Halaman

Rabu, 14 Maret 2012

[FANFIC] Teach Me Love (last part)



Main Cast:
Kang Jiyoung
Bae Suzy
Kim Myungsoo
Kim Sunggyu
Kevin Woo

Support Cast:
Sulli
Baro
Sandeul

Cameo:
Kim Namjoo
Eungyo
Karena terlalu tertekan karena perubahan sikap Suzy, Jiyoung memutuskan pergi ke toko buku yang ada di sebelah taman kota.

            Tak disangka dia bertemu dengan orang yang paling tak ingin ditemuinya, L. Jiyoung melihat L juga memasuki toko yang sama. Akhirnya Jiyoung segera membayar sebuah novel yang sudah dipilihnya.
            L melihat Jiyoung dan tahu Jiyoung berusaha menghindar. Dia hanya tersenyum dan mengikuti Jiyoung yang menuju ke taman kota.
            Karena silaunya cahaya matahari sore, Jiyoung tak melihat L yang mendekatinya yang sedang duduk di sebuah kursi kayu membaca novelnya.
            L duduk di sampingnya dengan tenang. Merasa ada yang duduk di sampingnya, Jiyoung menoleh dan kecewa saat tahu itu L.
            “Sial sekali aku!” guman Jiyoung sambil terus membaca novelnya. Dan berharap hantu yang ada di sampingnya segera menghilang.
            “Aku memang mengikutimu.” Kata L.
            “Mwo? Darimana kau tahu aku ada disini?” tanya Jiyoung.
            “Aku bisa melakukan segala yang aku mau. Kenapa kau meremehkanku?”
            “Kim Myungsoo, tahukah kau dengan begini kau terlihat bodoh dan menggelikan?”
            L hanya tersenyum.
            “Bisakah kau pergi?”
            L menggeleng.
            Akhirnya Jiyoung yang beranjak pergi, tapi L segera menahan lengannya seperti biasa.
            “Ini konyol.” Gumam Jiyoung.
            “Kalu begitu jangan buat ini konyol lagi.” Kata L. “Kau lihat mereka.” L menunjuk sepasang kekasih yang tengah berjalan bersama di hadapan mereka.
            Jiyoung tak merespon apa-apa.
            “Aku tahu kau sama sekali tak tertarik dengan hal seperti itu.”
            “Lalu kenapa masih melakukan ini? Kau bahkan tahu bahwa aku tak percaya.”
            L tersenyum lagi.
            “Bisakah kau berhenti tersenyum?” tanya Jiyoung kesal.
            “Wae? Kau tak suka?”
            Jiyoung melepas genggaman tangan L dan melangkah pergi. Namun L kembali mengerjarnya dan dengan susah payah membawa Jiyoung kembali ke kursi kayu itu.
            “Kau harus mulai terbiasa, karena aku akan selalu melakukan semua ini. Sebab kau takkan melakukan hal ini kan? Jadi aku yang melakukannya.”
            Jiyoung memutar bola matanya, “Sebenarnya apa yang kau katakana?”
            “Setidaknya tetaplah disini sampai matahari terbenam.” L mendudukkan Jiyoung disampingnya sambil tetap memegang tangannya.
            Jiyoung yang tak bisa melepas tangan L, akhirnya terpaksa duduk disana dengan kesal. “Lalu kau mau apa sampai matahari terbenam? Tanganku kebas, kau tahu?”
            L menoleh menatap Jiyoung lekat-lekat, “Ternyata kau banyak bicara ya?”
            “Dan ternyata kau tak sekeren yang Suzy bayangkan.” Balas Jiyoung.
            Mereka benar-benar duduk bersama sampai matahari tenggelam. L sudah meletakkan kepalanya di pundak Jiyoung hingga Jiyoung pegal.
            “Sejak kapan kau memproduksi fan service seperti ini?” Jiyoung tersenyum kecut, “Dan ini salah alamat.”
            “Ini bukan fan service.” Jawab L.
            “Lalu? Caramu mempermalukan diri?”
            L menggeleng.
            “Michyeo!” gumam Jiyoung.
            Akhirnya L melepas genggaman tangannya dan berdiri, “Matahari sudah tenggelam. Kau pulanglah.” L tersenyum sekali lagi.
            Jiyoung membuat ekspresi heran sekaligus jijik di wajahnya lalu pergi secepat yang ia bisa.
***

