Cast:
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo
Sulli POV
Akhir-akhir ini aku jadi gadis gila yang selalu malas melakukan apa saja. Aku memang gila dan bodoh. Ini semua hanya karena Jongin kan? Bahkan aku tak bicara pada Jiyoung karena itu. Aku tahu itu sama sekali bukan salah Jiyoung. Tapi aku malah seperti memusuhinya sekarang. Bahkan aku lihat tadi Jiyoung murung di kelas, apa karena aku?
“Gwenchanayo?” tanya Taemin yang tiba-tiba menghampiriku di koridor dekat kelas.
Aku menatapnya. Sama sekali tak bersemangat untuk menjawabnya.
“Sepertinya kau sedang ada masalah. Wae?” tanyanya.
“Aku sedang tak ingin membicarakannya. Itu terlalu memalukan untukku.” Jawabku akhirnya. Aku benar-benar tak membutuhkan perhatiannya sekarang.
“Kau butuh waktu untuk sendiri? Baiklah.” Dia beranjak pergi lalu membalikkan badannya lagi, “Jika kau butuh seseorang untuk membagi beban, cari aku.”
Aku hanya tersenyum, menghargai tawarannya.
Aku pergi dari tempat itu dan melangkah kemanapun kakiku membawaku. Hingga aku sampai di halaman belakang sekolah dan melihat Jongin menghampiri Jiyoung. Jinchayo? Dia sudah seberani itu?
“A..apa yang kau lakukan disini?” tanya Jongin.
“Obseo.” Jawab Jiyoung. Dia masih terlihat murung.
Aku tak suka melihat ini, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Bukan hakku melarang mereka bicara.
“Jadi? Apa aku mengganggumu disini?” tanya Jongin.
“Ani.” Jiyoung menggeleng. “Tapi apa yang kau lakukan disini Jongin-ah?”
“Obseo. Aku hanya baru saja melihatmu semurung itu, jadi aku menghampirimu. Entah untuk apa.”
“Kau bahkan tak tahu apa tujuanmu?” tanya Jiyoung tak habis pikir. “Ne, baiklah… kau cukup menghibur. Tapi kau lebih terlihat seperti orang bodoh Jongin-ah.”
“Bodoh? Mungkin benar meski aku tak menyadarinya.” Jawab Jongin.
Tiba-tiba Jiyoung mengalihkan pandangannya ke Myungsoo yang lewat di depan mereka.
Aku bisa melihat kekecewaan Jongin. Sepertinya Jongin menyadari sesuatu yang menyakitkan.
Jiyoung mengerjar Myungsoo yang pergi kearah perpustakaan. Dan aku, aku beranikan diri untuk menghampiri Jongin.
“Kau kecewa.” Kataku begitu saja.
Jongin jelas terkejut. Dia takut jika aku mengetahui perasaannya pada Jiyoung. Ara Jongin-ah… nan ara…
“Apa maksudmu?”
Aku hanya tersenyum. Ternyata dia malah membalas senyumku. Kami sama-sama tahu senyum kami ini sedikit pahit. Namun walau Jongin tak tahu apa yang aku rasakan. Aku tahu apa yang dia rasakan. Dan kami ada dalam rasa yang sama. Bilang saja kami senasib.
Jiyeon POV
“Soyou tak masuk lagi hari ini?” tanya Seungho menghampiriku di bangku.
Aku mengangguk, “Dia makin sering tak masuk. Tapi ku dengar dia tetap ikut diskusi?”
“Geurae. Tak ada yang tahu kenapa dia seperti itu.” Katanya lalu pergi.
Satu kenyataan lagi, Chanyeol juga tak masuk. Apa sedalam itu kekecewaannya terhadapku hingga harus menghindariku? Orang itu… dengan begini aku jadi sangat merasa bersalah… kenapa aku tidak peka sama sekali? Itu saja yang terus aku pikirkan sedari tadi. Aku memandangi bangku kosong Chanyeol. Apa yang harus aku lakukan?
Aku membuka ponselku dan mulai mengetik pesan.
Chanyeol-ah, aku harap ini bukan usahamu untuk menghindar. Mianhae..
Aku kirimkan pesan itu. Aku harap ponselnya sekarang sudah aktif, karena sedari tadi aku mencoba menghubunginya selalu gagal.
“Kalian semalam pergi ke karaoke berdua saja?” tanya Taemin pada Luna dan Sandeul yang sedang bicara dengan semangat.
Luna POV
“Kalian semalam pergi ke karaoke berdua saja?” tanya Taemin. Sepertinya dia tahu dari Sandeul.
“Geurae. Wae?” tanyaku dan Sandeul bersamaan.
“Wah… sejak kapan kalian sekompak itu? Jangan bilang kalian pasangan selanjutnya kelas ini.” Taemin bicara semangat.
Aku dan Sandeul saling menatap. Kami terbahak bersama. Itu bodoh dan gila. Mana mungkin?
“Andwe!” kataku dan Sandeul bersamaan lagi.
“Buktinya kalian sudah ke karaoke bersama.” Tambah Taemin, dia tak mau menyerah.
“Kau hanya belum tahu kemampuan bernyanyinya.” Kata Sandeul.
“Kau juga belum tahu caranya bernyanyi. Dia lebih terlihat seperti manusia seutuhnya saat bernyanyi.” Kataku.
“Wae?” tanya Sandeul.
“Bukankah kau menghabiskan sebagian besar waktumu untuk tidur? Kau lebih terlihat seperti mumi.” Kataku lalu tertawa melihat reaksi Sandeul yang mengiyakannya. Taemin juga ikut tertawa.
Lalu perhatian kami bertiga berpindah ke dua insan yang sedang bertengkar.
“Jangan bilang kau masih marah padaku.” Kata Gongchan menghampiri Naeun yang membaca buku di bangkunya.
Naeun tak menghiraukannya. Sepertinya dia masih marah. sedikit kaget sebenarnya mendengar Naeun dan Gongchan bertengkar hanya karena masalah sekecil itu.
“Ah, masalah mereka biasa. Yang lebih parah itu mereka.” Baro menghampiri kami lalu menunjuk Kyungsoo dan Hyunseong yang duduk di bangku masing-masing.
“Wae?” tanya Taemin.
“Kau lihat bibir Hyunseong. Aku dengar kemarin Kyungsoo memukulnya.” Jelas Baro.
“Jincha?” aku, Taemin dan Sandeul terkejut.
“Wae?” tanyaku.
“Molla. Tak ada yang tahu. Bukankah Kyungsoo memang sedikit aneh?” kata Baro santai lalu pergi bergitu saja.
Jiyoung POV
“Myungsoo-ah.. bisa kita bicara?” aku menghampiri Myungsoo yang baru saja memasuki perpustakaan.
Dia tak bicara apa-apa. Aku yakin musik di telinganya sangat keras. Dia menuju tempat favoritnya di perpustakaan dan tak menghiraukanku.
“Myungsoo-ah….” Aku dengan berani melepas earphone di telinganya. “Kau harus dengarkan aku.”
Myungsoo menatapku sekarang. Tak ada ekspresi apa-apa. Dia hanya kembali dingin. Tapi dia juga tak marah aku mengganggunya seperti ini.
“Aku ingin minta maaf padamu. Aku tahu aku keterlaluan kemarin. Dan aku akui aku bodoh.” Jelasku jujur sepenuh hati. Aku tak bisa membayangkan harus sekelompok dan bekerja sama dengan orang yang membenciku seperti ini.
Myungsoo malah memasang kembali earphonenya.
“Myungsoo-ah?”
Sekarang dia malah memejamkan kedu matanya. Sama sekali tak mau mendengarkanku.
Akhirnya dengan kecewa aku pergi. Tapi aku takkan menyerah sampai disini. Tunggu saja Kim Myungsoo. Aku bukan gadis pengecut.
Suzy POV
Aku melihat Jieun melintas di depanku. Dia terlihat murung. Dan akan lebih aneh jika dia terlihat ceria. Sedangkan Eunji beru saja tahu soal Kyungsoo dan Hyunseong dari si kembar. Setelah mendengar hal itu dia menuju ke kelas. Dia pasti ingin bicara pada Hyunseong, jelas bukan pada Kyungsoo, dia belum siap bicara dengan Kyungsoo.
Sekarang si kembar menghampiri Sehun yang berjalan di koridor ini. mereka menggoda Sehun seperti biasa. Ya aku dengar Sehun sudah menetapkan pilihannya pada salah satu kembar, dan itu Hyoyoung. Lucu sekali, bukankah terlihat jelas tidak seperti itu?
Sekarang si kembar sudah pergi, tinggal Sehun sendirian di ujung koridor dengan wajah khawatirnya itu.
“Terperangkap dalam rencanamu sendiri?” aku berceloteh santai sambil menghampirinya. Dia agak terkejut aku bicara padanya. Karena memang aku hampir tak pernah bicara dengan lelaki satu ini, dia terlalu pemalu. Tapi karena sekarang dia mulai berubah, aku mau bicara dengannya.
“M..mwo?” tanyanya. Dia masih memakai gayanya yang biasa dalam hal ini.
“Kau sedang khawatir dengan gossip yang beredar kan?” tanyaku.
Dia berpikir keras. Sepertinya dia menutupi keterkejutannya akan pengetahuanku.
“Kau tidak menyukai Ryu Hyoyoung, yang kau sukai adalah Ryu Hwayoung. Geurae?”
Matanya terbelalak, aish lelaki ini polos sekali. Dia terkejut bukan main. Ya mungkin hanya aku yang mengetahuinya.
“Katakan saja yang sejujurnya sebelum terlambat.” Kataku sambil tersenyum padanya lalu pergi. Aku bisa membayangkan benar reaksinya mendengarku.
Setelah itu aku berpapasan dengan Baekhyun. Aku hanya menlihatnya sekilas lalu tak menghiraukannya dan melanjutkan langkahku menuju toilet sekolah. Dia juga melakukan hal yang sama, tak menghiraukanku, tapi terlihat sekali dia ingin melakukan yang sebaliknya. Aku hanya tersenyum kecut, lucu benar orang-orang ini.
Aku mulai melihat sesuatu yang berbeda tentangnya terhadapku. Aku harap itu tak berlanjut, karena itu akan sangat merepotkan dan mengesalkan. Aku benar-benar harus jaga jarak dengannya.
***
Seungho POV
Karena hari ini hari libur, kami mengunjungi panti asuhan yang kami jadikan tempat penelitian. Aku terus mengamati gelagat Soyou yang masih aneh. Dia selalu pulang lebih cepat dan mempunyai berbagai alasan untuk tidak mengikuti diskusi sampai selesai.
Memang benar dia biasa memasang wajah sombongnya di muka umum, tapi entah kenapa sepertinya ada sesuatu di balik itu semua.
Aku lihat Myungsoo dan Jiyoung sudah mulai mengabadikan setiap pekerjaan kami. Aku dan Jieun melakukan tanya jawab dengan pemilik panti asuhan maupun anak-anak penghuninya. Sedangkan Soyou aku suruh mencatat semua yang aku katakan di laptopku. Dia menyibukkan diri dengan itu.
Kami melakukan semuanya hingga sore. Matahari bahkan sudah mulai menghilang. Lagi-lagi seperti yang aku tebak, Soyou berpamitan pulang lebih cepat.
“Ne Soyou-ah. Anyeong.” Kata Jiyoung melepasnya.
Setelah Soyou pergi aku juga berpamitan, ini saat yang tepat untuk menjalankan rencanaku, “Mian. Aku juga harus pergi sekarang. Ada urusan lebih penting.”
“Kau juga?” tanya Jiyoung.
“Mian.” Kataku lalu segera mengikuti Soyou.
Dia menaiki taksi yang baru saja di dapatnya. Aku mengikutinya dengan motorku. Taksinya menuju ke pusat kota. Perjalanan yang di tempuh sangat jauh dari panti asuhan yang berada di pinggiran kota itu. Itu sebabnya Soyou bergitu tergesa-gesa kali ini. Apa dia mau pulang? Apa rumahnya ada di pusat kota? Taksinya akhirnya berhenti di depan sebuah klub malam. Klub itu sudah buka sekarang, mengingat ternyata ini sudah cukup malam.
Aku memarkirkan sepedaku setelah melihat Soyou masuk dari pintu belakang. Kenapa dia masuk kesana? Mau apa dia? Dan kenapa harus lewat pintu belakang? Itu kan pintu untuk pekerja. Apa dia bekerja disini? Gadis seumurannya bekerja di tempat seperti ini? jadi ini alasannya selalu pulang lebih cepat?
Aku memasuki klub itu. Aku berhasil masuk dengan membayar sejumlah uang yang cukup banyak pada penjaganya. Dilihat dari itu, ini adalah klub yang cukup besar.
Setelah aku masuk, aku bisa melihat kemewahan klub ini. Klub ini memang klub besar. Pengunjungnya pun terlihat orang-orang kelas atas. Bagaimana Soyou bisa bekerja disini?
Aku duduk di salah satu kursi bar. Aku melihat kesekeliling berusaha mencari pelayan berwajah Soyou. Dia atas panggung, para penari mulai naik dan memamerkan tubuh mereka dengan pakaian minim mereka. Tak kusangka tempat ini seperti itu. Bahkan mereka memakai tiang. Sebut saja mereka penari striptis. Semua orang, terutama lelaki hidung belang mulai riuh mendekati panggung.
Ini pertama kalinya aku melihat yang seperti ini. ini benar-benar gila. Aku melakukan hal ini hanya untuk mengetahui Soyou yang sebenarnya. Aish.. sebenarnya dimana dia? Harus sampai kapan aku berada di tempat rendahan seperti ini? mataku terus mencari gadis berseragam yang berkeliaran di klub itu. Sial… aku sama sekali tak melihatnya. Di mana dia sebenarnya?
Semua orang mulai riuh lagi. Kali ini lebih ramai dan heboh dari sebelumnya. Tampaknya seorang penari lagi keluar. Sepertinya itu penari utamanya. Seklias aku melihat gadis itu. Sial itu Soyou, dan dia mengenakan pakaian yang lebih minim dari lainnya.
Aku segera mendekati panggung. Tak peduli apa aku terlihat seperti lelaki hidung belang karena begitu niat menghampiri panggung. Aku tak bisa mendekat lagi karena kerumunannya sangat padat. Para lelaki paruh baya itu menyebarkan uang mereka dan berusaha menyentuh para penari.
Sampai aku melihat seorang lelaki paruh baya bertubuh besar yang sedang mabuk berusaha menyentuh Soyou. Tapi karena tenaganya yang besar, dia berhasil naik ke panggung untuk meraih Soyou. Sekarang Soyou sudah benar-benar ada di dekapannya.
Dengan cepat aku menyusup di antara kerumunan dan menaiki panggung. Tanpa ragu lagi aku menarik lelaki itu dan meninjunya agar dia tersungkur.
Soyou terkejut melihatku, tapi dia bergetar hebat, bisa terlihat jelas ketakutannya yang luar biasa itu. Matanya berkaca-kaca.
Aku melepas mantelku lalu memakaikannya pada Soyou dan menarik lengannya, membawanya pergi dari klub itu. Tak peduli banyak yang meneriakiku untuk berhenti. Aku terus melangkah keluar. Ku genggam erat tangan Soyou agar tak terlepas dariku.
Kusuruh dia naik ke motoku, lalu ku bawa dia ke rumahnya, setelah dia mengatakan dimana tempatnya.
Setelah sampai di rumahnya, Soyou menangis. Soyou yang biasanya selalu terlihat sombong, kali ini begitu lemah. Aku segera mendekapnya membiarkannya menangis di dadaku.
“Aku sudah tahu hal seperti ini akan terjadi. Aku tahu aku sangat bodoh dan murahan. Tapi tak ada tempat lain yang bisa memberiku penghasilan sebesar itu. Aku harus menghidupi dua adikku sendirian. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku ingin mati saja… aku ingin mati saja… aku sudah tak pantas hidup..” Soyou tersedu.
Aku melepas pelukanku dan mengusap air matanya. Aku memegang kedua pipinya, “Ara… aku tahu ada sesuatu yang tersembunyi dari kesombonganmu selama ini. nan ara..”
“Seungho-ah…. Gomawo… jongmal gomawo….” Katanya sambil terisak. “Jangan beritahu orang lain tentang ini. jebal..”
Aku mengangguk. “Aku berjanji.” Lalu aku memeluknya lagi. Aku benar-benar tak tega melihatnya.
Soyou… sekarang aku mengerti dirinya dengan baik. Aku benar-benar mengerti gadis ini sekarang.
Hyunwoo POV
Aku memperhatikannya dari jauh. Dia masih di panti asuhan. Dia belum pulang. Jieun-ah… kenapa kau begitu menyukai Myungsoo. Aku tahu saat ini dia hanya inginmelihat Myungsoo lebih lama. itulah hal yang selalu ia lakukan. Dan hal ini jugalah yang selalu aku lakukan. Memperhatikan Jieun dari jauh, memastikan dia baik-baik saja. Meski aku terlihat seperti orang bodoh.
Untung saja hari ini kelompokku tak ada jadwal untuk pergi ke tempat penelitian, jadi aku bisa mengikuti Jieun. Biasanya selesai diskusi, aku segera menuju kedai dekat rumah Jiyoung untuk melihat keadaan Jieun.
Jiyoung POV
Sedari tadi aku sudah melakukan hal-hal baik pada Myungsoo. Tapi dia tetap tak menghiraukanku. Dia itu bodoh atau apa? Sombong sekali tak mau menerima permintaan maafku? Kau kira aku akan menyerah begitu saja?
“Ini.” aku mengulurkan minuman yang tadinya akan ku minum pada Myungsoo. Dia malah tak mengindahkannya. Dia sibuk dengan kameraku. Meneliti setiap gambar yang sudah kami ambil tadi siang.
