya kau salah datang kesini. Lebih baik kau pergi sekarang. Jika maksudmu kau ingin menghalangiku, aku tetap tak bisa.” Kata Jieun.
“Jieun-ah? Aku yakin kau bukan orang seperti ini.”
“Maka dari itu aku harus mengakhiri ini semua sampai disini.” Jieun lalu menjabut gantungan ponselnya dari ponselnya disakunya dan memberikannya Baekhyun. “Pulanglah.” Jieun masuk ke dalam gudang itu, Baekhyun mengikutinya.
Saat itu kain di mata Jiyoung dan Myungsoo sudah dilepas. Mereka bisa melihat jelas Jieun datang dengan pistolnya.
Sedangkan Baekhyun langsung diamankan oleh dua anak buah Appa Jieun. “Jieun. Hajima!” teriak Baekhyun.
“Siapa lagi ini? kenapa banyak sekali tokoh di drama ini?” tanya Appa Jieun. “Jieun-ah, kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang. Kita tak punya banyak waktu sayang.”
Jiyoung dan Myungsoo dibuat berdiri oleh anak buah Appa Jieun yang lain. Mereka terlihat begitu lemah.
“Lee Jieun-ssi, jebal hajima…” kata Jiyoung sekuat tenaga.
Sedangkan Myungsoo dan Jieun hanya diam, mereka saling menatap lagi. Seakan bicara hanya dengan itu semua.
“Cepat Jieun-ah!” kata Appanya.
Jieun mulai mengarahkan pistolnya pada Myungsoo. Dan sekarang dia menarik pelatuknya.
“Jieun! Jebal hajima!!” teriak Baekhyun sambil terus meronta.
“Lee Jieun-ssi.” Jiyoung menggeleng-geleng.
“Jieun.” Appa Jieun terus bicara.
Saat itu juga Myungsoo melihat Jieun mengucapkan sesuatu, tapi tanpa suara, dan hanya Myungsoo saja yang dapat melihatnya.
Tiba-tiba, dengan cepat Jieun mengalihkan sasaran tembaknya, dia menembakkan peluru itu tepat ke otaknya.
“Jieun ANDWE!!!!!!” Appa Jieun berteriak histeris. Dia tak menyangkan putrinya akan melakukan hal itu. Membuat dirinya sendiri musnah dari dunia ini untuk menyelesaikan masalah ini. Appa Jieun dengan cepat menghampiri tubuh putrinya yang tergeletak ditanah dan sudah tak bernyawa itu. “Jieun, kenapa begini?”
Lutut Baekhyun melemas, dia berdiri dengan lututnya sekarang. Dia sama sekali tak mengharap melihat itu, kematian naas Jieun dengan mata kepalanya sendiri. Dia sama sekali tak bisa mempercayai apa yang baru dilihatnya. Begitu juga dengan Myungsoo dan Jiyoung yang melemas.
***
Jiyoung mengantarkan Luhan ke bandara. Luhan akan kembali ke Amerika. Kali ini dia tak terlambat lagi. Dia benar-benar memanfaatkan waktu dengan baik sekarang.
“Kau harus baik-baik saja disana.” Kata Jiyoung.
Luhan tersenyum. “Kau tenang saja.” Dia tertawa kecil sekarang. “Kau tahu apa alasanku kembali dari Amerika itu?”
“Mworago?”
“Kau, alasannya adalah kau. Bagaimana aku bisa hidup tenang di Amerika jika hati dan pikiranku terus melayang kesini?”
Jiyoung tersenyum.
“Ingat, jika dia membuatmu sakit hati atau semacamnya. Hubungi aku. Aku akan dengan cepat terbang kisini lagi.” Jelas Luhan.
“Gomawo.” Jawab Jiyoung lalu mereka berpelukan sebagai tanda perpisahan.
“Selamat tinggal..” kata Luhan sambil menyeret kopernya.
“Sampai jumpa!!” Jiyoung melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya.
Hari ini mereka sama-sama mengenakan syal berwarna biru tua itu.
***
Baekhyun sedang memandangi langit malam yang indah itu. Entah kenapa bintang-bintangnya terlihat sangat indah malam ini. seakan sengaja menemani Baekhyun disitu. Baekhyun sedang duduk di kursi taman dipanti asuhan.
“Oppa, aku ingin tanya sesuatu.” Tiba-tiba gadis kecil yang biasa menyebut Jieun peri menghampiri Baekhyun.
“Mwo?” tanya Baekhyun ramah.
“Kenapa Eonni peri tak pernah datang lagi?” tanyanya. Itu menyayat hati Baekhyun, meski sulit dia tetap tertsenyum.
“Dia sudah tenang di tempat lain. Tempat yang lebih tepat untuknya.”
“Benarkah?” tanya gadis itu sambil mengucek matanya.
“Geurae, Aku yakin sekali itu. Ini sudah malam. Kau tidurlah..”
Gadisi itu mengangguk lalu berlalu.
Baekhyun mengeluarkan benda dari dalam sakunya. Benda itu, benda yang dapat membuatnya selalu ingat pada Jieun. Gantungan ponsel milik Jieun yang diberikan padanya. Baekhyun menggenggamnya erat-erat.
“Lee Jieun. Gadis yang tiba-tiba datang ke kehidupanku dan pergi dengan cepat.” Bisik Baekhyun.
***
Myungsoo memarkirkan mobilnya di tempat parkir pemakaman itu. Keluar dari mobilnya lalu membukan pintu untuk Jiyoung yang membawa banyak bunga. Mereka berjalan menuju salah satu makam dan tersenyum setelah sampai disana.
Jiyoung menaruh bunga-bunga itu di makam itu. Berdoa bersama Myungsoo lalu berdiri bersebelahan.
“Lee Jieun. Mianhamnida, gomapseumnida.” Kata Jiyoung.
Myungsoo tersenyum, “Lee Jieun, gadis yang sempat menggetarkan hatiku, bahkan mengecewakanku sebegitu dalamnya.”
“Kau bilang dia mengucapkan sesuatu saat itu.” Kata Jiyoung.
“Mianhae. Dia mengucapkan itu padaku sebelum ia pergi.” Jawab Myungsoo.
“Kalian sama sekali bukan musuh.” Kata Jiyoung.
“Geurae, kami sama sekali bukan musuh.” Ulang Myungsoo.
Lalu mereka berjalan pulang sambil bergandengan tangan, sangat erat.
“Kim Myungsoo, aku takkan membiarkanmu sendirian lagi.” Kata Jiyoung.
“Gomawo. Aku juga akan selalu menjagamu. Kita juga bukan musuh sama sekali.”
Jiyoung tersenyum, disambung senyum Myungsoo.
Permusuhan hanya akan membawamu pada kesengsaraan tanpa kebahagiaan………….
THE END

SERUUUUU!! suka banget sama pairing Jiyoung/Myungsoo >< budayakan FF Jiyoung/Myungsoo'O')99 saya tungguuuu ><)9
BalasHapus