            Sudah beberapa hari ini Suzy tak bicara pada Jiyoung. Dan selama itu Jiyoung selalu berangkat ke sekolah sendiri. Hanya  L, Sunggyu dan Kevin saja yang bicara pada Jiyoung saat ini.
            “Kau benar-benar punya masalah dengan Suzy? Sebenarnya ada apa dengan kalian berdua?” tanya Sunggyu saat menghampiri Jiyoung dikelasnya yang kosong.
            “Molla.” Jawab Jiyoung. Dia sendiri tak bisa menjelaskannya. Dia tak tahu pasti apa penyebabnya, meski dia sudah menebak soal L.
            “Suzy jadi tak seceria biasanya.”
            “Aku tahu kau pasti khawatir atau semacamnya. Tapi aku memang tak tahu. Dan mungkin itu memang salahku.” Jelas Jiyoung.
            “Jadi kau memang menyukai Suzy?” tanya Kevin yang tiba-tba masuk.
            Sunggyu terlihat begitu terkejut. Memang selama ini hanya Jiyoung yang tahu.
            “Kau tinggal mengangguk saja. Semua beres.” Kevin tersenyum. “Sepertinya hanya aku saja yang tak masuk dalam masalah ini.”
            “Bukankah itu bagus?” tanya Jiyoung.
            Kevin tertawa,”Geurae.”
            “Lalu apa yang akan kau lakukan setelah kau tahu semuanya?” tanya Sunggyu pada Kevin.
            “Tahu semuanya? Ya memang aku lebih tahu dari siapapun karena aku tak terlibat dan aku hanya mengamati kalian berempat. Ini sudah memakin rumit. Tapi…. Aku tak bisa ikut campur.” Jelas Kevin. “Sunggyu-ah, jika kau memang benar-benar menyukai Suzy, sebaiknya kau bilang saja padanya.”
            Sunggyu tersenyum kecut, “Aku rasa ini bukan waktu yang tepat.”
            Kevin tertawa lagi, “Dasar L!”
            Sunggyu dan Jiyoung melihatnya dengan aneh.
***

            Sore ini ponsel Jiyoung berbunyi, sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal masuk.

            Jiyoung aku mohon datanglah ke rumahku. Aku sakit.
            L
           
            “L? darimana dia mendapat nomor ponselku? Dia kira aku gila mau menjenguknya sakit? Apa urusanku?” batinnya.
Akhirnya Jiyoung memutuskan untuk keluar rumah menuju toko buku kesayangannya itu. Ia melewati pintu kamar Suzy yang terbuka dan Suzy keluar sehingga mereka saling menatap.
            “Kau masih marah dan belum menemukan jalan keluarnya?” tanya Jiyoung.
            Suzy diam saja.
            “Bicaralah atau aku benar-benar tak mengerti apa walaupun itu salahku.”
            “Kau mau kemana?” tanya Suzy.
            “Toko buku.” Jawab Jiyoung singkat lalu pergi.
            Sesampainya di toko buku, Jiyoung tak bisa menemukan buku yang ia inginkan. Namun ia malah menemukan  Kevin di pojok toko.
            “Kau?” tanya Kevin dia terlihat terkejut.
            “Apa yang kau lakukan disini?”
            “Aku baru saja dari rumah L, tapi sepertinya dia pergi. Kau sendiri?” Jawab Kevin.
            “Aku sering kesini.” jawabnya. “Kau bilang rumah L?” tanya Jiyoung heran.
            “Ne, rumahnya kan ada di dekat taman kota itu.” Kevin mengambil sebuah buku. “Aku sudah cukup lama mengetuk pintunya tapi tak ada jawaban.”
            “Apa tak ada orang lain yang membukakan pintu selain L?”
            “Ah, kau pasti belum tahu.” Kevin tersenyum. “Dia hidup sendiri. Orang tuanya sudah meninggal dua tahun lalu. Dia juga tak punya saudara. Jangan bilang kau juga belum tahu rumahnya.”
            Jiyoung menggeleng.
            Akhirnya mereka berdua keluar daro toko tersebut setelah Jiyoung membeli sesuatu yang lain dan Kevin membayar buku yang dia tadi ia ambil.
            “Rumah L ada di jalan itu. Satu-satunya rumah berwarna cokelat tua seperti kayu.” Jelas Kevin sambil menunjuk sebuah kelokkan di sebelah taman kota.
            Jiyoung melihat kelokkan itu dan mulai merasa dirinya aneh.
            “Baiklah, aku harus pulang. Anyeong.” Kata Kevin lalu pergi.
            “Anyeong.” Balas Jiyoung.
            Jiyoung sekali lagi melihat kelokkan itu lalu membatin, “Pantas saja dia bisa ada disini waktu itu. Rumahnya sedekat itu? Kenapa dia tak membuka pintu? Bukankah dia ada di rumah?”
            Jiyoung menghilangkan pemikirannya dan berjalan pulang. Namun langkahnya terhenti saat ia berpikir, “Jangan bilang dia pingsan di dalam. Dan dia tinggal sendirian?” Jiyoung berbalik arah dan menuju ke kelokkan yang di tunjuk Kevin.
            Jiyoung sudah sampai di satu-satunya rumah berwarna cokelat tua. Dan dengan ragu mencoba mengetuk pintunya.
            Memang tak ada jawaban. Karena sedikit panic, Jiyoung mencoba membuka pintu itu. Dan betapa terkejutnya dia saat pintu itu terbuka karena tak terkunci. “Kevin bodoh! Kenapa tak coba buka pintunya?”
            Jiyoung bergegas Masuk. “Apa Kim Myungsoo bodoh? Bagaimana bisa membiarkan pintunya tak terkunci padahal dia tak sakit.”
            Jiyoung menyusuri setuiap ruangan dalam bisu seperti seorang pencuri. Dia tak menemukan siapapun. “Jangan bilang ini bukan rumah Kim Myungsoo. Apa jadinya jika aku salah masuk? Lihat saja Kevin!”
            Jiyoung sampai di sebuah kamar yang paling rapi. Tapi ranjangnya kosong dan Jiyoung tak menemukan siapa-siapa. Sampai saat Jiyoung akan menutup pintunya kembali. Ada yang menyentuh pergelangan kakinya. Seketika Jiyoung terkejut dan melompat dari termpatnya berdiri. Namun dia tak berteriak histeris seperti geadis kebanyakan. Jiyoung memerika siapa pemilik tangan itu dan benar saja tangan itu memegangnya, itu L. dia terkapar lelas di lantai sehingga Jiyoung tak bisa melihatnya tadi.
            “Kim Myungsoo?” Jiyoung menghampiri tubuh L yang begitu lemah.
            Tapi dia masih sadar lalu tersenyum dan berkata lirih, “Kau datang?”
            Jiyoung tak mempedulikannya dan berusaha keras mengembalikan tubuh L ke ranjang meski itu sangat berat.
            “Ternyata kau bisa sakit?” tanya Jiyoung.
            “Kalau… saja Kevin tak memangggilku dari luar, aku takkan pingsan di lantai seperti.. itu.” Jelas L.
            “Kau pingsan?” tanya Jiyoung.
            “Aku tersadar sendiri saat kau datang. Kau khawatir?” Senyum L masih terlihat.
            Jiyoung menggeleng.
            “Tapi kau datang kan?”
            “Sudahlah diam saja! Bukankah kau sakit?” Jiyoung segera menuju dapur dan mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk mengobati L. Dan anehnya dia menemukan semua itu.
            “Kau punya semua ini tapi kau masih sakit dan tak meminumnya?” tanya Jiyoung.
            “Aku terlalu lemas, karena itu aku mengirim pesan padamu.” Jawab L.
            “Haruskah aku?”
            “Kau lupa aku…”
            Perkataan L terpotong oleh Jiyoung, “Jangan bahas itu lagi.”
            Jiyoung segera memberi L obat dan membuatkan L bubur seadanya.
            “Makanlah. Kau pasti baikan.” Kata Jiyoung lalu beranjak pergi.
            “Kau mau kemana?”
            “Tentu saja pulang. Kau kira ini rumahku?”
            “Kau tega membiarkan aku memakan bubur ini sendiri?”
            “Selemah itukah kau?”
            “Kau tak bisa lihat?”
            Akhirnya Jiyoung dengan terpaksa menyuapi L bubur.
            Dengan canggung Jiyoung menyuapi L sesendok demi sesendok. Akhirnya dia bicara, “Boleh aku bertanya satu hal?”
            “Mwoya?”
            “Kau kira Aku benar-benar menyukaimu? Kau kira aku bercanda soal Suzy?”
            “Bisakah aku jawab lain waktu?”
            “Maksudmu?”
            “Aku tak bisa menjawabnya sekarang.”
            “Bisa aku tanya satu hal lagi?”
            “Apa lagi?”
            “Apa kau tak sedang bersandiwara?”
            L menyentuhkan tangan Jiyoung ke dahinya yang masih panas. “Kau kira aku tak benar-benar sakit?”
            “Ani, maksudku semua perkataanmu belakangan ini.”
            L tersenyum. “Aku kira kau takkan membahas hal ini lagi.”
            “Kau hanya tak tahu, mungkin saja karena itu Suzy tak mau bicara padaku.” Kata Jiyoung jujur.
            “Kau kira aku bercanda? Apa aku terlihat seperti orang yang bercanda?”
            “Bukankah itu sangat aneh? Seorang Kim Myungsoo tiba-tiba bersikap 180 derajat berbeda.”
            “Kau hanya belum mengenalku. Sudah ku bilang inilah aku.” Jawab L.
            “Lalu kenapa seorang Kim Myungsoo menyukai gadis sepertiku?” tanya Jiyoung akhirnya.  Dia sudah tak kuat menahan tanda tanya di hatinya selama ini.
            L tersenyum senang, “Apa kau mulai menyukaiku?”
            “Sudah aku bilang aku tak mengerti dengan hal seperti itu. Jangan tanyakan hal seperti itu padaku.”
            “Aku juga tak bisa menjawabnya sekarang. Tapi… gomawo…”
            “Wae?”
            “Karena kau sudah datang. Aku benar-benar membutuhkanmu.”
            Jiyoung diam saja.
            Setelah bubur L habis. Jiyoung beranjak pergi lagi. Tapi kali ini L menahan lengan Jiyoung lalu memeluknya dan berkata, “Kau harus benar-benar bersiap. Karena mulai sekarang aku takkan berhenti membuatmu menyukaiku.”
            Jiyoung terbelalak dengan perlakukan itu dan berusaha melepas pelukan L. “Apa kau gila?”
            “Kau sudah tahu itu. Aku memang sudah gila.” L tersenyum.
***

            Jiyoung sudah merasa semakin gila. Suzy masih tak mau bicara padanya. Setelah dua hari Jiyoung dari rumah L, barulah L masuk sekolah. Sedangkan Kevin masih saja bicara hal-hal aneh mengenai cinta padanya. Itu semua membuat JIyoung sakit kepala dan menjadi sangat malas pergi ke sekolah.
            Sebuah gumpalan kertas menjatuhi kepala Jiyoung. Jiyoung sama sekali tak marah seperti biasa meskipun ia tahu Baro yang melakukannya saat guru mereka baru saja keluar di pergantian jam pelajaran.
            “Gwenchana?” tanya Sulli pada Jiyoung yang heran melihat perubahan sikap Jiyoung.
            Agar cepat selesai Jiyoung menjawab terpaksa menjawab seadanya, “Mungkin dia tak sengaja.”
            “Geuraeyo! Dia memang tak sengaja!” teriak Sandeul dari belakang, takut Baro akan menjadi sasaran pukulan Jiyoung lagi. Sedangkan Baro sama sekali tak bersuara sambil mengamati reaksi Jiyoung itu.
            Sulli tersenyum kecut tanda ia sangat heran pada sikap Jiyoung. Sulli memilih kembali ke tempat duduknya dan menjauhi Jiyoung seakan takut tertular virusnya.
            Jiyoung semakin aneh saat L kembali dari toilet dan duduk di sebelahnya seperti setiap harinya.
            Jiyoung tiba-tiba terbatuk seakan tersedak saat minum. Tapi masalahnya dia bahkan tak sedang meminum sesuatu. Ludahnya sendiri yang membuatnya tersedak. Itu sangat menjengkelkan bagi Jiyoung dan pastinya memalukan.
            “Waegeurae? Kau sakit?” tanya L pelan.
            Jiyoung segera menggeleng.
            L tersenyum lega. Masih saja sikap halus L terhadap Jiyoung itu mengherankan meskipun Jiyoung sudah cukup lama mengalaminya.
***

            Sudah 2 minggu hal itu berlanjut. Hal-hal aneh terus terjadi di sekitas Jiyoung. Dan yang paling menjengkelkan adalah pikiran Jiyoung tak bisa pergi dari L, meskipun tak sedang bersamanya di hari Minggu sekalipun.
            Jiyoung sedang bergulung-gulung dengan selimutnya di atas ranjangnya, berusaha untuk tidur siang daripada membiarkan pikirannya melayang kemana-mana tentang L.
            Namun seberapa kerasnya dia mencoba, dia sama sekali tak tertidur atau merasa mengantuk. Tiba-tiba pintu kamar Jiyoung menjeblak terbuka dan memperlihatkan Suzy dengan pandangan tak sabarannya.
            “Suzy? Waeyo?” tanya Jiyoung heran.
            “Baiklah L! aku menyerah!” teriak Suzy membuat Jiyoung semakin heran.
            Jiyoung mengerutkan alisnya.
            “Kang Jiyoung, aku memaklumimu. Tapi seharunya perempuan normal akan merasa bersalah pada sahabatnya dan meminta maaf karena kesalahannya di situasi seperti ini. Tapi kau malah sibuk mencari tahu apa yang terjadi dan tak menyadari kalau seharusnya adegan-adeganmu bersama L yang membuatku marah.” Jelas Suzy.
            “Mwo?”
            “Sudahlah lupakan itu! Itu bukan topik utamanya.” Suzy mendekat. “Sekarang jawab aku dengan jujur. Dengan apapun kau menyebut istilah itu, tapi kau menyukai L kan?”
            Jiyoung berusaha mencerna itu semua, tapi dia tak bisa menjawab apa-apa.
            “Kang Jiyoung? Jebal…. Pikirkan dengan hatimu, bukan otakmu. Apa kau sama sekali tak bisa merasakannya?”
            “Aninde.”
            “Dengar, jatuh cinta itu wajar, setiap manusia bukan wajib mencintai tapi berhak. Jadi apa kau sama sekali tak  menyadarinya? Aku sudah bisa melihatnya Jiyoung-ah…”
            “Dengar, sebenarnya aku juga tak tahu pasti.” Jawab Jiyoung akhirnya.
            “Kau terus memikirkannya, tak tenang jika tak melihatnya, ingin terus bersamanya, berada di pihaknya meski dia aneh, benar kan?”
            Jiyoung agak terkejut karena semua itu benar. “Jangan bilang aku benar-benar menyukainya!”
            “Kau memang tak menyukainya, tapi kau mencitainya Jiyoung. Kang Jiyoung mencitai Kim Myungsoo. Itulah kenyataannya. Jangan lagi berusaha menghindar!” teriak Suzy tak sabar.
            “Kalau begitu, aku membuatmu sakit hati, benar kan? Aku merusak semuanya? Aku menghianatimu? Benar kan?” tanya Jiyoung.
            Suzy tiba-tiba tersenyum mendengarnya, “Kang Jiyoung… kau memang satu-satunya sahabatku yang aneh!”
            “Apa sebenarnya maksud ini semua?”
            Suzy tertawa sekarang, “Maksud dari ini semua adalah, aku tak menyukai L sama sekali. Bagaimana lelaki itu bisa menjadi tipeku?”
            Jiyoung benar-benar bingung sekarang.
           
FLASH BACK

            Di hari pertama Suzy masuk ke sekolah barunya, setelah dari kantin sekolah, Suzy menemui L di salah satu koridor yang sedang sepi.
            “L, bisa aku bicara denganmu sebentar?” tanya Suzy.
            L hanya memandangnya.
            Suzy tersenyum mengejek, “Kau ini benar-benar polos ya? Kau sama sekali tak tahu cara menyembunyikan perasaanmu ya? Kalau saja gadis yang kau sukai itu peka, kau pasti akan malu.”
            “Apa maksudmu?” L akhirnya bersuara.
            “Sudahlah, kau bicara jujur saja dengaku. Kau menyukai temankui Jiyoung kan?” tanya Suzy.
            L diam saja.
            “Aku bisa membantumu mendapatkannya. Tapi sayanya dia bukan gadis biasa. Jadi kau harus membantunya.” Jelas Suzy.
            Akhirnya Suzy menceritakan semua terntang Jiyoung pada L. semua sifatnya. Kebiasaannya dan rencananya.
            “Aku akan menyuruhnya dekat denganmu dengan alasan membantuku mengenalmu lebih dekat. Jadi dengan kata lain, aku berpura-pura menyukaimu.”
            L tersenyum, “Sepertinya itu tak merugikanku sama sekali.”
            Suzy juga tersenyum dan mengulurkan tanganya sehingga L menjabatnya tanda mereka telah membuat suatu perjanjian.
            “Kita akan mengajarinya seperti apa itu cinta.” Kata Suzy.
            L hanya tersenyum lagi.
            “Ternyata sikapmu tak sekeren yang terlihat ya?” Suzy melepas tanganya lalu pergi.
***

            Suzy bertemu dengan L di sebuah kafe. Itu adalah kafe tempat Kevin membawa mereka di hari mereka jalan-jalan bersama.
            “Hei! Aku tahu rencana kalian. Ternyata kalian licik ya?” Kevin tiba-tiba masuk ke dalam kafe dan menghampiri mereka berdua.
            Suzy tersenyum malas, “Kau sudah terlanjur tahu, jadi jangan bilang siapa-siapa.”
            “Aku kira kau benar-benar menyukai L, Suzy-ah.”
            “Kau kira tipeku seperti ini?” Suzy tertawa di ikuti dengan tawa Kevin.
            “Bisakah kita membahas yang seharusnya kita bahas?” Tanya L tak sabar.
            Suzy menceritakan semuanya pada Kevin, “Jadi L menyukai Kang Jiyoung?” Kevin terlihat begitu tertarik. “Sepertinya ini akan seru.”
            “Bagaimana? Kau sudah melakukan yang terbaik?” tanya Suzy pada L.
            “Kau tahu aku tak pandai dalam urusan seperti itu. Tapi aku hanya mengikuti naluriku.” Jawab L.
            “Dan sepertinya itu cukup baik. Karena aku mulai melihat perubahan pada Jiyoung.” Kata Suzy.
            “Kalau itu memang sangat terlihat. Kalian ingat wajahnya saat aku memasang bandana di kepalanya. Dia seperti malu pada L.” celetuk Kevin, “Sudah jelas Jiyoung mulai menyukainya.”
            “Kalau masalah bandana itu, dia memang tak menyukai benda semacam itu.” Kata Suzy dengan wajah datar.
            “Beraninya kau melakukan hal itu pada gadis yang aku sukai?” tanya L pada Kevin dan di ikuti tawa Kevin yang meledak.
            Kevin berkata, “Sudah lama aku tak mendengar kau mengatakan hal yang seperti itu L!”
***

            Di malam setelah Suzy melihat adegan ciuman Jiyoung dan L, Suzy segera menemui L secara tersebunyi.
            “Ya! Beraninya kau!”
            “Mianhae, aku tak bisa menahan diri.” Jawab L.
            “Orang bisa salah paham Jiyoung yang menciummu. Dasar! Semua itu terlihat seperti itu.”
            “Benarkah?”
            “Tentu saja! Kapan aku bilang kau boleh mencium sahabatku sembarangan? Itu ciuman pertamanya kau tahu?”
            “Jeongmal mianhae. Aku juga menyesal. Tapi…”
            “Tapia pa?”
            “Kita jadikan itu alasan.”
            Suzy mengerutkan alisnya.
            “Setelah ini kau harus bertindak seakan kau melihat adegan ini dari sudut pandangmu. Dan kau marah pada Jiyoung.
            “Kau ingin kita memojokkan Jiyoung?”
            “Geurae, kita buat Jiyoung berinstropeksi diri.”
            “L! kau kira aku bisa bersikap seperti itu pada Jiyoung? Kau lupa? Dia satu-satunya sahabatku! Kami serumah, kami berangkat ke sekolah bersama.”
            “Kau tak perlu bicara dengannya di manapun. Kalian tak perlu berangkat bersama lagi.”
            “Kau ingin membuat persahabatan kami rusak?” Suzy marah.
            “Ani, aku rasa itu cara yang bagus untuk menyadarkannya. Ini salah satu cara untuk mengajarinya tentang cinta.” Jelas L.
            Suzy menghela nafas panjang, “Baiklah, ini demi Jiyoung.”
***

            “Yeobosaeyo?” suara L terdengar sangat lemah saat menjawab telepon dari Suzy.
            “Kau benar-benar sakit? Dan kau suruh Jiyoung mendatangimu kan? Kau kira Jiyoung tahu dimana rumahmu.”
            “Ne, aku benar-benar sakit. Kau harus membantuku.”
            “Dasar!” Suzy segera menutup teleponnya. Dan keluar dari kamarnya dan bertemu Jiyoung yang sepertinya akan pergi keluar. “Jangan bilang Jiyoung akan segera menemui L! apa karena cinta dia sudah gila?”
            “Kau masih marah dan belum menemukan jalan keluarnya?” tanya Jiyoung.
            Suzy diam saja.
            “Bicaralah atau aku benar-benar tak mengerti apa walaupun itu salahku.”
            “Kau mau kemana?” tanya Suzy.
            “Toko buku.” Jawab Jiyoung singkat lalu pergi.
            “Dan benar saja! Tebakanku salah. Dia masih normal.” Batin Suzy lalu segera masuk ke kamarnya lagi dan menelepon Kevin.
            “Kevin! Kau harus bertindak secepatnya. L sakit, dan kita harus segera membuat Jiyoung mendatanginya.”
            “Mwo? Memang L ada dimana?”
            “Dirumahnya. L sudah meminta Jiyoung datang. Tapi Jiyoung tak tahu rumah L. kau urus itu. Dia pergi ke toko buku dekat rumah L sekarang. Palihae!” jelas Suzy.
            “Baiklah. Aku akan segera kesana.” Jawab Kevin.
***

FLASH BACK END

            Suzy menceritakan yang terjadi sesungguhnya pada Jiyoung. Membuat JIyoung terbelalak dan terlihat jengkel merasa ditipu mentah-mentah. Jiyoung membeku. Suzy khawatir dia akan meledak.
            “Jiyoung-ah, kau mengerti maksudku sekarang?”
            Jiyoung mengangguk.
            “Jadi, sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan itu lagi. Sekarang yang terpenting kau sudah mengenal apa itu cinta kan? Dan kenyataannya adalah kau menyukai L. Jadi nyatakan perasaanmu sekarang. Jangan membuat L menunggu, dia bisa sakit hati karena itu. Sekarang kirim pesan padanya kau ingin berkencan dengannya. Kau harus katakana semuanya! Ok?” Jelas Suzy panjang lebar tanpa jeda. Membuat Jiyoung sedikit sulit mencerna kata-katanya.
            “Tapi?”
            “Sudahlah…. Ikuti apa kataku. Aku sudah tak tahan lagi. Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan dalam urusan cinta.”
            Suzy segera mengurus Jiyoung setelah dengan sangat sulit menyuruh Jiyoung mengirim pesan pada L.
            Suzy mengajari semua cara berkencan, berdandan, dan melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah cinta. Itu hanya membuat Jiyoung tersenyum kecut dan tak habis pikir.
            “Ingat dengan semua yang aku katakana tadi. Kau harus ingat. Kau ini sedang dalam pembelajaran cintamu. Jadi jangan sekali-kali lewatkan kesempatanmu. Kau bisa saja kehilangan L. Dimana lagi kau bisa menemukan lelaki yang bisa membuatmu jatuh cinta?”
            Jiyoung akhirnya mengangguk. Dia sedang melihat dirinya di cermin.gadis di cermin itu sama sekali bukan dirinya. Dia seperti gadis lain. Dia benar-benar kesal dengan yang satu ini.
***
L sampai di deoan pintu rumah Suzy, sebelum dia menekan bel, dia melihat Kevin bersama Sunggyu mengampirinya.
“Kalian?”
“L? kenapa kau disini?” tanya Sunggyu.
“Kau sendiri?”
“Kevin yang membawaku kesini? Memang ini rumah siapa?” Sunggyu benar-benar kelihatan heran.
“Geurae Kevin?” tanya L.
“Ne, salah satu gadis yang tinggal disini memintaku membawa orang ini kesini. Aku rasa semuanya sudah berhasil ya?”
L tersenyum.
“Kau kesini karena dia mengajakmu berkencan kan?” tanya Kevin.
L menajwab, “Ini agak sulit dipercaya.”
“Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?” Tanya Sunggyu.
Kevin dan L tertawa, “Kau lihat saja nanti.”
L menekan bel rumah Suzy, segera setelah itu seseorang membuka  pintu rumah itu dan seorang lagi mengikuti di belakangnya dengan kikuk.
“Suzy?” Sunggyu heran. “Ini rumahmu?”
Suzy  tersenyum lalu mengangguk.
Namun perhatian ketiga lelaki ini beralih ke gadis yang berada di belakangnya dengan dress selutut berwarna putih dan cardingan biru mudanya, dia terlihat begitu manis. Rambut panjangnya yang kecoklatan selalu terikat, tapi kini dibiarkan terurai. Membuat dia terlihat lebih cantik.
“Jiyoung?” gumam L. dia terperangah dengan penampilan baru itu.
Kevin bersorak, “Kenapa tak dari dulu kau seperti ini? Pasti aku akan mendahului L!”
“Kalian hanya belum mengenalnya terlalu dekat.” Kata Suzy sambil tersenyum begitu senang.
“Apa yang sebenarnya sedang terjadi disini?” tanya Sunggyu.
“Sudahlah. Sebentar lagi kau pasti tahu.” Kata Kevin, “Baiklah, Ini waktunya aku pergi. Kalian tahu? Pegawai baru di kafe favoritku itu sangat cantik. Dan hari ini dia berjanji akan memberiku nomor ponselnya.” Kevin melambaikan tangan lalu menghilang.
“Sudahlah, kalian cepat pergi!” kata Suzy mendorong Jiyoung ke arah L.
L segera menggandeng tangan Jiyoung dan mengajaknya pergi ke suatu tempat.
“Dan untuk apa aku di bawa kesini? Apa hanya untuk melengkapi adegan membahagiakan ini?” tanya Sunggyu.
Suzy tersenyum melihatnya. “Baiklah, sekarang kau pergi denganku. Kita berkencan seperti mereka. Kajja!” Suzy menarik lengan Sunggyu dan juga melangkah pergi.
“Tunggu dulu, apa maksudmu?” tanya Sunggyu tak mengerti.
“Bukankah kau menyukaiku?” tanya Suzy membuat Sunggyu terkejut namun akhirnya dia tersenyum senang.
***

L dan Jiyoung pergi ke taman sebelah toko buku kesukaan Jiyoung di dekat rumah L. mereka duduk di bangku kayu yang pernah mereka duduki sebelumnya.
“Kenapa perubahanmu secepat ini? Untuk apa kau mengajakku pergi?” tanya L sambil memperhatikan beberapa anak kecil bermain di bawah siraman cahaya matahari tenggelam.
“Ini semua ulah Suzy. Aku sudah tahu semua. Suzy bilang aku tak boleh melewatka satu pun kesempatan.”
L mendengarkan dengan baik namun masih memperhatikan anak-anak itu.
“Semua sikap ini, penampilan ini adalah ajaran Suzy. Suzy berkata tentang banyak hal dalam cinta dan hubungan kekasih. Itu semua benar-benar membuatku pusing.”
“Jadi?”
“Jadi aku putuskan aku memberitahumu.”
“Mworago?”
“Aku jatuh cinta padamu.” Kata Jiyoung tanpa basa-basi namun sedikit ragu.
Kali ini L menatap Jiyoung lekat-lekat. “Kau yakin ini benar-benar dari hatimu dan bukan ajaran Suzy?”
Jiyoung menggeleng.
L tersenyum geli. “Lihatlah dirimu, bagaimana aku tak jatuh hati padamu?” Ekspresi wajah L menjadi lebih serius namun masih tersenyum, “Jadi, bagaimana kalau aku tak percaya?”
“Maksudmu?”
“Aku tak percaya kau juga mencintaiku.”
Jiyoung diam saja dan seperti memikirkan sesuatu, dia hanya menatap L. hening sejenak. Namun L terkejut, Jiyoung tiba-tiba menciumnya.
Setelah mereka saling melepaskan diri, L bertanya, “Apa ini juga ajaran Suzy?”
Jiyoung mengangguk.
L terbahak. “Dan kau melakukannya dangan baik!”
Jiyoung tersenyum kecut, tak suka dengan suasana canggung ini.
“Katakan sekali lagi kau mencintaiku!”
“Haruskah?”
“Aku bisa saja masih tak percaya.”
“Kim Myungsoo!! Saranghae!” kata Jiyoung cepat.
L tersenyum, “Na ddo saranghae.” L mencium Jiyoung lagi. Kali ini mereka berciuman begitu lama. Tak peduli anak-anak yang tengah bermain itu mengintip mereka.
THE END

2 komentar:

  1. Daebak! The sweetest fanfiction I've ever read ^-^

    BalasHapus
    Balasan
    1. really? ^^ thank you very much for reading and commenting. :)

      Hapus