“Ya sudah cepat kembalikan kameraku! Kau mau kita menginap disini?” tanyaku. “Jieun sepertinya juga sudah pulang. Kau mau kita disini berdua saja? Apa itu tidak aneh?”
Dia tetap saja diam seperti mayat hidup. Aduh ini sudah semakin malam… bahkan anak-anak panti asuhan itu sudah dilarang keluar.
“Kim Myungsoo! Palli!” kataku. Ternyata Myungsoo mengembalikannya juga. Lalu berjalan menadhuluiku. Sepertinya dia juga mau pulang.
Aku berjalan di belakangnya sambil melihat punggungnya yang bidang itu. Ah…. Aku masih terbebani olehnya.
“Myungsoo-ah.. jangan tertawakan aku. Tapi aku sungguh-sungguh minta maaf padamu. Mianhae.. jeongmal mianhae…. Kau bisa membuatku begadang semalaman karena terus memikirkan permintaan maafku yang kau tolak ini.”
Sekarang aku berjelan mendahuluinya dan berhenti di hadapannya agar dia bisa memperhatikanku. Lagi-lagi aku melepas earphonenya sekarang.
“Jebal… mianhaeyo… jeongmal mianhaeyo… aku akan menarik semua kata-kataku padamu waktu itu. Aku akui aku keterlaluan Myungsoo-ah.”
“Kau bisa diam?” katanya akhirnya.
“Andwe! sebelum kau memaafkanku. Jebal… maafkan aku.. mianhae.”
“Apa yang bisa membuatmu diam?” tanyanya. Apa dia bodoh. Sudah maafkan saja aku!!!
“Kau takkan bisa menutup mulutku sebelum kau memaafkanku. Kau kira menyenangkan bekerja sama dengan orang yang membencimu? Cepat maafkan aku!” aku membuat gerakan memohon.
Dia hanya menatapku. Aish.. orang ini!
“Kim Myungsoo! Jeongmal mianhae!! Mian… mianhae. Aku akui aku salah. Cepatlah maafkan aku. Mian.. Aku…” perkataanku terputus begitu saja.
Aku terbelalak, dia menciumku.
Jieun POV
Dengan bodohnya aku mencari Myungsoo. Apa Jiyoung sudah pulang? Aku.. aku hanya ingin melihat Myungsoo sekali lagi hari ini. bukankah itu yang biasa aku lakukan? Hah… tapi mana mungkin Myungsoo bisa menyukai gadis jelek, bodoh, dan menyedihkan sepertiku?
Aku berjalan menuju gerbang panti asuhan, berharap menemukan Myungsoo. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Nomor Eomma tertera di layer ponselku. Aku senang sekali akhirnya Eomma menghubungiku. Selama ini telepon tak ada jawaban darinya.
“Yeobeoseyo. Eomma?” kataku semangat. Aku benar-benar lega Eomma menelepon. Aku terus berjalan menuju gerbang.
“Yeoboseyo.” Jawab seseorang di seberang. Kenapa suara lelaki?
“Ne?”
“Apa ini putri Song Misun?” tanya orang itu. Semangatku hilang begitu saja.
“Ne, geuraesoyo. Waeyo?” tanyaku. Aku melihat dua orang berdiri di depan gerbang.
“Kami dari kepolisian. Mian hamnida, kami harus memberitahu bahwa kami menemukan jasad Song Misun di daerah Jonlado. Kami harus memastikan bahwa anda adalah keluarganya.” Aku bisa melihat dua orang itu adalah Jiyoung dan Myungsoo, dan mereka berciuman. “Yeoboseyo?”
Nafasku seakan habis begitu saja. Semua beban yang selama ini menghantuiku jatuh begitu saja menimpaku. Ponselku sudah terlepas dari tanganku. Tubuhku lemas dan terjatuh ke tanah.
Aku meneteskan air mataku. Menangis dalam diam. Entah sekarang aku memikirkan apa. Aku hanya merasa tak kuat lagi. Ini terllau berat untukku. Aku terus menangis sambil menyentuh dadaku yang benar-benar sakit. Hatiku sakit sekali….
Myungsoo POV
Aku melepas ciumanku. Aku senang dia sama sekali tak menolak. Jelas sekali dia juga menyukaiku. Jiyoung masih terbelalak. Dia menatapku lekat-lekat dan penuh tanya. Aku hanya tersenyum.
Matanya benar-benar cantik. Caranya memperlakukanku selama ini benar-benar berbeda. Itu yang membuatku jatuh hati padanya. Entah kenapa harus dia. Aku sudah dibuat mabuk olehnya. Otakku hanya berisi dirinya sekarang.
Dia hanya tak tahu apa maksudku marah padanya waktu itu. Aku hanya terlalu malu dia mengetahui diriku yang sebenarnya.
“Aku sudah memaafkanmu lama sekali.” Kataku.
Dia masih terbelalak. Tak merespon apa-apa. Aku tersenyum lagi. Dia benar-benar gadis yang berbeda. Aku menggenggam tangannya lalu menariknya agar berjalan bersamaku.
Ku antarkan dia pulang dengan motorku.
Bahkan sesampainya dirumahnya, dia tertap terdiam sepert itu. “Gwenchana?” tanyaku.
“Mworago? Apa maksudnya ini?” tanyanya akhirnya.
“Apa lagi?”
“Mwo? Jelaskan. Aku benar-benar tak mengerti.”
“Tenang saja. Aku takkan bisa membencimu.” Kataku lalu mendekat ke telinganya. “Saranghae Jiyoung-ah.”
Jiyoung menatapku. Lalu dia berbalik dan memasuki rumahnya tanpa mengatakan sepatah katapun. Sepertinya dia shock sekali lagi. Dia benar-benar menggemaskan. Bagaimana aku tidak jatuh hati padanya?
Hyunwoo POV
Jieun tersungkur ke tanah. Dia menangis tersedu. Dia pasti melihat adegan Jiyoung dan Myungsoo yang membuatnya patah hati. Dia benar-benar tersiksa seperti itu…… seharusnya dia cepat pulang tadi. Aku tak tahan lagi dan mengampirinya.
Dia mendongak dan melihatku. Dia memang terkejut, tapi rasa sakit di hatinya lebih mendominasi.
“Jieun-ah.” Kataku lalu ikut berlutut di hadapannya dan memeluknya membiarkan dia menjadikanku sandaran. “Jangan pernah lagi menghadapi semua masalahmu sendirian.”
Suzy POV
Aku baru akan memejamkan mataku, aku sudah sangat mengantuk saat ponselku berdering. Siapa yang meneleponku semalam ini? dasar orang tak tahu aturan!
Setelah aku lihat layer ponselku, aku tak menemukan nama penelepon. Nomor siapa itu? Pasti iseng. Aku meletakkan lagi ponselku di meja sebelah ranjangku dan berniat tidur kembali.
Tapi lagi-lagi ponselku berdering. Percuma saja, aku takkan bisa tidur jika it uterus berdering. Akhirnya dengan kesal aku menjawab telepon itu.
“Yeoboseyo?” entah orang itu merasakan kekesalanku atau tidak dengan gaya biacaraku yang seperti itu.
“Suzy-ah…” suara di seberang sana menjawab. Dia terdengar sangat lemah. Itu suara yang aku kenal..
“Nugu?”
“Bi…sakah kau to..long aku?” tanyanya. Ini… ini suara Baekhyun. Darimana dia mendapat nomorku?
“Neo gwenchana? Neo eodiseo?” tanyaku. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?
Teleponnya malah terputus. Sial… kenapa dia sebenarnya?
Aku berpikir keras. Apa aku harus mencarinya? Ya, dengan cepat aku berganti pakaian dan menelepon taksi. Aku menuju ke rumah Baekhyun.
Setelah sampai aku segera turun dari taksi dan menyuruh sopirnya menunggu. Aku berlari ke rumah Baekhyun. Aku segera mengetuk pintu beberapa kali. Kenapa tak ada jawaban?
Tunggu sebentar, kenapa ada tulisan disita pada kertas merah di pintunya? Kenapa rumah Baekhyun di sita? Aku mencoba mengintip di jendela, tapi aku tak bisa melihat apa-apa. “Baekhyun!” panggilku. Apa dia tak ada disini?
“Suzy-ah..” tiba-tiba Baekhyun muncul dari samping rumahnya. Jadi selama ini dia di situ.
Aku segera menghampirinya, “Apa yang terjadi?” wajahnya tak karuan. Dia babak belur.
“Mereka…. mengambil semuanya…. Da..riku” jawabnya. Tiba-tiba badannya melemas dan menimpaku. Dengan sekuat tenaga aku menahannya.
Akhirnya aku meinta bantuan sopir taksi itu dan membawanya ke rumahku.
Baekhyun POV
Saat aku membuka mataku, aku berada di tempat asing. Dimana ini? apa tadi Suzy membawaku ke tempat lain?
“Kau sudah sadar?” dia memasuki kamar ini. “Jangan khawatir. Ini rumahku. Dan ini kamarku.” Jelasnya. Mwo? Dia membawaku ke rumahnya?
“Tenang saja. Orang tuaku sedang pergi keluar kota untuk beberapa hari.” Katanya seperti membaca pikiranku, itulah kebiasaannya.
“Aw.” Tiba-tiba, dia membasuh luka di keningku.
Suzy POV
“Aw.” Dia kesakitan saat aku membasuh luka di keningnya. Aigo… wajahnya benar-benar babak belur.
“Bagaimana kau bisa seperti ini?” tanyaku. “Kenapa rumahmu disita?”
Dia tertunduk sejenak lalu bicara, “Mian… aku menghubungimu karena memang hanya kau yang mengerti tentang hidupku.”
“Jadi?”
“Dulu aku tinggal bersama seorang ajushi yang mengambilku dari panti asuhan. Tapi karena hidupnya juga sangat susah, dia meminjam uang kesana-kemari hanya untuk membiayai hidupku. Tapi sebulan lalu ia meninggal akibat kecelakaan. Jadi para lintah darat itu terus mengejarku. Dan akhirnya mereka mengambil semuanya. Karena aku melawan, mereka menghajarku habis-habisan.”
Aku terdiam. Tak kusangka dia punya hidup seperti itu. Keceriaannya yang biasa ia pertontonkan di sekolah dapat menutupi masalah itu dengan rapi.
“Biar ku buatkan kau sesuatu yang hangat.” Kataku lalu beranjak pergi, tiba-tiba aku terhenti saat Baekhyun menarik lenganku sehingga aku terduduk lagi. Sekarang dia memelukku. Sangat erat, begitu erat sampai aku sulit bernafas. Aku berusaha melepas pelukannya.
“Diam… jebal… tetaplah seperti ini.” katanya. Kurasakan pundakku basah. Dia menangis. Itu benar. “Mianhae… gomawo.”
Kata-katanya berhasil membuat diam dan menjadi sandarannya selama beberapa menit. Dan aku menyadari satu hal, dia memang mulai menyukaiku.
***
Sehun POV
Kuputuskan untuk datang ke rumah mereka. Benar kata Suzy.. aku harus cepat menjelaskan semuanya sebelum terlambat. Sekarang Hwayoung malah menghampiriku di ruang tamu.
“Ah… kau terlewat sedikit waktu, Hyoyoung baru saja pergi. Entah dia pergi kemana tadi.” Katanya. Lucu sekali, aku memang mencarimu Hwayoung-ah.
“Gwnchana.” Jawabku.
“Apa kau mau menunggunya sampai nanti? Aku akan menemanimu sampai di datang.” Katanya lalu duduk di sampingku.
“Taka pa jika dia tak datang sekalipun.” Kataku. Dia mulai bingung.
“Waeyo?”
“Aku datang kesini bukan untuknya.” Jawabku.
“Lalu?”
“Aku mencarimu.”
“Aku? Ada apa? Tumben sekali. Aku kira kau mencari Hyoyoung untuk mengajaknya kencan.” Jelasnya. Wajahnya tidak tersenyum lagi sekarang, dia sibuk berpikir dengan keanehan ini.
“Kau, kau yang kuajak kencan.”
Tawanya meledak setelah mendengar ini. “Neo gwenchana?”
Aku mengangguk, aku tersenyum melihat reaksinya.
Dai berhenti tertawa dan memasang wajah bertanya-tanya.
“Aku memilih untuk mencintaimu.” Kataku akhirnya. Kata-kata ini sudah lama ada di otakku, tapi akhirnya aku baru mengeluarkannya sekarang.
Dia terkejut dan membeku. Matanya kosong menatapku.
“Gwenchana?” tanyaku.
“So sweet!!!” teriak Hyoyoung yang sedari tadi tidak pergi dan hanya menguping dari depan ruang tamu.
“Hyoyoung?” Hwayoung terkejut. “Sejak kapan kau ada di situ?”
“Aku memang disini sejak tadi.” Jawab Hyoyoung lalu tertawa.
Hyoyoung bertepuk tangan denganku sekarang. “Rencana kita berhasil Sehunie-ah!!”
“Jadi? Selama ini kalian bersekongkol?” tanya Hwayoung tak percaya.
“Kami bekerja sama.” Jawab Hyoyoung. Dia tak lagi mengulang perkataan Hwayoung.
Akhirnya si kembar itu tertawa lepas di hadapanku.
“Untung saja ternyata kenyataannya seperti ini.” kata Hwayoung. “Kalau tidak setiap malam aku harus menahan tangis melihat kalian berdua.” Dia merangkulkan lengannya di pundakku seperti biasa. Dia juga melakukan itu pada Hyoyoung. “Gomawo.” Katanya akhirnya.
Setelah itu Hwayoung malah mencium pipiku. Mungkin sekarang wajahku sudah seperti kepiting rebus karena ulahnya. Tapi aku tersenyum senang.
Jiyeon POV
“Anyeong haseyo. Apa Chanyeol ada?” aku datang ke rumah Chanyeol. Aku ingin memastikan sesuatu.
“Nuguseyo?” tanya perempuan paruh baya. Sepertinya itu Eomma Chanyeol.
“Aku temannya. Teman sekelasnya. Park Jiyeon imnida.” Jawabku lalu membungkuk 90 derajat.
“Masuklah dia ada di dalam.” Eomma Chanyeol terlihat sangat ramah.
“Apa dia sakit?” tanyaku.
“Geurae, dia memang sakit karena itu itu dia tidak masuk sekolah kemarin.” Jawab Eommanya. “Apa kau mau membangunkannya sendiri? Dia sedang tidur di kamarnya.”
“Bolehkah?”
“Tentu saja boleh. Jika dia melihat temannya yang cantik ini datang menjenguknya, dia pasti langsung sembuh.” Jelas Eomma Chanyeol sambil tersenyum. Itu membuatku salah tingkah.
Akhirnya aku memasuki kamar Chanyeol. Apa Eommanya tahu anaknya menyukaiku hingga aku diijinkan masuk ke kamarnya seperti ini?
Aku melihat Chanyeol tidur di ranjangnya. Sekarang aku tak tega untuk membangunkannya. Jadi aku hanya membenahi selimutnya yang terbuka dan hanya memandanginya begitu saja.
Wajahnya saat tidur sangat damai, kekonyolannya yang biasa tak terlihat. Orang ini, orang inilah yang selama ini selalu menyukaiku. Kenapa aku tak menyadarinya?
“Kau khawatir padaku?” tiba-tiba Chanyeol bertanya, tapi matanya masih tertutup. Apa dia tidak tidur sedari tadi?
“Chanyeol-ah?”
Sekarang dia membuka matanya.
“Kau tidak melakukan ini semua untuk menghindariku kan?” tanyaku akhirnya.
“Kau kira aku berkedok sakit hanya untuk itu?”
Aku jadi serba salah. Sebaiknya aku tidak datang kesini tadi. Aku jadi tak tahu harus bagaimana. Sudahlah aku pulang saja.
“Kalau begitu syukurlah. Lebih baik sekarang aku pulang.” Aku berbalik beranjak pergi. Namun Chanyeol meraih tanganku dan menarikku dengan kuat hingga aku tertidur di ranjangnya juga. Apa-apaan ini? apa dia gila?
“Chanyeol-ah? Apa yang kau lakukan?” tanyaku. Dia malah memelukku sambil tersenyum sekarang. Aku tak bisa menghindar pelukkannya sangat kuat. Mungkin sekarang pipiku sudah sangat merah dengan posisi seperti ini. dan yang benar-benar aku sadari adalah, jantung berdebar kencang, aku sama sekali tak bisa mengatasinya.
“Senang sekali rasanya mendengarmu mengkhawatirkanku seperti ini.” katanya.
“Ya, apa aku mengkhawairkanmu?” tanyaku.
“Jangan bohong lagi. Kau sudah tertangkap basah. Kau kira aku akan melepaskanmu begitu saja?”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Apa iya aku sudah tertangkap basah? Tapi memang benar aku memang mengkhawatirkannya.
“Buktinya kau tak menolak ini?” katanya menggodaku.
Aish… aku benar-benar malu, “Chanyeol-ah, bagaimana jika Eommamu tiba-tiba masuk?”
“Biar saja dia melihat. Sepertinya dia menyukaimu.” Sekarang dia malah membalik badanku hingga menghadapnya.
Aku menatapnya tanpa berkedip. Aku benar-benar tegang. Dan benar saja makin lama dia makin mendekat. Aku segera menutup mataku dan akhirnya diam menciumku, lembut sekali.
TO BE CONTINUED…….
Kang Jiyoung
Lee Jieun (IU)
Bae Suzy
Choi Sulli
Jung Eunji
Park Jiyeon
Son Naeun
Luna
Jung Krystal
Ryu Hwayoung
Ryu Hyoyoung
Soyou
Kim Jongin (Kai)
Kim Myungsoo
Lee Taemin
Oh Sehun
Baro
Sandeul
Do Kyungsoo (D.O)
Gong Chansik (Gongchan)
Park Chanyeol
Hyunseong
Yoo Seungho
Byun Baekhyun
Lee Hyunwoo
Sulli POV
Akhir-akhir ini aku jadi gadis gila yang selalu malas melakukan apa saja. Aku memang gila dan bodoh. Ini semua hanya karena Jongin kan? Bahkan aku tak bicara pada Jiyoung karena itu. Aku tahu itu sama sekali bukan salah Jiyoung. Tapi aku malah seperti memusuhinya sekarang. Bahkan aku lihat tadi Jiyoung murung di kelas, apa karena aku?
“Gwenchanayo?” tanya Taemin yang tiba-tiba menghampiriku di koridor dekat kelas.
Aku menatapnya. Sama sekali tak bersemangat untuk menjawabnya.
“Sepertinya kau sedang ada masalah. Wae?” tanyanya.
“Aku sedang tak ingin membicarakannya. Itu terlalu memalukan untukku.” Jawabku akhirnya. Aku benar-benar tak membutuhkan perhatiannya sekarang.
“Kau butuh waktu untuk sendiri? Baiklah.” Dia beranjak pergi lalu membalikkan badannya lagi, “Jika kau butuh seseorang untuk membagi beban, cari aku.”
Aku hanya tersenyum, menghargai tawarannya.
Aku pergi dari tempat itu dan melangkah kemanapun kakiku membawaku. Hingga aku sampai di halaman belakang sekolah dan melihat Jongin menghampiri Jiyoung. Jinchayo? Dia sudah seberani itu?
“A..apa yang kau lakukan disini?” tanya Jongin.
“Obseo.” Jawab Jiyoung. Dia masih terlihat murung.
Aku tak suka melihat ini, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Bukan hakku melarang mereka bicara.
“Jadi? Apa aku mengganggumu disini?” tanya Jongin.
“Ani.” Jiyoung menggeleng. “Tapi apa yang kau lakukan disini Jongin-ah?”
“Obseo. Aku hanya baru saja melihatmu semurung itu, jadi aku menghampirimu. Entah untuk apa.”
“Kau bahkan tak tahu apa tujuanmu?” tanya Jiyoung tak habis pikir. “Ne, baiklah… kau cukup menghibur. Tapi kau lebih terlihat seperti orang bodoh Jongin-ah.”
“Bodoh? Mungkin benar meski aku tak menyadarinya.” Jawab Jongin.
Tiba-tiba Jiyoung mengalihkan pandangannya ke Myungsoo yang lewat di depan mereka.
Aku bisa melihat kekecewaan Jongin. Sepertinya Jongin menyadari sesuatu yang menyakitkan.
Jiyoung mengerjar Myungsoo yang pergi kearah perpustakaan. Dan aku, aku beranikan diri untuk menghampiri Jongin.
“Kau kecewa.” Kataku begitu saja.
Jongin jelas terkejut. Dia takut jika aku mengetahui perasaannya pada Jiyoung. Ara Jongin-ah… nan ara…
“Apa maksudmu?”
Aku hanya tersenyum. Ternyata dia malah membalas senyumku. Kami sama-sama tahu senyum kami ini sedikit pahit. Namun walau Jongin tak tahu apa yang aku rasakan. Aku tahu apa yang dia rasakan. Dan kami ada dalam rasa yang sama. Bilang saja kami senasib.
Jiyeon POV
“Soyou tak masuk lagi hari ini?” tanya Seungho menghampiriku di bangku.
Aku mengangguk, “Dia makin sering tak masuk. Tapi ku dengar dia tetap ikut diskusi?”
“Geurae. Tak ada yang tahu kenapa dia seperti itu.” Katanya lalu pergi.
Satu kenyataan lagi, Chanyeol juga tak masuk. Apa sedalam itu kekecewaannya terhadapku hingga harus menghindariku? Orang itu… dengan begini aku jadi sangat merasa bersalah… kenapa aku tidak peka sama sekali? Itu saja yang terus aku pikirkan sedari tadi. Aku memandangi bangku kosong Chanyeol. Apa yang harus aku lakukan?
Aku membuka ponselku dan mulai mengetik pesan.
Chanyeol-ah, aku harap ini bukan usahamu untuk menghindar. Mianhae..
Aku kirimkan pesan itu. Aku harap ponselnya sekarang sudah aktif, karena sedari tadi aku mencoba menghubunginya selalu gagal.
“Kalian semalam pergi ke karaoke berdua saja?” tanya Taemin pada Luna dan Sandeul yang sedang bicara dengan semangat.
Luna POV
“Kalian semalam pergi ke karaoke berdua saja?” tanya Taemin. Sepertinya dia tahu dari Sandeul.
“Geurae. Wae?” tanyaku dan Sandeul bersamaan.
“Wah… sejak kapan kalian sekompak itu? Jangan bilang kalian pasangan selanjutnya kelas ini.” Taemin bicara semangat.
Aku dan Sandeul saling menatap. Kami terbahak bersama. Itu bodoh dan gila. Mana mungkin?
“Andwe!” kataku dan Sandeul bersamaan lagi.
“Buktinya kalian sudah ke karaoke bersama.” Tambah Taemin, dia tak mau menyerah.
“Kau hanya belum tahu kemampuan bernyanyinya.” Kata Sandeul.
“Kau juga belum tahu caranya bernyanyi. Dia lebih terlihat seperti manusia seutuhnya saat bernyanyi.” Kataku.
“Wae?” tanya Sandeul.
“Bukankah kau menghabiskan sebagian besar waktumu untuk tidur? Kau lebih terlihat seperti mumi.” Kataku lalu tertawa melihat reaksi Sandeul yang mengiyakannya. Taemin juga ikut tertawa.
Lalu perhatian kami bertiga berpindah ke dua insan yang sedang bertengkar.
“Jangan bilang kau masih marah padaku.” Kata Gongchan menghampiri Naeun yang membaca buku di bangkunya.
Naeun tak menghiraukannya. Sepertinya dia masih marah. sedikit kaget sebenarnya mendengar Naeun dan Gongchan bertengkar hanya karena masalah sekecil itu.
“Ah, masalah mereka biasa. Yang lebih parah itu mereka.” Baro menghampiri kami lalu menunjuk Kyungsoo dan Hyunseong yang duduk di bangku masing-masing.
“Wae?” tanya Taemin.
“Kau lihat bibir Hyunseong. Aku dengar kemarin Kyungsoo memukulnya.” Jelas Baro.
“Jincha?” aku, Taemin dan Sandeul terkejut.
“Wae?” tanyaku.
“Molla. Tak ada yang tahu. Bukankah Kyungsoo memang sedikit aneh?” kata Baro santai lalu pergi bergitu saja.
Jiyoung POV
“Myungsoo-ah.. bisa kita bicara?” aku menghampiri Myungsoo yang baru saja memasuki perpustakaan.
Dia tak bicara apa-apa. Aku yakin musik di telinganya sangat keras. Dia menuju tempat favoritnya di perpustakaan dan tak menghiraukanku.
“Myungsoo-ah….” Aku dengan berani melepas earphone di telinganya. “Kau harus dengarkan aku.”
Myungsoo menatapku sekarang. Tak ada ekspresi apa-apa. Dia hanya kembali dingin. Tapi dia juga tak marah aku mengganggunya seperti ini.
“Aku ingin minta maaf padamu. Aku tahu aku keterlaluan kemarin. Dan aku akui aku bodoh.” Jelasku jujur sepenuh hati. Aku tak bisa membayangkan harus sekelompok dan bekerja sama dengan orang yang membenciku seperti ini.
Myungsoo malah memasang kembali earphonenya.
“Myungsoo-ah?”
Sekarang dia malah memejamkan kedu matanya. Sama sekali tak mau mendengarkanku.
Akhirnya dengan kecewa aku pergi. Tapi aku takkan menyerah sampai disini. Tunggu saja Kim Myungsoo. Aku bukan gadis pengecut.
Suzy POV
Aku melihat Jieun melintas di depanku. Dia terlihat murung. Dan akan lebih aneh jika dia terlihat ceria. Sedangkan Eunji beru saja tahu soal Kyungsoo dan Hyunseong dari si kembar. Setelah mendengar hal itu dia menuju ke kelas. Dia pasti ingin bicara pada Hyunseong, jelas bukan pada Kyungsoo, dia belum siap bicara dengan Kyungsoo.
Sekarang si kembar menghampiri Sehun yang berjalan di koridor ini. mereka menggoda Sehun seperti biasa. Ya aku dengar Sehun sudah menetapkan pilihannya pada salah satu kembar, dan itu Hyoyoung. Lucu sekali, bukankah terlihat jelas tidak seperti itu?
Sekarang si kembar sudah pergi, tinggal Sehun sendirian di ujung koridor dengan wajah khawatirnya itu.
“Terperangkap dalam rencanamu sendiri?” aku berceloteh santai sambil menghampirinya. Dia agak terkejut aku bicara padanya. Karena memang aku hampir tak pernah bicara dengan lelaki satu ini, dia terlalu pemalu. Tapi karena sekarang dia mulai berubah, aku mau bicara dengannya.
“M..mwo?” tanyanya. Dia masih memakai gayanya yang biasa dalam hal ini.
“Kau sedang khawatir dengan gossip yang beredar kan?” tanyaku.
Dia berpikir keras. Sepertinya dia menutupi keterkejutannya akan pengetahuanku.
“Kau tidak menyukai Ryu Hyoyoung, yang kau sukai adalah Ryu Hwayoung. Geurae?”
Matanya terbelalak, aish lelaki ini polos sekali. Dia terkejut bukan main. Ya mungkin hanya aku yang mengetahuinya.
“Katakan saja yang sejujurnya sebelum terlambat.” Kataku sambil tersenyum padanya lalu pergi. Aku bisa membayangkan benar reaksinya mendengarku.
Setelah itu aku berpapasan dengan Baekhyun. Aku hanya menlihatnya sekilas lalu tak menghiraukannya dan melanjutkan langkahku menuju toilet sekolah. Dia juga melakukan hal yang sama, tak menghiraukanku, tapi terlihat sekali dia ingin melakukan yang sebaliknya. Aku hanya tersenyum kecut, lucu benar orang-orang ini.
Aku mulai melihat sesuatu yang berbeda tentangnya terhadapku. Aku harap itu tak berlanjut, karena itu akan sangat merepotkan dan mengesalkan. Aku benar-benar harus jaga jarak dengannya.
***
Seungho POV
Karena hari ini hari libur, kami mengunjungi panti asuhan yang kami jadikan tempat penelitian. Aku terus mengamati gelagat Soyou yang masih aneh. Dia selalu pulang lebih cepat dan mempunyai berbagai alasan untuk tidak mengikuti diskusi sampai selesai.
Memang benar dia biasa memasang wajah sombongnya di muka umum, tapi entah kenapa sepertinya ada sesuatu di balik itu semua.
Aku lihat Myungsoo dan Jiyoung sudah mulai mengabadikan setiap pekerjaan kami. Aku dan Jieun melakukan tanya jawab dengan pemilik panti asuhan maupun anak-anak penghuninya. Sedangkan Soyou aku suruh mencatat semua yang aku katakan di laptopku. Dia menyibukkan diri dengan itu.
Kami melakukan semuanya hingga sore. Matahari bahkan sudah mulai menghilang. Lagi-lagi seperti yang aku tebak, Soyou berpamitan pulang lebih cepat.
“Ne Soyou-ah. Anyeong.” Kata Jiyoung melepasnya.
Setelah Soyou pergi aku juga berpamitan, ini saat yang tepat untuk menjalankan rencanaku, “Mian. Aku juga harus pergi sekarang. Ada urusan lebih penting.”
“Kau juga?” tanya Jiyoung.
“Mian.” Kataku lalu segera mengikuti Soyou.
Dia menaiki taksi yang baru saja di dapatnya. Aku mengikutinya dengan motorku. Taksinya menuju ke pusat kota. Perjalanan yang di tempuh sangat jauh dari panti asuhan yang berada di pinggiran kota itu. Itu sebabnya Soyou bergitu tergesa-gesa kali ini. Apa dia mau pulang? Apa rumahnya ada di pusat kota? Taksinya akhirnya berhenti di depan sebuah klub malam. Klub itu sudah buka sekarang, mengingat ternyata ini sudah cukup malam.
Aku memarkirkan sepedaku setelah melihat Soyou masuk dari pintu belakang. Kenapa dia masuk kesana? Mau apa dia? Dan kenapa harus lewat pintu belakang? Itu kan pintu untuk pekerja. Apa dia bekerja disini? Gadis seumurannya bekerja di tempat seperti ini? jadi ini alasannya selalu pulang lebih cepat?
Aku memasuki klub itu. Aku berhasil masuk dengan membayar sejumlah uang yang cukup banyak pada penjaganya. Dilihat dari itu, ini adalah klub yang cukup besar.
Setelah aku masuk, aku bisa melihat kemewahan klub ini. Klub ini memang klub besar. Pengunjungnya pun terlihat orang-orang kelas atas. Bagaimana Soyou bisa bekerja disini?
Aku duduk di salah satu kursi bar. Aku melihat kesekeliling berusaha mencari pelayan berwajah Soyou. Dia atas panggung, para penari mulai naik dan memamerkan tubuh mereka dengan pakaian minim mereka. Tak kusangka tempat ini seperti itu. Bahkan mereka memakai tiang. Sebut saja mereka penari striptis. Semua orang, terutama lelaki hidung belang mulai riuh mendekati panggung.
Ini pertama kalinya aku melihat yang seperti ini. ini benar-benar gila. Aku melakukan hal ini hanya untuk mengetahui Soyou yang sebenarnya. Aish.. sebenarnya dimana dia? Harus sampai kapan aku berada di tempat rendahan seperti ini? mataku terus mencari gadis berseragam yang berkeliaran di klub itu. Sial… aku sama sekali tak melihatnya. Di mana dia sebenarnya?
Semua orang mulai riuh lagi. Kali ini lebih ramai dan heboh dari sebelumnya. Tampaknya seorang penari lagi keluar. Sepertinya itu penari utamanya. Seklias aku melihat gadis itu. Sial itu Soyou, dan dia mengenakan pakaian yang lebih minim dari lainnya.
Aku segera mendekati panggung. Tak peduli apa aku terlihat seperti lelaki hidung belang karena begitu niat menghampiri panggung. Aku tak bisa mendekat lagi karena kerumunannya sangat padat. Para lelaki paruh baya itu menyebarkan uang mereka dan berusaha menyentuh para penari.
Sampai aku melihat seorang lelaki paruh baya bertubuh besar yang sedang mabuk berusaha menyentuh Soyou. Tapi karena tenaganya yang besar, dia berhasil naik ke panggung untuk meraih Soyou. Sekarang Soyou sudah benar-benar ada di dekapannya.
Dengan cepat aku menyusup di antara kerumunan dan menaiki panggung. Tanpa ragu lagi aku menarik lelaki itu dan meninjunya agar dia tersungkur.
Soyou terkejut melihatku, tapi dia bergetar hebat, bisa terlihat jelas ketakutannya yang luar biasa itu. Matanya berkaca-kaca.
Aku melepas mantelku lalu memakaikannya pada Soyou dan menarik lengannya, membawanya pergi dari klub itu. Tak peduli banyak yang meneriakiku untuk berhenti. Aku terus melangkah keluar. Ku genggam erat tangan Soyou agar tak terlepas dariku.
Kusuruh dia naik ke motoku, lalu ku bawa dia ke rumahnya, setelah dia mengatakan dimana tempatnya.
Setelah sampai di rumahnya, Soyou menangis. Soyou yang biasanya selalu terlihat sombong, kali ini begitu lemah. Aku segera mendekapnya membiarkannya menangis di dadaku.
“Aku sudah tahu hal seperti ini akan terjadi. Aku tahu aku sangat bodoh dan murahan. Tapi tak ada tempat lain yang bisa memberiku penghasilan sebesar itu. Aku harus menghidupi dua adikku sendirian. Aku tak punya siapa-siapa lagi. Aku tak tahu harus bagaimana. Aku ingin mati saja… aku ingin mati saja… aku sudah tak pantas hidup..” Soyou tersedu.
Aku melepas pelukanku dan mengusap air matanya. Aku memegang kedua pipinya, “Ara… aku tahu ada sesuatu yang tersembunyi dari kesombonganmu selama ini. nan ara..”
“Seungho-ah…. Gomawo… jongmal gomawo….” Katanya sambil terisak. “Jangan beritahu orang lain tentang ini. jebal..”
Aku mengangguk. “Aku berjanji.” Lalu aku memeluknya lagi. Aku benar-benar tak tega melihatnya.
Soyou… sekarang aku mengerti dirinya dengan baik. Aku benar-benar mengerti gadis ini sekarang.
Hyunwoo POV
Aku memperhatikannya dari jauh. Dia masih di panti asuhan. Dia belum pulang. Jieun-ah… kenapa kau begitu menyukai Myungsoo. Aku tahu saat ini dia hanya inginmelihat Myungsoo lebih lama. itulah hal yang selalu ia lakukan. Dan hal ini jugalah yang selalu aku lakukan. Memperhatikan Jieun dari jauh, memastikan dia baik-baik saja. Meski aku terlihat seperti orang bodoh.
Untung saja hari ini kelompokku tak ada jadwal untuk pergi ke tempat penelitian, jadi aku bisa mengikuti Jieun. Biasanya selesai diskusi, aku segera menuju kedai dekat rumah Jiyoung untuk melihat keadaan Jieun.
Jiyoung POV
Sedari tadi aku sudah melakukan hal-hal baik pada Myungsoo. Tapi dia tetap tak menghiraukanku. Dia itu bodoh atau apa? Sombong sekali tak mau menerima permintaan maafku? Kau kira aku akan menyerah begitu saja?
“Ini.” aku mengulurkan minuman yang tadinya akan ku minum pada Myungsoo. Dia malah tak mengindahkannya. Dia sibuk dengan kameraku. Meneliti setiap gambar yang sudah kami ambil tadi siang.
“Ya sudah cepat kembalikan kameraku! Kau mau kita menginap disini?” tanyaku. “Jieun sepertinya juga sudah pulang. Kau mau kita disini berdua saja? Apa itu tidak aneh?”
Dia tetap saja diam seperti mayat hidup. Aduh ini sudah semakin malam… bahkan anak-anak panti asuhan itu sudah dilarang keluar.
“Kim Myungsoo! Palli!” kataku. Ternyata Myungsoo mengembalikannya juga. Lalu berjalan menadhuluiku. Sepertinya dia juga mau pulang.
Aku berjalan di belakangnya sambil melihat punggungnya yang bidang itu. Ah…. Aku masih terbebani olehnya.
“Myungsoo-ah.. jangan tertawakan aku. Tapi aku sungguh-sungguh minta maaf padamu. Mianhae.. jeongmal mianhae…. Kau bisa membuatku begadang semalaman karena terus memikirkan permintaan maafku yang kau tolak ini.”
Sekarang aku berjelan mendahuluinya dan berhenti di hadapannya agar dia bisa memperhatikanku. Lagi-lagi aku melepas earphonenya sekarang.
“Jebal… mianhaeyo… jeongmal mianhaeyo… aku akan menarik semua kata-kataku padamu waktu itu. Aku akui aku keterlaluan Myungsoo-ah.”
“Kau bisa diam?” katanya akhirnya.
“Andwe! sebelum kau memaafkanku. Jebal… maafkan aku.. mianhae.”
“Apa yang bisa membuatmu diam?” tanyanya. Apa dia bodoh. Sudah maafkan saja aku!!!
“Kau takkan bisa menutup mulutku sebelum kau memaafkanku. Kau kira menyenangkan bekerja sama dengan orang yang membencimu? Cepat maafkan aku!” aku membuat gerakan memohon.
Dia hanya menatapku. Aish.. orang ini!
“Kim Myungsoo! Jeongmal mianhae!! Mian… mianhae. Aku akui aku salah. Cepatlah maafkan aku. Mian.. Aku…” perkataanku terputus begitu saja.
Aku terbelalak, dia menciumku.
Jieun POV
Dengan bodohnya aku mencari Myungsoo. Apa Jiyoung sudah pulang? Aku.. aku hanya ingin melihat Myungsoo sekali lagi hari ini. bukankah itu yang biasa aku lakukan? Hah… tapi mana mungkin Myungsoo bisa menyukai gadis jelek, bodoh, dan menyedihkan sepertiku?
Aku berjalan menuju gerbang panti asuhan, berharap menemukan Myungsoo. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Nomor Eomma tertera di layer ponselku. Aku senang sekali akhirnya Eomma menghubungiku. Selama ini telepon tak ada jawaban darinya.
“Yeobeoseyo. Eomma?” kataku semangat. Aku benar-benar lega Eomma menelepon. Aku terus berjalan menuju gerbang.
“Yeoboseyo.” Jawab seseorang di seberang. Kenapa suara lelaki?
“Ne?”
“Apa ini putri Song Misun?” tanya orang itu. Semangatku hilang begitu saja.
“Ne, geuraesoyo. Waeyo?” tanyaku. Aku melihat dua orang berdiri di depan gerbang.
“Kami dari kepolisian. Mian hamnida, kami harus memberitahu bahwa kami menemukan jasad Song Misun di daerah Jonlado. Kami harus memastikan bahwa anda adalah keluarganya.” Aku bisa melihat dua orang itu adalah Jiyoung dan Myungsoo, dan mereka berciuman. “Yeoboseyo?”
Nafasku seakan habis begitu saja. Semua beban yang selama ini menghantuiku jatuh begitu saja menimpaku. Ponselku sudah terlepas dari tanganku. Tubuhku lemas dan terjatuh ke tanah.
Aku meneteskan air mataku. Menangis dalam diam. Entah sekarang aku memikirkan apa. Aku hanya merasa tak kuat lagi. Ini terllau berat untukku. Aku terus menangis sambil menyentuh dadaku yang benar-benar sakit. Hatiku sakit sekali….
Myungsoo POV
Aku melepas ciumanku. Aku senang dia sama sekali tak menolak. Jelas sekali dia juga menyukaiku. Jiyoung masih terbelalak. Dia menatapku lekat-lekat dan penuh tanya. Aku hanya tersenyum.
Matanya benar-benar cantik. Caranya memperlakukanku selama ini benar-benar berbeda. Itu yang membuatku jatuh hati padanya. Entah kenapa harus dia. Aku sudah dibuat mabuk olehnya. Otakku hanya berisi dirinya sekarang.
Dia hanya tak tahu apa maksudku marah padanya waktu itu. Aku hanya terlalu malu dia mengetahui diriku yang sebenarnya.
“Aku sudah memaafkanmu lama sekali.” Kataku.
Dia masih terbelalak. Tak merespon apa-apa. Aku tersenyum lagi. Dia benar-benar gadis yang berbeda. Aku menggenggam tangannya lalu menariknya agar berjalan bersamaku.
Ku antarkan dia pulang dengan motorku.
Bahkan sesampainya dirumahnya, dia tertap terdiam sepert itu. “Gwenchana?” tanyaku.
“Mworago? Apa maksudnya ini?” tanyanya akhirnya.
“Apa lagi?”
“Mwo? Jelaskan. Aku benar-benar tak mengerti.”
“Tenang saja. Aku takkan bisa membencimu.” Kataku lalu mendekat ke telinganya. “Saranghae Jiyoung-ah.”
Jiyoung menatapku. Lalu dia berbalik dan memasuki rumahnya tanpa mengatakan sepatah katapun. Sepertinya dia shock sekali lagi. Dia benar-benar menggemaskan. Bagaimana aku tidak jatuh hati padanya?
Hyunwoo POV
Jieun tersungkur ke tanah. Dia menangis tersedu. Dia pasti melihat adegan Jiyoung dan Myungsoo yang membuatnya patah hati. Dia benar-benar tersiksa seperti itu…… seharusnya dia cepat pulang tadi. Aku tak tahan lagi dan mengampirinya.
Dia mendongak dan melihatku. Dia memang terkejut, tapi rasa sakit di hatinya lebih mendominasi.
“Jieun-ah.” Kataku lalu ikut berlutut di hadapannya dan memeluknya membiarkan dia menjadikanku sandaran. “Jangan pernah lagi menghadapi semua masalahmu sendirian.”
Suzy POV
Aku baru akan memejamkan mataku, aku sudah sangat mengantuk saat ponselku berdering. Siapa yang meneleponku semalam ini? dasar orang tak tahu aturan!
Setelah aku lihat layer ponselku, aku tak menemukan nama penelepon. Nomor siapa itu? Pasti iseng. Aku meletakkan lagi ponselku di meja sebelah ranjangku dan berniat tidur kembali.
Tapi lagi-lagi ponselku berdering. Percuma saja, aku takkan bisa tidur jika it uterus berdering. Akhirnya dengan kesal aku menjawab telepon itu.
“Yeoboseyo?” entah orang itu merasakan kekesalanku atau tidak dengan gaya biacaraku yang seperti itu.
“Suzy-ah…” suara di seberang sana menjawab. Dia terdengar sangat lemah. Itu suara yang aku kenal..
“Nugu?”
“Bi…sakah kau to..long aku?” tanyanya. Ini… ini suara Baekhyun. Darimana dia mendapat nomorku?
“Neo gwenchana? Neo eodiseo?” tanyaku. Apa yang sebenarnya terjadi padanya?
Teleponnya malah terputus. Sial… kenapa dia sebenarnya?
Aku berpikir keras. Apa aku harus mencarinya? Ya, dengan cepat aku berganti pakaian dan menelepon taksi. Aku menuju ke rumah Baekhyun.
Setelah sampai aku segera turun dari taksi dan menyuruh sopirnya menunggu. Aku berlari ke rumah Baekhyun. Aku segera mengetuk pintu beberapa kali. Kenapa tak ada jawaban?
Tunggu sebentar, kenapa ada tulisan disita pada kertas merah di pintunya? Kenapa rumah Baekhyun di sita? Aku mencoba mengintip di jendela, tapi aku tak bisa melihat apa-apa. “Baekhyun!” panggilku. Apa dia tak ada disini?
“Suzy-ah..” tiba-tiba Baekhyun muncul dari samping rumahnya. Jadi selama ini dia di situ.
Aku segera menghampirinya, “Apa yang terjadi?” wajahnya tak karuan. Dia babak belur.
“Mereka…. mengambil semuanya…. Da..riku” jawabnya. Tiba-tiba badannya melemas dan menimpaku. Dengan sekuat tenaga aku menahannya.
Akhirnya aku meinta bantuan sopir taksi itu dan membawanya ke rumahku.
Baekhyun POV
Saat aku membuka mataku, aku berada di tempat asing. Dimana ini? apa tadi Suzy membawaku ke tempat lain?
“Kau sudah sadar?” dia memasuki kamar ini. “Jangan khawatir. Ini rumahku. Dan ini kamarku.” Jelasnya. Mwo? Dia membawaku ke rumahnya?
“Tenang saja. Orang tuaku sedang pergi keluar kota untuk beberapa hari.” Katanya seperti membaca pikiranku, itulah kebiasaannya.
“Aw.” Tiba-tiba, dia membasuh luka di keningku.
Suzy POV
“Aw.” Dia kesakitan saat aku membasuh luka di keningnya. Aigo… wajahnya benar-benar babak belur.
“Bagaimana kau bisa seperti ini?” tanyaku. “Kenapa rumahmu disita?”
Dia tertunduk sejenak lalu bicara, “Mian… aku menghubungimu karena memang hanya kau yang mengerti tentang hidupku.”
“Jadi?”
“Dulu aku tinggal bersama seorang ajushi yang mengambilku dari panti asuhan. Tapi karena hidupnya juga sangat susah, dia meminjam uang kesana-kemari hanya untuk membiayai hidupku. Tapi sebulan lalu ia meninggal akibat kecelakaan. Jadi para lintah darat itu terus mengejarku. Dan akhirnya mereka mengambil semuanya. Karena aku melawan, mereka menghajarku habis-habisan.”
Aku terdiam. Tak kusangka dia punya hidup seperti itu. Keceriaannya yang biasa ia pertontonkan di sekolah dapat menutupi masalah itu dengan rapi.
“Biar ku buatkan kau sesuatu yang hangat.” Kataku lalu beranjak pergi, tiba-tiba aku terhenti saat Baekhyun menarik lenganku sehingga aku terduduk lagi. Sekarang dia memelukku. Sangat erat, begitu erat sampai aku sulit bernafas. Aku berusaha melepas pelukannya.
“Diam… jebal… tetaplah seperti ini.” katanya. Kurasakan pundakku basah. Dia menangis. Itu benar. “Mianhae… gomawo.”
Kata-katanya berhasil membuat diam dan menjadi sandarannya selama beberapa menit. Dan aku menyadari satu hal, dia memang mulai menyukaiku.
***
Sehun POV
Kuputuskan untuk datang ke rumah mereka. Benar kata Suzy.. aku harus cepat menjelaskan semuanya sebelum terlambat. Sekarang Hwayoung malah menghampiriku di ruang tamu.
“Ah… kau terlewat sedikit waktu, Hyoyoung baru saja pergi. Entah dia pergi kemana tadi.” Katanya. Lucu sekali, aku memang mencarimu Hwayoung-ah.
“Gwnchana.” Jawabku.
“Apa kau mau menunggunya sampai nanti? Aku akan menemanimu sampai di datang.” Katanya lalu duduk di sampingku.
“Taka pa jika dia tak datang sekalipun.” Kataku. Dia mulai bingung.
“Waeyo?”
“Aku datang kesini bukan untuknya.” Jawabku.
“Lalu?”
“Aku mencarimu.”
“Aku? Ada apa? Tumben sekali. Aku kira kau mencari Hyoyoung untuk mengajaknya kencan.” Jelasnya. Wajahnya tidak tersenyum lagi sekarang, dia sibuk berpikir dengan keanehan ini.
“Kau, kau yang kuajak kencan.”
Tawanya meledak setelah mendengar ini. “Neo gwenchana?”
Aku mengangguk, aku tersenyum melihat reaksinya.
Dai berhenti tertawa dan memasang wajah bertanya-tanya.
“Aku memilih untuk mencintaimu.” Kataku akhirnya. Kata-kata ini sudah lama ada di otakku, tapi akhirnya aku baru mengeluarkannya sekarang.
Dia terkejut dan membeku. Matanya kosong menatapku.
“Gwenchana?” tanyaku.
“So sweet!!!” teriak Hyoyoung yang sedari tadi tidak pergi dan hanya menguping dari depan ruang tamu.
“Hyoyoung?” Hwayoung terkejut. “Sejak kapan kau ada di situ?”
“Aku memang disini sejak tadi.” Jawab Hyoyoung lalu tertawa.
Hyoyoung bertepuk tangan denganku sekarang. “Rencana kita berhasil Sehunie-ah!!”
“Jadi? Selama ini kalian bersekongkol?” tanya Hwayoung tak percaya.
“Kami bekerja sama.” Jawab Hyoyoung. Dia tak lagi mengulang perkataan Hwayoung.
Akhirnya si kembar itu tertawa lepas di hadapanku.
“Untung saja ternyata kenyataannya seperti ini.” kata Hwayoung. “Kalau tidak setiap malam aku harus menahan tangis melihat kalian berdua.” Dia merangkulkan lengannya di pundakku seperti biasa. Dia juga melakukan itu pada Hyoyoung. “Gomawo.” Katanya akhirnya.
Setelah itu Hwayoung malah mencium pipiku. Mungkin sekarang wajahku sudah seperti kepiting rebus karena ulahnya. Tapi aku tersenyum senang.
Jiyeon POV
“Anyeong haseyo. Apa Chanyeol ada?” aku datang ke rumah Chanyeol. Aku ingin memastikan sesuatu.
“Nuguseyo?” tanya perempuan paruh baya. Sepertinya itu Eomma Chanyeol.
“Aku temannya. Teman sekelasnya. Park Jiyeon imnida.” Jawabku lalu membungkuk 90 derajat.
“Masuklah dia ada di dalam.” Eomma Chanyeol terlihat sangat ramah.
“Apa dia sakit?” tanyaku.
“Geurae, dia memang sakit karena itu itu dia tidak masuk sekolah kemarin.” Jawab Eommanya. “Apa kau mau membangunkannya sendiri? Dia sedang tidur di kamarnya.”
“Bolehkah?”
“Tentu saja boleh. Jika dia melihat temannya yang cantik ini datang menjenguknya, dia pasti langsung sembuh.” Jelas Eomma Chanyeol sambil tersenyum. Itu membuatku salah tingkah.
Akhirnya aku memasuki kamar Chanyeol. Apa Eommanya tahu anaknya menyukaiku hingga aku diijinkan masuk ke kamarnya seperti ini?
Aku melihat Chanyeol tidur di ranjangnya. Sekarang aku tak tega untuk membangunkannya. Jadi aku hanya membenahi selimutnya yang terbuka dan hanya memandanginya begitu saja.
Wajahnya saat tidur sangat damai, kekonyolannya yang biasa tak terlihat. Orang ini, orang inilah yang selama ini selalu menyukaiku. Kenapa aku tak menyadarinya?
“Kau khawatir padaku?” tiba-tiba Chanyeol bertanya, tapi matanya masih tertutup. Apa dia tidak tidur sedari tadi?
“Chanyeol-ah?”
Sekarang dia membuka matanya.
“Kau tidak melakukan ini semua untuk menghindariku kan?” tanyaku akhirnya.
“Kau kira aku berkedok sakit hanya untuk itu?”
Aku jadi serba salah. Sebaiknya aku tidak datang kesini tadi. Aku jadi tak tahu harus bagaimana. Sudahlah aku pulang saja.
“Kalau begitu syukurlah. Lebih baik sekarang aku pulang.” Aku berbalik beranjak pergi. Namun Chanyeol meraih tanganku dan menarikku dengan kuat hingga aku tertidur di ranjangnya juga. Apa-apaan ini? apa dia gila?
“Chanyeol-ah? Apa yang kau lakukan?” tanyaku. Dia malah memelukku sambil tersenyum sekarang. Aku tak bisa menghindar pelukkannya sangat kuat. Mungkin sekarang pipiku sudah sangat merah dengan posisi seperti ini. dan yang benar-benar aku sadari adalah, jantung berdebar kencang, aku sama sekali tak bisa mengatasinya.
“Senang sekali rasanya mendengarmu mengkhawatirkanku seperti ini.” katanya.
“Ya, apa aku mengkhawairkanmu?” tanyaku.
“Jangan bohong lagi. Kau sudah tertangkap basah. Kau kira aku akan melepaskanmu begitu saja?”
Aku tak bisa berkata apa-apa. Apa iya aku sudah tertangkap basah? Tapi memang benar aku memang mengkhawatirkannya.
“Buktinya kau tak menolak ini?” katanya menggodaku.
Aish… aku benar-benar malu, “Chanyeol-ah, bagaimana jika Eommamu tiba-tiba masuk?”
“Biar saja dia melihat. Sepertinya dia menyukaimu.” Sekarang dia malah membalik badanku hingga menghadapnya.
Aku menatapnya tanpa berkedip. Aku benar-benar tegang. Dan benar saja makin lama dia makin mendekat. Aku segera menutup mataku dan akhirnya diam menciumku, lembut sekali.
TO BE CONTINUED…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar