Halaman

Sabtu, 21 Juli 2012

[FANFIC] Enemy (part 1)

Cast:
Kang Jiyoung
Kim Myungsoo
Luhan
Lee Jieun

Cameo:
Leeteuk
Jung Krystal
Park Jiyeon




            “Aigo!!! Aku pasti sudah terlambat..” Kang Jiyoung, gadis bertubuh bongsor itu tergesa-gesa berlari menuju sebuah taman di tengah kotanya.
            Sembari berlari, Jiyoung mengikat rambut pendeknya. Dia memang bangun terlalu siang hari ini, hingga ia harus tergesa-gesa, ia lupa ia punya janji dengan temannya. Teman lamanya, Luhan yang baru saja pulang dari Amerika.
            “Ah, Anyeong Jiyoung-ah!” sapa Luhan setelah Melihat Jiyoung sampai.
            “A..anyeong Luhan!” Jiyoung agak terkejut dengan orang yang ada di hadapannya itu.
            “Aku terlambat seperti biasa. Mianhae…” Kata Jiyoung.
            “Gwenchana. Untuk berjaga-jaga aku juga baru saja datang.” Kata Luhan lalu tersenyum. “Biar aku ambil dulu mobilku. Kita pergi ke suatu tempat.” Kata Luhan lalu berlalu.
            Jiyoung makin tercekat melihat Luhan. Setelah dua tahun kepergiannya, Jiyoung tak menyangka bisa bertemu lagi.
            “Aigo… bagaimana bisa? Bagaimana bisa dia sekeren itu sekarang?” Jiyoung mengacak-acak rambutnya. “Bukankah dia tak setampan itu dulu? Pasti sekarang dia sudah sukses…. Tidak seperti aku ini…”
            “Jiyoung-ah, masuklah…” Luhan sudah datang dengan mobilnya.
            “Aish… mobilnya juga sekeren ini…” batin Jiyoung.
            Mereka akhirnya sampai di sebuah kafe. Kafe yang dulu sering didatangi Jiyoung dan Luhan. Ya.. sedekat itulah mereka.. mereka adalah sahabat yang tak terpisahkan dulu. Hanya saja kepergian Luhan ke Amerika itu memuat Jiyoung harus berpisah sementara dengan sahabatnya satu-satunya itu. Dua tahun itu tidak sebentar, Jiyoung sangat menunggu kepulangan Luhan.
            “Sepertinya kau tidak berubah.” Kata Luhan setelah mereka memesan pada pelayannya.
            “Dan kau berubah banyak.” Jawab Jiyoung membuat Luhan tersenyum geli.
            “Jadi, bagaimana kau sekarang?” Tanya Luhan. “Pekerjaanmu makin lancar? Aku tak menyangka kau akan jadi jurnalis seperti itu.”
            “Bisakah tak membicarakan perkerjaanku? Kita sudah lama tak bertemu, bicarakan yang lain saja. Percuma saa kita bicarakan pekerjaanku. Aku takkan pernah bisa berkembang di pekerjaanku.”
            “Karena musuhmu itu?” tanya Luhan. Jiyoung agak terkejut.
            “Da..darimana kau tahu soal itu?”
            “Bukankah kau menceritakannya di emailmu yang terkhir tiga bulan lalu?”
            “Ah, geurae, aku lupa.” Jiyoung mengacak-acak rambutnya. “Musuhku satu itu memang sangat menjengkelkan. Aku takkan bisa maju kalau dia masih hidup.”
            “Bisa kau jelaskan. Siapa musuhnya itu sebenarnya?”
            “Namanya Kim Myungsoo, dia jurnalis dari majalah saingan utama majalah tempatku bekerja.” Jelas Jiyoung.
            “Jadi dia laki-laki? Selama ini kukira dia perempuan.” Luhan tersenyum.
            “Jangan kira aku ini sedang bekerja di majalah fashion dan saling bersaing dengan gadis-gadis untuk mendapatkan fashion paling keren di Negara ini!” Jiyoung meminum minumannya yang baru saja datang.
            “Ani, aku tak pernah berpikir seperti itu. Aku lebih tahu dari siapapun bahwa kau itu bukan gadis macam itu. Apa bidang kalian sama? Kau dengan Kim Myungsoo itu?”
            Jiyoung mengangguk, “Geurae, kami bersaing untuk mendapatkan berita di dunia bisnis.”
            “Jadi ada rubrik yang sama di majalah kalian? Bisnis?”
            “Geurae. Aku selalu bertugas mewawancarai pebisnis terkenal saat ini. dan di saat itulah Myungsoo juga selalu mendapat tugas yang sama. Tapi hasilnya selalu aku yang dikalahkan. Aku pernah menang darinya sesekali. Dan itu rasanya menakjubkan. Aku berharap dia mati tertabrak sesuatu agar aku bisa bebas menjalani hidupku sekarang.”
            Luhan tersenyum lagi, “Sudahlah, makan dulu makananmu sebelum dingin.”
***

            “Wae? Kau tidak memberiku selamat?” tanya Myungsoo pada gadis yang ia anggap sahabatnya itu.
            Gadis itu diam saja, dia hanya mengamati semua tingkah Myungsoo.
            “Jujur saja, sejak kematian orang tuaku dua tahun lalu kau jadi berubah. Wae, kau tidak suka karena sekarang aku hidup susah? Tidak kaya lagi seperti dulu?”
            Gadis itu menggeleng, “Ani.”
            “Kalau begitu beri aku selamat. Bukankah untuk kesekian kalinya aku mengalahkan musuhku lagi? Kang Jiyoung itu, dari majalah Live Smart.”
            “Chukahae.” Kata Gadis yang bernama Lee Jieun itu akhirnya.
            Myungsoo hanya mengangguk, “Baiklah, setidaknya kau sudah memberiku selamat.”
            “Kalau begitu aku pergi. Biar ku bayar makanannya.” Kata Jieun lalu pergi begitu saja membuat Myungsoo bingung.
            “Kenapa dia sebenarnya? Apa dia mau kembali pada karakter sebelumnya?”
***

            Myungsoo berjalan santai menuju sebuah restoran. Dia akan bertemu dengan seorang pebisnis yang sedang naik daun sekarang. Dia akan mewawancarainya sekarang.
            “Anyeong haseyo.” Sapa Myungsoo pada pebisnis yang bernama Leeteukitu sambil membungkukkan badannya.
            “Anyeong haseyo.” Balas Leeteuk.
            “Ijinkan saya pergi ke toilet dulu.” Kata Myungsoo lalu pergi setelah meletakkan barangnya di meja.
            Tak lama setelah itu, Jiyoung datang dengan tergesa-gesa. Dia tahu dia sudah telat dari waktu yang ditentukan. Dia merasa sangat menyesal harus telat seperti itu karena kebiasaan bangun siangnya. Padahal dia sudah sangat mempersiapkan wawancara ini. dia sudah membuat janji dengan Leeteuk yang sekarang sulit ditemui itu.
            “Anyeong haseyo..” Jiyoung membungkuk 90 derajat.
            “Anyeong haseyo.” Balas Leeteuk.
            “Jwesonghamnida aku terlambat.” Kata Jiyoung sambil duduk di sebuah kursi di hadapan Leeteuk, dia melihat barang-barang Myungsoo di atas meja, namun hanya berpikir itu milik Leeteuk.
            “Gwenchana.” Jawab Leeteuk tersenyum.
            “Bisa kita mulai sekarang wawancaranya?” tanya Jiyoung akhirnya.
            “Ehmm…. Jamkanmanyo… kita tunggu wartawan yang satu lagi…” Kata Leeteuk membuat Jiyoung bertanya-tanya. “Nah, itu dia” Leeteuk menunjuk Myungsoo yang berjalan menghampiri mereka.
            Jiyoung benar-benar terkejut, “Mwo? Leeteuk-ssi, bukankah kemarin kita sudah membuat janji? Kenapa ada wartawan lain?”
            Leeteuk tersenyum kikuk, “Aku pikir kan kalian sama-sama wartawan, jadi aku buat waktu yang sama karena aku tidak punya banyak waktu luang. Kemarin dia juga meminta waktu setelah kau membuat janji denganku. Aku tak bisa menolaknya. Bukankah kalian dari bidang yang sama?”
            “Kang Jiyoung-ssi? Anyeong haseyo!” sapa Myungsoo pada Jiyoung yang menekuk mukanya dan sama sekali tak menghiraukan Myungsoo. Myungsoo hanya tersenyum licik.
            Jiyoung tahu itu, Kim Myungsoo pasti sengaja, dia sudah tahu janji yang dibuat Jiyoung, dia malah meminta waktu pada Leeteuk, “Aigo… dia pasti sengaja vampire itu. Dia pasti senang sekarang melihat kekalahanku. Lihat saja, nanti… dia pasti tidak punya pertanyaan seperti milikku. Aku sudah menyiapkannya benar-benar.”
            “Bisa kita mulai sekarang?” tanya Leeteuk.
            “Leeteuk-ssi sebenarnya dalam bidang apa bisnis anda ini?” tanya Myungsoo. Jiyoung baru mau menanyakannya.
            Leeteuk tersenyum senang, “Awalnya tempatku hanyalah tempat reparasi jas.”
            “Lalu bagaimana bisa menjadi sesukses ini?” tanya Jiyoung mendahului.
            “Kang Jiyoung-ssi, bisakah tak memotongnya?” tanya Myungsoo dengan wajah datar tak terkalahkan.
            Jiyoung hanya membuang muka.
            Leeteuk sepertinya mulai menyadari permusuhan ini, “Biar aku saja yang jelaskan semuanya. Aku akan menceritakan semuanya. Kalian tinggal tulis atau rekam. Ne?” Akhirnya Leeteuk memulai pernjelasannya dari awal sampai akhir.
            Jiyoung dan Myungsoo berusaha mendapatkan yang terbaik. Mereka berlomba, dari saling melemparkan pertanyaan hebat, mereka juga saling melempar ekspresi perang mereka.
            Sekarang untuk jurus terakhir, Jiyoung sudah membuka mulutnya bersiap menanyakan pertanyaan khususnya yang sudah ia buat dari jauh hari, pertanyaan yang ia yakin Myungsoo tak berpikiran untuk menanyakannya.
            “Jadi Leeteuk-ssi, apa anda yakin perusahaan anda sekarang ini sudah memenuhi pajak yang sepantasnya?” tanya Myungsoo tiba-tiba. Jiyoung terkecat, itu adalah hal yang akan ditanyakannya.
            “ANDWE!!!!! Kenapa dia juga berpikir seperti ini? kurang ajar dia itu! Aish…. Lalu apa yang bisa aku lakukan? Andwe… andwe…” batin Jiyoung.
            Leeteuk mulai mengeluarkan keringat tanda kegugupannya. Dia gelagapan menjawab pertanyaan Myungsoo. Isu tentang penyogokan pajak itu sepertinya memang benar.
            “Karena Leeteuk-ssi tak bisa menjawab, sepertinya jawabannya tidak seperti yang kami harapkan.” Kata Myungsoo santai.
            “Aigo! Kenapa orang ini bisa seekstrim ini?” Jiyoung tak habis pikir lagi.
            “Baiklah, Leeteuk-ssi bisa menjawabnya nanti jika sulit. Sekarang ceritakan saja keluarga masa kecil anda.”
            Mereka akhirnya selesai mewawancarainya dan membiarkan pebisnis itu pergi dengan keringat yang masih mencair.
            “Jurnalis macam apa yang sengaja menutupi kebenaran dengan cerita keluarga masa kecilnya yang sama sekali tak menarik itu?” Tanya Myungsoo santai sambil menghampiri Jiyoung yang sedang menunggu taksi.
            Jiyoung meliriknya tajam, “Kalau bukan karena kau menanyakannya dulu aku sekarang pasti sudah bersinar dan menginjak-injakmu.”
            “Aku heran kenapa majalah besar seperti People masih mempertahankan jurnalis sepertimu?” Myungsoo membuat Jiyoung semakin terinjak-injak. Kenyataannya memang majalah tempat Jiyoung bekerja sekarang lebih senior dan lebih besar dari majalah tempat Myungsoo bekerja. Namun di rubrik bisnis, majalah People selalu dikalahkan oleh Live Smart.
            “Bisa kau berhenti merendahkan orang lain?” tanya Jiyoung memasang wajah sabar.
            Myungsoo tersenyum, “Itu bukan seperti yang kau pikirkan, aku hanya sedang mengungkapkan sebuah kenyataan.”
            “Kim Myungsoo!!!” Teriak Jiyoung tak sabar lagi, “Tutup mulutmu! Atau aku akan…”
            “Mworago?” tanya Myungsoo.
            Sebuah taksi berhenti di depan Jiyoung, siap Jiyoung naiki, Jiyoung yang tak bisa berbuat apa-apa di puncak kemarahannya itu segera memasuki taksi, “bersambung! Perkataanku bersambung. Tunggu saja lanjutannya, kau pasti akan ada di bawah kakiku setelah ini!”
            Myungsoo memasang senyum gelinya. Dia tak habis pikir bisa ada manusia berjenis kelamin perempuan semacam itu di dunia ini.
***

            “Wae? Wajahmu kusut sekali?” Luhan menghampiri Jiyoung yang duduk di sofanya. Jiyoung baru saja datang ke apartemennya.
            “Kalau aku ceritakan kau pasti bosan. Permasalahanku sama saja…” Jawab Jiyoung sambil terus menekuk wajahnya lalu mengacak-acak rambutnya.
            Luhan menahan tangan Jiyoung agar tak melakukan itu lagi, “Aku iri dengan Kim Myungsoo itu. Dia bisa selalu ada dalam pikiranmu, selalu kau pikirkan. Aku tidak pernah seperti itu kan?”
            “Mwo? Kau iri dengannya dengan cara seperti itu?” Jiyoung mengangkat wajahnya dan sedikit terkejut, “Andwe! Jangan! Tak ku ijinkan kau ada di pikiranku dengan cara seperti itu. Lebih baik kau ada di pikiranku karena aku menyukaimu atau sejenisnya. Jangan bandingkan kau dengannya! Jauh sekali.” Jelas Jiyoung panjang lebar membuat Luhan tersenyum geli.
            Jiyoung juga tersenyum setelah itu, “Kau memang paling bisa membuatku rileks hidup di dunia ini.”
            “Tentu saja aku, siapa lagi?” kata Luhan menyombongkan diri.
            “Geurae, memang tak ada yang lain.”

FLASH BACK
            “Kang Jiyoung! Berhentilah bersikap seolah kau itu yang paling menggemaskan di sekolah ini! berhentilah berharap Minho Oppa akan menyukaimu!” bentak Krystal teman sekelas Jiyoung.
            “Sudah ku bilang beratus-ratus kali Jung Krystal! Aku tidak melakukan itu semua, menyukai Minho Oppa ataupun berharap dia menyukaiku. Kenapa kau tidak mau berhenti memusuhiku??” Jiyoung mengacak-acak rambutnya.
            “Sudah cukup! Kau juga bilang itu berkali-kali!” tambah Jiyeon yang juga teman sekelas mereka.
            “Terserahlah..” kata Jiyoung lalu beranjak pergi.
            Dengan cepat Krystal dan Jiyeon menghalangi kepergian Jiyoung dengan menarik lengannya kuat-kuat.
            “Aw! Itu sakit kapan kalian akan berhenti menyiksaku?” kata Jiyoung.
            “Kau itu bisa dibilang pemilik kasta terendah di sekolah ini.. jangan macam-macam anak penjual ramen!!!” Krystal semakin mencercanya.
            Kali ini Jiyoung tak bisa menahan, air matanya hampir jatuh. Dia sangat sensitive soal orang tuanya. Dia tak suka ada yang menghina orang tuanya seperti itu.
            “Kau…” Jiyoung tak bisa berkata-kata, matanya sudah berkaca-kaca dan merah.
            Tiba-tiba seseorang dengan lembutnya melepas semua genggaman di lengan Jiyoung yang sakit itu.
            “Kalian berhentilah melakukan ini pada Jiyoung. Anggap saja aku penjaminnya, kalian berhenti atau kalian berurusan denganku.” Kata Luhan sambil menarik Jiyoung pergi dari hadapan mereka.
            Luhan membawa Jiyoung ke atap gedung sekolah. Membiarkan Jiyoung menangis hingga perasaannya lebih lega.
            “Sudah ku bilang, jika mereka mendekatimu, kau langsung pergi saja daripada harus mendengarkan perkataan mereka.” Kata Luhan mencoba menenangkan.
            Jiyoung dengan segera menghapus air matanya, “Geurae aku memang bodoh, seharusnya aku tidak menangis hanya karena hal ini.” Jiyoung menatap Luhan dengan tatapan penuh terima kasih. “Entah apa yang bisa aku lakukan untukmu. Semua bantuanmu padaku rasanya tak bisa aku bayar impas.”
            Luhan tersenyum, “Kau hanya perlu jadi temanku.. ani, jadilah sahabatku, sampai kapanpun. Aku sudah sangat berterima kasih. Kau tahu sendiri, tak ada orang yang berani berteman denganku karena Appaku yang seorang pengacara terkenal. Mereka semua takut berurusan denganku.”
            Jiyoung tersenyum, “Sekali lagi Luhan membuatku rileks hidup di dunia ini.”
            “Aku lega sekarang, kau sudah tersenyum lagi. Teruslah seperti itu, kau terlihat lebih cantik saat tersenyum.”
            Wajah Jiyoung melebur merah.
FLASH BACK END

“Kau mau aku membuatkanmu segelas susu hangat?” tanya Luhan.
“Kau memang tahu apa yang aku inginkan dan aku butuhkan.” Jawab Jiyoung sambil tersenyum mengamati sahabatnya satu-satunya itu.
***

Jieun sedang mengamati foto SMAnya. Tinggal satu yang tersisa, yang lain sudah ia bakar. Dan memang dia tak banyak memiliki foto-foto itu. Itu hanya foto-foto resmi yang memang harus dimiliki setiap siswa. Dia menyimpan yang satu ini karena dia berdiri tepat di sebelah Myungsoo.
Kim Myungsoo, satu-satunya lelaki yang masuk ke hidupnya, meski tak sepenuhnya, sejauh ini hanya Myungsoo yang mengenalnya dan mengangapnya sebagai teman. Dan sepertiya akan selalu seperti itu.

FLASH BACK
            Jieun sedang seperti biasa menghabiskan waktunya di perpustakaan saat jam istirahat. Berdiam diri di meja baca paling pojok. Tak selalu sedang membaca, terkadang ia hanya melamun disana. Berharap jam sekolahnya cepat selesai, dan hari-harinya cepat selesai dan hanya ada malam dimana saat dia tidur, tanpa harus bertemu dengan orang lain termasuk orang tuanya.
            Seseorang melempar buku ke kepala Jieun, membuatnya kaget dan terbangun dari lamunannya. Jieun menoleh melihat orang yang melakukan hal menjengkelkan itu. Dan lelaki itu adalah teman sekelasnya, Kim Myungsoo.
            “Kau sudah menyalahgunakan fungsi tempat ini sepertinya.” Kata Myungsoo sambil tersenyum evil.
            Jieun diam saja, melempar kembali buku tadi kea rah Myungsoo lalu kembali berpura-pura membaca buku tebal yang sedari tadi ada di hadapannya.
            “Sepertinya hidupmu tak sebaik itu. Apa orang tuamu bercerai?” tanya Myungsoo.
            Jieun tak menggubrisnya. Membiarkannya bicara sendiri.
            “Sepertinya tidak, mungkin lebih buruk dari itu.” Myungsoo malah mengambil kursi dan duduk di sebelah Jieun. “Jujur saja, aku tak tahan. Aku tak bisa tinggal diam. Aku sangat penasaran denganmu. Apa kau pikir hidupmu paling menyedihkan dari lainnya hingga kau harus menarik diri seperti ini?”
            Kali ini Jieun menatap Myungsoo.
            Myungsoo tersenyum melihat itu, “Sepertinya kau bukan anak orang miskin.”
            Jieun tetap tak berkata apa-apa, namun dia tetap memperhatikan Myungsoo.
            “Berhentilah seperti itu. Hidup kita ini cuma sekali, kau bisa manfaatkan itu dengan bersenang-senang.”
            “Kau sudah selesai?” tanya akhirnya.
            Myungsoo mengangkat alisnya lalu berkata, “Kurasa cukup.”
            Jieun berdiri dan beranjak pergi. Dia melangkah keluar menuju pintu perpustakaan, meinggalkan Myungsoo yang bingung dan tak habis pikir.
            Jieun menoleh sekilas dan melihat Myungsoo tersenyum sendiri. Jujur Jieun terkesan dengannya. Selama hampir dua tahun dia bersekolah di sekolah itu, baru Myungsoo yang bicara padanya. Dan selama hampir setahun mereka sekelas, ini pembicaraan pertama mereka.
FLASH BACK END

            Tiba-tiba kedua orang tua Jieun masuk ke dalam kamarnya. Appanya memasang wajah garangnya seperti biasa. Dengan cepat Jieun menyembunyikan foto yang tadi ia pegang di balik bantalnya.
            “Sepertinya kau masih sama saja. Sepertinya janjimu untuk berusaha tak ada hasilnya.” Kata Appa Jieun. Dia sempat melihat Jieun memegang foto itu tadi.
            “Kenapa kalian tak bisa menghormatiku? Harusnya kalian ketuk dulu pintunya.” Kata Jieun.
            Appanya tersenyum kecut, “Menghormatimu? Apa kau berusaha menghormati kami? Orang tuamu? Aku rasa tidak.”
            Jieun membuang muka dan menatap jendela alih-alih menatap orang tuanya yang sedang bicara padanya itu.
            “Jieun-ah, dengarkan Appamu bicara.” Kata Eomma Jieun dengan nada lebih lembut.
            “Kau lihat sendiri kan? Anak itu terus berusaha menyelidiki kematian orang tuanya. Aku dengar dia juga sudah berkali-kali pergi ke kepolisian. Kenapa sampai saat ini kau belum bereskan dia? Kau bilang kami harus membiarkan dia menjadi urusanmu? Kau ingin kita semua lenyap saat dia berhasil mengungkap semuanya?” jelas Appanya panjang lebar.
            “Sudah kubilang kalian tak usah khawatir. Sebelum aku membereskannya, setidaknya aku akan menghambatnya mengungkap semuanya.” Jawab Jieun.
            “Aku harap kau memang tak melakukan hal yang mengkhawatirkan. Tapi kau harus ingat, sudah lama aku merencanakan ini semua hingga kita bisa mencapai puncak seperti ini. menjadi pemilik perusahaan yang sedang memimpin adalah sesuatu yang sulit di dapat. Kau tahu sendiri perjuanganku seperti apa. Aku harap kau tak membuat keluargamu jatuh begitu saja.” Kata Appa Jieun lalu keluar.
            “Jieun-ah, turuti saja perkataannya. Kau ingin kita hidup bahagia bersama kan?” Eomma Jieun lalu keluar menyusul Appanya.
            Jieun tersenyum kecut mendengar itu. Dia hanya sedang memikirkan, betapa konyolnya dia hidup di dalam keluarga sepert ini.
***


            Jiyoung menarik kopernya dengan tergesa-gesa. Seperti biasanya, dia kali ini hampir terlambat menaiki kapal yang akan membawanya ke pulau Jeju. Benar, dia harus kesana untuk meliput dan mengikuti kegiatan bisnis seorang pebisnis hotel yang belum begitu terkenal, Jiyoung bermaksud membuatnya menjadi terkenal dengan memuatnya ke dalam majalahnya.
            “Aku selamat, sejauh ini aku tak melihat VampireMyungsoo berkeliaran. Dia tak akan tertarik dengan pebisnis ini. liat saja, kali ini aku akan mengalahkannya.” Gumam Jiyoung senang setelah menaiki kapal.
            Jiyoung menaiki kapal yang sama dengan pebisnis itu, Jiyoung bisa mengamatinya tengah berbincang dengan beberapa keluarganya. Jiyoung juga mengambil beberapa foto mereka. Tentu saja dengan seijin mereka.
            Setelah sampai di pulau Jeju, Jiyoung merasa senang. Ini kali keduanya dia kesini, sebelumnya juga masalah tugas. Dia berharap sekali bisa ke tempat ini bersama kelurganya.
            “Ah.. ini indah sekali…” katanya lalu menuju hotel milik pebisnis itu.
            Jiyoung memilih menginap disana, agar dia bisa mengikuti semua kegiatan pebisnis itu disini, dan terutama apa yang ia lakukan pada pengunjung asingnya. Jiyoung sangat ingin tahu.
            “Tuhan, bantu aku agar aku tak kesiangan kali ini.” Jiyoung berdoa sesaat sebelum memasuki kamarnya.
            Dia benar-benar menikmati itu semua. Dia berhasil mendapat potongan untuk menginap karena pemilik hotel ini tahu, dia akan memuatnya di majalah People, majalah terkenal itu.
            Jiyoung segera bersiap-siap untuk keluar lagi, menikmati keindahan pulau Jeju sebelum akhirnya besok ia harus mengikuti kegiatan pebisnis itu.
            Jiyoung berjalan-jalan di luar hotel yang ternyata sangat menyenangkan itu. Dia menuju kolam renang untuk mengambil beberapa foto dirinya disana. Kolam renang itu terlihat sangat bagus. Ada beberapa pengunjung yang menggunakannnya.
            “Ah, kalau tidak begini aku tak akan bisa kesini.” Gumam Jiyoung sambil terus tersenyum dan terus berjalan di tepi kolam itu dengan hati-hati agar tak tercebur.
            “Nona Awas!!!!” tiba-tiba Jiyoung mendengar teriakan seseorang dari dalam kolam. Sepertinya dia memperingatkan Jiyoung karena bola yang sedari tadi mereka mainkan sedang mengarah ke Jiyoung.
            Spontan Jiyoung berusaha menghindari bola itu. Usahanya itu malah membuatnya terpeleset dan tercebur ke kolam dengan sukses.
            “AAaaaaaaaaa!!!” teriaknya.
            Seketika dia merasa seluruh tubuhnya basah kuyup. Dan kenyataan yang paling mengkhawatirkan adalah, kolam itu ternyata cukup dalam, dan Jiyoung sama sekali tak bisa berenang.
            Namun tiba-tiba ada yang meraih tangannya dan menariknya ke tepi dan mengeluarkannya dari kolam. Jiyoung seketika terbatuk-batuk karena sudah cukup banyak air yang tertelan.
            “Kau bodoh?” tanya orang yang menolongnya.
           Setelah selesai dengan urusan batuknya, Jiyoung baru menyadari orang yang menolongnya masih menatapnya. Dan kenyataan yang menyakitkan adalah lelaki itu Kim Myungsoo. Kim Myungsoo yang basah kuyup dengan pakaian lengkapnya menatap Jiyoung dengan pandangan khawatir namun tetap merendahkan.
            “KAU?”

TO BE CONTINUED.........

2 komentar: